MARIAH
MARIAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Mariah
C34070070
Judul : Pengendalian Mutu pada Produksi Tuna Loin
( Thunnus sp.) dengan Metode Six Sigma. Studi Kasus:
PT X
Nama : Mariah
NRP : C34070070
Departemen : Teknologi Hasil Perairan
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui:
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
”Pengendalian Mutu pada Produksi Tuna Loin (Thunnus sp.) dengan Metode Six
Sigma. Studi Kasus: PT X”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Perikanan di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan usulan penelitian ini, terutama kepada:
1. Bapak Ir. Heru Sumaryanto, M.Si sebagai dosen pembimbing pertama
yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si sebagai dosen pembimbing kedua yang
telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil selaku Ketua Departemen
Teknologi Hasil Perairan.
4. Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl. Biol sebagai Komisi Pendidikan
Departemen Teknologi Hasil Perairan.
5. Bapak Nur Hadi Pituyo S.ST.Pi selaku Kepala Quality Assurance PT. X
untuk melakukan penelitian di Perusahaan X.
6. Keluarga terutama Ibu, Bapak (Alm), serta adik tercinta (Cecep Ruhiat)
yang selalu memberikan doa, semangat dan cinta kepada Penulis.
7. Tim Six Sigma (Dyhart Putri Mentari) atas kerjasama, perjuangan dan
semangatnya.
8. Tim se-penelitian (Anak- anak STP, APS, SMK Pelayaran Sukabumi,
SMK Pelayaran Lampung, dan anak-anak SMK pelayaran Ambon) yang
telah memberikan semangat dan motivasi pada Penulis
9. Tim karyawan Perusahaan X yang tidak dapat disebutkan satu per satu
yang membantu Penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Teman-teman THP 44 yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas
dukungan dalam peyelesaikan skripsi ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah banyak
membantu Penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.
Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun
dalam penyempurnaan penyusunan usulan penelitian ini. Semoga penelitian ini
bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Teks Halaman
.
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Ikan tuna (Thunnus albacore) ....................................................... 4
2 Grafik kendali secara umum .......................................................... 16
3 Diagram sebab akibat .................................................................... 17
4 Kurva indeks kapabilitas proses .................................................... 19
5 Penerimaan bahan baku ikan tuna ................................................. 29
6 Pencucian ikan tuna ....................................................................... 29
7 Penyimpanan ikan tuna sementara ................................................ 30
8 Penimbangan ikan tuna.................................................................. 30
9 Pemotongan ................................................................................... 31
10 Pembentukan loin .......................................................................... 31
11 Pembuangan kulit .......................................................................... 32
12 Pembuangan daging gelap ............................................................. 32
13 Perapihan ....................................................................................... 32
14 Penimbangan II .............................................................................. 33
15 Pemberian CO ............................................................................... 33
16 Pengemasan primer........................................................................ 34
17 Pemvakuman ................................................................................. 34
18 Pembekuan .................................................................................... 35
19 Penimbangan III ............................................................................ 35
20 Pengemasan dan pelabelan ............................................................ 36
21 Konsep aplikasi berdasarkan pandangan tradisional ..................... 37
22 Diagram kendali rataan berat tuna utuh ......................................... 39
23 Diagram kendali rataan berat tuna loin ......................................... 41
24 Diagram kendali rataan berat rendemen tuna loin ......................... 42
25 Diagram sebab-akibat penerimaan tuna ........................................ 46
26 Diagram sebab-akibat produksi loin .............................................. 47
27 Diagram sebab-akibat produksi terhadap rendemen tuna loin ...... 49
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Komposisi gizi ikan tuna ............................................................... 5
2 Persyaratan mutu dan keamanan pangan Tuna.............................. 8
3 Hubungan antara Cp dan kapabilitas proses .................................. 20
4 Hasil perhitungan rataan tuna utuh ................................................ 39
5 Hasil perhitungan rataan tuna loin ................................................. 41
6 Hasil perhitungan rataan rendemen tuna loin ................................ 43
7 Hubungan antara siklus Deming (Plan, Do,Study, Arc) dan proses
perbaikan ....................................................................................... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Berat rataan tuna utuh, tuna loin, dan rendemen loin .................... 58
2 Alur proses produksi ...................................................................... 59
4 Contoh perhitungan ....................................................................... 60
5 Tabel konversi nilai DPMO ke nilai Sigma ................................... 62
6 Tabel konversi nilai z ..................................................................... 65
1
1 PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian analisis pengendalian mutu pada proses produksi tuna
loin (Thunnus sp.) menggunakan metode six sigma adalah sebagai berikut:
a. Melihat kestabilan produksi tuna loin melalui rataan berat tuna utuh, tuna loin,
dan rendemen yang dihasilkan melalui grafik kendali mutu.
b. Melihat kemampuan proses dalam menghasilkan produk tuna loin melalui
pengukuran kapabilitass proses.
penerimaan bahan baku, pemotongan kepala, sirip, dan ekor, pembuatan loin,
pembuangan daging gelap, kulit dan perapihan, penimbangan, pemvakuman,
pembekuan serta penimbangan berat tuna loin sesuai keinginan pembeli.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Teleostei
Subkelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Subordo : Scombridei
Keluarga : Scombridae
Genus : Thunnus
Spesies : Thunnus albacares
Morfologi dari ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 1.
sumber bahan baku dapat dilakukan dengan cara melihat pengalaman hubungan
perusahaan pada waktu yang lalu atau mengadakan evaluasi pada perusahaan
pemasok bahan dengan menggunakan daftar pertanyaan atau dapat lebih diteliti
dengan melakukan penelitian mutu perusahaan pemasok.
2) Pemeriksaaan Dokumen Pembelian
Menentukan perusahaan pemasok, hal berikutnya yang perlu dilaksanakan
adalah pemeriksaan dokumen pembelian yang ada. Oleh karena itu dokumen
pembelian akan menjadi referensi dari pembelian yang dilaksanakan tersebut,
maka dalam penyusunan dokumen pembelian perlu dilakukan dengan teliti.
Beberapa hal yang diperiksa meliputi tingkat harga bahan baku, tingkat mutu
bahan, waktu pengiriman bahan, pemenuhan spesifikasi bahan.
3) Pemeriksaan Penerimaan Bahan
Dokumen pembelian yang disusun cukup lengkap maka pemeriksaan
penerimaan bahan dapat didasarkan pada dokumen pembelian tersebut. Beberapa
permasalahan yang perlu diketahui dalam hubungannya dengan kegiatan
pemeriksaan bahan baku di dalam gudang perusahaan antara lain rencana
pemeriksaan, pemeriksaan dasar, pemeriksaan contoh bahan, catatan pemeriksaan
dan penjagaan gudang.
1) Tahap Persiapan
Tahap ini akan dipersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
pelaksanaan pengendalian proses tersebut. Kapan pemeriksaan dilaksanakan,
11
sebesar six sigma, yaitu 3,4 kemungkinan kesalahan dalam 1 juta kali kesempatan
produksi (defect per million opportiunities-DPMO) sehingga hasilnya adalah
99.9996% (Tang et al. 2006). Kemampuan landasan dan filosofi six sigma adalah
perbaikan terobosan yang menambah nilai kepada perusahaan dan pelanggan
melalui pendekatan masalah yang sistematik (Cheng 2010). Six sigma ini
menggunakan model DMAIC, yaitu akronim dari Define, Measure, Analysis,
Improvement and Control yang secara tidak langsung hubungan dengan lean six
sigma (George 2002):
1) Define
Define didefinisikan secara formal sebagai sasaran peningkatan proses yang
konsisten dengan permintaan atau kebutuhan pelanggan dan strategi
perusahaan. Tujuan dari tahap ini adalah memperjelas tujuan dari proyek lean
six sigma. Tim mendesain proyek secara keseluruhan dan sasaran
peningkatan proses yang konsisten.
2) Measure
Measure merupakan pengukuran kinerja proses pada saat sekarang agar dapat
dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Tahap dalam pengumpulan data
dalam suatu masalah dan dilakukan pemetaan proses. Pada tahap ini juga
kinerja proses diukur menggunakan alat analisis seperti peta kontrol, pareto,
dan lain-lain.
3) Analyze
Analyze dalam metode DMAIC yaitu tim menganalisis hubungan sebab
akibat sebagai faktor yang dipelajari untuk mengetahui faktor-faktor dominan
yang perlu dikendalikan pada tahap selanjutnya, yaitu faktor manusia, mesin,
metode, dan manajemen. Penggunaan diagram sebab akibat mengacu pada
Larson (2003) terdiri dari tahapan sebagai berikut:
(1) Mengidentifikasi masalah yang sering terjadi dan mengungkapkan
masalah tersebut sebagai suatu pertanyaan masalah dan temukan
sekumpulan penyebab yang mungkin mengakibatkan masalah tersebut.
(2) Menggambarkan diagram dan pernyataan mengenai masalah untuk
ditempatkan pada sisi kanan (membentuk kepala ikan) dan kategori utama
15
produk. Tujuan dari grafik kendali ini adalah untuk mengetahui secara mudah dan
cepat jika terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam proses (Breyfogle 2003).
Menurut Rath dan Strong (2005) setiap grafik kendali pada dasarnya
memiliki garis tengah, batas control dan tebaran nilai-nilai. Karakter yang terdapat
dalam grafik kendali yaitu:
1) Garis tengah (central line) yang biasa dikonotasikan sebagai CL.
2) Sepasang batas kontrol, dimana satu batas kontrol ditempatkan diatas garis
tengah sebagai batas kontrol (upper control limit, UCL) dan satu lagi
ditempatkan sebagai batas kontrol bawah ( lower control limit, LCL).
3) Tebaran nilai-nilai mutu yang menggambarkan keadaan dari proses. Jika
semua nilai berada dalam batas kontrol tanpa memperlihatkan kecenderungan
tertentu maka proses yang berlangsung masih dalam keadaan terkendali.
Namun, jika nilai-nilai yang ditebarkan pada grafik itu berada di luar batas
kontrol atau kendali atau memperlihatkan kecenderungan tertentu maka
proses yang berlangsung dianggap berada di luar kendali sehingga perlu
diambil tindakan koreksi untuk memperbaiki proses yang ada. Gambar grafik
kendali dapat di lihat pada Gambar 2.
Karakteristik
Nomor Contoh
Gambar 2 Grafik kendali secara umum.
Grafik kendali tidak hanya dapat sebagai alat monitoring, tetapi juga dapat
menunjukkan jalan kearah peningkatan. Grafik kendali dapat memisahkan variasi
penyebab khusus dan umum. Variasi adalah ketidakseragaman dalam proses
operasional sehingga dapat menimbulkan perbedaan mutu produk yang dihasilkan
(Breyfogle 2003).
Menurut Gaspersz (2002), terdapat dua sumber penyebab timbulnya
variasi yang diklasifikasikan sebagai berikut:
17
Metode Lingkungan
Manusia Mesin
Cp =
Cpm ≥ 2,0 : keadaan proses industri berada dalam keadaan stabil dan mampu,
artinya proses berada dalam keadaan mampu menghasilkan
produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
1≤ Cpm ≥industri
keadaan 1,99 : proses berada dalam keadaan stabil dan tidak mampu, artinya
proses berada dalam keadaan tidak mampu sampai cukup
mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan
dan ekspektasi pelanggan.
keadaan
Cpm < 1,0
proses : industri berada dalam keadaan tidak mampu untuk menghasilkan
produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
Jika persyaratan ini sudah dipenuhi maka, dapat digunakan tabel nilai
kapabilitas proses yang ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Hubungan antara Cp dan kapabilitas proses
Cp Kapabilitas Proses
0,33 1,0 sigma
0,5 1,5 sigma
0,67 2,0 sigma
0,83 2,5 sigma
1,00 3,0 sigma
1,17 3,5 sigma
1,33 4,0 sigma
1,5 4,5 sigma
1,67 5,0 sigma
1,83 5,5 sigma
2,00 6,0 sigma
2,17 6,5 sigma
2,33 7,0 sigma
Sumber: Gaspersz (2007)
Menurut Evans dan Lindsay (2007), Cp dengan nilai 1,00 mensyaratkan
bahwa proses berada dalam keadaan stabil dan tidak mampu, artinya proses
berada dalam keadaan tidak mampu sampai cukup mampu untuk menghasilkan
produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Semakin besar nilai
Cp, maka semakin besar pula nilai sigmanya.
21
3 METODOLOGI
a. Rataan proses ( ) =
Bila proses tersebut hanya memiliki satu batas spesifik, batas spesifik atas
(USL) atau batas spesifik bawah (LSL) saja, maka persamaan yang digunakan:
Hanya memiliki batas spesifik atas (USL):
Smaks =
Smaks =
4. Penentuan nilai batas kontrol atas (upper control limit atau UCL) dan batas
kontrol bawah (lower control limit atau LCL).
a. Nilai batas kontrol atas (UCL) merupakan persamaan yang digunakan
untuk mengevaluasi proses tersebut.
UCL = T + (1,5 x Smaks)
T : nilai target yang ditentukan pembeli
Smaks : standar deviasi maksimum proses
Namun jika nilai target tidak ditemukan oleh pelanggan, maka nilai T
diganti dengan nilai rataan proses ( ), jika nilai berada dibawah nilai batas
spesifik atas yang ditetapkan ( <USL), sehingga persamaannya menjadi:
UCL = + (1,5 x Smaks)
: nilai rataan proses
Smaks : standar deviasi maksimum proses
b. Nilai batas kontrol bawah (LCL) merupakan persamaan yang digunakan
untuk menentukan nilai batas bawah dari suatu proses yang dimanfaatkan
untuk mengevaluasi proses tersebut.
LCL = T – (1,5 x Smaks)
T : nilai target yang ditentukan pembeli
Smaks: standar deviasi maksimum proses
Namun jika nilai target (T) tidak ditentukan oleh pelanggan, maka nilai
T diganti dengan rataan proses ( ) dengan syarat nilai berada diatas
nilai batas spesifik bawah yang ditetapkan ( >LSL), sehingga
persamaannya menjadi:
LCL = – (1,5 x Smaks)
: nilai rataan proses
Smaks : standar deviasi maksimum proses
5. Penentuan nilai kapabilitas proses
Kapabilitas proses (Cpm) merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang
menunjukkan proses mampu menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan
27
Namun jika proses hanya memiliki satu batas spesifik (SL), maka
digunakan persamaan sebagai berikut:
Cpm =
1≤ Cpm ≥industri
keadaan 1,99 : proses berada dalam keadaan stabil dan tidak mampu, artinya
proses berada dalam keadaan tidak mampu sampai cukup mampu
untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan
ekspektasi pelanggan.
keadaan
Cpm < 1,0
proses: industri berada dalam keadaan tidak mampu untuk menghasilkan
produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
28
Gambar 6 Pencucian.
30
Gambar 8 Penimbangan.
4.2.5 Pemotongan
Langkah pertama yang dilakukan dalam pemotongan yaitu dengan
memotong kepala terlebih dahulu. Selanjutnya pisau dimasukkan ke dasar sirip
dada dan dipotong kearah punggung. Pemotongan ini dilakukan secara cepat dan
31
hati- hati dan mengikuti garis operkulum (tutup insang). Selanjutnya dilakukan
pemenggalan tulang belakang dengan memegang bagian kepala sampai kepala
ikan terputus. Kepala dan sirip yang telah dipotong ditampung dalam bak khusus.
Sebelum tulang ikan dibuang dilakukan pengambilan sisa-sisa daging yang masih
menempel pada tulang. Hasil samping seperti kepala, tulang, kulit, dan daging
dimanfaatkan untuk dijual kembali. Pemotongan ikan tuna dapat dilihat pada
Gambar 9.
Gambar 9 Pemotongan.
ekor loin sampai menuju badan. Kemudian kulit dimasukkan ke plastik untuk
dibuang. Proses pembuangan kulit dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 13 Perapihan.
33
4.2.10 Penimbangan II
Loin ikan tuna ditimbang satu per satu untuk mengetahui beratnya dari
tuna loin yang dihasilkan. Selain itu penimbangan awal untuk mengetahui
rendemen yang dihasilkan. Penimbangan II loin ikan tuna dapat dilihat pada
Gambar 14.
telah diberi label sesuai dengan kategori produk. Plastik ini merupakan
pengemasan primer karena plastik tersebut berhubungan langsung dengan
produksi. Pengemasan primer dapat dilihat pada Gambar 16.
4.2.13 Pemvakuman
Produk loin yang telah terbungkus rapi menggunakan plastik High Density
Polyethilene (HDPE) tersebut divakum menggunakan vaccum sealer sehingga
produk berada dalam kondisi hampa udara sehingga plastik melekat dengan kuat
karena udara di dalamnya telah dihilangkan. Pemvakuman dapat dilihat pada
Gambar 17.
Gambar 17 Pemvakuman.
4.2.14 Pembekuan
Loin yang telah dikemas dalam plastik dan divakum, setelah itu disusun
dalam long pan, kemudian diangkut ke dalam ruang pembeku dan diletakkan pada
rak-rak. Alat pembeku yang digunakan adalah Air Blast Freezer (ABF). ABF
merupakan sebuah ruangan atau kamar yang dimana udara dingin di dalamnya
disirkulasikan dengan bantuan fan atau kipas. Proses pembekuan dilakukan
selama 8 jam dengan suhu -40 °C. Pembekuan dapat dilihat pada Gambar 18.
35
Gambar 18 Pembekuan.
4.2.15 Penimbangan III
Penimbangan III merupakan penimbangan akhir setiap loin sebelum loin
dikemas. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui size loin dalam sebuah
pengemasan. Penimbangan III dapat dilihat pada Gambar 19.
Pandangan Tradisional
Suppliers I I Customers
Proses
N N
Penerimaan bahan
Nelayan Komoditas
S baku S
Tempat ekspor
Transit Pencucian Amerika
Ikan P P Komoditas
lokal
E Pemotongan(Kepala dan loin) E
I Perapihan I
Tuna
Yellowfin, Bahan Organolepti
Penimbangan Produk
Big eye baku k tuna loin
yang
Es curai dalam Rendemen
dihasil
Pisau keadaan
Pembekuan kan Estetika
Karyawan segar
sesuai bentuk tuna
Timbanga kebutu
n Pengemasan dan pelabelan han
Plastik segar
boeble Gambar 21 Konsep Mutu Berdasarkan Pandangan Tradisional.
Berdasarkan konsep mutu pandangan tradisional diketahui bahwa pemasok
ikan tuna yang diterima berasal dari para nelayan yang kemudian dilakukan
pembongkaran ikan tuna di tempat transit. Kendala yang dihadapi dari supplier
meliputi pasokan ikan yang tidak tentu yang disebabkan oleh faktor cuaca yang
tidak menentu. Mutu dan grade ikan yang diperoleh, serta penerapan GMP dan
SSOP oleh pemasok dalam penanganan ikan.
Input merupakan barang atau jasa yang dibutuhkan oleh suatu proses untuk
menghasilkan output. Input dalam produksi ini meliputi ikan tuna jenis yellow fin
dan big eye, karyawan, es curai, pisau, timbangan dan plastik bubble. Berat dan
mutu ikan tuna yang akan diproses berpengaruh terhadap mutu serta berat total
loin yang dihasilkan. Karyawan akan mempengaruhi mutu dan berat dari tuna loin
karena karyawan yang teliti, telaten dan terlatih akan mengurangi tingkat
kecacatan. Es curai yang digunakan haruslah berasal dari air yang bersih dan yang
telah lulus uji di laboratorium, es curai ini digunakan untuk penyimpanan ikan di
bak penampungan ketika sedang menunggu pemotongan yang sedang
berlangsung. Ketajaman pisau dan keahlian pekerja dalam melakukan
38
pemotongan dan pembuatan fillet loin akan mempengaruhi nilai rendemen yang
akan dihasilkan. Ketelitian dan keakuratan dari timbangan yaitu selalu dilakukan
pengkalibrasian sehingga dapat mencegah penipuan ekonomi bagi pelanggan.
Plastik yang digunakan adalah plastik bubble yang memiliki ukuran yang sesuai
dengan panjang tuna loin dan penggunaan plastik ini bertujuan untuk mencegah
kerusakan fisik agar estetika dari bentuk tuna loin.
Inspeksi kedua yaitu produk yang dihasilkan harus sesuai dengan yang
diinginkan oleh pembeli. Produk tuna loin yang telah memenuhi kriteria yang
diminta pembeli harus segera dikirimkan. Tuna loin ini diekspor ke Amerika, akan
tetapi jika produk tuna loin itu tidak memenuhi komoditas ekspor, maka produk
tuna loin tersebut dijadikan komoditas untuk lokal.
2) Measure (pengukuran)
Measure (pengukuran) yang dikaji adalah pada kinerja proses yang dipilih
untuk mengendalikan, mengevaluasi serta mengadakan perbaikan saat ini agar
dapat mencapai suatu targetan yang ditetapkan serta mengumpulkan semua data
yang dibutuhkan untuk analisis. Hasil pengukuran dilakukan dengan
menggunakan teknik-teknik Statistical Process Control (SPC), yang meliputi
peta kendali (control chart) beserta analisis kapabilitas proses (Gasperz 2001).
Hasil pengukuran untuk pengendalian mutu proses produksi tuna loin dilakukan
pada rataan berat tuna segar, rataan berat tuna loin, serta rataan rendemen yang
dihasilkan.
_
30 X=29,08
0,02
20
0,01 10
LCL=2,89
0
0,00
16,00 29,08 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28
X Observation
No Statistika Nilai
1 jumlah data 30
2 rataan proses 29,08
3 standar deviasi 8,73
4 nilai minimum 19,17
5 nilai maksimum 48,70
6 Lower spesific limit (LSL) 16,00
7 standar deviasi maksimum proses (Smaks) 4,37
8 Upper control limit (UCL) 55,27
9 Lower control limit (LCL) 2,89
10 Kapabilitas proses (Cpm) 1,00
11 Defect per million opportunities (DPMO) 68100
12 Sigma 2,99
Berdasarkan hasil perhitungan statistik dari rataan berat tuna diatas
menunjukkan bahwa berat rataan tuna utuh yang diterima 29,08 dan berat
40
maksimum tuna yang diterima 48,70 kg, sedangkan berat minimum yang diterima
19,17 kg. Standar deviasi proses 8,73 dan nilai standar deviasi maksimal 4,37.
Hasil penelitian ini identik dengan Putri (2011) dimana nilai standar deviasi
proses melebihi nilai batas toleransi standar deviasi maksimum proses (Smaks)
sebesar 4,37. Artinya variasi berat tuna yang diterima telah melewati batas antara
rataan dengan batas spesifikasi minimal nilai standar berat penerimaan tuna.
Nilai kapabilitas proses penerimaan tuna di perusahaan X adalah 1,00
1 ≤ Cpm ≥ 1,99 pada tingkat sigma ±3 yaitu tepatnya berada pada tingkat sigma
3,00 sehingga didapat nilai DPMO (defect per million opportunities) atau peluang
kegagalan per satu juta kali kesempatan 68100 yang artinya bahwa setiap satu juta
kali produksi diperkirakan terdapat 68100 kemungkinan bahwa rataan berat tuna
yang diterima tidak mampu memenuhi berat rataan spesifikasi bawah yaitu
16,00 kg. Nilai kapabilitas proses tersebut menunjukkan bahwa keadaan proses
penerimaan bahan baku tuna pada perusahaan tersebut berada dalam keadaan
tidak mampu sampai dengan cukup mampu untuk menghasilkan berat tuna sesuai
dengan kebutuhan dan ekspektasi perusahaan.
_
X=10,97
10
0,02
5
0,01
0
LCL=-1,06
0,00
2,30 10,97 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28
X Observation
maksimum tuna yang diterima 20,00 kg, sedangkan berat minimum yang diterima
sebesar 4,91 kg. Standar deviasi proses sebesar 4,01 telah melebihi nilai batas
toleransi standar deviasi maksimum proses (Smaks) sebesar 2,37. Hasil penelitian
ini sesuai dengan Saulina (2009), dimana nilai variasi potongan tuna loin yang
dihasilkan melebihi jangkauan berat rataan spesifikasi batas atas dan batas bawah
yang di tetapkan.
Nilai kapabilitas proses penerimaan tuna di perusahaan X adalah 1,44
(1 ≤ Cpm ≥ 1,99) pada tingkat sigma ±3 yaitu tepatnya berada pada tingkat sigma
3,66 sehingga didapat nilai DPMO (defect per million opportunities) atau peluang
kegagalan per satu juta kali kesempatan sebesar 15400 yang artinya bahwa setiap
satu juta kali produksi diperkirakan terdapat 15400 kemungkinan bahwa rataan
berat tuna loin yang diterima tidak mampu memenuhi berat rataan spesifikasi
bawah tuna loin yaitu sebesar 2,30 kg. Kapabilitas proses tersebut menunjukkan
bahwa keadaan proses tuna loin pada perusahaan X berada dalam keadaan tidak
mampu sampai dengan cukup mampu untuk menghasilkan loin sesuai dengan
kebutuhan dan ekspektasi perusahaan.
60
0,03
berat rataan rendemen
50
_
40
0,02 X=38,27
30
20
0,01
10
LCL=5,75
0
0,00
38,27 54 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28
X Observation
loin 38,27 kg dan nilai batas kontrol atas (UCL) 70,79 kg ( <UCL) dan nilai batas
kontrol bawah (LCL) 5,75 kg serta nilai batas spesifikasi atas (USL) 54,00
( <USL) dapat dilihat bahwa semua data berada diantara kedua batas kendali atas
dan bawah (UCL dan LCL) , hal ini menunjukkan bahwa proses ini dalam
keadaan terkendali (Montgomery 1990). Grafik pengendalian diatas berarti
menunjukkan bahwa berat rendemen loin berada di dalam kendali penetapan
rataan rendemen loin yang diterima. Untuk mengetahui kemampuan proses
dilakukan pengukuran kapabilitas proses. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil perhitungan rataan rendemen tuna loin dari bulan Maret
sampai bulan April 2011.
No Statistika Nilai
1 jumlah data 30
2 rataan proses 38,27
3 standar deviasi 10,84
4 nilai minimum 8,83
5 nilai maksimum 63,68
6 Upper spesific limit (USL) 54,00
7 standar deviasi maksimum proses (Smaks) 5,33
8 Upper control limit (UCL) 70,79
9 Lower control limit (LCL) 5,75
10 Kapabilitas proses (Cpm) 1,00
11 Defect per million opportunities (DPMO) 73500
12 Sigma 2,95
Berdasarkan hasil perhitungan statistik di atas menunjukkan bahwa berat
rataan rendemen yang diterima 38,27 kg dan nilai rendemen maksimum tuna yang
diterima 63,68 kg, sedangkan rendemen minimum yang diterima 8,83 kg. Standar
deviasi proses 10,84 telah melebihi nilai batas toleransi standar deviasi maksimum
proses (Smaks) 5,33. Hasil penelitian ini sesuai dengan (Saulina 2009). Hal ini
dikarenakan nilai variasi rendemen tuna melebihi jangkauan spesifikasi batas atas
dan bawah bawah rataan rendemen yang ditetapkan. Hal ini dikarenakan berat
tuna yang diproses menjadi loin yang berbeda-beda serta kurang ketelitian dalam
proses cutting serta penimbangan, sehingga nilai rendemen lebih beragam.
Nilai kapabilitas proses rendemen tuna loin di perusahaan X sebesar 1,00
(1 ≤ Cpm ≥ 1,99) pada tingkat sigma ±3 yaitu tepatnya berada pada tingkat sigma
44
2,95 sehingga didapat nilai DPMO (defect per million opportunities) atau peluang
kegagalan per satu juta kali kesempatan sebesar 73500 yang artinya bahwa setiap
satu juta kali produksi diperkirakan terdapat 73500 kemungkinan bahwa
rendemen dari tuna loin yang diterima tidak mampu memenuhi rendemen
spesifikasi atas rendemen tuna loin yaitu sebesar 54,00 kg. Nilai kapabilitas proses
tersebut menunjukkan bahwa keadaan proses pada rendemen tuna loin pada
perusahaan tersebut berada dalam keadaan tidak mampu sampai dengan cukup
mampu untuk menghasilkan rendemen tuna loin sesuai dengan kebutuhan dan
ekspektasi perusahaan.
3) Analyze (analisis data)
Tahap analyze dalam penelitian ini berfokus menganalisis hubungan sebab
akibat dari berbagai faktor yang perlu dipelajari untuk mengetahui faktor-faktor
dominan yang perlu dikendalikan pada tahap selanjutnya (Kwak 2006). Dalam
menganalisis suatu masalah yang terperinci untuk menemukan faktor penyebab
dari akar suatu masalah, maka digunakan diagram ishikawa (sebab akibat) untuk
mengetahui penyebab penyimpangan yang terjadi dalam suatu proses.
4.3.4 Diagram sebab-akibat penerimaan tuna
Analisis tahap penerimaan tuna berkaitan dengan nilai variasi berat tuna
yang akan diproses dalam pembuatan loin. Penerimaan tuna loin dilapangan
terkadang masih kurang baik sehingga dapat menimbulkan variasi. Pernerimaan
ikan tuna harus langsung dilakukan pengujian meliputi uji organoleptik.
Faktor yang menyebabkan terjadinya variasi pengendalian mutu pada
tahap penerimaan tuna digolongkan ke dalam tiga faktor, yaitu material, manusia,
dan lingkungan. Diagram sebab-akibat pada tahap penerimaan tuna dapat dilihat
pada Gambar 25.
1. Material (bahan baku tuna)
Bahan baku kan tuna yang digunakan PT X adalah berupa ikan tuna segar
yang dibeli dari transit ikan yang berasal dari Jakarta maupun dari supplier dari
Malang. Ikan tuna yang dibeli atau diterima terlebih dahulu dilakukan pengecekan
secara organoleptik oleh checker yang berpengalaman dan dicatat oleh tally dari
perusahaan X. Pengecekan yang dilakukan meliputi, kenampakan, tekstur daging,
dan suhu pusat serta penimbangan berat dari tuna tersebut. Pengecekan dilakukan
45
dengan menggunakan alat couring tube yang ditusukkan pada bagian belakang
sirip dada dan pangkal ekor sebelah kiri dan kanan dan ditimbang dengan
menggunakan timbangan yang sudah dikalibrasi. Mutu ikan tuna yang ada
ditempat transit terdiri dari mutu grade A, B, dan C. Namun, bahan baku ikan
yang diterima oleh perusahaan X memiliki mutu grade B dan C. Selain itu juga
setelah dilakukan proses cuting, ditemukan bagian cacat pada tubuh tuna,
misalkan saja tubuh tuna terkena yake, sehingga bagian daging tuna yang akan
dibuat loin menjadi berkurang.
2. Manusia
Manusia merupakan salah satu faktor penyebab dari variasi pengendalian
mutu karena pekerja berhubungan langsung dengan proses produksi. Pekerja yang
terdapat dalam perusahaan X itu yang sudah berpengalaman dibidangnya. Ikan
tuna yang sudah dibeli oleh perusahaan langsung ditangani oleh pekerja yang
berpengalaman dan dilakukan proses pemotongan. Pekerja yang kurang teliti dan
terampil dalam penanganan tuna dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fisik
berupa luka luar daging tuna, sehingga akan menyebabkan berkurangnya berat
loin yang dihasilkan, sedangkan para pekerja yang memiliki ketelitian dan
keterampilan yang baik dalam penanganan ikan tuna akan menghasilkan berat
tuna yang maksimal dan baik untuk dijadikan kualitas ekspor. Pemilihan bahan
baku tuna dilakukan ditempat transit ikan oleh Chekker berpengalaman untuk
mencegah ketidaksesuaian mutu tuna
3. Lingkungan
Lingkungan merupakan tempat dimana makhluk hidup itu berada.
Lingkungan ini sangat berpengaruh terhadap bahan baku ikan yang didapat. Ikan
tuna yang ditangkap di perairan yang kurang baik atau tercemar akan berpengaruh
terhadap mutu daging ikan tuna yang didapat. Selain itu suhu juga sangat
berpengaruh terhadap mutu suatu bahan baku. Suhu yang tinggi akan
menyebabkan mutu ikan tuna menjadi kurang baik karena akan menyebabkan
timbulkan warna pelangi pada daging tuna, sehingga loin yang dihasilkan tidak
dapat memenuhi mutu ekspor. Oleh karena itu ikan yang sudah dibeli di tempat
transit ikan harus dalam keadaan tertutup dan dalam keadaan dingin supaya mutu
ikan tuna masih dalam keadaan segar. Dalam proses cutting, ikan yang belum
46
diproses dalam bak penampungan ikan harus dalam keadaan dingin. Suhu
lingkungan yang baik adalah lingkungan yang memiliki suhu maksimum 4,4 oC.
Diagram sebab akibat tahap penerimaan bahan baku ikan tuna dapat dilihat pada
Gambar 25.
Diagram sebab-akibat penerimaan tuna
Material
Manusia
Penerimaan tuna
Suhu tinggi
Daerah penangkapan
Lingkungan
3. Peralatan
Salah satu peralatan yang digunakan dalam proses cutting dan fillet tuna
adalah pisau. Pisau yang digunakan adalah pisau khusus yang terbuat dari bahan
stainless steel. Pisau yang digunakan untuk pemotongan haruslah memiliki
ketajaman yang baik agar didapatkan hasil potongan fillet yang baik. Potongan
fillet yang baik akan menghasilkan potongan loin dengan berat maksimal.
Sebelum pisau digunakan dalam proses pemotongan, dipastikan pisau tersebut
harus dalam keadaan bersih dan tajam.
4. Permintaan pelanggan
Tuna loin yang terdapat di perusahaan memiliki dua jenis bentuk loin
yaitu bentuk yang regular dan CC. Pembuatan loin juga harus memperhatikan
bentuk estetika dari loin tersebut, agar para pelanggan puas terhadap produk tuna
loin yang telah dipesan dan di beli. Jumlah potongan loin yang dihasilkan tiap
pemotongan tuna yang terdiri dari 4 bagian.
Diagram sebab-akibat produksi tuna loin
Material
Manusia
Permintaanpelanggan Peralatan
1. Material
Berat bahan baku tuna utuh akan mempengaruhi hasil pembentukan loin
dan tentunya akan mempengaruhi hasil rendemen loin. Semakin besar berat tuna
yang akan diproduksi maka semakin banyak berat daging yang dihasilkan dalam
bentuk potongan loin. Mutu daging tuna sangat mempengaruhi dalam pembuatan
loin dan tentunya akan mempengaruhi rendemen daging tuna yang diproses.
Daging loin yang cacat akan membuat rendemen loin menjadi rendah karena ada
bagian loin yang terbuang. Loin yang bebas dari cacat akan menghasilkan
rendemen daging tuna loin yang besar.
2. Manusia
Pekerja yang memiliki keterampilan dan ketelitian yang baik dalam proses
pemotongan (cutting) dan fillet tuna akan mempengaruhi berat akhir potongan
loin dan mempengaruhi rendemen dari loin tersebut. Sehingga diperlukan
keahlian dan orang yang berpengalaman dalam melakukan pemotongan fillet tuna,
agar menghasilkan rendemen tuna loin yang besar.
3. Peralatan
Salah satu peralatan yang digunakan untuk proses fillet tuna adalah pisau
khusus fillet berbahan stainless steel. Pisau yang digunakan untuk pemotongan
haruslah memiliki ketajaman yang baik agar didapatkan hasil potongan fillet yang
baik. Potongan fillet yang baik akan menghasilkan potongan loin dengan berat
maksimal dan dengan rendemen loin yang maksimal juga. Selain itu timbangan
sangat mempengaruhi dalam proses ini karena timbangan yang tidak dikalibrasi
akan menghasilkan berat tuna loin yang bervariasi serta terjadi kesalahan dalam
penilaian dalam penimbangan. Dalam melakukan penimbangan dari tuna loin satu
ke tuna loin yang lain, tentunya timbangan harus di tare terlebih dahulu.
4. Metode kerja
Salah satu yang mempengaruhi variasi rendemen ini adalah faktor dalam
metode kerja. Tahapan fillet, pembuangan daging gelap dan perapihan sangat
berpengaruh terhadap rendemen tuna yang dihasilkan. Pada tahap fillet harus
dilakukan dengan hati-hati dan rapi agar tidak banyak daging tuna yang masih
melekat pada ruas-ruas tulang. Pembuangan daging gelap harus dilakukan dengan
hati-hati dan teliti agar daging loin tidak terambil banyak dan yang menyatu
49
dengan daging gelap. Salah satu tujuan dari pembuangan daging gelap adalah
mengurangi kadar histamin pada daging.
Manusia Material
Keterampilan
Berat bahan baku
Ketelitian
Mutu bahan baku
Variasi
Tahap perapihan loin rendemen loin
Tahap fillet ketajaman pisau
Jenis pisau
Metode kerja Peralatan
4) Improve (peningkatan/perbaikan)
Perbaikan merupakan sesuatu yang cepat, menarik, memuaskan semua
orang yang terlibat dalam proses tersebut (Evan dan Lindsay 2007). Dalam suatu
proses peningkatan mutu. Perbaikan mutu memerlukan komitmen untuk perbaikan
yang seimbang antara aspek manusia (motivasi) dan aspek teknologi (teknik) yang
dilakukan secara terus menerus (quality improvement) (Gaspersz 2003).
Tahap improvement dalam masalah pengendalian mutu pada proses
produksi tuna loin beku di PT X, dengan mencari solusi menggunakan diagram
kaizen blitz. Dimana metode ini merupakan proses perbaikan yang intens dan
cepat dimana tim atau departemen mengaplikasikan sumber dayanya ke dalam
suatu proyek perbaikan yang menunjukkan hubungan antara siklus Deming
(PDSA) dan proses perbaikan yang terus menerus, dimana siklus Deming
merupakan metode yang sederhana untuk melaksanakan perbaikan. Siklus
Deming terdiri dari empat tahap: merencanakan, mengerjakan, belajar dan
bertindak. Siklus Deming mirip dengan DMAIC, tetapi sebagian berfokus dari
siklus Deming adalah pada implementasi dan pembelajaran sehingga melengkapi
fase perbaikan DMAIC yang cukup baik.
Tahap merencanakan terdiri dari mempelajari situasi saat ini dan
mendeskripsikan proses tersebut dari sisi input, output, pelanggan, dan pemasok;
memahami ekspektasi pelanggan; mengumpulkan data; mengidentifikasi masalah;
menguji teori penyebab ; serta menyusun solusi dan rencana kegiatan. Dalam
tahapan bertindak, rencana di implementasikan dengan basis percobaan, misalnya
produksi awal, untuk mengevaluasi suatu solusi yang diusulkan dan menampilkan
data yang objektif. Tahapan belajar menentukan apakah rencana percobaan
berjalan dengan baik dengan cara mengevaluasi hasil, serta mencatat hasil
pembelajaran. Pada tahapan terakhir, bertindak, perbaikan serta dikomunikasikan
ke keseluruhan organisasi. Proses ini kemudian menuju kembali ke tahapan
merencanakan untuk mengidentifikasi kesempatan-kesempatan perbaikan yang
lainnya. Hubungan antara siklus Deming (PDSA) dan proses perbaikan yang terus
menerus dapat dilihat pada Tabel 7.
51
Tabel 7 antara siklus Deming (PDSA) dan proses perbaikan yang terus menerus
Analisis penyebab
Melaksanakan (Do, D)
Mencoba teori perbaikan
Mempelajari (Study, S) Memeriksa hasil
Bertindak (Act, A)
Standarisasi perbaikan
5.1 Simpulan
Hasil yang didapatkan dari grafik kendali yang meliputi berat rataan tuna
utuh, tuna loin, serta rendemen loin menunjukkan proses dalam keadaan
terkendali karena masih berada dalam batas kendali UCL dan LCL. Oleh karena
itu ketiga proses tersebut dikatakan stabil. Kestabilan proses produksi dilihat dari
nilai kapabilitas proses penerimaan tuna utuh, produksi loin, dan rendemen yang
dihasilkan secara berurutan, yaitu 1,00; 1,44; 1,00. Semua nilai ini menunjukkan
bahwa (1 ≤ Cpm ≥ 1,99) sehingga keadaan proses produksi loin berada dalam
keadaan tidak mampu sampai dengan cukup mampu untuk menghasilkan produk
sesuai dengan spesifikasi.
Peningkatan mutu atau perbaikan mutu memerlukan komitmen untuk
perbaikan yang seimbang antara aspek manusia (motivasi) dan aspek teknologi
(teknik) yang dilakukan secara terus menerus (quality improvement). Tahap
improvement menggunakan konsep hubungan antara siklus Deming (PDSA) dan
proses perbaikan terus menerus yang meliputi perencanaan, melaksanakan,
mempelajari dan bertindak.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam pengendalian mutu ini dicari kajian lain seperti bobot
ikan tuna per ekornya untuk mengetahui kestabilan dalam suatu proses produksi
dan di perlukan keterlibatan aktif dari pihak manajemen.
54
DAFTAR PUSTAKA
Banuelas C. 2002. Critical success factors for the successful implementation of six
sigma projects in organizations. The Total Quality Management
Magazine 14 (2): 92–99.
Baril C, Clement B. 2010. Design for six Ssgma through collaborative
multiobjective optimization. Industrial Engineering 60 (1): 43-55.
Breyfogle FW. 2003. Implementing Six Sigma. New York: John Wiley dan Sons.
[BSN] Badan Standard Nasional. 2006. Standar mutu ikan tuna loin beku.
http://www.bsn.go.id [25 November 2010].
Cheng KM. 2010. Application of the six sigma procwss to service quality
improvement in fitness clubs: a managerial prospective. Management.
27(3): 528-540
Crosby, Philip B. 1979. Quality Is Free. New York: Mc- Graw Hill Book Inc.
Departemen of Health, Education and Walfare. 1972. Food Composition for Use
in East Asia. Food and Drug Administration. United State of America.
Evans JR, Lindsay WM. 2007. Pengantar Six sigma, penerjemah Fitriati AR,
Jakarta: Salemba Empat-Setyaningsih N. Terjemahan dari An Introduction
to Six sigma and Process Improvement
________. 2007. Lean Six sigma for Manufacturing and Services Industries.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
George ML. 2002. Lean Six Sigma. Yew York: Mc- Graw Hill Book Inc.
Jenie BSL. 1988. Sanitasi dalam Industri Pangan. Bogor: Lembaga Swadaya
Informasi, Institut Pertanian Bogor.
Jugulum R, Samuel P. 2008. Design For Six Sigma. New Jersey: John Willey and
Sons.
Juran , JM. 1993. Quality Planning and Analysis.3rd ed. New York: Mc- Graw
Hill Book Inc.
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan 2010. Kelautan dan Perikanan dalam
Angka 2010. Jakarta: Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Kwak YH, Anbari FT. 2006. Obstacle and future of six sigma approach. G
Technovation. 26: 708-715.
Latief Y, Utami RP. 2009. Penerapan pendekatan metode six sigma dalam
penjagaan kualitas pada proyek konstruksi. Makara Teknologi 13 (2): 67-
72
Melda, DA. 2009. Evaluasi efektivitas pengendalian risiko bahaya histamine pada
titik kendali kritis (critical control point-CCP) proses pengolahan tuna loin
beku dengan metode Lean six sigma. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
56
Mutiara E, Kuswadi. 2004. DELTA: Delapan Langkah dan Tujuh Alat Statistik
untuk Peningkatan Mutu Berbasis Komputer. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Putri DM. 2011. Pengendalian mutu pada produksi tuna loin (Thunnus sp.)
menggunakan metode six sigma. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Rath A, Strong J. 2005. Six Sigm Advanced Tools Pocked Guide. New York:
McGraw Hill.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan I dan II. Jakarta: Bina
Cipta.
Soepanto. 1990. Kiat Bisnis Perikanan Tuna. Seminar Sehari Prospek Bisnis dan
Peluang Investasi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Jakarta.
Tang LC, Yam HS. 2006. Six Sigma Advance Tool for Black Belts and Master
Black Belts. New Jersey: John Willey and Sons.
57
LAMPIRAN
58
Lampiran 1 Data berat rataan tuna utuh, tuna loin, dan rendemen loin
Berat Berat Berat rataan
Jumlah Berat rataan tuna rataan tuna rendemen
Tanggal Sampel Ikan Ikan Berat Loin utuh loin loin
01/03/2011 1 32 1152 564,75 36 17,65 49,02
02/03/2011 2 18 364 136,12 20,22 7,56 37,40
06/03/2011 3 18 507 302,70 28,17 16,82 59,70
10/03/2011 4 28 633 210,58 22,61 7,52 33,27
12/03/2011 5 12 338 146,70 28,17 12,23 43,40
17/03/2011 6 61 1442 329,38 23,64 5,40 22,84
18/03/2011 7 18 579 293,46 32,17 16,30 50,68
19/03/2011 8 18 409 216,60 22,72 12,03 52,96
20/03/2011 9 32 742 365,59 23,19 11,42 49,27
21/03/2011 10 59 2662 681,79 45,12 11,56 25,61
22/03/2011 11 33 799 350,83 24,21 10,63 43,91
23/03/2011 12 6 115 73,23 19,17 12,21 63,68
24/03/2011 13 64 1280 556,1 20,00 8,69 43,45
25/03/2011 14 19 542 160,05 28,53 8,42 29,53
26/03/2011 15 60 2731 507,96 45,52 8,47 18,60
28/03/2011 16 13 355 118,69 27,31 9,13 33,43
29/03/2011 17 33 957 229,49 29,00 6,95 23,98
30/03/2011 18 17 421 140,68 24,76 8,28 33,42
01/04/2011 19 22 481 163,17 21,86 7,42 33,92
02/04/2011 20 18 783 269,17 43,50 14,95 34,38
03/04/2011 21 40 1948 800,08 48,70 20,00 41,07
04/04/2011 22 50 1476 558,53 29,52 11,17 37,84
05/04/2011 23 11 254 83,18 23,09 7,56 32,75
07/04/2011 24 16 437 162,35 27,31 10,15 37,15
09/04/2011 25 19 418 120,41 22,00 6,34 28,81
11/04/2011 26 62 1880 931,50 30,32 15,02 49,55
12/04/2011 27 34 667 167,08 19,62 4,91 25,05
13/04/2011 28 46 2196 851,81 47,74 18,52 38,79
14/04/2011 29 113 3317 1179,29 29,35 10,44 35,55
16/04/2011 30 81 2352 919,38 29,04 11,35 39,09
Jumlah 872,55 329,10 1148,10
Rataan 29,08 10,97 38,27
Standar
deviasi 8,73 4,01 10,84
59
Pemotongan
Pembentukan loin
Pembuangan kulit
Perapihan
Penimbangan II
Pemberian gas CO
Pengemasan primer
Pemvakuman
Pembekuan
Penimbangan III
Data verifkasi berat rataan tuna utuh bulan Maret sampai bulan April 2011
Rataan proses ( ) =
= 872,55
30
= 29,08
= 8,73
c. Penentuan nilai DPMO (Defect per Million Oportunities) dan nilai sigma
DPMO LSL = P [z≤ (LSL - X)/ s] x 1.000.000
= P [z≤ (16,00-29,08)/8,73] x 1.000.000
=68.100
Berdasarkan Tabel konversi nilai DPMO ke nilai Sigma (Lampiran 4) dan
konversi z (Lampiran 5) diperoleh nilai sigma 2,99
d. Penentuan nilai standar deviasi maksimal (Smaks)
Karena proses hanya mempunyai satu batas spesifik (LSL)
Maka persamaan yang digunakan adalah:Bila proses tersebut hanya
memiliki satu batas spesifik, batas spesifik atas (USL) atau batas spesifik bawah
(LSL) saja, maka persamaan yang digunakan:
Smaks =
= 1 x (29,08- 16,00)
2,99
= 4,3
e. Penentuan nilai kapabilitas proses
61
Karena hanya memiliki satu batas spesifik (LSL), maka digunakan persamaan
sebagai berikut:
Cpm = [(Xbar – LSL)]
3√S²
= 1,00
Kesimpulan: 1 ≤ Cpm ≥ 1,99: keadaan industri proses berada dalam keadaan stabil
dan tidak mampu, artinya proses berada dalam keadaan tidak mampu
sampai cukup mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan
kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.