1 - Perspektif Jaringan Terhadap Komorbiditas Depresi Pada Remaja Dengan Gangguan Obsesif
1 - Perspektif Jaringan Terhadap Komorbiditas Depresi Pada Remaja Dengan Gangguan Obsesif
Payton J. Jones a,*, Patrick Mair a, Bradley C. Riemann b, Beth L. Mugno b, Richard J. McNally a
a
Departemen Psikologi, Universitas Harvard, 33 Kirkland Street, Cambridge, MA, 02138, Amerika
Serikat
b
Pusat Gangguan Obsesif-Kompulsif (OCD) dan Layanan Terapi Perilaku Kognitif, Rumah Sakit
Memorial Rogers, 34700 Valley Road, Oconomowoc, WI, 53066, Amerika Serikat
ABSTRAK
Orang- orang dengan gangguan obsesif-kompulsif (OCD) sering mengalami depresi, di
mana depresi merupakan suatu komorbiditas yang terkait dengan keparahan gejala-
gejala dan risiko bunuh diri yang lebih besar. Kami memeriksa hubungan di antara
gangguan obsesif-kompulsif (OCD) dan gejala- gejala depresi pada 87 orang remaja
dengan gangguan obsesif-kompulsif (OCD) primer. Kami menghitung jaringan asosiasi,
LASSO grafis, dan grafik asiklik yang diarahkan (DAG) untuk memodelkan interaksi
gejala- gejala. Model menunjukkan gangguan obsesif-kompulsif (OCD) dan depresi
sebagai sindrom terpisah yang dihubungkan oleh gejala- gejala jembatan. Jembatan di
antara dua gangguan muncul di antara masalah obsesi pada sindrom gangguan obsesif-
kompulsif (OCD), dan rasa bersalah, masalah konsentrasi, dan kesedihan dalam
sindrom depresi. Suatu jaringan terarah menunjukkan bahwa gejala- gejala gangguan
obsesif-kompulsif (OCD) secara langsung mendahului gejala- gejala depresi. Penurunan
konsentrasi muncul sebagai simpul yang sangat sentral yang mungkin khas untuk
remaja. Kami menyimpulkan bahwa pendekatan jaringan untuk gangguan mental
memberikan cara baru untuk memahami etiologi dan pemeliharaan komorbid gangguan
obsesif-kompulsif (OCD)-depresi. Analisis jaringan dapat meningkatkan penelitian dan
pengobatan sindrom gangguan mental dengan menghasilkan hipotesis mengenai
struktur gejala- gejala kausal potensial dan dengan mengidentifikasi gejala- gejala yang
dapat menjembatani gangguan.
1. Pendahuluan
Gangguan obsesif-kompulsif (OCD) adalah sindrom yang melemahkan dan
persisten yang mempengaruhi baik remaja maupun orang dewasa. Hal ini ditandai
dengan pikiran dan dorongan intrusif yang sensitif, dan oleh pikiran dan tindakan
kompulsif yang dirancang untuk menghilangkan penderitaan yang disebabkan oleh
obsesi-obsesi ini (Asosiasi Psikiatrik Amerika, 2013).
Depresi adalah komorbiditas umum pada pasien dengan gangguan obsesif-
kompulsif (OCD) dengan tingkat seumur hidup diperkirakan 62,7-78,2% (Millet dan
kawan- kawan, 2004; Pinto, Mancebo, Eisen, Pagano, & Rasmussen, 2006). Resiko
tinggi dari usaha bunuh diri (Kamath, Reddy, & Kandavel, 2007; Torres dan kawan-
kawan, 2011), cacat fungsional (Storch, Abramowitz, & Keeley, 2009), dan
peningkatan keparahan gejala- gejala gangguan obsesif-kompulsif (OCD) (Brown,
Lester, Jassi, Heyman, & Krebs, 2015) di antara mereka dengan komorbiditas depresi
yang mengkhawatirkan. Meskipun komorbiditas depresi adalah umum dan secara klinis
penting, mekanisme komorbiditas ini kurang dipahami.
Mungkin pandangan yang paling umum adalah bahwa depresi dapat muncul
sebagai akibat dari gangguan fungsional, sifat kronis gangguan obsesif-kompulsif
(OCD) (Anholt dan kawan- kawan, 2011; Huppert dan kawan- kawan, 2009; Ricciardi
& McNally, 1995; Storch dan kawan- kawan, 2009; Zandberg dan kawan- kawan,
2015). Dengan demikian, banyak peneliti mendukung pandangan bahwa gejala- gejala
gangguan obsesif-kompulsif (OCD) harus diberikan preseden dalam pengobatan (Meyer
dan kawan- kawan, 2014; Storch dan kawan- kawan, 2009; Zandberg dan kawan-
kawan, 2015). Memang, komorbiditas depresi biasanya tidak menghambat hasil
pengobatan untuk gangguan obsesif-kompulsif (OCD) (Olatunji, Davis, Powers, &
Smits, 2013). Namun, beberapa bukti yang bertentangan menunjukkan gejala- gejala
depresi dapat mempengaruhi jalannya gangguan obsesif-kompulsif (OCD) (Rickelt dan
kawan- kawan, 2016), dan dapat menghambat pengobatan gangguan obsesif-kompulsif
(OCD) ketika depresi berat (Foa, 1979). Yang lain berpendapat bahwa penyakit
penyerta ini terjadi karena dua gangguan berbagi kewajiban genetik, bukan karena
hubungan kausal di antara kedua gangguan (Bolhuis dan kawan- kawan, 2014).
Teori jaringan gangguan mental yang muncul memberikan cara baru untuk
memahami psikopatologi, dan menawarkan pandangan baru pada komorbiditas
kompleks ini. Ini berasal dari model kategoris dan diional tradisional yang
mengandaikan entitas penyakit yang mendasari sebagai penyebab umum munculnya
gejala- gejala dan kovarian (Borsboom & Cramer, 2013; Cramer, Waldorp, van der
Maas, & Borsboom, 2010). Model penyakit kategoris (atau dimensi) laten secara akurat
mencirikan banyak gangguan medis nonpsikiatri: pertimbangkan, misalnya, infeksi
rhinovirus (flu biasa). Bayangkan seseorang dengan pilek yang memiliki tenggorokan
kering dan hidung meler. Dalam model penyakit, tenggorokan kering dan pilek terjadi
bersama-sama, tetapi mereka tidak menyebabkan satu sama lain. Mereka berdua
disebabkan oleh variabel ketiga: penyakit. Dengan kata lain, tenggorokan kering dan
pilek bersifat mandiri secara lokal; mereka berbagi penyebab umum, tetapi tidak saling
memengaruhi secara kausal (Borsboom, Mellenbergh, & van Heerden, 2003).
Sayangnya, model kategoris dan dimensi telah melihat keberhasilan yang
terbatas dalam menerangi mekanisme gangguan mental. Hal ini menyebabkan beberapa
orang berhipotesis bahwa penyebab laten yang ditelusuri lama mungkin tidak ada
(Borsboom & Cramer, 2013; McNally, 2016). Jika penyebab laten gangguan mental
tidak ada, bagaimana gejala- gejala muncul, dan mengapa mereka sering merenung?
Teori jaringan gangguan mental menegaskan bahwa symptoms gangguan mental saling
menyebabkan di loop umpan balik yang menetap ke equilibria mandiri (Borsboom &
Cramer, 2013; McNally, 2016). Dalam pandangan ini, memiliki gangguan mental
berarti memiliki pola gejala- gejala berbahaya yang bertahan setelah stressor eksternal
telah mereda (misalnya, histeresis; Cramer dan kawan- kawan, 2016).
Teori jaringan mengkonseptualisasikan gejala- gejala gangguan mental sebagai
konstitutif dari gangguan, daripada mencerminkan suatu entitas penyakit yang
mendasari. Jaringan menggambarkan komponen sistem (lingkaran) dan tautan di antara
masing-masing komponen ini (sisi). Dalam jaringan psiko-patologi, lingkaran umumnya
sesuai dengan gejala- gejala (Borsboom, 2016). Memodelkan asosiasi gejala- gejala
dapat membantu menjelaskan etiologi dan pemeliharaan gangguan mental.
Pertimbangkan model jaringan hipotetis depresi pada pasien tertentu bernama
John. Kesulitan hubungan membuat John merasa sedih dan bersalah. Kesedihan dan
kesalahannya membuat tidur menjadi sulit, dan pagi berikutnya dia merasa lelah dengan
konsentrasi yang terganggu. Gejala- gejala-gejala- gejala ini membuatnya merasa lebih
khawatir dan sedih, yang berputar balik dengan menyebabkan gangguan tidur yang
lebih besar pada hari berikutnya. Setelah beberapa minggu gejala- gejala konstan, John
melihat seorang profesional dan didiagnosis dengan depresi klinis. Apa yang
menyebabkan dan mempertahankan depresi John? Tidak ada penyakit yang mendasari
yang terlibat. Sebaliknya, peristiwa eksternal (hubungan yang berbeda) mengaktifkan
gejala- gejala dalam jaringan (kesedihan dan rasa bersalah), yang menciptakan rantai
perulangan tambahan, gejala- gejala terkait.
Sehubungan dengan komorbiditas, pendekatan jaringan juga menawarkan
wawasan baru. Ketika gejala- gejala di antara dua gangguan yang berbeda terkait,
memiliki satu gangguan dapat mengaktifkan gangguan lain. Mengidentifikasi gejala-
gejala jembatan tersebut dapat menjelaskan bagaimana komorbiditas berkembang dan
membantu kita memahami mengapa komorbiditas terjadi pada beberapa individu tetapi
tidak pada orang lain. Sebagai contoh, jika kita menganggap bahwa rasa bersalah adalah
gejala- gejala jembatan di antara gangguan obsesif-kompulsif (OCD) dan depresi, maka
seorang pasien yang merasa bersalah tentang gejala- gejala gangguan obsesif-kompulsif
(OCD)-nya akan berisiko lebih besar untuk depresi dibandingkan dengan pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif (OCD) yang sama beratnya, tetapi yang melakukan tidak
merasa sangat bersalah. Oleh karena itu akan bijaksana bagi dokter untuk menargetkan
gejala- gejala jembatan ini secara terapi untuk menggagalkan munculnya komorbiditas.
McNally, Mair, Mugno, dan Riemann (2017b) memeriksa gejala- gejala
gangguan obsesif-kompulsif (OCD) dan depresi pada 408 orang pasien dewasa dengan
gangguan obsesif-kompulsif (OCD) primer. Analisis mereka mengungkapkan bahwa
kesedihan, anhedonia dan gangguan obsesi terkait adalah gejala- gejala dengan tingkat
koneksi tertinggi ke gejala- gejala lain. Model mereka juga meramalkan bahwa gejala-
gejala gangguan obsesif-kompulsif (OCD) mengarah ke gejala- gejala depresi ketika
gangguan obsesif mengarah ke kesedihan, konsisten dengan pandangan bahwa
gangguan obsesif-kompulsif (OCD) dapat mendahului gejala- gejala depresi pada orang
dewasa (Anholt dan kawan- kawan, 2011).
Gangguan obsesif-kompulsif (OCD) dan depresi komorbid bermanifestasi
dengan berbeda tergantung pada usia. Meskipun gangguan obsesif-kompulsif (OCD)
pada anak-anak dan remaja secara umum mirip dengan gangguan obsesif-kompulsif
(OCD) dewasa, ia memiliki beberapa ciri khas. gangguan obsesif-kompulsif (OCD)
pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan,
sedangkan gangguan obsesif-kompulsif (OCD) dewasa lebih sering terjadi pada wanita
daripada pria (Karno, Golding, Sorenson, & Burnam, 1988; Shafran, 2001). Depresi
komorbid lebih sering terjadi pada orang dewasa dan remaja (78% & 62%, masing-
masing) dibandingkan pada anak-anak (39%), sedangkan gangguan komorbid Tourette
lebih sering terjadi pada anak-anak (25%) dibandingkan remaja (9%) atau orang dewasa
(6% ; Geller dan kawan- kawan, 2001). Mereka dengan onset dini kasus gangguan
obsesif-kompulsif (OCD) memiliki tingkat depresi komorbiditas seumur hidup yang
lebih rendah (73,4%) dibandingkan mereka dengan gangguan obsesif-kompulsif (OCD)
onset lambat (81,2%; Millet dan kawan- kawan, 2004). Gangguan gangguan komorbid
seperti gangguan defleksi oposisi dan ADHD lebih sering terjadi pada remaja
dibandingkan orang dewasa (Geller dan kawan- kawan, 2001; Hanna, 1995).
Dalam penelitian ini, kami menggunakan analisis jaringan untuk mengeksplorasi
hubungan fungsional yang mungkin di antara gangguan obsesif-kompulsif (OCD) dan
gejala- gejala depresi di remaja akan menjalani perawatan untuk gangguan obsesif-
kompulsif (OCD). Kami memiliki dua tujuan utama. Tujuan pertama kami adalah untuk
lebih mengembangkan model jaringan komorbiditas gangguan obsesif-kompulsif
(OCD)-depresi. Tujuan kedua kami adalah untuk menguji perbedaan yang muncul di
antara jaringan remaja komorbiditas gangguan obsesif-kompulsif (OCD)-depresi dan
jaringan dewasa di McNally dan kawan- kawan (2017b).
2. Metode
2.2. Ukuran
2.2.1. Laporan Skala Kompas Diri Obsesif Yale-Brown Anak-Anak (CYBOCS-SR;
Scahill dan kawan- kawan, 1997)
CY-BOCS-SR adalah kuesioner laporan diri yang mengevaluasi tingkat
keparahan gejala- gejala gangguan obsesif-kompulsif (OCD) selama minggu
sebelumnya. Skala mencakup 10 item Likert lima poin yang dijumlahkan dengan skor
yang berkisar dari 0 hingga 40 (skor 16 atau di atas berarti keparahan yang signifikan
secara klinis). Reliabilitas dan validitas dari versi laporan diri dari skala adalah
memuaskan (Scahill dan kawan- kawan, 1997). Nilai rata- rata dalam sampel kami
adalah 26,1 (SD = 5,8, rentang = 24; Conelea, Schmidt, Leonard, Riemann, & Cahill,
2012). 10 pertanyaan dalam CY-BOCS-SR sesuai dengan 10 pertanyaan dalam skala
dewasa (Y-BOCS; Goodman dan kawan- kawan, 1989). Untuk angka-angka kami, kami
menggunakan singkatan berikut untuk gejala- gejala CY-BOCS-SR: 1) obtime (waktu
munculnya pikiran obsesif), 2) obinterfer (gangguan dalam kehidupan seseorang karena
pikiran obsesif), 3) obdistress (gangguan yang terkait dengan pikiran obsesif), 4)
obresist (obsesi yang sulit dibantah), 5) obcontrol (kesulitan mengendalikan obsesi), 6)
comptime (waktu yang dihabiskan untuk melakukan perilaku kompulsif), 7) compinterf
(gangguan dalam kehidupan seseorang karena perilaku kompulsif), 8) compdis (distress
yang terkait dengan perilaku kompulsif), 9) compresis (compulsi yang berlawanan), dan
10) compcont (di trolling compulsions).
2.2.2. Inventarisasi cepat dari Symptomatology Depresif (QIDS-SR; Rush dan kawan-
kawan, 2003)
QIDS-SR adalah kuesioner laporan diri yang mengevaluasi kejanggalan gejala-
gejala depresi. Skala ini mencakup 16 item Likert empat poin yang menjumlahkan total
skor mulai dari 0 hingga 64. Reliabilitas dan validitas skala memuaskan (Rush dan
kawan- kawan, 2003). Skor rata- rata dalam sampel kami adalah 10,7 (SD = 5,9, rentang
= 25). Untuk angka-angka kami, kami menggunakan singkatan berikut untuk gejala-
gejala-gejala- gejala QIDS: 1) insomnia (sulit tidur), 2) insomnia tengah (tidur susah
tidur di malam hari), 3) insomnia akhir (bangun terlalu pagi), 4) hipersomnia (tidur
terlalu banyak) ), 5) sedih (merasa sedih), 6) decappetite (penurunan nafsu makan), 7)
incappetite (peningkatan nafsu makan) (peningkatan nafsu makan), 8) penurunan berat
badan (penurunan berat badan dalam dua minggu terakhir), 9) peningkatan berat badan
(peningkatan berat badan dalam waktu yang terakhir) dua minggu), 10) concen
(gangguan dalam konsentrasi / pengambilan keputusan), 11) rasa bersalah (pandangan
menyalahkan diri sendiri), 12) bunuh diri (pikiran kematian atau bunuh diri), 13)
antheronia (kehilangan kepentingan umum) , 14) kelelahan (tingkat energi rendah), 15)
menghambat (perasaan melambat), dan 16) gelisah (merasa gelisah).
2.4. Analisis
2.4.1. Jaringan asosiasi dan analisis komunitas
Menggunakan paket qgraph R (Epskamp, Cramer, Waldorp, Schmittman, &
Borsboom, 2012; R Core Team, 2017), kami menghitung jaringan asosiasi yang
menggambarkan korelasi produk-momen Pearson di antara pasangan lingkaran. Hanya
korelasi terkuat yang muncul dalam grafik (r> | .25 |). Jaringan yang dihasilkan adalah
gambaran grafis dari matriks korelasi.
Kami kemudian melakukan analisis untuk menguji komunitas lingkaran di
jaringan ini. Komunitas adalah kelompok lingkaran yang interkoneksinya sangat padat.
Dalam jaringan psikopatologi, komunitas sering correspond ke subjaringan sindrome
dalam jaringan yang lebih besar (misalnya, sekelompok gejala- gejala kesedihan versus
sekelompok gejala- gejala depresi; Robinaugh, LeBlanc, Vuletich, & McNally, 2014).
Analisis komunitas adalah pendekatan matematis untuk mengidentifikasi subjaringan
dalam struktur jaringan yang lebih besar (Fortunato, 2010).
Niat kami dalam menggunakan analisis komunitas adalah untuk menentukan
apakah gangguan obsesif-kompulsif (OCD) dan depresi dapat dideteksi secara andal
sebagai komunitas yang terpisah. Kami menggunakan metode deteksi komunitas spin-
glass serta empat metode tambahan untuk memastikan stabilitas struktur komunitas di
seluruh metodologi. Kami menggunakan fungsi-fungsi berikut dari paket R igraph
(Csardi & Nepusz, 2006) untuk mendeteksi komunitas: spin-glass
(spinglass.community), walk-trap (walktrap.community), vektor eigen terkemuka
(cluster_leading_eigen), edge-betweenness (cluster_-edge_betweenness), dan Fast-
greedy (cluster_fast_greedy).
2.4.4. Sentralitas
Selain menghasilkan jaringan, kami menghitung metrik untuk mengukur
sentralitas simpul di setiap jaringan. Sentralitas dalam jaringan mengacu pada sejauh
mana lingkaran yang diberikan penting untuk seluruh jaringan. Lingkaran sentralitas
dalam jaringan psikopatologi menunjukkan gejala- gejala yang memainkan peran
penting dalam mempertahankan gangguan. Kami menghitung kekuatan sentralitas,
sentralitas betweenness, dan sentralitas keakraban. Sentralitas kekuatan adalah jumlah
dari semua bobot yang terhubung ke simpul yang diberikan. Dengan kata lain, kekuatan
sentralitas mengukur korelasi total lingkaran dengan semua lingkaran lainnya.
Betweenness adalah berapa kali sebuah lingkaran terletak di jalur terpendek di antara
dua lingkaran lainnya, dan kedekatan adalah panjang rata- rata jalur terpendek di antara
lingkaran yang diberikan dan semua lingkaran lain dalam jaringan.
3. Hasil