Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Jantung merupakan organ yang berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh


untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh pada setiap saat, baik saat
beristirahat maupun saat bekerja atau menghadapi beban. Penyakit Jantung
merupakan penyebab utama kematian di dunia. Lebih dari separuh kematian di
Amerika disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Sejak tahun 1968 sebagian
besar penderita penyakit jantung jatuh kepada kondisi gagal jantung.1
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien
harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal
saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai atau tanpa kelelahan), tanda
retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki), adanya bukti objektif
dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat.2
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka
mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang
termasuk Indonesia. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda
dibanding Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat.2
Sebanyak 23 juta jiwa di dunia mengalami gagal jantung. Di Amerika, penderita
gagal jantung diperkirakan sekitar 5,1 juta jiwa dan prevalensi gagal jantung
meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat
sekitar 1-2% untuk usia 45-54 tahun dan lebih dari 6% untuk usia di atas 65 tahun.
Penelitian yang dilakukan di Rotterdam, Belanda, juga melaporkan bahwa
prevalensi meningkat dengan bertambahnya usia. Angka kejadian gagal jantung
juga lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Menurut Bleumink, et
al tahun 2004, 5-year survival rate gagal jantung hanya 35%. Di Indonesia,
berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi gagal jantung sekitar 0,13%.
Prevalensi di Sumatera Utara sendiri sekitar 0,13% dengan prevalensi tertinggi pada
penderita usia 65-74 tahun. Menurut Sumartono, Sirait, Holy dan Thabrany
prevalensi gagal jantung sekitar 3,9% yang sebelumnya belum pernah terdiagnosis
dengan prevalensi tertinggi pada penderita usia di atas usia 75 tahun.3

1
Kondisi gagal jantung sering menimbulkan gejala sesak nafas, terutama
sewaktu melakukan aktivitas fisik dan sering terjadi pada stadium awal penyakit.
Sesak nafas sewaktu melakukan aktivitas fisik menunjukkan sensitivitas 84%
hingga 100% untuk menegakkan diagnosis gagal jantung. Di samping itu, sesak
nafas sewaktu berbaring menunjukkan sensitivitas 22% hingga 50%. Pasien dengan
gagal jantung memerlukan tambahan bantal untuk tidur di malam hari, yang
bertujuan untuk menghindari sesak nafas sewaktu berbaring.1
Gagal jantung merupakan manifestasi terakhir dan terburuk yang dapat
terjadi pada hampir semua jenis penyakit jantung seperti infark miokard, penyakit
jantung koroner, penyakit katup jantung, hipertensi, penyakit jantung bawaan dan
kardiomiopati. Semua kondisi yang dapat menyebabkan perubahan pada stuktur
dan fungsi jantung dapat menjadi faktor predisposisi untuk berkembang menjadi
gagal jantung.3
Penanganan gagal jantung rumit, sehingga setiap dokter membutuhkan
pengalaman dan pengetahuan tentang pedoman tata laksana yang berlaku saat ini.
Tujuan dari pengobatan pada pasien yang telah didiagnosis gagal jantung adalah
untuk meringankan gejala dan tanda (seperti edema), mencegah rawat inap, dan
meningkatkan kelangsungan hidup. Penanganan gagal jantung juga harus dilakukan
dengan prosedur yang sesuai dan tepat untuk meningkatkan keberhasilan
penatalaksanaan pasien gagal jantung.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Jantung


Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri otot. Cara bekerjanya menyerupai
otot polos yaitu di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom).
Kerja Fungsi jantung adalah mengatur distribusi darah ke seluruh bagian tubuh.
Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, besarnya kurang lebih sebesar kepalan
tangan pemiliknya. Bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) dan disebut juga basis
kordis. Di sebelah bawah agak runcing yang disebut apeks kordis.4
Letak jantung di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum
anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, diatas diafragma, dan
pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah papilla
mamae. Pada tempat ini teraba adanya denyutan jantung yang disebut iktus kordis.
Ukurannya kurang lebih sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira
250-300 gram.4
A. Lapisan Jantung4
Dinding jantung terutama terdiri dari serat-serat otot jantung yang tersusun
secara spiral dan saling berhubungan melalui diskus interkalatus Lapisan jantung
itu sendiri terdiri dari Perikardium, Miokardium, dan Endokardium. Berikut ini
penjelasan ketiga lapisan jantung, yaitu:
1. Perikardium (Epikardium)
Epi berarti “di atas”, cardia berarti “jantung”, yang mana bagian ini adalah suatu
membran tipis di bagian luar yang membungkus jantung. Terdiri dari dua lapisan
yaitu perikarduim fibrosum (viseral) yang merupakan bagian kantong
membatasi pergerakan jantung terikat di bawah sentrum tendinium diafragma,
bersatu dengan pembuluh darah besar merekat pada sternum melalui
ligamentum sternoperikardial dan perikarduim serosum (parietal) yang dibagi
menjadi dua bagian, yaitu Perikardium parietalis membatasi perikarduim
fibrosum sering disebut epikardium, dan Perikarduim fiseral yang mengandung

3
sedikit cairan yang berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah pergerakan
jantung.
2. Miokardium
Myo berarti "otot", merupakan lapisan tengah yang terdiri dari otot jantung,
membentuk sebagian besar dinding jantung. Serat-serat otot ini tersusun secara
spiral dan melingkari jantung. Lapisan otot ini yang akan menerima darah dari
arteri koroner.
3. Endokardium
Endo berarti "di dalam", adalah lapisan tipis endothelium, suatu jaringan epitel
unik yang melapisi bagian dalam seluruh sistem sirkulasi peredaran darah

Gambar 2.1 Lapisan jantung5


B. Ruang-Ruang Jantung4
Organ jantung terdiri atas 4 ruang, yaitu 2 ruang yang berdinding tipis disebut
dengan atrium (serambi), dan 2 ruang yang berdinding tebal yang disebut dengan
ventrikel (bilik). Atrium dan ventrikel jantung ini masing-masing akan dipisahkan
oleh sebuah katup, sedangkan sisi kanan dan kiri jantung akan dipisahkan oleh

4
sebuah sekat yang dinamakan dengan septum. Septum atau sekat ini adalah suatu
partisi otot kontinyu yang mencegah percampuran darah dari kedua sisi jantung.

Gambar 2.2 Anatomi jantung5


C. Fungsi Kerja Jantung Manusia
Pemisahan ini sangat penting karena separuh jantung kanan menerima dan juga
memompa darah yang mengandung rendah oksigen sedangkan sisi jantung sebelah
kiri adalah berfungsi untuk memompa darah yang mengandung tinggi oksigen.
1. Atrium Kanan
Atrium kanan berfungsi sebagai penampungan (reservoir) darah yang rendah
oksigen dari seluruh tubuh. Darah tersebut mengalir melalui vena kava superior,
vena kava inferior, serta sinus koronarius yang berasal dari jantung sendiri.
Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan dan selanjutnya ke paru.
Atrium kanan menerima darah de-oksigen dari tubuh melalui vena kava superior
(kepala dan tubuh bagian atas) dan inferior vena kava (kaki dan dada lebih
rendah). Simpul sinoatrial mengirimkan impuls yang menyebabkan jaringan otot
jantung dari atrium berkontraksi dengan cara yang terkoordinasi seperti
gelombang. Katup trikuspid yang memisahkan atrium kanan dari ventrikel
kanan, akan terbuka untuk membiarkan darah de-oksigen dikumpulkan di atrium
kanan mengalir ke ventrikel kanan
2. Atrium Kiri
Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4 buah
vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri dan selanjutnya ke

5
seluruh tubuh melalui aorta. Atrium kiri menerima darah beroksigen dari paru-
paru melalui vena paru-paru. Sebagai kontraksi dipicu oleh node sinoatrial
kemajuan melalui atrium, darah melewati katup mitral ke ventrikel kiri.
3. Ventrikel Kanan
Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru-
paru melalui arteri pulmonalis. Ventrikel kanan menerima darah miskin oksigen
dari atrium kanan. Katup paru menuju ke arteri paru tertutup, memungkinkan
untuk mengisi ventrikel dengan darah. Setelah ventrikel penuh akan
berkontraksi. Akibat kontraksi ventrikel kanan, penutupan katup trikuspid dan
katup pulmonal terbuka. Penutupan katup trikuspid mencegah darah dari
ventrikel ke atrium kanan dan pembukaan katup pulmonal memungkinkan darah
mengalir ke arteri pulmonalis menuju paru-paru.
4. Ventrikel Kiri
Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan ke seluruh tubuh
melalui aorta. Ventrikel kiri menerima darah yang mengandung oksigen sebagai
dari atrium kiri. Darah melewati katup mitral ke ventrikel kiri. Katup aorta
menuju aorta tertutup, memungkinkan untuk mengisi ventrikel dengan darah.
Setelah ventrikel penuh, dan berkontraksi. Akibat kontraksi ventrikel kiri,
penutupan katup mitral dan katup aorta terbuka. Penutupan katup mitral
mencegah darah dari ventrikel ke atrium kiri dan pembukaan katup aorta
memungkinkan darah mengalir ke aorta dan mengalir ke seluruh tubuh.
D. Siklus Jantung Dan Sistem Peredaran Darah Jantung4
Siklus jantung termasuk dalam bagian dari fisiologi jantung itu sendiri. Jantung
ketika bekerja secara berselang-seling berkontraksi untuk mengosongkan isi
jantung dan juga berelaksasi dalam rangka mengisi darah kembali. siklus jantung
terdiri atas periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan juga periode diastol
(relaksasi dan pengisian jantung).

6
Atrium dan ventrikel mengalami siklus sistol dan diastol terpisah. Kontraksi
terjadi akibat penyebaran eksitasi (mekanisme listrik jantung) ke seluruh jantung.
Sedangkan relaksasi timbul setelah repolarisasi atau tahapan relaksasi dari otot
jantung.

Gambar 2.3 Peredaran darah jantung6


E. Katup-Katup Jantung4
Katup jantung ini terdiri dari 4 yaitu :
1. Katup Trikuspidalis
Katup trikuspidalis berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan. Bila katup
ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju ventrikel
kanan. Katup trikuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran darah menuju
atrium kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi ventrikel. Sesuai dengan
namanya, katup trikuspid terdiri dari 3 daun katup.
2. Katup Pulmonal
Setelah katup trikuspid tertutup, darah akan mengalir dari dalam ventrikel kanan
melalui trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis bercabang menjadi arteri
pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan jaringan paru kanan
dan kiri. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri

7
dari 3 daun katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup
bila ventrikel kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari
ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis.
3. Katup Bikuspid (Bikuspidalis).
Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri menuju
ventrikel kiri. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup pada saat
kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup.
4. Katup Aorta.
Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta. Katup ini
akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga darah akan
mengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup pada saat ventrikel
kiri relaksasi, sehingga mencegah darah masuk kembali kedalam ventrikel kiri.

Gambar 2.4 Katup-katup jantung6


2.2 Gagal Jantung
2.2.1 Definisi Gagal Jantung
Menurut Paul Wood, gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi dimana
jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun
tekanan pengisian cukup. Menurut Jay Cohn, gagal jantung adalah suatu sindroma
dimana disfungsi jantung berhubungan dengan penurunan toleransi latihan,
insidensi aritmia yang tinggi, dan penurunan harapan hidup.7

8
Menurut AHA, gagal jantung adalah suatu sindroma klinis kompleks yang
dihasilkan dari gangguan struktural maupun fungsional pada pengisian ventrikel
ataupun ejeksi darah. Sedangkan menurut ESC, gagal jantung adalah suatu
sindroma klisis yag dikarakteristika dengan gejala tipikal yang dapat disertai
dengan tanda gagal jantung dikarenakan abnormalitas struktural dan atau
fungsional jantung, menghasilkan penurunan cardiac output dan atau peningkatan
tekanan intrakardiak saat istirahat maupun selama melakukan aktifitas.8,9
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang
pasien harus memiliki tampilan berupa: gejala gagal jantung (nafas pendek yang
tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai atau tidak kelelahan),
tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki), adanya bukti
objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat.2

2.2.2 Epidemiologi Gagal Jantung


Gagal jantung merupakan suatu kondisi yang telah diketahui berabad-abad
namun penelitian epidemiologi sulit untuk dilakukan karena tidak adanya definisi
tunggal kondisi ini. Ketika masih sedikit pemeriksaan jantung yang tersedia,
definisi gagal jantung cenderung kea rah patofisiologi lalu kemudian definisi di
tempatkan pada penekanan gagal jantung sebagai suatu diagnose klinis.7
Tabel 2.1 Tanda dan Gejala Gagal Jantung2

Definisi gagal jantung


Gagal jantung merupakan kumpulan gejala klinis pasien dengan
tampilan seperti:
Gejala khas gagal jantung: Sesak nafas saat istrahat atau aktifitas,
kelelahan, edema tungkai
DAN
Tanda khas Gagal Jantung: Takikardia, takipnu, ronki paru, efusi pleura,
peningkatan tekanan vena jugularis, edema perifer, hepatomegali.
DAN
Tanda objektf gangguan struktur atau fungsional jantung saat istrahat,
kardiomegali, suara jantung ke tiga, murmur jantung, abnormalitas
dalam
gambaran ekokardiografi, kenaikan konsentrasi peptida natriuretic

9
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.Di
Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang
lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika
Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Di
Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS
Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan
sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. Meskipun terapi gagal jantung mengalami
perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar
30-40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 5-10% dari pasien dengan
gejala gagal jantung yang ringan.10
Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin
meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang
utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan
hidup 5 tahun. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar
62% pada pria dan 42% wanita.10
2.2.3 Etiologi Gagal Jantung
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dan segala jenis penyakit jantung
kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal
jantung meliputi keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, meningkatkan
beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal (preload) meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum
ventrikel; beban akhir (afterload) meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis
aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark
miokardium dan kardiomiopati.10
Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, terdapat
faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal bekerja sebagai
pompa. Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel (misal, stenosis katup
atrioventrikularis) dapat menyebabkan gagal jantung. Keadaan-keadaan seperti
perikarditis konstriktif dan tamponade jantung mengakibatkan gagal jantung
melalui kombinasi beberapa efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan

10
ejeksi ventrikel. Dengan demikian jelas sekali bahwa tidak ada satupun mekanisme
fisiologik atau kombinasi berbagai mekanisme yang bertanggungjawab atas
terjadinya gagal jantung; efektivitas jantung sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh
berbagai gangguan patofisiologis. Penelitian terbaru menekankan pada peranan
TNF dalam perkembangan gagal jantung. Jantung normal tidak menghasilkan TNF,
namun jantung mengalami kegagalan menghasilkan TNF dalam jumlah banyak.10
Demikian juga, tidak satupun penjelasan biokimiawi yang diketahui berperan
dalam mekanisme dasar terjadinya gagal jantung. Kelainan yang mengakibatkan
gangguan kontraktilitas miokardium juga tidak diketahui. Diperkirakan
penyebabnya adalah kelainan hantaran kalsium dalam sarkomer, atau dalam sintesis
atau fungsi protein kontraktil. 11
Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui penekanan
sirkulasi yang mendadak dapat berupa disritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-
paru, serta emboli paru. Disritmia akan mengganggu fungsi mekanis jantung
dengan mengubah rangsangan listrik yang memulai respons mekanis, respons
mekanis yang sinkron dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung
yang stabil. Respons tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang meningkat. Emboli paru secara
mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan, memicu
terjadinya gagal jantung kanan. Penanganan gagal jantung yang efektif
membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme
fisiologis penyakit yang mendasari, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu
terjadinya gagal jantung.12
2.2.4 Klasifikasi Gagal Ginjal
Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The New York
Heart Association (NYHA) membagi gagal jantung menjadi 4 kelas, berdasarkan
hubungannya dengan gejala dan jumlah atau usaha yang dibutuhkan untuk
menimbulkan gejala, sebagai berikut:13
1. Kelas I : Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan aktivitas
fisik, dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan sesak napas.

11
2. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat.
3. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan dari
kegiatan biasa sudah memberi gejala lelah, sesak napas.
4. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan
kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada walaupun saat
beristirahat.
American College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA)
heart failure guidelines melengkapi klasifikasi NYHA untuk menggambarkan
perkembangan penyakit dan dibagi menjadi 4 stage, yaitu:14
1. Stage A pasien beresiko tinggi untuk gagal jantung tetapi tidak memiliki
penyakit jantung struktural atau gejala-gejala dari gagal jantung
2. Stage B pasien memiliki penyakit jantung struktural tetapi tidak memiliki
gejala-gejala dari gagal jantung
3. Stage C pasien memiliki penyakit jantung structural dan memiliki gejala-
gejala dari gagal jantung
4. Stage D pasien memiliki gagal jantung berat yang menuntut intervensi
khusus.
2.2.5 Patofisiologi Gagal Jantung
Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan pada
jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta
perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan
pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini
menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin–
Angiotensin–Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretik
peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas
jantung dapat terjaga.12
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac
output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta
vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul

12
berkelanjutan dapat menyebabkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis
yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan
nekrosis miokard fokal.12
Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin, angiotensin
II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang
poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan
noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang
pelepasan aldosteron. Aldosteron akanmenyebabkan retensi natrium dan air serta
meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta
berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.12,14
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng
memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial
Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan
menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide
(BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan
ANP. C-type natriureticpeptide terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan
saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan brain
natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan
kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus
vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena
peningkatan natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang
menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah
digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung.14,15

13
Gambar 2.5 Patofisiologi Gagal Jantung16
Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada
gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan pada pemberian
diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.2 Endotelin disekresikan oleh sel
endotel pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor yang poten
menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung
jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin
meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan
tekanan pulmonary arterycapillary wedge pressure, perlu perawatan dan kematian.
Telah dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor yang
bekerja menghambat terjadinya remodelling vaskular dan miokardial akibat
endotelin.14,15
Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan
kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri
menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering
adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan
kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit

14
jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 % penderita
gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita
gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik yang timbul
bersamaan meski dapat timbul sendiri.14,15
2.2.6 Penegakan Diagnosis Gagal Jantung
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan
penilaian klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto toraks,
biomarker, dan ekokardiografi Doppler.
1. Pasien segera diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik
dan karakteristik forward orbackward, left or right heart failure. Kriteria
diagnosis gagal jantung menurut Framingham Heart Study :17
a. Kriteria mayor :
1) Paroksismal nokturnal dispneu
2) Ronki paru
3) Edema akut paru
4) Kardiomegali
5) Gallop S3
6) Distensi vena leher
7) Refluks hepatojugular
8) Peningkatan tekanan vena jugularis
b. Kriteria minor :
1) Edema ekstremitas
2) Batuk malam hari
3) Hepatomegali
4) Dispnea d’effort
5) Efusi pleura
6) Takikardi (120x/menit)
7) Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
Kriteria mayor dan minor : Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam 5 hari
pengobatan. Diagnosis gagal jantung ditegakkan dengan dua kriteria mayor atau
satu kriteria mayor dan 2 kriteria minor.18

15
2. Pemeriksaan Penunjang19
a. Laboratorium Darah
- Pemeriksaan darah lengkap
- Kimia klinik (SGPT, SGOT, ureum, kreatinin, natrium, kalium, klorida,
kolesterol total, LDL, HDL)
b. Elektrokardiogram
Dalam kasus kardiogenik, elektrokardiogram (EKG) dapat menunjukkan
bukti MI ( Miocardium Infark ) atau iskemia, namun dalam kasus
noncardiogenic, EKG biasanya normal.12
c. Radiologi
1) Foto thoraks
Fungsi utama pemeriksaan foto thoraks adalah mengetahui ukuran dan
bentuk siluet jantung, serta edema di dasar paru-paru.29 Pada gagal jantung
hampir selalu ada dilatasi dari satu atau lebih pada ruang-ruang di jantung,
menghasilkan pembesaran pada jantung. Pemeriksaan radiologi
memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan bentuknya,
distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-kadang efusi pleura,
begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi
penyebab nonkardiak pada gejala pasien.12
2) Computed Tomography
CT scan jantung biasanya tidak diperlukan dalam diagnosis rutin dan
manajemen gagal jantung kongestif. Multichannel CT scan berguna dalam
menggambarkan kelainan bawaan dan katup, namun, ekokardiografi dan
pencitraan resonansi magnetik (MRI) dapat memberikan informasi yang
sama tanpa mengekspos pasien untuk radiasi pengion.20
3) Echocardiografi
Ekokardiografi dua dimensi dianjurkan sebagai bagian awal dari evaluasi
pasien dengan gagal jantung kongestif yang diketahui atau diduga. Fungsi
ventrikel dapat dievaluasi, dan kelainan katup primer dan sekunder dapat
dinilai secara akurat. Ekokardiografi Doppler mungkin memainkan peran
berharga dalam menentukan fungsi diastolik dan dalam menegakkan

16
diagnosis HF diastolik.29 Dua dimensi dan Ekokardiografi Doppler dapat
digunakan untuk menentukan kinerja sistolik dan diastolik LV(ventrikel
kiri), cardiac output (fraksi ejeksi), dan tekanan arteri pulmonalis dan
pengisian ventrikel. Echocardiography juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi penyakit katup penting secara klinis.Tingkat
kepercayaan di echocardiography adalah tinggi, dan tingkat temuan positif
palsu dan negatif palsu yang rendah.20

Gambar 2.6 Patofisiologi Gagal Jantung16


2.2.7 Penatalaksanaan Gagal Jantung
Terapi non-farmakologi
1) Menajemen perawatan mandiri
Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam keberhasilan
pengobatan gagal jantung dan dapat memberi dampak bermakna perbaikan
gejala gagal jantung, kapasitas fungsional, kualitas hidup, morbiditas dan

17
prognosis. Manajemen perawatan mandiri dapat didefnisikan sebagai
tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari
perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal
perburukan gagal jantung.
2) Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas
hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada
terapi farmakologi maupun non-farmakologi
3) Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan
berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas
pertmbangan dokter
4) Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien
dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada
semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan
keuntungan klinis
5) Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal
jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung,
mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup
6) Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik
stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di
rumah sakit atau di rumah
7) Aktivitas seksual
Penghambat 5-phosphodiesterase (contoh: sildenafil) mengurangi tekanan
pulmonal tetapi tidak direkomendasikan pada gagal jantung lanjut dan
tidak boleh dikombinasikan dengan preparat nitrat (kelas rekomendasi III,
tingkatan bukti B)

18
Terapi farmakologi:
1) ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACEI)
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.ACEI
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan
rumah sakit karenaperburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka
kelangsungan hidup
ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukanfungsi ginjal, hiperkalemia,
hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu
ACEIhanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar
kalium normal.
Indikasi pemberian ACEI
- Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala
Kontraindikasi pemberian ACEI
- Riwayat angioedema
- Stenosis renal bilateral
- Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L
- Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
- Stenosis aorta berat
Cara pemberian ACEI pada gagal jantung
Inisiasi pemberian ACEI
- Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit
- Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 - 2 minggu setelah
terapi ACEI
Naikan dosis secara titrasi
Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu.
- Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau
hiperkalemia. Dosis titrasi dapat dinaikan lebih cepat saat dirawat di
rumah sakit
- Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target
atau dosis maksimal yang dapat di toleransi

19
- Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai
dosis target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan
sekali
2) PENYEKAT β
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan
kelangsungan hidup
Indikasi pemberian penyekat β
- Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
- Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
- ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
- Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada
kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)
Kontraindikasi pemberian penyekat β
- Asma
- Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa
pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit)
Cara pemberian penyekat β pada gagal jantung
Inisiasi pemberian penyekat β
- Penyekat β dapat dimulai sebelum pulang dari rumah sakit pada
pasien dekompensasi secara hati-hati.
Naikan dosis secara titrasi
- Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu.
Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan gagal jantung, hipotensi
simtomatik atau bradikardi (nadi < 50 x/menit)
- Jika tidak ada masalah diatas, gandakan dosis penyekat β sampai dosis
target atau dosis maksimal yang dapat di toleransi
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian penyekat β:
- Hipotensi simtomatik

20
- Perburukan gagal jantung
- Bradikardia
3) ANTAGONIS ALDOSTERON
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil
harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan
gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa
hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan
meningkatkan kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian antagonis aldosteron
- Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
- Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
- Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan
ARB)
Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron
- Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L
- Serum kreatinin> 2,5 mg/dL
- Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
- Kombinasi ACEI dan ARB
Cara pemberian spironolakton (atau eplerenon) pada gagal jantung
Inisiasi pemberian spironolakton
- Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.
- Naikan dosis secara titrasi
- Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 4 - 8 minggu.
Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau
hiperkalemia.
- Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 dan 4 minggu
setelah menaikan dosis
- Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target
atau dosis maksimal yang dapat di toleransi

21
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian
spironolakton:
- Hiperkalemia
- Perburukan fungsi ginjal
- Nyeri dan/atau pembesaran payudara
4) ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB)
Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung
dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun
sudah diberikan ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat
antagonis aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel
dan kualitas hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung ARB direkomedasikan sebagai alternatif pada
pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi angka kematian
karena penyebab kardiovaskular.
Indikasi pemberian ARB
- Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
- Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat
(kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI
- ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan
hipotensi simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan
batuk
Kontraindikasi pemberian ARB
- Sama seperti ACEI, kecuali angioedema
- Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan
- Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan
bersama ACEI
Cara pemberian ARB pada gagal jantung
Inisiasi pemberian ARB
- Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.
- Dosis awal lihat
Naikan dosis secara titrasi

22
- Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu.
Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau
hiperkalemia
- Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target
atau dosis maksimal yang dapat ditoleransi
- Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai
dosis target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan
sekali
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian ARB:
- Sama sepertiACEI, kecuali ARB tidak menyebabkan batuk
5) DIURETIK
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis
atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B).Tujuan dari
pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan
hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai
kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.
Cara pemberian diuretik pada gagal jantung
- Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum
elektrolit
- Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong
- Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid
karena efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop.
Kombinasi keduanya dapat diberikan untuk mengatasi keadaan edema
yang resisten
Dosis diuretic
- Mulai dengan dosis kecil dan tingkatkan sampai perbaikan gejala dan
tanda kongesti
- Dosis harus disesuaikan, terutama setelah tercapai berat badan kering
(tanpa retensi cairan),untuk mencegah risiko gangguan ginjal dan
dehidrasi. Tujuan terapi adalah mempertahankan berat badan kering
dengan dosis diuretik minimal

23
- Pada pasien rawat jalan, edukasi diberikan agar pasien dapat mengatur
dosis diuretik sesuai kebutuhan berdasarkan pengukuran berat badan
harian dan tanda-tanda klinis dari retensi cairan
2.2.8 Prognosis
Angka mortalitas termasuk tinggi. Penyebab kematian umumnya karena
cardiac arrest atau multiple organ failure karena perfusi sistemik yang tidak
adequate untuk mencukupi kebutuhan metabolik.

2.3 Gagal Jantung Akut


2.3.1 Definisi

Gagal jantung akut adalah terminologi yang digunakan untuk


mendeskripsikan kejadian atau perubahan yang cepat dari tanda dan gejala gagal
jantung. Kondisi ini mengancam kehidupan dan harus ditangani dengan segera,
dan biasanya berujung pada hospitlisasi. Ada 2 jenis persentasi gagal jantung
akut, yaitu gagal jantung akut yang baru terjadi pertama kali ( de novo ) dan gagal
jantung dekompensasi akut pada gagal jantung kronis yang sebelumnya stabil.
Penyebab tersering dari gagal jantung akut adalah hipervolum atau hipertensi
pada pasien dengan gagal jantung diastolik.2

2.3.2 Faktor resiko


Tabel 2.2 Faktor resiko Gagal Jantung Akut
Keadaan yang menyebabkan gagal jantung secara Keadaan yang menyebabkan gagal jantung yang
cepat tidak terlalu cepat
 Gangguan takiaritmia atau bradikakardia yang  Infeksi ( termasuk infektif endocarditis )
berat  Eksaserbasi akut PPOK / asma
 Sindroma koroner akut  Anemia
 Komplikasi mekanis pada sindroma koroner  Disfungsi ginjal
akut (rupture septum intravetrikuler, akut  Ketidakpatuhan berobat
regurgitasi mitral, gagal jantung kanan)  Penyebab iatrogenik ( obat kortikosteroid,
 Emboli paru akut NSAID )
 Krisis hipertensi  Aritmia, bradikardia, dan
 Diseksi aorta gangguan konduksi yang tidak
 Tamponade jantung menyebabkan perubahan
 Masalah perioperative dan bedah mendadak laju nadi
 Kardiomiopati peripartum  Hipertensi tidak terkontrol
 Hiper dan hipotiroidisme
 Penggunaan obat terlarang dan alkohol
Sumber: ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 20122

24
2.3.3 Tatalaksana
Terdapat 3 tatalaksana yang harus dikerjaan pada evaluasi awal pasien sesak nafas
mendadak yang dicurigai gagal jantung akut, dijelaskan pada gambar 2.7

Gambar 2.7 Algoritma terapi farmakologis pada pasien yang telah


didiagnosis sebagai gagal jantung akut
Sumber: ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
20122
Pasien dengan edema/kongesti paru tanpa syok
 Diuretika loop (IV) driekomendasikan untuk mengurangi sesak nafas, dan kongesti.
Gejala , urin, fungsi renal dan elektrolit harus diawasi secara berkala selama
penggunaan diuretika IV
 Pemberian Oksigen dosis tinggi direkomendasikan bagi pasien dengan saturasi perifer
< 90% atau PaO2 < 60 mmHg, untukmemperbaiki hipoksemia
 Profilaksis tromboemboli direkomendasikan pada pasien yang belum mendapat
antikoagulan dan tidak memiliki kontraindikasi terhadap antikoagulan, untuk
menurunkan risiko deep vein thrombosis dan emboli paru
 Pemberian ventilasi non invasive (CPAP, dll) harus dipertimbangkan bagi pasien
dengan edema paru dan pernafasan
> 20x/ menit untuk mengurangi sesak nafas, mengurangi hiperkapnia dan asidosis.
Ventilasi non invasive dapat menurunkan tekanan darah dan tidak dipergunakan pada
pasien dengan tekanan darah sistolik < 85 mmHg
 Opium (IV) harus dipertimbangkan terutama bagi pasien yang gelisah, cemas atau
distress untuk menghilangkan gejala-gejala tersebut dan mengurangi sesak nafas.
Kesadaran dan usaha nafas harus diawasi secara ketat, karena pemberian obat ini dapat
menekan pernafasan
 Pemberian nitrat (IV) harus dipertimbangkan bagi pasien edema/ kongesti paru dengan
tekanan darah sistolik > 110 mmHg, yang tidak memiliki stenosis katup mitral dan

25
atau aorta, untuk menurunkan tekanan baji kapiler paru dan resistensi vascular
sistemik. Nitrat juga dapat menghilangkan dispnoe dan kongesti. Gejala dan tekanan
darah harus dimonitor secara ketat selama pemberian obat ini.
 Infus sodium nitroprusid dapat dipertimbangkan bagi pasien edema/ kongesti paru
dengan tekanan darah sistolik > 110 mmHg, yang tidak memiliki stenosis katup mitral
dan atau aorta, untuk menurunkan tekanan baji kapiler paru dan resistensi vascular
sistemik. Nitrat juga dapat menghilangkan dispnoe dan kongesti. Gejala dan tekanan
darah harus dimonitor secara ketat selama pemberian obat ini.
 Obat inotropic TIDAK direkomendasikan kecuali pasien mengalami hipotensi (
tekanan darah sistolik < 85 mmHg ), hipoperfusi atau syok, dikarenakan faktor
keamanannya (bias menyebabkan aritmia atrial/ventricular, iskemia miokard dan
kematian)
Pasien dengan hipotensi, hipoperfusi atau syok
 Kardioversi elektrik direkomendasikan bila aritmia ventricular atau atrial dianggap
sebagai penyebab ketidakstabilan hemodinamik, untuk mengembalikan irama sinus
dan memperbaiki kondisi klinis pasien
 Pemberian inotropic (IV) harus dipertimbangkan pada paien dengan hipotensi
(tekanan darah sistolik < 85 mmHg) dan atau hipoperfusi untuk meningkatkan curah
jantung, tekanan darah dan memperbaiki perfusi perifer. EKG harus domonitor secara
kontinu karena inotropic dapat menyebabkan aritmia dan iskmia miokardial
 Alat bantu sirkulasi mekanik untuk sementara perlu dipertimbangkan (sebagai
‘jembatan’ untuk pemulihan) pada paien yang tetap dalam keadaan hipoperfusi
walaupun sudah mendapat terapi inotropic dengan penyebab yang reversible (mis.
Miokarditis virus) atau berpotensial untuk menjalani tindakan intervensi (mis. Ruptur
septum intraventrikular)
 Levosimendan (IV) atau penghambat fosfodiesterase dapat dipertimbangakn untuk
mengatasi efek penyekat beta bila dipikirkan bahwa penyekat beta sebagai penyebab
hipoperfusi. EKG harus dimonitor karena obat ini bias menyebabkan aritmia dan atau
iskemia miokardial dan juga obat ini mempunyai efek vasodilator sehingga tkanan
darah juga harus dimonitor
 Vasopesor (mis. Dopamine atau norepinefrin) dapat dipertimbangakan bagi pasien
yang mengalami syok kardiogenik, walaupun sudah mendapat inotropic, untuk
meningkatkan tekanan darah dan perfusi organ vital. EKG harus dimonitor karena obat
ini dapat menyebabakan aritmia dan atau iskemia miokardial. Pemasangan monitor
tekanan darah intra-arterial juga harus dipertimbangkan
 Alat bantu sirkulasi mekanik untuk sementara juga harus dipertimbangalan pada
pasien yang mengalami perburukan kondisi dengan cepat sebelum evalusi klinis dan
diagnostic lengkap dapat dikerjakan tidak stabil
 Antagonis mineralokortikoid direkomendasikan untuk menurunkan risiko kematian dan
perawatan karena masalah cardiovascular pada pasein dengan fraksi ejeksi < 40%
 ACE (ARB) direkomendasikan bagi pasien dengan fraksi ejeksi < 40%, setelah
kondisi stabil, untuk mengurangi risiko kematian, infark miokard berulang dan
perawatan oleh karena gagal jantung
 Penyekat β direkomendasikan bagi pasien dengan fraksi ejeksi < 40 %, setelah kondisi
stabil, untuk mengurangi risiko kematian, infark miokard berulang dan perawatan oleh
karena gagal jantung
 Opiat (IV) harus dipertimbangkan untuk mengurangi nyeri iskemik yang hebat (dan
memperbaiki sesak nafas). Kesadaran dan usaha nafas harus dimonitor secara ketat
karena opiate dapat menyebabkan depresi pernafasan
Pasien dengan Fibrilasi Atrial dan laju ventrikuler yang cepat
 Pasien harus mendapat antikoagulan (mis.heparin) selama tidak ada kontraindikasi,
segera setelah dideteksi irama fibrilasi atrial, untuk mengurani risiko tromboemboli
 Kardioversi elektrik direkomendasikan pada pasien dengan hemodinamik yang tidak
stabil yang diharuskan untuk segera kembali ke irama sinus, untuk memperbaiki
kondisi klinis dengan cepat

26
 Kardioversi elektrik atau farmakologik dengan amiodaron harus dipertimbangkan
pada pasien yang diputuskan untuk kembali ke irama sinus tetapi( strategi‘kontrol
irama’ ). Stretegi ini hanya ditujukan bagi pasien yang baru pertama kali mengalami
fibrialsi atrial dengan durasi < 48 jam (atau pada pasien tanpa thrombus di appendiks
atrium kiri pada ekokardiografi transesofagus)
 Pemberian glikosida kardiak harus dipertimbangkan untuk mengontrol laju ventrikel
 Antiaritmia kelas I, tidak direkomendasikan karena pertimbangkan keamanannya
(meningkatkan risiko kematian dini), terutama pada pasien dengan disfungsi sistolik
Pasien dengan brakikardia berat atau blok jantung
 Pacu jantung direkomendasikan bagi pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil oleh
karena bardikardia berat atau blok jantung, untuk memperbaiki kondisi klinis pasien
Sumber: ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
20122

Sebelum pasien dipulangkan, harus dipastikan bahwa episode gagal jantung


sudah teratasi dengan baik, terutama tanda dan gejala kongesti sudah harus hilang,
dan dosis diuretic oral yang stabil sudah tercapai selama minimal 48 jam.Selain
itu regimen obat gagal jantung (ACEI/ ARB, penyekat β dengan atau tanpa MRA
sudah dioptimalkan dosisnya dengan baik, dan yang tidak kalah pentingnya adalah
edukasi kepada pasien dan keluarga.Target pengobatan pada setiap tahapan waktu
pada gagal jantung, dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Tujuan pengobatan pada gagal jantung akut
Segera ( UGD/ unit perawatan intensif )
 Mengobati gejala
 Memulihkan oksigenasi
 Memperbaiki hemodinamik dan perfusi organ
 Membatasi kerusakan jantung dan ginjal
 Mencegah tromboemboli
Meminimalkan lama perawatan intensif
Jangka menengah (Perawatan di ruangan)
 Stabilisasi kondisi pasien
 Inisiasi dan optimalisasi terapi farmakologi
Identifikasi etiologi dan komorbiditas yang berhubungan
Sebelum pulang dan jangka panjang
 Merencanakan strategi tindak lanjut
 Memasukan pasien ke dalam program manajemen penyakit secara keseluruhan
(edukasi, rehab, manajemen gizi, dll )
 Rencana untuk mengoptimalkan dosis obat gagal jantung
 Mencegah rehospitalisasi dini
 Memperbaiki gejalan kualitas hidup dan kelangsungan hidup
Memastikan dengan tepat alat bantu (bila memang diperlukan)
Sumber: ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
2008

2.3.4 Pencegahan
Tabel 2.4 Rekomendasi pencegahan rawat ulang 30-hari

27
Pada pasien yang mengalami gagal jantung akut direkomendasikan untuk pemberian diuretic secara
intra vena, baik bolus maupun infus agar lebih cepat mencapai status cairan yang baik
Pada pasien yang mengalami gagal jantung akut direkomendasikan untuk pemberian
vasodilator bila pasien sudah mendapat diuretic secara inta vena, baik bolus maupun
infus, tetapi masih tekanan darah masih tinggi,
agar lebih cepat mencapai status cairan yang baik
Pemberian ACEi atau ARB sebaiknya dilakukan pada saat pasien masih dalam keadaan
hipervolumia
Penilaian status volum yang dianjurkan
 Pengukuran JVP
 Perabaan hepar
 Penilaian edema tungkai
Ronki halus, bukan merupakan penanda utama status hipervolumia, terutama
pada pasien gagal jantung tingkat lanjut
MRA dapat diberikan lebih awal untuk meningkatkan diuresis dan memperbaiki angka mortalitas
maupun morbiditas

28
BAB III
KESIMPULAN

Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang


pasien harus memiliki tampilan berupa: gejala gagal jantung (nafas pendek yang
tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai atau tidak kelelahan),
tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki), adanya bukti
objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat.
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dan segala jenis penyakit jantung
kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal
jantung meliputi keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, meningkatkan
beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal (preload) meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum
ventrikel; beban akhir (afterload) meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis
aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark
miokardium dan kardiomiopati.
Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The New York
Heart Association (NYHA) membagi gagal jantung menjadi 4 kelas, berdasarkan
hubungannya dengan gejala dan jumlah atau usaha yang dibutuhkan untuk
menimbulkan gejala, sebagai berikut:13
1. Kelas I : Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan aktivitas
fisik, dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan sesak napas.
2. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat.
3. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan dari
kegiatan biasa sudah memberi gejala lelah, sesak napas.
4. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan
kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada walaupun saat
beristirahat.

29
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara
non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik
akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki
prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi
serta beratnya kondisi

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Pratama, Eka Putra. Gambaran Pasien Gagal Jantung Kongestif di Unit


2. USU;2016
3. Siswanto, Bambang dkk. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Edisi
Pertama. Jakarta: PERKI;2015
4. Salim, Agus. Karakteristik Pasien Ggal Jantung Kongestif Dengan Riwayat
Rawat Inap Ulang di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012. Sumatra
Utara: USU;2016
5. Sari, J.S.I. Cara Kerja Fungsi Anatomi Fisiologi Jantung Manusia. Unimus:
Semarang;2016
6. Belleza, Marianne. Cardiovascular System Anatomy and Physiology.
Nurseslabs (serial online) 2017 April (diakses 11 Oktober 2019). Diakses
dari: http://nurseslabs.com
7. Anonym. Heart Valves Anatomy Pictures. Medicinebtg (serial online) 2017
Juni (diakses 11 Oktober 2019). Diakses dari: http://medicinebtg.com
8. Gray, H.H, dkk. Lectures Notes: Kardiologi. Edisi Keempat Alih Bahasa.
Jakarta: Erlangga; 2005
9. Yancy, C.W, dkk. 2013 ACCF/AHA Guidelines for the Management of
Heart Failure. AHA 201; 128:e240–e327
10. Ponikowski, dkk. 2016 ESC Guidelines for the Diagnosis and Treatment of
Acute and Chronic Heart Failure. ESC 2016;37.hal.2129-2200
11. Sugeng, Barita Sitompul dan J. Irawan.Buku ajar kardiologi. jakarta : balai
penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia, 2004.hal 7 – 17,115 –
126
12. Wilson, Sylvia A. Price dan Lorraine M.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2006.hal.633-640
13. Greenberg, Barry H. Congestuve Heart Failure, Philadephia, USA:
Lipincott Williams & Wilkins 2007 ; hal.167-168
14. Oemar, Hamed. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : balai penerbit fakultas
kedokteran universitas indonesia. 2004. hal. 7-12
15. Kumar, Cotran, Robbins.Buku Ajar Patologi. Edisi 7 Volume 2. Jakarta :
EGC, 2007
16. Hauser K, Longo B, Jameson F. Harrison’s principle of internal medicine.
Edisi 16. 2005
17. Rose, Adam Alexander. Management of Patients With Coronary Vascular
Disorders. Slideplayer (serial online) 2015 (diakses 11 Oktober 2019).
Diakses dari: http://slideplayer.com
18. Gillespie ND. The diagnosis and management of chronic heart failure in the
older patient. British Medical Bulletin 2005;75 and 76: hal.49- 62.
19. Lee TH. Practice guidelines for heart failure management. In: Dec GW,
editors. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment.
New York: Marcel Dekker; 2005.hal.449-65.
20. Lee TH. Practice guidelines for heart failure management. In: Dec GW,
editors. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment.
New York: Marcel Dekker; 2005.hal.449-65.

31
21. Davis, Russell C. ABC of heart failure second edition, Australia: Blackwell
publishing 2006;hal. 10-11.
22. Grady KL, Dracus K, Kennedy G, at al. Team management of patients with
heart failure. A statement for healthcare professionals from The
Cardiovascular Nursing Councils of The American Heart Assiciation
Circulation 2000
23. Aru WS, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Penyakit Jantung
Kongenital pada Dewasa. Ed.4, Jilid.III. Jakarta Pusat : Interna Publishing
2007. Hal : 1641-1644
24. Iswanti, Sri Rinia Sari. Congestive Heart Failure NYHA IV ec Mitral
Regurgitasi. Makasar: Universitas Hasanudin;2016

32

Anda mungkin juga menyukai