Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF

Ungkapan “palliative” berasal dari bahasa latin yaitu ”pallium” yang artinya adalah menutupi
atau menyembunyikan. Perawatan paliatif ditujukan untuk menutupi atau menyembunyikan
keluhan pasien dan memberikan kenyamanan ketika tujuan penatalaksanaan tidak mungkin
disembuhkan (Muckaden, 2011).

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien
(dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yangmengancam jiwa,
dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang
sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau
spiritual. (World Health Organization(WHO), 2016)

Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga dalam
mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah, dan menghilangkan
penderitaan.Perawatan paliatif mencangkup seluruh rangkaian penyakit termasuk fisik,
intelektual, emosional, sosial, dan kebutuhan spiritual serta untuk memfasilitasi otonomi
pasien, mengakses informasi, dan pilihan (National Consensus Project for Quality Palliative
Care, 2013)

Tujuan perawatan paliatif:


1. Melindungi dan memperbaiki atau mengatasi keluhan dan memaksimalkan kualitas
hidup anak pada semua tingkatan usia, dan dukungan pada anggota keluarganya
2. Membantu pasien yang sudah mendekati ajalnya,agar pasien aktif dan dapat bertahan
hidupselama mungkin. Perawatan paliatif ini meliputi mengurangi rasa sakit dan
gejala lainnya, membuat pasien menganggap kematias sebagai prosesyang normal,
mengintegrasikan aspek-aspek psikologis dan spritual (Hartati & Suheimi, 2010).
3. Agar pasien terminal tetap dalam keadaan nyaman dan dapat meninggal dunia
dengan baik dan tenang (Bertens, 2009).

Prinsip Palliative care:


1. Fokus perawatan terhadap kualitas hidup, termasuk kontrol gejala yang tepat
2. Pendekatan personal, termasuk pengalaman masa lalu dan kondisi sekarang.
3. Peduli terhadap seseorang dengan penyakit lanjut termasuk keluarga atau orang
terdekatnya.
4. Peduli terhadap autonomy pasien dan pilihan untuk mendapat rencana perawatan
lanjut, eksplorasi harapan dan keinginan pasien
5. Menerapkan komunikasi terbuka terhadap pasien atau keluarga kepada profesional
kesehatan (Cohen and Deliens, 2012)
6. Menghormati dan menghargai martabat serta harga diri pasien dan keluarganya(Ferrel
& Coyle, 2007).

Prinsip dasar perawatan paliatif, meliputi : Commitee on Bioethic and Committee on Hospital
Care (2000)
1. Menghormati serta menghargai pasien dan keluarganya. Dalam memberikan
perawatan paliatif, perawat harus menghargai dan menghormati keingingan anak dan
keluarga. Sesuai dengan prinsip menghormati maka informasi tentang perawatan
paliatif harus disiapkan untuk anak dan orangtua, yang mungkin memilih untuk
mengawali program perawatan paliatif. Kebutuhan-kebutuhan keluarga harus
diadakan/disiapkan selama sakit dan setelah anak meninggal untuk meningkatkan
kemampuannya dalam menghadapi cobaan berat.
2. Kesempatan atau hak mendapatkan kepuasan dan perawatan paliatif yang pantas.
Pada kondisi untuk menghilangkan nyeri dan keluhan fisik lainnya maka petugas
kesehatan harus memberikan kesempatan pengobatan yang sesuai untuk
meningkatkan kualitas hidup anak, terapi lain meliputi pendidikan, kehilangan dan
penyuluhan pada keluarga, dukungan teman sebaya, terapi musik, dan dukungan
spiritual pada keluarga dan saudara kandung, serta perawatan menjelang ajal.
3. Mendukung pemberi perawatan (caregiver). Pelayanan keperawatan yang profesional
harus didukung oleh tim perawatan paliatif, rekan kerjanya, dan institusi untuk
penanganan proses berduka dan kematian. Dukungan dari institusi seperti penyuluhan
secara rutin dari ahli psikologi atau penanganan lain.
4. Pengembangan profesi dan dukungan sosial untuk perawatan paliatif pada anak.
Penyuluhan pada masyarakat tentang kesadaran akan kebutuhan perawatan anak dan
nilai perawatan paliatif serta usaha untuk mempersiapkan serta memperbaiki
hambatan secara ekonomi.

Witjaksono, dan Rasjidi (2008) prisinsip pelayanan perawatan paliatif yaitu menghilangkan
nyeri danmencegah timbulnya gejala serta keluhan fisiklainnya, penanggulangan nyeri,
menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal , tidak bertujuan
mempercepat atau menghambat kematian, memberikan dukungan psikologis, sosial dan
spiritual, memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin, memberikan
dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita, serta menggunakan pendekatan tim
untukmengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya.

Elemen dalam perawatan paliatif menurut National Consensus Project dalam Campbell
(2013), meliputi :
1. Populasi pasien. Dimana dalam populasi pasien ini mencangkup pasien dengan
semua usia, penyakit kronis atau penyakit yang mengancam kehidupan.
2. Perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga. Dimana pasien dan keluarga
merupakan bagian dari perawatanpaliatif itu sendiri.
3. Waktu perawatan paliatif. Waktu dalam pemberian perawatan paliatif berlangsung
mulai sejak terdiagnosanya penyakit dan berlanjut hingga sembuh atau meninggal
sampai periode duka cita.
4. Perawatan komprehensif. Dimana perawatan ini bersifat multidimensi yang bertujuan
untuk menanggulangi gejala penderitaan yang termasuk dalam aspek fisik, psikologis,
sosial maupun keagamaan.
5. Tim interdisiplin. Tim ini termasuk profesional dari kedokteran, perawat, farmasi,
pekerja sosial, sukarelawan, koordinator pengurusan jenazah, pemuka agama,
psikolog, asisten perawat, ahli diet, sukarelawan terlatih.
6. Perhatian terhadap berkurangnya penderitaan : Tujuan perawatan paliatif adalah
mencegah dan mengurangi gejala penderitaan yang disebabkan oleh penyakit maupun
pengobatan.
7. Kemampuan berkomunikasi : Komunikasi efektif diperlukan dalam memberikan
informasi, mendengarkan aktif, menentukan tujuan, membantu membuat keputusan
medis dan komunikasi efektif terhadap individu yang membantu pasien dan keluarga.
8. Kemampuan merawat pasien yang meninggal dan berduka.
9. Perawatan yang berkesinambungan. Dimana seluruh sistem pelayanan kesehatan yang
ada dapat menjamin koordinasi, komunikasi, serta kelanjutan perawatan paliatif untuk
mencegah krisis dan rujukan yang tidak diperlukan.
10. Akses yang tepat. Dalam pemberian perawatan paliatif dimana timharus bekerja pada
akses yang tepat bagi seluruhcakupanusia, populasi, kategori diagnosis, komunitas,
tanpa memandang ras, etnik, jenis kelamin, serta kemampuan instrumental pasien.
11. Hambatan pengaturan. Perawatan paliatif seharusnya mencakup pembuat kebijakan,
pelaksanaan undang-undang, danpengaturan yang dapat mewujudkan lingkungan
klinis yang optimal.
12. Peningkatan kualitas. Dimana dalam peningkatan kualitas membutuhkan evaluasi
teratur dan sistemik dalam kebutuhan pasien.

Masalah Keperawatan Pada Pasien Paliatif


Permasalahan perawatan paliatif yang sering digambarkan pasien yaitu kejadian-kejadian
yang dapat mengancam diri sendiri. Masalah yang seringkali di keluhkan pasien yaitu
mengenai masalah seperti nyeri, masalah fisik, psikologi sosial, kultural serta spiritual
(IAHPC, 2016).
Permasalahan yang muncul pada pasien yang menerima perawatan paliatif dilihat dari
persepktif keperawatan meliputi masalah psikologi, masalah hubungan sosial, konsep diri,
masalah dukungan keluarga serta masalah pada aspek spiritual atau keagamaan (Campbell,
2013).
1. Masalah Fisik
Masalah fisik yang seringkali muncul yang merupakan keluhan dari pasien paliatif
yaitu nyeri (Anonim, 2017). Nyeri merupakan pengalaman emosional dan sensori
yang tidak menyenangkan yang muncul akibat rusaknya jaringan aktual yang terjadi
secara tiba-tiba dari intensitas ringan hingga berat yang dapat diantisipasi dan
diprediksi.
2. Masalah Psikologi
Masalah psikologi yang paling sering dialami pasien paliatif adalah kecemasan. Hal
yang menyebabkan terjadinya kecemasan ialah diagnosa penyakit yang membuat
pasien takut sehingga menyebabkan kecemasan bagi pasien maupun keluarga
(Misgiyanto & Susilawati, 2014).Durand dan Barlow (2006) mengatakan kecemasan
adalah keadaan suasana hati yang ditandai oleh afek negatif dan gejala-gejala
ketegangan jasmaniah dimana seseorang mengantisipasi kemungkinan datangnya
bahaya atau kemalangan di masa yang akan datang dengan perasaan
khawatir.Menurut Carpenito (2000) kecemasan merupakan keadaan individu atau
kelompok saat mengalami perasaan yang sulit (ketakutan) dan aktivasi sistem saraf
otonom dalam berespon terhadap ketidakjelasan atau ancaman tidak spesifik.NANDA
(2015) menyatakan bahwa kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau
kekhawatiran yang diseratai oleh respon otonom, perasaan takut yang disebabkan oleh
antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan tanda waspada yang memberi tanda
individu akan adanya bahaya dan mampukah individu tersebut mengatasinya.
3. Masalah Sosial
Masalah pada aspek sosial dapat terjadi karena adanya ketidak normalan kondisi
hubungan social pasien dengan orang yang ada disekitar pasien baik itu keluarga
maupun rekan kerja (Misgiyanto & Susilawati, 2014). Isolasi sosial adalah suatu
keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap
yang negatif dan mengancam ( Twondsend, 1998 ). Atau suatu keadaan dimana
seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Kelliat, 2006 ).
4. Masalah Spiritual
5. Menurut Carpenito (2006) salah satu masalah yang sering muncul pada pasien paliatif
adalah distress spiritual. Distres spiritual dapat terjadi karena diagnose penyakit
kronis, nyeri, gejala fisik, isolasi dalam menjalani pengobatan serta ketidakmampuan
pasien dalam melakukan ritual keagamaan yang mana biasanya dapat dilakukan
secara mandiri. Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni, musik,
literature, alam dan kekuatan yang lebih besr dari dirinya (Hamid, 2008). Definisi lain
mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan dalam prinsip hidup yang
meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan biologis dan psikososial
(Keliat dkk, 2011)

Tim Paliatif
Perawatan paliatif pendekatannya melibatkan berbagai disiplin yang meliputi pekerja sosial,
ahli agama, perawat, dokter (dokter ahli atau dokter umum) dalam merawat anak kondisi
terminal/sekarat dengan membantu keluarga yang berfokus pada perawatan yang komplek
meliputi masalah fisik, emosional, sosial dan spiritual (Hockenberry & Wilson, 2005).
Anggota tim yang lain adalah ahli psikologis, fisioterapi, dan okupasi terapi. Masing-masing
profesi terlibat sesuai dengan masalah yang dihadapi penderita, dan penyusunan tim
perawatan paliatif disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan tempat perawatannya.
Anggota tim perawatan paliatif dapat memberikan kontribusi sesuai dengan keahliannya
(Djauzi, et al, 2003). Menurut Craig (2007) seluruh anggota tim perawatan paliatif harus
memenuhi kriteria dan kesadaran akan tugas dan tanggungjawabnya yaitu akan memberikan
perawatan secara individu pada anak dan keluarga dengan mendukung nilai, harapan dan
kepercayaan, jika tidak dijelaskan maka akan menyinggung anak dan keluarga.
Tim paliatif harus mempunyai keahlian yang cukup sebagai dokter, perawat, pekerja sosial
atau pemuka agama, minimal ketrampilan dalam memberikan pelayanan yang meliputi
pemeriksaan fisik maka dokter dan perawat harus mendukung dan selalu siap untuk anak dan
keluarga selama 24 jam dalam sehari serta 365 hari dalam setahun, menjamin perawatan
berdasarkan pedoman yang kontinyu untuk perawatan di rumah, rumah sakit dan hospice
serta merencanakan strategi secara objektif, serta memberikan dukungan dan pengawasan
langsung pada caregiver.
Tempat Perawatan Paliatif
Menurut Muckaden (2011) dalam memberikan perawatan paliatif harus dimulai saat
didiagnosa dan diberikan selama mengalami sakit dan dukungan untuk berduka.
Penatalaksanaan awal secara total oleh tim paliatif akan memfasilitasi ke perawatan yang
terbaik. Tempat perawatan paliatif dapat dilaksanakan rumah sakit, hospice, atau di rumah
anak. Keluarga dan anak agar dihargai dalam memilih tempat yang disukainya untuk
mendapatkan perawatan bila memungkinkan. Tempat perawatan dibutuhkan pada pelayanan
yang tepat dengan fasilitas kesehatan, homecare atau sarana ke hospice terdekat. Tempat
perawatan paliatif dapat dilaksanakan :
1. Di rumah sakit
Perawatan di rumah sakit diperlukan jika anak harus mendapat perawatan yang
memerlukan pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus. Pemberian
perawatan paliatif harus memperhatikan kepentingan anak dan melaksanakan
tindakan yang diperlukan meskipun prognosis anak memburuk serta harus
mempertimbangkan manfaat dan resikonya sehingga perlu meminta dan melibatkan
keluarga.
2. Di Hospice
Perawatan anak yang berada dalam keadaan tidak memerlukan pengawasan ketat atau
tindakan khusus serta belum dapat dirawat di rumah karena memerlukan pengawasan
tenaga kesehatan. Perawatan hospice dapat dilakukan di rumah sakit, rumah atau
rumah khusus perawatan paliatif, tetapi dengan pengawasan dokter atau tenaga
kesehatan yang tidak ketat atau perawatan hospice homecare yaitu perawatan di
rumah dan secara teratur dikunjungi oleh dokter atau petugas kesehatan apabila
diperlukan.
3. Di rumah
Pada perawatan di rumah, maka peran keluarga lebih menonjol karena sebagian
perawatan dilakukan oleh keluarga, dan keluarga atau orangtua sebagai caregiver
diberikan latihan pendidikan keperawatan dasar. Perawatan di rumah hanya mungkin
dilakukan bila anak tidak memerlukan alat khusus atau ketrampilan perawatan yang
tidak mungkin dilakukan oleh keluarga.

Peran perawat di perawatan paliatif


Hockenberry dan Wilson (2009) menyatakan bahwa perawatan anak meliputi setiap aspek
pertumbuhan dan perkembangan anak serta keluarganya. Fungsi perawat bervariasi
tergantung pada area kerjanya, pendidikan serta tujuan karirnya. Menurut Matzo dan
Sherman (2006) peran perawat paliatif meliputi
1. Praktik di klinik
Perawat memamfaatkan pengalamannya dalam mengkaji dan mengevaluasi keluhan
serta nyeri. Perawat dengan anggota tim berbagai keilmuan mengembangkan dan
mengimplementasikan rencana perawatan secara menyeluruh. Perawat
mengidentifikasikan pendekatan baru untuk mengatasi nyeri yang dikembangkan
berdasarkan standar perawatan di rumah sakit untuk melaksanakan tindakan. Dengan
kemajuan ilmu pengetahuan keperawatan, maka keluhan sindroma nyeri yang
komplek dapat perawat praktikan dengan melakukan pengukuran tingkat kenyamanan
disertai dengan memanfaatkan inovasi, etik dan berdasarkan keilmuannya.
2. Pendidik
Perawat memfasilitasi filosofi yang komplek, etik dan diskusi tentang penatalaksaan
keperawatan di klinik, mengkaji anak dan keluarganya serta semua anggota tim
menerima hasil yang positif. Perawat memperlihatkan dasar kelimuan/pendidikannya
yang meliputi mengatasi nyeri neuropatik, berperan mengatasi konflik profesi,
mencegah dukacita, dan resiko kehilangan. Perawat pendidik dengan tim lainnya
seperti komite dan ahli farmasi, berdasarkan pedoman dari tim perawat paliatif maka
memberikan perawatan yang berbeda dan khusus dalam menggunakan obat-obatan
intravena untuk mengatasi nyeri neuropatik yang tidak mudah diatasi.
3. Peneliti.
Perawat menghasilkan ilmu pengetahuan baru melalui pertanyaan pertanyaan
penelitian dan memulai pendekatan baru yang ditujukan pada pertanyaan-pertanyaan
penelitian. Perawat dapat meneliti dan terintegrasi pada penelitian perawatan paliatif.
4. Bekerjasama (Collaborator)
Perawat sebagai penasihat anggota/staf dalam mengkaji biopsiko- sosial-spiritual dan
penatalaksanaannya. Perawat membangun dan mempertahankan hubungan kolaborasi
dan mengidentifikasi sumber dan kesempatan bekerja dengan tim perawatan paliatif,
perawat memfasilitasi dalam mengembangkan dan mengimplementasikan anggota
dalam pelayanan, kolaborasi perawat/dokter dan komite penasihat. Perawat
memperlihatkan nilai-nilai kolaborasi dengan anak dan keluarganya, dengan tim antar
disiplin ilmu, dan tim kesehatan lainnya dalam memfasilitasi kemungkinan hasil
terbaik.
5. Penasihat (Consultant)
Perawat berkolaborasi dan berdiskusi dengan dokter, tim perawatan paliatif dan
komite untuk menentukan tindakan yang sesuai dalam pertemuan/rapat tentang
kebutuhan-kebutuhan anak dan keluarganya.

Menurut American Nurse Associatiuon Scope And Standart Practicedalam (Margaret, 2013)
perawat yang terintegrasi harus mampu berkomunikasi dengan pasien, keluarga dan tenaga
kesehatan lainnya mengenai perawatan pasien dan ikut berperan serta dalam penyediaan
perawatan tersebut dengan berkolaborasi dalam membuat rencana yang berfokus pada hasil
dan keputusan yang berhubungan dengan perawatan dan pelayanan, mengindikasikan
komunikasi dengan pasien, keluarga dan yang lainnya.
Pedoman Perawat Palliative Berdasarkan National Consensus Project For Quality Palliative
Care(NCP, 2013) pedoman praktek klinis untuk perawat palliative dalam meningkatkan
kualitas pelayanan palliative terdiri dari 8 domain diantaranya :
- Domain 1 : structure and proses of care
Structure and proses of care merupakan cara menyelenggarakan pelatihan dan
pendidikan bagi para profesional paliatif dalam memberikan perawatan yang
berkesinambungan pada pasien dan keluarga (De Roo etal., 2013; Dy et al., 2015).
Adapun panduanbagi perawat paliatif dijelaskan sebagai berikut :
a. Semua perawat harus menerima pendidikan tentang palliative careprimer baik itu
tingkat sarjana, magister dan doctoral
b. Semua perawat harus diberikan pendidikan lanjut untuk palliative care primer
c. Semua perawat menerima orientasi palliative care primer yang termasuk
didalamnya mengenai sikap, pengetahuan dan keterampilan dalam domain
palliative care. Ini termasuk penilaian dasar dan manajemen gejala nyeri,
keterampilan komunikasi dasar tentang penyakit lanjut, prinsip etika, kesedihan
dan kehilangan keluarga, komunitas dan pemberi layanan
d. Semua perawat harus mampu melakasanakan palliative care dengan kerjasama tim
dari multidisplin ilmu
e. Perawat hospice dan perawat palliative harus tersertifikasi dalam memberikan
pelayanan palliative care
f. Semua perawat harus berpartisipasi dalam inisatif memperbaiki kualitas layanan
palliative care
g. Perawat hospice dan perawat palliative mempromosikan kontinuitas dalam
palliative caresesuai aturan kesehatan dan mempromisikan hospice sebagai pilihan
(Ferrell et al., 2007; Ferrell, 2015)
- Domain 2 : Physical Aspect Of Care
Physical Aspect Of Care merupakan cara yang dilakukan untuk mengukur dan
mendokumentasikan rasa nyeri dan gejala lain yang muncul seperti menilai,
mengelola gejala dan efek samping yang terjadi pada masalah fisik pada pasien (De
Roo et al., 2013; Dy et al., 2015). Adapun panduan bagi perawat paliatif dijelaskan
sebagai berikut:
a. Semua perawat harus mampu menilai nyeri, dyspnea dan fungsinya dengan
menggunakan pedoman yang konsisten pada pasien dengan penyakit lanjut yang
mengancam jiwa
b. Semua perawat harus mendokumentasikan pedoman dan temuan dalam rencana
asuhan keperawatan
c. Semua perawat harus mengikuti jalur pengobatan berdasarkan bukti evident based
nursing untuk memberikan perawatan manajemen nyeri dan menilai ulang gejala
yang ditimbulkan(Ferrell et al., 2007; Ferrell, 2015).
- Domain 3: Psychological And Psychiatric Aspect Of Care
Psychological And Psychiatric Aspect Of Care merupakan cara yang dilakukan untuk
menilai status psikologis pasien dan keluarga seperti mengukur, mendokumentasikan,
mengelola kecemasan, dan gejala psikologis lainnya (De Roo et al., 2013; Dy et al.,
2015). Adapun panduan bagi perawat paliatif dijelaskan sebagai berikut:
a. Semua perawat harus mampu menilai depresi, kecemasan, dan delirium
menggunakan pedoman yang tepat pada pasien yang mengancam jiwa
b. Semua perawat harus mendokumentasikan temuan dalam rencana perawatan
c. Semua perawat harus mengikuti jalur pengobatan berbasis EBN untuk mengelola
gejala psikologis yang ditimbulkan
d. Perawat hospice dan perawat palliative harus mempersiapkan duka cita bagi
keluarga yang ditinggalkan
e. Perawat hospice dan perawat palliative harus ikut andil dalam pengembangan
palliative care(Ferrell et al., 2007; Ferrell, 2015).
- Domain 4 : Social Aspect Of Care
Social Aspect Of Care merupakan cara yang dilakukan untuk mendiskusikan segala
informasi, mendiskusikan tujuan perawatan, dan memberikan dukungan sosial yang
komperhensif (De Roo et al., 2013). Adapun panduan bagi perawat paliatif dijelaskan
sebagai berikut:
a. Semua perawat harus meninjau kembali kekhawatiran pasien dan keluarga
terhadap penyakit lanjut yang mengancam jiwa
b. Perawat hospice dan perawat palliative harus membantu dan mengembangkan
sebuah rencana perawatan sosial yang komperehensif yang termasuk didalamnya
hubungan dengan keluarga, komunitas, dan orang yang terlibat dalam merawat
pasien (Ferrell et al., 2007; Ferrell, 2015).
- Domain 5 : Spiritual, Religious, And Existential Aspect Of Care
Spiritual, Religious, And Existential Aspect Of Care merupakan cara yang dilakukan
untuk menyediakan atau memfasilitasi diskusi terkait kebutuhan spiritual pasien dan
keluarga (De Roo et al., 2013; Dy et al., 2015). Adapun panduan bagi perawat paliatif
sebagai berikut:
a. Perawat hospice dan perawat palliative harus melakukan pengkajian spiritual
mencakup masalah agama, spiritual, dan eksistensial menggunakan pedoman
instrument yang terstruktur dan terintegrasi dalam penilaian dalam rencana
palliative care
b. Semua perawat harus mampu merujuk pasien dan keluarga pada kondisi yang
serius dengan menghadirkan rohaniawan, pendeta jika diperlukan(Ferrell et al.,
2007; Ferrell, 2015)
- Domain 6 : Culture Aspect Of Care
Culture Aspect Of Care merupakan cara yang dilakukan menilai budaya dalam proses
pengambilan keputusan dengan memperhatikan preferensi pasien atau keluarga,
memahami bahasa yang digunakan serta ritual-ritual budaya yang dianut pasien dan
keluarga(De Roo et al., 2013). Adapun panduan bagi perawat paliatif sebagai berikut:
a. Semua perawat harus mampu menilai budaya pasien sebagai komponen yang
tidak terpisahkan dalam memberikan palliative care dan perawatan dirumah yang
komperehensip mencakup pengambilan keputusan, preferensi pasien, komunikasi
keluarga, terapi komplementer, dan duka cita bagi keluarga yang ditinggalkan,
serta pemakaman dan ritual pemakaman pasien.(Ferrell, 2015).
- Domain 7 : Care Of The Patient At End of life
Care Of The Patient At End of life merupakan cara yang dilakukan untuk menggali
lebih dalam tentang kesiapan menghadapi kematian dan duka cita setelah kematian
bagi keluarga yang ditinggalkan (De Roo et al., 2013). Adapun panduan bagi perawat
apaliatif sebagai berikut:
a. Perawat hospice dan perawat palliative harus mampu mengenali tanda dan gejala
kematian pasien, keluarga dan komunitas.ini harus dikomunikasikan dan
didokumentasikan
b. Semua perawat harus mampu menjamin kenyamanan pada akhir kehidupan
c. Semua perawat harus meninjau kembali ritual budaya, agama, dan adat dalam
menghadapi kematian pasien
d. Semua perawat harus mampu memberikan dukungan pasca kematian pada
keluarga yang ditinggalkan
e. Semua perawat harus mampu merawat jenazah sesuai dengan budaya, adat dan
agama pasien (Ferrell, 2015).
- Domain 8 : Ethical And Legal Aspect Of Care
Ethical And Legal Aspect Of Care merupakan cara yang dilakukan untuk membuat
perencanaan dengan memperhatian preferensi pasien dan keluarga sebagai penerima
layanan dengan tidak melanggar norma dan aturan yang belaku (De Roo et al., 2013;
Dy et al., 2015). Adapun panduan bagi perawat paliatif sebagai berikut:
a. Semua perawat harus meninjau kembali asuhan keperawatan yang telah diberikan
dan semua dokumentasinya
b. Semua perawat harus menjaga prinsip etik berdasarkan komite etik keperawatan
c. Semua perawat harus mengerti hukum aspect palliative dan mencari pakar hukum
jika diperlukan (Ferrell, 2015).5.Tempat-tempat Pelayanan Paliatif Berdasarkan
Permenkes Nomor 812/ Menkes/ SK/VII/2007 dijelaskan tempat untuk layanan
paliatif meliputi:
a. Rumah Sakit : untuk pasien yang harus mendapatkan perawatan yang
memerlukan pengawasan ketat, tindakan khusus atau perawatan khusus.
b. Puskesmas : untuk pasien yang memerlukan perawatan rawat jalan
c. Rumah singgah / panti (hospice) : untuk pasien yang tidak memerlukan
pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khsus tetapi belum dapat
dirawat dirumah karena memerlukan pengawasan
d. Rumah pasien : untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat
tindakan khsusus atau peralatan khusus atau keterampilan perawatan yang
tidak mungkin dilakukan oleh keluarga (PERMENKES, 2007).

Langkah-langkah dalam Pelayanan Paliatif:


a. Menentekun tujuan perawatan dan harapan pasien
b. Membantu pasien dalam membuat advance care planning
c. Pengobatan penyakit penyerta dari aspek sosial yang muncul
d. Tata laksana gejala
e. Dukungan psikologis, kultural dan sosial
f. Respon pada fase terminal :memberikan tindakan sesuai wasiat atau keputusan
keluarga bila wasiat belum dibuat.
g. Pelayanan terhadap pasien dan keluarga termasuk persiapan duka cita. (KEMENKES,
2013).

Teori Ruland and Moore yang mengembangkan Peaceful End of Life (EOL), dengan teory
dan konsep utamanya telah sesuai dengan tujuan dan prinsip perawatan paliatif yang
meliputi:
1. Menghilangkan rasa nyeri
Pasien terbebas dari pengalaman rasa nyeri merupakan bagian sentral dalam teori
EOL. Nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional
yang dikaitkan dengan kondisi nyata atau potensial kerusakan jaringan tubuh (Lenz,
et, all 1995 dalam Tomey & Alligood, 2006).
2. Kenyamanan
Kenyamanan didefinisikan sangat inklusif mengutip pendapat Kolcaba (1991 dalam
Ruland & Moore (1998) yaitu terbebas dari ketidaknyamanan, kondisi yang
menyenangkan dan kepuasan, kedamaian dan membuat hidup mudah dan
menyenangkan.
3. Menghargai martabat
Ruland dan Moore (1998 dalam Alligood 2006) menyatakan masing-masing penderita
penyakit terminal dihormati dan dihargai sebagai manusia. Konsep ini mengacu
kepada penghargaan, yang diekpresikan dengan prinsip etik, autonomi atau respek
pada manusia, dimana individu diperlakukan sebagai agen autonomous dan manusia
secara otonomi berhak mendapat perlindungan.
4. Kedamaian
Kedamaian didefinisikan sebagai perasaan yang menenangkan, harmoni, kepuasaan,
bebas dari kecemasan, kegelisahan, keraguan dan ketakutan (Ruland & Moore, 1998).
Kondisi damai secara fisik, fisiologis dan dimensi spiritual.
5. Hubungan dekat dengan orang lain
Kedekatan hubungan didefinisikan sebagai perasaan berhubungan dengan orang lain
yang memberikan perawatan (Ruland & Moore, 1998). Kedekatan mengandung
makna kedekatan fisik dan emosi yang diekspresikan dengan kehangatan dan
hubungan intim.

Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian nyeri
Nyeri merupakan keluhan yang paling sering terjadi pada klien kanker. Nyeri kanker
merupakan nyeri kronik yang membutuhkan penatalaksanaan yang berbeda dengan
nyeri kronik lainya, membutuhkan penilaian dengan tingkat akurasi yang tepat,
evaluasi secara komprehensif dan waktu yang ketat terutama untuk nyeri berat, serta
pengobatannya berlangsung lama. Pada kasus lanjut dan perawatan paliatif, tidak
jarang klien mendapatkan terapi nyeri sampai akhir hidupnya (Rasjidi, 2010). Ada
beberapa pedoman untuk mengkaji keluhan nyeri pada klien kanker seperti keluhan
utama, riwayat penyakit yang diderita, karakteristik nyeri, pemeriksaan fisik dan
psikis secara komprehensif, faktor apa yangmengurangi atau memperberat nyeri
tersebut. Pada saat pengkajian, perawat dapat mengajukan beberapa pertanyaan yang
bersifat terbuka kepada klien terkait sensasi nyeri dan pengalamannya, sehingga akan
memperoleh informasi terbaik (Kemp, 2010).
Untuk mempermudah dalam penilaian nyeri karena penilaiannya sangat subjektif, dimana
faktor manusia sangat dominan maka penilaian ini menggunakan alat bantu yang sering
digunakan dan bertujuan untuk keseragaman, berupa VAS (Visual Analoge Scale) untuk
digunakan pada klien dewasa. Berdasarkan alat bantu yang digunakan, maka nyeri kanker
dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu nyeri ringan dengan nilai VAS 1-3, nyeri sedang
dengan nilai VAS 4-6,dan nyeri berat dengan nilai VAS 7-10 (Campbell, 2009).
Menurut Rulan dan Moore (2001, dalam Alligood & Tomey, 2010) menyatakan bahwa
sensasi nyeri sangat mempengaruhi kualitas hidup klien kanker. nyeri dianggap sebagai
sensori tidak nyaman atau pengalaman emosi yang dihubungkan dengan kerusakan jaringan
aktual atau potensial. Oleh karena itu dibutuhkan manajemen nyeri yang merupakan kesatuan
dengan kualitas dalam perawatan paliatif.
2. Pengkajian rasa nyaman
Rasa nyaman didefinisikan sebagai perasaan bebas dari ketidaknyamanan, bebas dari
masalah fisik, perasaan lega, damai dan segala sesuatu yang membuat hidup terasa
menyenangkan. Pengkajian rasa nyaman melalui monitoring gejala-gejala paliatif
berupa pengalaman masa lalu klien yang sangat menyenangkan dan begitu berkesan
dalam hidupnya, kesejahteraan emosi, support sistem, perasaan memperoleh
informasi tentang prognosis penyakit, kepuasan hati yang berkaitan dengan
kenyamanan seperti kepuasan pada layanan terapi, harapan klien, tujuan dan arti
hidup, perasaan cemas dan keadaan depresi terkait penyakit yang dideritanya yang
tidak akan pernah sembuh, perasaan sesak napas, perasaan mengantuk yang
disebabkan oleh proses penyakit, merasa lelah, merasa mual, kurang nafsu makan,dan
dukungan finansial. Adapun alat bantu yang digunakan dalam menilai rasa nyaman
pada klien kanker yaitu penggunaan instrumen Edmonton Symptom Assessment
System (ESAS).
3. Pengkajian merasa bermartabat dan dihargai
Penilaian terhadap perasaan bermartabat dan dihargai, dapat dikaji berdasarkan
personaliti yang diungkapkan secara langsung oleh klien,seperti klien
mengungkapkan sampai menjelang akhir hayatnya tetap diperlakukan secara
manusiawi.
4. Pengkajian kedamaian
Penilaian kedamaian berdasarkan pada aspeki fisik, psikologis, dan spiritual. Alat
bantu yang digunakan dalam mengkaji status perasaan damai klien adalah instrumen
ESAS. Selain itu ungkapan positif tentang semangat hidup terkait dukungan, perlu
dicermati. Adapun penilaian akan spiritual bisa dengan cara intuitif, yaitu melalui
keterampilan dalam menilai kondisi spiritual interpersonal.
5. Pengkajian kedekatan dengan orang yang bermakna
Kedekatan fisik dan emosi yang diekspresikan melalui hubungan yang bersifat
harmonis dapat tercermin dari ungkapan pernyataan dan respon klien saat berinteraksi
dengan keluarganya. Alat bantu yang digunakan dalam menilai status hubungan
tersebut yaitu penggunaan pengkajian ESAS.
2. Diagnosa Keperawatan
Hasil pengkajian keperawatan dianalisa untuk mengidentifikasi masalah keperawatan
baik yang bersifat aktual maupun potensial. Adapun pernyataan diagnosa keperawatan
berdasarkan lima komponen yang dikaji, yaitu:
1. Nyeri
Nyeri kronis; dihubungkan dengan adanya kerusakan jaringan yang bersifat
permanen.
2. Kenyamanan
a. Ansietas; dihubungkan dengan perubahan fungsi peran, adanya nyeri, atau
antisipasi terhadap kejadian yang tidak diinginkan.
b. Pola nafas tidak efektif; dihubungkan dengan cemas, stress, dan kelelahan.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh; dihubungkan dengan
ketidakmampuan menelan, kesulitan mengunyah, pengetahuan tentang nutrisi,
dan kelelahan.
3. Bermartabat dan dihormati
a. Isolasi sosial; dihubungkan dengan perasaan negatif tentang tubuh,perubahan
peran sosial atau perilaku sosial tidak diterima
4. Damai
a. Penampilan peran tidak efektif; dihubungkan dengan ketidakadekuatan sistim
pendukung
5. Merasakan kedekatan dengan orang yang bermakna
a. Kerusakkan interaksi sosial; dihubungkan dengan tidak ada orang yang berarti
atau ketidakpuasan hubungan personal.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan pada klien kanker berdasarkan respon yang tidak efektif yang
diadaptasi dari Nursing Intervention Classification (NIC). Tujuan pemberian
intervensi keperawatan untuk meminimalkan gejala-gejala paliatif sehingga
berdampak pada peningkatan kualitas hidup dan klien bebas dari penderitaan.

4. Evaluasi
Penilaian terhadap respon klien dengan membandingkan perubahan kondisi klien,
dimana klien memperlihatkan semangat hidup yang baik, terjalinnya hubungan yang
harmonis dengan keluarga, dan dapat beraktivitas normal.

Anda mungkin juga menyukai