Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena dengan berkat dan rahmat-
Nya makalah yang berjudul “Limphoma malignant Hodgkins’s Disease Limphoma Non-
Hodgkin’s” dapat selesai pada tepat waktu.

Makalah ini berisi uraian mengenai penyakit lymphoma Hodgkins’s Disease dan
Limphoma Non- Hodgkin’s yang disertakan dengan asuhan keperawatannya mulai dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, tindakan keperawatan, hingga
evaluasi.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 1 Dr. Yuliana Syam, S.Kep., Ns., M.Kes, serta teman-teman
sekalian yang telah ikut berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, sehingga saran dan kritik
yang membangun diperlukan dalam makalah ini. Kami pun berharap agar para pembaca
mendapat manfaat dan menambah wawasan melalui makalah ini.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Makassar, November 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata pengantar

Daftar isi

Bab I Pendahuluan

Bab II Pembahasan

Bab III Penutup

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Limfoma adalah keganasan pada jaringan limfoid. Penyakit ditandai dengan poliferasi
limfosit, histiosit (monosit atau makrofag residen), dan precursor atau derivatnya. Limfoma erat
dikaitkan dengan leukemia linfositik. Sebagian para ahli menduga limfoma sebagai bentuk atau
tahap lain proses penyakit yang sama. Meskipun terdapat banyak tipe sel limfoid ganas, saat ini
limfoma umumnya dikenal sebagai penyakit Hodgink atau limfoma non-Hodgink (Noonan, 2007)

Limfoma atau kelenjar getah bening yang dapat meningkatkan kelenjar getah bening.
Limfoma berawal ketika sel kanker menyerang salah satu sel darah putih yang berfungsi
melawan infeksi. Limfosit adalah sel darah putih yang berfungsi untuk membunuh virus dan
bakteri. Selain di dalam peredaran darah, limfosit tersebar di beberapa bagian tubuh, seperti
kelenjar getah bening, limpa, timus, sumsum tulang belakang dan saluran pencernaan. Ketika
limfosit berubah, berkembang, dan menyebar secara tidak normal maka terjadilah limfoma
maligna.

Limfoma dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu limfoma Hodgkin dan limfoma non-
Hodgkin. Perbedaan utamanya terletak pada jenis sel limfosit yang diserang kanker. Hal ini
dapat diketahui dengan pemeriksaan mikroskop. Di Indonesia, limfoma non Hodgkin (LNH)
menduduki urutan keenam keganansan yang sering terjadi, limfoma non-Hodgkin lebih sering
terjadi dibandingkan limfoma Hodgkin. Namun, non-Hodgkin lebih berbahaya daripada limfoma
Hodgkin. Pada banyak kasus, limfoma non-Hodgkin memiliki tingkat kesembuhan yang lebih
rendah dibandingkan limfoma Hodgkin. Limfoma berbeda dengan dari leukemia walaupun
sama-sama menyerang sel darah putih. Leukemia bermula pada sumsum tulang, sedangkan
limfoma seringkali bermula pada sel darah putih di kelenjar getah bening.

Gejala umum limfoma adalah muncul benjolan di beberapa bagian tubuh, seperti leher,
ketiak, atau selangkangan. Benjolan tersebut muncul akibat pembengkakan kelenjar getah
bening. Selain pembengkakan kelenjar getah bening, limfoma dapat menimbulkan gejala
seperti: demam, gatal-gatal, cepat lelah, batuk, berat badan turun drastic dan sesak napas.

Pengobatan limfoma akan disesuaikan berdasarkan kondisi kesehatan, usia, serta jenis
dan stadium limfoma yang dialami penderita, ada berbagai macam jenis pengobatan untuk
penderita limfoma seperti: mengonsumsi obat-obatan, radiologi, transpalasi sumsum tulang
belakang. Sulit untuk mencegah limfoma, karena peyebabnya belum diketahui dana ada banyak
factor yang mempengaruhi. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah
limfoma, antara lain: melakukan hubungan seksual dengan aman dan tidak menggunakan
NAPZA, menggunakan alat pelindung diri di tempat kerja, bila lingkungan kerja beresiko terkena
paparan zat kimia benzene dan peptisida.
Didalam tubuh manusia Sekitar 8.270 kasus baru penyakit Hodgink didiagnosis pada
tahun 2008 (ACS,2008). Sementara sebanyak 60% sampai 90% orang yang menderita penyakit
tidak menyebar (local) dengan masa hidup normal, tetapi terdapat peningkatan risiko kejadian
kanker sekunder seumur hidup (Leahy,2008).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem Limfatik?
2. Apa yang dimaksud dengan lymphoma Hodgkins’s Disease dan Limphoma Non-
Hodgkin’s beserta penyebabnya?
3. Apa asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat untuk penderita lymphoma
Hodgkins’s Disease dan Limphoma Non- Hodgkin’s?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui anatomi dan fisiologi sistem limfatik
2. Mengetahui penebab penyakit lymphoma Hodgkins’s Disease dan Limphoma Non-
Hodgkin’s
3. Mengetahui asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat untuk penderita
lymphoma Hodgkins’s Disease dan Limphoma Non- Hodgkin’s

Pada limfoma Hodgkin, salah satu jenis sel darah putih (limfosit), yaitu limfosit tipe B,
akan mulai menggandakan diri secara abnormal dan menyebabkan limfosit
kehilangan fungsinya dalam melawan infeksi, sehingga mengakibatkan penderitanya
rentan terhadap infeksi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi sistem limfatik

A. Pengertian Sistem Limfatik

sistem limfatik adalah sebuah jaringan satu arah pembuluh limfatik dan kelenjar limfe
yang penting untuk fungsi kekebalan tubuh, keseimbangan cairan, dan transportasi lipid,
hormon, dan sitokin. Setiap hari sekitar 3 liter filter cairan keluar dari kapiler vena kedalam
jaringan tubuh dan tidak diserap. Cairan ini menjadi limfe yang dibawa oleh pembuluh limfatik
kedada, dimana cairan ini memasuki sirkulasi vena. Pembuluh limfatik berjalan dalam selubung
yang sama dengan arteri dan vena. Dalam sistem tanpa pompa ini, serangkaian katup
memastikan aliran satu arah dari kelebihan cairan interstisial ini (sekarang disebut limfe) menuju
jantung. Kapiler limfatik tertutup diujung distalnya.

Limfe terutama terdiri dari air dan sejumlah kecil protein terlarut, sebagian besar
albumin yang terlalu besar untuk diserap kembali kedalam kapiler darah yang kurang
permeable. Limfe juga membawa dua jenis sel sistem kekebalan tubuh: limfosit dan sel antigen-
presenting. Sel-sel antigen-presenting di bawa ke kelenjar limfe berikutnya dalam sistem,
sementara limfosit berjalan antara kelenjar limfe. Setelah dalam sistem limfatik, limfe berjalan
melalui venula dan vena limfatik yang mengalir ke salah satu dari dua duktus besar di toraks :
duktus limfatik sisi kanan dan duktus torakalis. Duktus limfatik kanan mengalirkan cairan limfe
dari lengan kanan dan sisi kanan kepala dan dada, sedangkan duktus torakalis yang lebih besar
menerima cairan limfe dari seluruh tubuh. Duktus limfatik kanna dan duktus torakalis masing-
masing mengalirkan cairan limfe ke vena subklavia kanan dan kiri.

Vena limfatik berdinding tipis seperti pembuluh darah dari sistem kardiovaskular. Pada
pembuluh limfatik yang lebih besar, flap endotel membentuk katup mirip dengan yang di vena
yang membawa darah. Katup memungkinkan cairan limfe mengalir hanya satu arah seperti
pembuluh limfatik yang dikompres oleh kontraksi otot rangka secara intermitten, ekspansi
berdenyut dari arteri dalam selubung yang sama, dan kontarkasi otot-otot polos di dinding
pembuluh limfatik

Selama cairan limfe diangkut menuju jantung, cairan ini diserang melalui ribuan kelenjar
limfe berbentuk kacang yang berkerumun di sepanjang pembuluh limfatik. Cairan limfe
memasuki kelenjar limfe melaluipembuluh limfatik aferen, di saring melalui sinus dikelenjar, dan
keluar melalui pembuluh limfatik eferen.. cairan limf menalir perlahan-lahan melalui kelenjar
memungkinkan fagositosis zat asing dalam kelenjar dan pengiriman limfosit.

B. Organ Limfoid

Sistem limfoid berintegrasi erat dengan sistem sirkulasi. Organ-organ limfoid,


sebagian diantanya merupakan agresi jaringan limfoid, dikelompokkan sebagai organ
limfoid primer dan sekunder.organ limfoid primer mencakup timus dan sumsum tulang
belakang. Organ limfoid sekunder terdiri dari limpa, kelenjar getah bening, tonsil, payer
patches dari usus halus. Seluruh organ limfoid ini merupakan penghubung antara sistem
hemologi dan sistem imun, yang menjadi tempat proliferasi, diferensiasi, serta
berfungsinya lmfosit dan fagosit mononuklear( monosit dan makrofag).

 Limpa
Limpa merupakan organ limfoid yang paling besar. Disinilah tempat terjadinya
proses hematopotesis fetus, penyaringan dan pembersihan darah oleh fagosit
mononuklear, serta inisiasi respon imun terhadap mikroorganisme dalam darah. Limpa
juga berperan sebagai tempat penampungan darah.
Limpa merupakan organ berbentuk cembung berkapsul dengan berat sekitar 150
gram, dengan ukuran kurang lebih sebesar kepalan tangan dewasa. Terdapat serangkaian
jaringan ikat (trabekula) yang meluas dari kapsul limpa hingga menuju limpa. Trabekula
ini akan terbagi menjadi beberapa kompartemen yang berisi massa jaringan limfoid, yang
disebut sebagai pulpa limpa. Limpa berhubungan langsung dengan banyak pembuluh
darah, yang beberapa diantaranya berfungsi untuk persediaan cadangan darah.
Sebelum memasuki limpa, pembuluh darah arteri pertama harus melewati pulpa
limpa limpe putih terlebih dahulu. Dalam pulpa limpa putih ini banyak sekali terkandung
jaringan limfoid yang berisi makrofag dan limfosit, terutama limfosit T. Folikel limfoid
tebentuk pada pulpa putih di sekitar arteriol limpa. Folikel limfoid ini tersusun sebagian
besar oleh limfosit B, dan menjadi lokasi utama pembentukan fungsi imun di dalam
limpa. Disinilah antigen darah akan bertemu dengan limfosit, untuk kemudian
menginisasi respons imun dan mengubah folikel limfod menjadi pusat germina dan
menjadi lokasi utama pembentukan fungsi imun di dalam limpa. Disinilah antigen darah
akan bertemu dengan limfosit, untuk kemudian menginisasi respons imun dan mengubah
folkel lmfod menjadi pusat germinal.
Sebagian darah akan terus mengalir melalui mikrosirkulasi dan memasuki suatu
area penyimpanan darah di pulpa merah limpa, yang disebut dngan sinus venosus (dan
pulpa merah) ini mampu menampung lebih dari 300 ml darah. Penurunan tekanan darah
secara mendadak akan menstimulasi sistem saraf simpatis sehingga sinus-sinus ini akan
berkostriksi dan darah sebanyak 200 ml akan dipompa keluar menuju sirkulasi vena.
Proses ini akan mebantu mengembalikan volume atau tekanan darah di sirkulasi serta
menaikkan kadar hematokrit sebesar 4%.
 Kelenjar Getah Bening

Secara struktur, kelenjar getah bening merupakan bagian dari sistem limfatik.
Pembuluh darah limfatik mengumpulkan cairan intertisial dari jaringan dan
memidahkannya melalui pembuluh darah menuju ke duktusthoraksikus, hingga akhirnya
ditampung di vena cava superior dan dialirkan kembali ke sirkulasi. Kelenjar gtah bening
terdistribusi di seluruh bagian tubuh dan berfungsi sebagai sistem penyaringan selama
menuju ke limfatik. Masing-masing kelenjar getah bening terbngkus oleh suatu kapsul
fibrosa. Kapsul fibrosa ini mempunyai cabang yang disebut trabekula yang membagi
kelenjar menjadi beberapa kompartemen. Serat retikuler dari jaingan ikat akan
memisahkan kompartemen ini menjadi serabut-serabut di dalam kelenjar getah bening.
Kelenjar tersusun atas korteks dibagian luar dan parakorteks dibagian dallam, serta
sebuah medula pada bagian dalam. Limfa akan masuk melalui beberapa pembuluh darah
limfatik aferen menuju ke sinus subskapularis, dan kemudian diampung di sinus korteks
dan dialirkan menuju sinus medularis. Disinilah sinus ini dikumplkan dan dipisahkan dari
kelenjar melalui pembuluh darah limfatik eferen. Darah akan mengalir menuju kelenjar
getah bening melalui arteri limfatik, yan akhirnya berakhir pada sekolompok venula
postkapiler yang terletak dibagian luar korteks. Darah kemudian dialirkan melalui vena
limfatik.

Secara fungsi, kelenjar getah bening meruapakan bagian dari sistem hematologi
dan sistem imun, serta mrupakan lokasi utama dimana antigen dan limgfosit pertama kali
bertemu. Limfosit memasuki kelenjar getah bening dan aliaran darah venula postkapiler
melalui proses diapedesis. Limfosit B cenderung berimgrasi ke arah korteks dan medula
kelenjar, sedangkan limfosit T umunya akan berimigrasi menuju ke parakorteks.
Makrofag akan menempati kelenjar getah bening embantu limfa menyaring debris, benda
asing dan mikroorganisme dan juga berfungsi memproses antigen. Sel dendritik akan
meyerang adan memproses antigen dan mikroorganisme di jaringan-jaringan lain
kemudian memasuki kelenjar getah bening melalui pembuluh darah limfatik aferen dan
berimigrasi menuju kelenjar.

2.2 Limfoma Hodgkin

A. Definisi

Limfoma maligna merupakan transformasi neoplastik sel yang terutama berada di


jaringan limfoid. Dua kategori besar limfoma dibedakan berdasarkan histopatologi dari kelenjar
getah bening yang terlibat yaitu penyakit Hodgkin dan limfoma non Hodgkin (LNH). Limfoma
(Hodgkin Lymphoma dan no-hodgkin lumphom [NHL]) berkembang dari proliferasi limfosit ganas
(sel kekebalan tubuh) dalam sisteme limfoid. Penyakit Hodgkin adalah suatu kanker limfatik,
paling sering menyerang orang antara usia 15 dan 35 tahun atau di atas usia 50 tahun. Penyakit
ini lebih banyak menyerang pria daripada wanita. Hodgink Lymphoma (HL) adalah sekelompok
neoplasma limfoid, tidak seperti no-Hodgkin Lymphoma, muncul dalam rantai tunggal kelenjar
getah bening dan penyebaran pertama menuju jaringan limfoid yang berdekatan. adalah salah
satu kanker yang paling banyak di sembuhkan. Penyakit Hodgink berkembang pada kelenjar
limfe tunggal atau rantai kelenjar, menyebar ke kelenjar di dekatnya. Kelenjar limfe yang
terkena berisi sel Reed-Sternberg (sel ganas) sel besar yang berasal dari pusat germinal sel B.
yang di kelilingi oleh sel induk ynag meradang. Sel ganas ini mensekresi zat mediator inflamasi,
yang menarik sel inflamasi ke tempat tumor. Sel ini dapat menyerang hampir semua jaringan
tubuh. Limpa seringkali terkena; seiring perburukan penyakit, hati, paru, saluran cerna, dan SPP
dapat terkena (Huether & McCance, 2008). Poliferasi cepat pada limfosit abnormal merusak
respons imun, khususnya respons imun yang di mediasi sel, infeksi umum terjadi.

Organisasi kesehatan Dunia (WHO) sudah mengidentifikasi lima jenis HL: (1) Nodular
sclerosis, (2) mixed cellularity, (3) Lymphocyte rich, (4) lymphocyte depletion, dan (5) lymphocyte
predominance. Empat jenis yang pertama dianggap sebagai jenis klasik Hodgkin lymphoma
dengan ekspresi yang sama dari sel Reed-sternberg. Pada jenis limfosit predominan, sel Reed-
Sternberg ini khas tetapi berbeda dari yang lain. Penyakit Hodgink diklasifikasikan sebagai
penyakit Hodgink atau sebagai penyakit Hodgink limfosit predominan nodular. Bentuk klasik
penyakit merupakan 90% dari semua kasus; Hodgink limfosit-predominan nodular jarang terjadi.
Penyakit Hodgink klasik dapat dibagi lagi menjadi empat subtype menurut sel yang diidentifikasi
dalam tumor tersebut, tetapi tidak memengaruhi prognosis (Noonan, 2007). Hodgkin lymphoma
adalah jenis umum dari kanker pada orang dewasa muda dan remaja tetapi jarang pada masa
anak-anak. Usia rata-rata diagnosis adalah 32 tahun.

B. Etiologi
Penyebab pasti penyakit hodgink tidak diketahui, tetapi infeksi virus Epstein-Barr (EBV)
serta adanya sel Reed-Sterberg (sel ganas), dan factor genetik tampak berperan penting dalam
perkembangan penyakit
C. Manifestasi Klinik

Gejala paling umum dari penyakit Hodgink adalah salah satu atau lebih kelenjar limfe
yang membesar dan tidak nyeri, biasanya pada bagian servikal atau subklavikula. Manifestasi
sistemik seperti demam menetap intermiten terdapat 30% anak-anak, keringat malam,
keletihan, dan penurunan berat badan dikaitkan dengan penyakit berprognosis buruk. Gejala
akhir seperti malaise, pruritus, dan anemia menandakan penyebaran penyakit (Porth,2005).
Limpa dapat membesar dan system organ lain seperti paru dan saluran GI kadangkala terkena

Data Subjektif

Data objektif

 Demam
 Keringat malam
 Anoreksia
 malaise
 Keletihan
 Penurunnan berat badan

2.3 Limpoma Non-Hodgink

A. Definisi

Limfoma Non-Hodgink adalah sekelompok keganasan jaringan limfoid yang berbeda-


beda yang tidak berisi sel Reed-sternberg. Limfoma non hodgkin dapat berasal dari limfosit B,
limfosit T dan terkadang walaupun amat jarang dapat berasal dari sel NK (natural killer) yang
berada dalam sistem limfe ; yang sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala, perjalanan klinis,
respon terhadap pengobatan, maupun prognosi. Limfoma non-Hodgink cenderung berkembang
dikelenjar limfe perifer dan menyebar dini ke jaringan di seluruh tubuh. Limfoma no-Hodgink
lebih umum dan daripada penyakit Hodgink, yang menyerang sekitar 56.390 orang per tahun
dan menyebabkan sekitar 19.160 kematian pada athun 2008 (ACS, 2008). Lansia lebih sering
diserang dan terjadi leboh serinh pada pria disbanding wanita. Seperti penyakit hodgink,
penyebab tidak diketahui meskipun factor genetic dan lingkungan (mis., infeksi virus seperti
EBV, HTLV-1 dan HTLV-2, dan HIV) diduga berperan penting.

Seperti pada kebanyakan keganasan, limfoma non hodgink mulai sebagai sel tunggal
bertransformasi, ini dapat berasal dar sel T, sel B, atau makrofag jaringan (histiosit). Mskipun
limfoma non-Hodgink biasanya berasal dari kelenjar limfe, tetapi dapat berasal dari jaringan
limfoid. Limfoma non-Hodgink cenderung menyebar lebih awal dan tidak dapat diprediksi ke
jaringan dan organ limfoid lain. Penyebaran ekstra-nodal dapat menegenai nasofaring , saluran
pencernaan, tulang, SPP, tiroid, testes, dan jaringan lunak.
Para pasien ini LNH datang dengan batuk persisten dan rasa tidak enak di dada atau
tanpa gejala tetapi gambaran foto toraksnya abnormal.2 Pada Pengawas limfoma non hodgink
berkisar dari bagus hingga buruk, bergnatung pada jenis sel yang diidentifikasi dan derajat
diferensiasi. Tumor stadium rendah (berdiferensiasi lebih dapat disembuhkan . tumor stadium
tinggi sering kali menyebar pada saat diagnosis dan mempunyai prognosis buruk (Noona, 2007;
Papadakis & McPhee, 2007)

B. Manifestasi klinik

Manifestasi awal limfoma non-Hodgink serupa dengan penyakit Hodgink. Limfadenopati


tidak nyeri dapat setempat atau menyebar. Manifestasi sistemik, seperti demam, keringat
malam, keletihan, dan penurunan berat badan dapat muncul, tetapi jarang pada limfoma non-
Hodgink. Keterlibatan system organ dapat menyebabkan gejala seperti nyeri abdomen, mual,
dan muntah. Sakit kepala, gejala saraf perifer atau kranial, perubahan status mental, atau kejang
dapat menandakan keterlibatan SPP.

Perjalanan

Baik pada penyakit Hodgink maupun limfoma hodgink, stadium penyakit, adanya
manifestasi sistemik, dan factor seperti usia membantu menentukan prognosis. Prognosis
adalah baik saat penyakit terlokalisasi pada satu atau dua region kelenjar. Factor seperti anemis,
trombositopenia, dan usia tua mengurangi kemungkinan penyembuhan penyakit.

C. Penatalaksanaan Medis

Kemoterapi dan terapi radiasi, baik tunggal maupun kombinasi, adalah terapi utama
penyakit Hodgink dan limfoma non-Hodgink. Pemakaian antibody monoclonal pada sel limfoma
target dan transplantasi susmsum tulang dan sel induk tengah diteliti untuk menangani limfoma
juga.

Asuhan Keperawatan Limfoma Hodgkin dan Limfoma non-Hodgkin

A. Pengkajian
1. Anamnesa
 Biodata
Identitas klien mencakup nama, umur, jenis kelamin, status, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, nomor register, diagnosa medik dan alamat.
 Riwayat kesehatan sekarang
Alasan klien meminta pertolongan kesehatan berupa pemebsaran kelenjar
limfe, demam, nyeri abdomen, gejala pernapasan, kebas atau rasa terstrum
pada ekstrmitas
 Keluhan utama
Penderita limfoma Hodgkin dan Limfoma non-Hodgkin menampakkan gejala
 Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat mononucleosis infeksius, penyakit HIV
 Riwayat kesehatan keluarga
2. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi
 Palpasi
Raba kelenjar limfe (servikal, subklavicula, aksilla, dan inguinal)
mengenai adanya pembesaran dan nyeri tekan. Pemeriksaan pada abdomen
mengenai adanya nyeri tekan, massa, pembesaran hati atau limfa.
 Perkusi
 Auskultasi
Bunyi jantung dan paru
3. Pemeriksaan penunjang
 Kemoterapi kombinasi digunakan utnuk mengatasi penyakit Hodgkin dan
Limfoma non-Hodgkin. Pada kedua kasus, kemoterapi sering diikuti dengan
terapi radiasi pada region kelenjar limfe yang terkena. Kombinasi obat
bergantung pada stadium penyakit serta usia dan kondisi umum pasien.
Regimen kombinasi yang digunakan di amerika serikat mencakup CHOP
(siklofosfamida, doksorubisin, vinkristin, dan prednisone), ABVD
(doksorubisin, bleomisin, vinblastine, dan dakarbazin), MOPP (nitrogen,
mustard, vinkristin, prokarzabin, dan prednisone), dan Ch1VPP (klorambusil,
vinbalstin, prokarbazin, dan prednisone). Regimen ini juga dapat
dikombinasikan silih bulan untuk mengurangi efek merugikan dan
memperbaiki pembunuhan sel kanker. Lebih dari 75% pasie yang menderita
penyakit Hodgkin yang tidak mempunyai gejala sistemik mencapai remisi
kompler dengan terapi. Prognosis untuk pasien limfoma non-Hodgkin
berbeda-beda menurut jenis dan stadium penyakitnya.
 Terapi radiasi dapat menjadi terapi primer untuk penyakit Hodgkin stadium-
awal meskipun kemoterapi awal menjadi makin umum. Pada stadium lanjut
dan pada limfoma non-Hodgkin biasanya dikombinasi dengan kemoterapi.
Banyak limfoma yang responsive terhadap radiasi. Region kelenjar limfe yang
terkena diatasi, dengan perlindungan saksama untuk melindungi area yang
tidak terkena dan menimalkan luasnya luka bakar radiais dan kehancurna sel
normal. Jika penyakit semakin lanjut, iradiasi kelenjar total dapat dilakukan.
 Imunoterapi; rituksimab (Rituxan) adalah suatu antibody monoclonal yang
digunakan untuk mengahncurkan antigen CD20 pada limfosit B.
penghancuran ini menghasilkan kematian seluler pada sel limfoma. Ini dapat
digunakan tunggal atau dengan siklofasdamid, vinkristin, dan prednisone
(CVP). Pasien harus di monitor dengan ketet mengenai adanya sindrom lisis
tumor. Dianjurkan bahwa pasien diberikan obat sebeleumnya dengan
difenhidramin dan asetaminofen. Ini harus digunakan hati-hati pada pasien
yang diketahui menderita penyakit jantung (Deglin & Vallerand, 2009;
Noonan, 2007)
 CBC sering menunjukkan anemia normositik, normokromik ringan pada penyakit
Hodgink; temuan lain pada penyakit Hodgink dapat mencakup leukositosis dengan
hitung neutrophil dan eosinophil tinggi dan kenaikan laju endapan. Pada limfoma
non-Hodgink, CBC biasanya tetap normal sampai akhir penyakit, saat pansitopenia
dapat berkembang.
 Laju endapan eritrosit (ERS) dilakukan untuk identifikasi kemungkinan penyebab
inflamasi pada pembesaran kelenjar limfe
 Studi kimia terhadap fungsi organ mayor (termasuk pemeriksaan fungsi hati dan
studi fungsi ginjal) dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan keterlibatan
organ. Kadar LDL dan elektroforesis protein juga dapat dilakukan bila di duga ada
penyakit Hodgkin.
 Sinar-x dada dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan pembesaran kelenjar
limfe mediastinal atau keterlibatan paru.
 Scan CT dada, abdomen, dan pelvis dilakukan untuk mengidentifikasi kelenjar yang
abnormal atau membesar.
 PET atau scan galium dapat dilakukan dalam mendiagnosis penyakit serta
mengevaluasi efektivitas pengobatan
 Biopsy kelenjar limfe yang paling besar dan ditengah serta susmsum tulang
dilakukan untuk menetapkan diagnosis baik untuk penyakit Hodgkin maupun
limfoma non-Hodgkin. Keberadaan sel Reed-Sternberg memastikan diagnosis
penyakit Hodgkin
B. Diagnosis
 Keletihan berhubungan dengan stress fisik dan psikologis saat menghadapi penyakit
kronik yang melemahkan dan pengobaan efek samping kemoterapi
 Mual berhubungan dengan gangguan nutrisi akibat efek terapi radiasi dan kemoterapi
 Gangguan citratubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh dan persepsi diri
terhadap tubuh
 Disfungsi seksual berhubungan dengan keganasan dan efek radiasi dan kemoterapi yang
menyebabkan kemandulan, perubahan menstruasi, dan perubahan libido
 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan keringat malam dan
pruritus

C. Intervensi Keperawatan
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada umumnya limfoma dikenali sebagai penyakit Limfoma Hodgkin dan


Limfoma non-Hodgkin. Limfoma Hodgkin adalah suatu kanker limfatik yang
berkembang pada kelenjar limfe tunggal atau rantai kelenjar, menyebar ke
kelenjar di dekatnya limfoma non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan
jaringan limfoid yang berbeda-beda yang tidak berisi sel Reed-sternberg yang
cenderung berkembang dikelenjar limfe perifer dan menyebar dini ke jaringan di
seluruh tubuh
Asuhan keperawatan ini tak lain dimulai dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, outcomes, intervensi keperawatan, dan evaluasi.

3.2 Saran

Kami menyadari bahwa penulis masi jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentu dapat di pertanggung
jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016). Nursing interventions
classification (NIC) (6 ed.). Singapore: Elsevier.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2017). NANDA-1 Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi. Jakarta:
Buku kedokteran EGC.

LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2015). Buku ajar keperawatan medikal bedah (5 ed., Vol. 3).
Jakarta: EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing outcomes classification (NOC) (5
ed.). Singapore: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai