PENDAHULUAN
1
Kondisi gagal jantung sering menimbulkan gejala sesak nafas, terutama
sewaktu melakukan aktivitas fisik dan sering terjadi pada stadium awal penyakit.
Sesak nafas sewaktu melakukan aktivitas fisik menunjukkan sensitivitas 84%
hingga 100% untuk menegakkan diagnosis gagal jantung. Di samping itu, sesak
nafas sewaktu berbaring menunjukkan sensitivitas 22% hingga 50%. Pasien dengan
gagal jantung memerlukan tambahan bantal untuk tidur di malam hari, yang
bertujuan untuk menghindari sesak nafas sewaktu berbaring.1
Gagal jantung merupakan manifestasi terakhir dan terburuk yang dapat
terjadi pada hampir semua jenis penyakit jantung seperti infark miokard, penyakit
jantung koroner, penyakit katup jantung, hipertensi, penyakit jantung bawaan dan
kardiomiopati. Semua kondisi yang dapat menyebabkan perubahan pada stuktur
dan fungsi jantung dapat menjadi faktor predisposisi untuk berkembang menjadi
gagal jantung.3
Penanganan gagal jantung rumit, sehingga setiap dokter membutuhkan
pengalaman dan pengetahuan tentang pedoman tata laksana yang berlaku saat ini.
Tujuan dari pengobatan pada pasien yang telah didiagnosis gagal jantung adalah
untuk meringankan gejala dan tanda (seperti edema), mencegah rawat inap, dan
meningkatkan kelangsungan hidup. Penanganan gagal jantung juga harus dilakukan
dengan prosedur yang sesuai dan tepat untuk meningkatkan keberhasilan
penatalaksanaan pasien gagal jantung.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
sedikit cairan yang berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah pergerakan
jantung.
2. Miokardium
Myo berarti "otot", merupakan lapisan tengah yang terdiri dari otot jantung,
membentuk sebagian besar dinding jantung. Serat-serat otot ini tersusun secara
spiral dan melingkari jantung. Lapisan otot ini yang akan menerima darah dari
arteri koroner.
3. Endokardium
Endo berarti "di dalam", adalah lapisan tipis endothelium, suatu jaringan epitel
unik yang melapisi bagian dalam seluruh sistem sirkulasi peredaran darah
4
sebuah sekat yang dinamakan dengan septum. Septum atau sekat ini adalah suatu
partisi otot kontinyu yang mencegah percampuran darah dari kedua sisi jantung.
5
seluruh tubuh melalui aorta. Atrium kiri menerima darah beroksigen dari paru-
paru melalui vena paru-paru. Sebagai kontraksi dipicu oleh node sinoatrial
kemajuan melalui atrium, darah melewati katup mitral ke ventrikel kiri.
3. Ventrikel Kanan
Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru-
paru melalui arteri pulmonalis. Ventrikel kanan menerima darah miskin oksigen
dari atrium kanan. Katup paru menuju ke arteri paru tertutup, memungkinkan
untuk mengisi ventrikel dengan darah. Setelah ventrikel penuh akan
berkontraksi. Akibat kontraksi ventrikel kanan, penutupan katup trikuspid dan
katup pulmonal terbuka. Penutupan katup trikuspid mencegah darah dari
ventrikel ke atrium kanan dan pembukaan katup pulmonal memungkinkan darah
mengalir ke arteri pulmonalis menuju paru-paru.
4. Ventrikel Kiri
Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan ke seluruh tubuh
melalui aorta. Ventrikel kiri menerima darah yang mengandung oksigen sebagai
dari atrium kiri. Darah melewati katup mitral ke ventrikel kiri. Katup aorta
menuju aorta tertutup, memungkinkan untuk mengisi ventrikel dengan darah.
Setelah ventrikel penuh, dan berkontraksi. Akibat kontraksi ventrikel kiri,
penutupan katup mitral dan katup aorta terbuka. Penutupan katup mitral
mencegah darah dari ventrikel ke atrium kiri dan pembukaan katup aorta
memungkinkan darah mengalir ke aorta dan mengalir ke seluruh tubuh.
D. Siklus Jantung Dan Sistem Peredaran Darah Jantung4
Siklus jantung termasuk dalam bagian dari fisiologi jantung itu sendiri. Jantung
ketika bekerja secara berselang-seling berkontraksi untuk mengosongkan isi
jantung dan juga berelaksasi dalam rangka mengisi darah kembali. siklus jantung
terdiri atas periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan juga periode diastol
(relaksasi dan pengisian jantung).
6
Atrium dan ventrikel mengalami siklus sistol dan diastol terpisah. Kontraksi
terjadi akibat penyebaran eksitasi (mekanisme listrik jantung) ke seluruh jantung.
Sedangkan relaksasi timbul setelah repolarisasi atau tahapan relaksasi dari otot
jantung.
7
dari 3 daun katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup
bila ventrikel kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari
ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis.
3. Katup Bikuspid (Bikuspidalis).
Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri menuju
ventrikel kiri. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup pada saat
kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup.
4. Katup Aorta.
Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta. Katup ini
akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga darah akan
mengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup pada saat ventrikel
kiri relaksasi, sehingga mencegah darah masuk kembali kedalam ventrikel kiri.
8
Menurut AHA, gagal jantung adalah suatu sindroma klinis kompleks yang
dihasilkan dari gangguan struktural maupun fungsional pada pengisian ventrikel
ataupun ejeksi darah. Sedangkan menurut ESC, gagal jantung adalah suatu
sindroma klisis yag dikarakteristika dengan gejala tipikal yang dapat disertai
dengan tanda gagal jantung dikarenakan abnormalitas struktural dan atau
fungsional jantung, menghasilkan penurunan cardiac output dan atau peningkatan
tekanan intrakardiak saat istirahat maupun selama melakukan aktifitas.8,9
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang
pasien harus memiliki tampilan berupa: gejala gagal jantung (nafas pendek yang
tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai atau tidak kelelahan),
tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki), adanya bukti
objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat.2
9
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.Di
Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang
lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika
Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Di
Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS
Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan
sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. Meskipun terapi gagal jantung mengalami
perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar
30-40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 5-10% dari pasien dengan
gejala gagal jantung yang ringan.10
Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin
meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang
utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan
hidup 5 tahun. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar
62% pada pria dan 42% wanita.10
2.2.3 Etiologi Gagal Jantung
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dan segala jenis penyakit jantung
kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal
jantung meliputi keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, meningkatkan
beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal (preload) meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum
ventrikel; beban akhir (afterload) meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis
aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark
miokardium dan kardiomiopati.10
Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, terdapat
faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal bekerja sebagai
pompa. Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel (misal, stenosis katup
atrioventrikularis) dapat menyebabkan gagal jantung. Keadaan-keadaan seperti
perikarditis konstriktif dan tamponade jantung mengakibatkan gagal jantung
melalui kombinasi beberapa efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan
10
ejeksi ventrikel. Dengan demikian jelas sekali bahwa tidak ada satupun mekanisme
fisiologik atau kombinasi berbagai mekanisme yang bertanggungjawab atas
terjadinya gagal jantung; efektivitas jantung sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh
berbagai gangguan patofisiologis. Penelitian terbaru menekankan pada peranan
TNF dalam perkembangan gagal jantung. Jantung normal tidak menghasilkan TNF,
namun jantung mengalami kegagalan menghasilkan TNF dalam jumlah banyak.10
Demikian juga, tidak satupun penjelasan biokimiawi yang diketahui berperan
dalam mekanisme dasar terjadinya gagal jantung. Kelainan yang mengakibatkan
gangguan kontraktilitas miokardium juga tidak diketahui. Diperkirakan
penyebabnya adalah kelainan hantaran kalsium dalam sarkomer, atau dalam sintesis
atau fungsi protein kontraktil. 11
Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui penekanan
sirkulasi yang mendadak dapat berupa disritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-
paru, serta emboli paru. Disritmia akan mengganggu fungsi mekanis jantung
dengan mengubah rangsangan listrik yang memulai respons mekanis, respons
mekanis yang sinkron dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung
yang stabil. Respons tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang meningkat. Emboli paru secara
mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan, memicu
terjadinya gagal jantung kanan. Penanganan gagal jantung yang efektif
membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme
fisiologis penyakit yang mendasari, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu
terjadinya gagal jantung.12
2.2.4 Klasifikasi Gagal Ginjal
Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The New York
Heart Association (NYHA) membagi gagal jantung menjadi 4 kelas, berdasarkan
hubungannya dengan gejala dan jumlah atau usaha yang dibutuhkan untuk
menimbulkan gejala, sebagai berikut:13
1. Kelas I : Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan aktivitas
fisik, dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan sesak napas.
11
2. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat.
3. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan dari
kegiatan biasa sudah memberi gejala lelah, sesak napas.
4. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan
kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada walaupun saat
beristirahat.
American College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA)
heart failure guidelines melengkapi klasifikasi NYHA untuk menggambarkan
perkembangan penyakit dan dibagi menjadi 4 stage, yaitu:14
1. Stage A pasien beresiko tinggi untuk gagal jantung tetapi tidak memiliki
penyakit jantung struktural atau gejala-gejala dari gagal jantung
2. Stage B pasien memiliki penyakit jantung struktural tetapi tidak memiliki
gejala-gejala dari gagal jantung
3. Stage C pasien memiliki penyakit jantung structural dan memiliki gejala-
gejala dari gagal jantung
4. Stage D pasien memiliki gagal jantung berat yang menuntut intervensi
khusus.
2.2.5 Patofisiologi Gagal Jantung
Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan pada
jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta
perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan
pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini
menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin–
Angiotensin–Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretik
peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas
jantung dapat terjaga.12
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac
output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta
vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul
12
berkelanjutan dapat menyebabkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis
yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan
nekrosis miokard fokal.12
Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin, angiotensin
II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang
poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan
noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang
pelepasan aldosteron. Aldosteron akanmenyebabkan retensi natrium dan air serta
meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta
berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.12,14
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng
memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial
Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan
menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide
(BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan
ANP. C-type natriureticpeptide terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan
saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan brain
natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan
kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus
vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena
peningkatan natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang
menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah
digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung.14,15
13
Gambar 2.5 Patofisiologi Gagal Jantung16
Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada
gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan pada pemberian
diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.2 Endotelin disekresikan oleh sel
endotel pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor yang poten
menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung
jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin
meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan
tekanan pulmonary arterycapillary wedge pressure, perlu perawatan dan kematian.
Telah dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor yang
bekerja menghambat terjadinya remodelling vaskular dan miokardial akibat
endotelin.14,15
Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan
kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri
menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering
adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan
kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit
14
jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 % penderita
gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita
gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik yang timbul
bersamaan meski dapat timbul sendiri.14,15
2.2.6 Penegakan Diagnosis Gagal Jantung
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan
penilaian klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto toraks,
biomarker, dan ekokardiografi Doppler.
1. Pasien segera diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik
dan karakteristik forward orbackward, left or right heart failure. Kriteria
diagnosis gagal jantung menurut Framingham Heart Study :17
a. Kriteria mayor :
1) Paroksismal nokturnal dispneu
2) Ronki paru
3) Edema akut paru
4) Kardiomegali
5) Gallop S3
6) Distensi vena leher
7) Refluks hepatojugular
8) Peningkatan tekanan vena jugularis
b. Kriteria minor :
1) Edema ekstremitas
2) Batuk malam hari
3) Hepatomegali
4) Dispnea d’effort
5) Efusi pleura
6) Takikardi (120x/menit)
7) Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
Kriteria mayor dan minor : Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam 5 hari
pengobatan. Diagnosis gagal jantung ditegakkan dengan dua kriteria mayor atau
satu kriteria mayor dan 2 kriteria minor.18
15
2. Pemeriksaan Penunjang19
a. Laboratorium Darah
- Pemeriksaan darah lengkap
- Kimia klinik (SGPT, SGOT, ureum, kreatinin, natrium, kalium, klorida,
kolesterol total, LDL, HDL)
b. Elektrokardiogram
Dalam kasus kardiogenik, elektrokardiogram (EKG) dapat menunjukkan
bukti MI ( Miocardium Infark ) atau iskemia, namun dalam kasus
noncardiogenic, EKG biasanya normal.12
c. Radiologi
1) Foto thoraks
Fungsi utama pemeriksaan foto thoraks adalah mengetahui ukuran dan
bentuk siluet jantung, serta edema di dasar paru-paru.29 Pada gagal jantung
hampir selalu ada dilatasi dari satu atau lebih pada ruang-ruang di jantung,
menghasilkan pembesaran pada jantung. Pemeriksaan radiologi
memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan bentuknya,
distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-kadang efusi pleura,
begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi
penyebab nonkardiak pada gejala pasien.12
2) Computed Tomography
CT scan jantung biasanya tidak diperlukan dalam diagnosis rutin dan
manajemen gagal jantung kongestif. Multichannel CT scan berguna dalam
menggambarkan kelainan bawaan dan katup, namun, ekokardiografi dan
pencitraan resonansi magnetik (MRI) dapat memberikan informasi yang
sama tanpa mengekspos pasien untuk radiasi pengion.20
3) Echocardiografi
Ekokardiografi dua dimensi dianjurkan sebagai bagian awal dari evaluasi
pasien dengan gagal jantung kongestif yang diketahui atau diduga. Fungsi
ventrikel dapat dievaluasi, dan kelainan katup primer dan sekunder dapat
dinilai secara akurat. Ekokardiografi Doppler mungkin memainkan peran
berharga dalam menentukan fungsi diastolik dan dalam menegakkan
16
diagnosis HF diastolik.29 Dua dimensi dan Ekokardiografi Doppler dapat
digunakan untuk menentukan kinerja sistolik dan diastolik LV(ventrikel
kiri), cardiac output (fraksi ejeksi), dan tekanan arteri pulmonalis dan
pengisian ventrikel. Echocardiography juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi penyakit katup penting secara klinis.Tingkat
kepercayaan di echocardiography adalah tinggi, dan tingkat temuan positif
palsu dan negatif palsu yang rendah.20
17
prognosis. Manajemen perawatan mandiri dapat didefnisikan sebagai
tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari
perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal
perburukan gagal jantung.
2) Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas
hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada
terapi farmakologi maupun non-farmakologi
3) Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan
berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas
pertmbangan dokter
4) Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien
dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada
semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan
keuntungan klinis
5) Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal
jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung,
mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup
6) Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik
stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di
rumah sakit atau di rumah
7) Aktivitas seksual
Penghambat 5-phosphodiesterase (contoh: sildenafil) mengurangi tekanan
pulmonal tetapi tidak direkomendasikan pada gagal jantung lanjut dan
tidak boleh dikombinasikan dengan preparat nitrat (kelas rekomendasi III,
tingkatan bukti B)
18
Terapi farmakologi:
1) ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACEI)
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.ACEI
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan
rumah sakit karenaperburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka
kelangsungan hidup
ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukanfungsi ginjal, hiperkalemia,
hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu
ACEIhanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar
kalium normal.
Indikasi pemberian ACEI
- Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala
Kontraindikasi pemberian ACEI
- Riwayat angioedema
- Stenosis renal bilateral
- Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L
- Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
- Stenosis aorta berat
Cara pemberian ACEI pada gagal jantung
Inisiasi pemberian ACEI
- Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit
- Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 - 2 minggu setelah
terapi ACEI
Naikan dosis secara titrasi
Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu.
- Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau
hiperkalemia. Dosis titrasi dapat dinaikan lebih cepat saat dirawat di
rumah sakit
- Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target
atau dosis maksimal yang dapat di toleransi
19
- Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai
dosis target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan
sekali
2) PENYEKAT β
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan
kelangsungan hidup
Indikasi pemberian penyekat β
- Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
- Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
- ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
- Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada
kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)
Kontraindikasi pemberian penyekat β
- Asma
- Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa
pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit)
Cara pemberian penyekat β pada gagal jantung
Inisiasi pemberian penyekat β
- Penyekat β dapat dimulai sebelum pulang dari rumah sakit pada
pasien dekompensasi secara hati-hati.
Naikan dosis secara titrasi
- Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu.
Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan gagal jantung, hipotensi
simtomatik atau bradikardi (nadi < 50 x/menit)
- Jika tidak ada masalah diatas, gandakan dosis penyekat β sampai dosis
target atau dosis maksimal yang dapat di toleransi
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian penyekat β:
- Hipotensi simtomatik
20
- Perburukan gagal jantung
- Bradikardia
3) ANTAGONIS ALDOSTERON
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil
harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan
gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa
hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan
meningkatkan kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian antagonis aldosteron
- Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
- Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
- Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan
ARB)
Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron
- Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L
- Serum kreatinin> 2,5 mg/dL
- Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
- Kombinasi ACEI dan ARB
Cara pemberian spironolakton (atau eplerenon) pada gagal jantung
Inisiasi pemberian spironolakton
- Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.
- Naikan dosis secara titrasi
- Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 4 - 8 minggu.
Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau
hiperkalemia.
- Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 dan 4 minggu
setelah menaikan dosis
- Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target
atau dosis maksimal yang dapat di toleransi
21
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian
spironolakton:
- Hiperkalemia
- Perburukan fungsi ginjal
- Nyeri dan/atau pembesaran payudara
4) ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB)
Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung
dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun
sudah diberikan ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat
antagonis aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel
dan kualitas hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung ARB direkomedasikan sebagai alternatif pada
pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi angka kematian
karena penyebab kardiovaskular.
Indikasi pemberian ARB
- Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
- Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat
(kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI
- ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan
hipotensi simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan
batuk
Kontraindikasi pemberian ARB
- Sama seperti ACEI, kecuali angioedema
- Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan
- Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan
bersama ACEI
Cara pemberian ARB pada gagal jantung
Inisiasi pemberian ARB
- Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.
- Dosis awal lihat
Naikan dosis secara titrasi
22
- Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu.
Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau
hiperkalemia
- Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target
atau dosis maksimal yang dapat ditoleransi
- Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai
dosis target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan
sekali
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian ARB:
- Sama sepertiACEI, kecuali ARB tidak menyebabkan batuk
5) DIURETIK
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis
atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B).Tujuan dari
pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan
hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai
kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.
Cara pemberian diuretik pada gagal jantung
- Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum
elektrolit
- Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong
- Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid
karena efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop.
Kombinasi keduanya dapat diberikan untuk mengatasi keadaan edema
yang resisten
Dosis diuretic
- Mulai dengan dosis kecil dan tingkatkan sampai perbaikan gejala dan
tanda kongesti
- Dosis harus disesuaikan, terutama setelah tercapai berat badan kering
(tanpa retensi cairan),untuk mencegah risiko gangguan ginjal dan
dehidrasi. Tujuan terapi adalah mempertahankan berat badan kering
dengan dosis diuretik minimal
23
- Pada pasien rawat jalan, edukasi diberikan agar pasien dapat mengatur
dosis diuretik sesuai kebutuhan berdasarkan pengukuran berat badan
harian dan tanda-tanda klinis dari retensi cairan
2.2.8 Prognosis
Angka mortalitas termasuk tinggi. Penyebab kematian umumnya karena
cardiac arrest atau multiple organ failure karena perfusi sistemik yang tidak
adequate untuk mencukupi kebutuhan metabolik.
24
2.3.3 Tatalaksana
Terdapat 3 tatalaksana yang harus dikerjaan pada evaluasi awal pasien sesak nafas
mendadak yang dicurigai gagal jantung akut, dijelaskan pada gambar 2.7
25
atau aorta, untuk menurunkan tekanan baji kapiler paru dan resistensi vascular
sistemik. Nitrat juga dapat menghilangkan dispnoe dan kongesti. Gejala dan tekanan
darah harus dimonitor secara ketat selama pemberian obat ini.
Infus sodium nitroprusid dapat dipertimbangkan bagi pasien edema/ kongesti paru
dengan tekanan darah sistolik > 110 mmHg, yang tidak memiliki stenosis katup mitral
dan atau aorta, untuk menurunkan tekanan baji kapiler paru dan resistensi vascular
sistemik. Nitrat juga dapat menghilangkan dispnoe dan kongesti. Gejala dan tekanan
darah harus dimonitor secara ketat selama pemberian obat ini.
Obat inotropic TIDAK direkomendasikan kecuali pasien mengalami hipotensi (
tekanan darah sistolik < 85 mmHg ), hipoperfusi atau syok, dikarenakan faktor
keamanannya (bias menyebabkan aritmia atrial/ventricular, iskemia miokard dan
kematian)
Pasien dengan hipotensi, hipoperfusi atau syok
Kardioversi elektrik direkomendasikan bila aritmia ventricular atau atrial dianggap
sebagai penyebab ketidakstabilan hemodinamik, untuk mengembalikan irama sinus
dan memperbaiki kondisi klinis pasien
Pemberian inotropic (IV) harus dipertimbangkan pada paien dengan hipotensi
(tekanan darah sistolik < 85 mmHg) dan atau hipoperfusi untuk meningkatkan curah
jantung, tekanan darah dan memperbaiki perfusi perifer. EKG harus domonitor secara
kontinu karena inotropic dapat menyebabkan aritmia dan iskmia miokardial
Alat bantu sirkulasi mekanik untuk sementara perlu dipertimbangkan (sebagai
‘jembatan’ untuk pemulihan) pada paien yang tetap dalam keadaan hipoperfusi
walaupun sudah mendapat terapi inotropic dengan penyebab yang reversible (mis.
Miokarditis virus) atau berpotensial untuk menjalani tindakan intervensi (mis. Ruptur
septum intraventrikular)
Levosimendan (IV) atau penghambat fosfodiesterase dapat dipertimbangakn untuk
mengatasi efek penyekat beta bila dipikirkan bahwa penyekat beta sebagai penyebab
hipoperfusi. EKG harus dimonitor karena obat ini bias menyebabkan aritmia dan atau
iskemia miokardial dan juga obat ini mempunyai efek vasodilator sehingga tkanan
darah juga harus dimonitor
Vasopesor (mis. Dopamine atau norepinefrin) dapat dipertimbangakan bagi pasien
yang mengalami syok kardiogenik, walaupun sudah mendapat inotropic, untuk
meningkatkan tekanan darah dan perfusi organ vital. EKG harus dimonitor karena obat
ini dapat menyebabakan aritmia dan atau iskemia miokardial. Pemasangan monitor
tekanan darah intra-arterial juga harus dipertimbangkan
Alat bantu sirkulasi mekanik untuk sementara juga harus dipertimbangalan pada
pasien yang mengalami perburukan kondisi dengan cepat sebelum evalusi klinis dan
diagnostic lengkap dapat dikerjakan tidak stabil
Antagonis mineralokortikoid direkomendasikan untuk menurunkan risiko kematian dan
perawatan karena masalah cardiovascular pada pasein dengan fraksi ejeksi < 40%
ACE (ARB) direkomendasikan bagi pasien dengan fraksi ejeksi < 40%, setelah
kondisi stabil, untuk mengurangi risiko kematian, infark miokard berulang dan
perawatan oleh karena gagal jantung
Penyekat β direkomendasikan bagi pasien dengan fraksi ejeksi < 40 %, setelah kondisi
stabil, untuk mengurangi risiko kematian, infark miokard berulang dan perawatan oleh
karena gagal jantung
Opiat (IV) harus dipertimbangkan untuk mengurangi nyeri iskemik yang hebat (dan
memperbaiki sesak nafas). Kesadaran dan usaha nafas harus dimonitor secara ketat
karena opiate dapat menyebabkan depresi pernafasan
Pasien dengan Fibrilasi Atrial dan laju ventrikuler yang cepat
Pasien harus mendapat antikoagulan (mis.heparin) selama tidak ada kontraindikasi,
segera setelah dideteksi irama fibrilasi atrial, untuk mengurani risiko tromboemboli
Kardioversi elektrik direkomendasikan pada pasien dengan hemodinamik yang tidak
stabil yang diharuskan untuk segera kembali ke irama sinus, untuk memperbaiki
kondisi klinis dengan cepat
26
Kardioversi elektrik atau farmakologik dengan amiodaron harus dipertimbangkan
pada pasien yang diputuskan untuk kembali ke irama sinus tetapi( strategi‘kontrol
irama’ ). Stretegi ini hanya ditujukan bagi pasien yang baru pertama kali mengalami
fibrialsi atrial dengan durasi < 48 jam (atau pada pasien tanpa thrombus di appendiks
atrium kiri pada ekokardiografi transesofagus)
Pemberian glikosida kardiak harus dipertimbangkan untuk mengontrol laju ventrikel
Antiaritmia kelas I, tidak direkomendasikan karena pertimbangkan keamanannya
(meningkatkan risiko kematian dini), terutama pada pasien dengan disfungsi sistolik
Pasien dengan brakikardia berat atau blok jantung
Pacu jantung direkomendasikan bagi pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil oleh
karena bardikardia berat atau blok jantung, untuk memperbaiki kondisi klinis pasien
Sumber: ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
20122
2.3.4 Pencegahan
Tabel 2.4 Rekomendasi pencegahan rawat ulang 30-hari
27
Pada pasien yang mengalami gagal jantung akut direkomendasikan untuk pemberian diuretic secara
intra vena, baik bolus maupun infus agar lebih cepat mencapai status cairan yang baik
Pada pasien yang mengalami gagal jantung akut direkomendasikan untuk pemberian
vasodilator bila pasien sudah mendapat diuretic secara inta vena, baik bolus maupun
infus, tetapi masih tekanan darah masih tinggi,
agar lebih cepat mencapai status cairan yang baik
Pemberian ACEi atau ARB sebaiknya dilakukan pada saat pasien masih dalam keadaan
hipervolumia
Penilaian status volum yang dianjurkan
Pengukuran JVP
Perabaan hepar
Penilaian edema tungkai
Ronki halus, bukan merupakan penanda utama status hipervolumia, terutama
pada pasien gagal jantung tingkat lanjut
MRA dapat diberikan lebih awal untuk meningkatkan diuresis dan memperbaiki angka mortalitas
maupun morbiditas
28
BAB III
KESIMPULAN
29
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara
non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik
akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki
prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi
serta beratnya kondisi
30
DAFTAR PUSTAKA
31
21. Davis, Russell C. ABC of heart failure second edition, Australia: Blackwell
publishing 2006;hal. 10-11.
22. Grady KL, Dracus K, Kennedy G, at al. Team management of patients with
heart failure. A statement for healthcare professionals from The
Cardiovascular Nursing Councils of The American Heart Assiciation
Circulation 2000
23. Aru WS, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Penyakit Jantung
Kongenital pada Dewasa. Ed.4, Jilid.III. Jakarta Pusat : Interna Publishing
2007. Hal : 1641-1644
24. Iswanti, Sri Rinia Sari. Congestive Heart Failure NYHA IV ec Mitral
Regurgitasi. Makasar: Universitas Hasanudin;2016
32