Anda di halaman 1dari 13

OLEH:

ASRI ANNISA
1712441008
UNIVERSITAS
NEGERI
MAKASSAR
(UNM)
FAKULTAS
MATEMATIKA

PROFESI DAN ILMU


PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA)
AKADEMIK &
PENGEMBANGAN
DIRI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tujuan dan arah pendidikan Tinggi di Indonesia seperti yang
tertuang pada Bab II pasal 2 Keputusan Menteri Pendidikan No.232/U/2000
adalah menyiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan akademik dalam menerapkan, mengembangkan,
dan/atau memperkaya kasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan atau
kesenian, serta menyebarluaskan dan mengupayakan penggunaannya untuk
meningkatkan taraf kehidupan dan memperkaya kebudayaan nasional. Ini
berarti kinerja akademik dituntut dilaksanakan secara kompetitif dengan
kualitas unggul. Kinerja akademik yang tidak berorientasi pada kualitas
unggul, tidak saja akan tertinggal dalam persaingan tetapi juga akan
bergantung pada dunia luar yang lebih maju.
Kita sering menyamakan pendidikan sebagaimana layaknya proses
produksi barang di sebuah industri. Ada yang dinamakan input yang
disetarakan dengan mahasiswa yang baru masuk, lalu ada proses produksi
yang disetarakan dengan proses pembelajaran, dan ada yang dinamakan
produk yang disebut lulusan. Di dalam industri dibuat SOP dan kita pun
dalam dalam rangka penjaminan mutu membuat SOP. Namun ada yang
dilupakan bahwa bahan baku perguruan tinggi walaupun telah disaring
memiliki rentang keragaman yang cukup tinggi, bukan hanya pada
intelektualnya melainkan dari sisi karakternya. Hal ini disebabkan karena
pengaruh kebiasaaan belajar, pola hidup dan pola pikir yang berulang-ulang
dilakukan sampai mereka berada di SMA. Belum lagi pengaruh budaya
yang membentuknya. Perubahan inilah yang menjadi hakekat dari
pendidikan, dimana tujuan pendidikan adalah untuk merubah perilaku.
Perubahan perilaku merupakan fungsi dari olah hati dikalikan dengan fungsi
dari olah pikir, olah raga dan olah rasa. Jadi mari kita tidak hanya menjadi
seorang pengajar tetapi menjadi seorang pendidik.
Guna mencapai tujuan pendidikan, salah satu faktor penting dalam
penyelenggaraan pendidikan tinggi harus didukung oleh sistem organisasi
pendidikan yang baik, sarana dan prasarana yang memadai (kualiatas SDM
dan fasilitas yang dibutuhkan untuk mendukung proses belajar dan
mengajar), juga dipengaruhi oleh fator kurikulum yang tepat.
Kehidupan dan kegiatan akademik diharapkan selalu berkembang, bergerak
maju bersama dinamika perubahan dan pembaharuan sesuai tuntutan
zaman. Perubahan dan pembaharuan dalam kehidupan dan kegiatan
akademik menuju kondisi yang ideal senantiasa menjadi harapan dan
dambaan setiap insan yang mengabdikan dan mengaktualisasikan diri
melalui dunia pendidikan tinggi dan penelitian, terutama mereka yang
menggenggam idealisme dan gagasan tentang kemajuan. Perubahan dan
pembaharuan ini hanya dapat terjadi apabila digerakkan dan didukung oleh
pihak-pihak yang saling terkait, memiliki komitmen dan rasa
tanggungjawab yang tinggi terhadap perkembangan dan kemajuan profesi
akademik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan profesi akademik?
2. Apa yang dimaksud dengan pengembangan diri?
3. Bagaimanakah membangun profesi akdemik?
4. Bagaimanakah mengembangkan diri?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu profesi akademik.
2. Untuk mengetahui apa itu pengembangan diri.
3. Untuk mengetahui bagaiamana cara membangun profesi akademik.
4. Untuk mengetahui bagaiamana cara mengembangkan diri.

AKADEMIK PROFESI & PENGEMBANGAN DIRI 2


BAB II

PEMBAHASAN

A. Profesi Akademik
1. Pengertian Profesi
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris
"Profess", yang dalam bahasa Yunani adalah "Επαγγελια", yang
bermakna: "Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas
khusus secara tetap/permanen".
Profesi juga sebagai pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan
penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya
memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi
yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada
bidang hukum, kesehatan, keuangan, militer, teknik desainer, tenaga
pendidik.
2. Pengertian Akademik
Kata akademik berasal dari bahasa Yunani yakni academos yang
berarti sebuah taman umum (plasa) di sebelah barat laut kota Athena.
Nama Academos adalah nama seorang pahlawan yang terbunuh pada
saat perang legendaris Troya. Pada plasa inilah filosof Socrates
berpidato dan membuka arena perdebatan tentang berbagai hal. Tempat
ini juga menjadi tempat Plato melakukan dialog dan mengajarkan
pikiran-pikiran filosofisnya kepada orang-orang yang datang. Sesudah
itu, kata acadomos berubah menjadi akademik, yaitu semacam tempat
perguruan. Para pengikut perguruan tersebut disebut academist,
sedangkan perguruan semacam itu disebut academia (Fajar, 2002).
Berdasarkan hal ini, inti dari pengertian akademik adalah keadaan
orang-orang bisa menyampaikan dan menerima gagasan, pemikiran,
ilmu pengetahuan, dan sekaligus dapat mengujinya secara jujur,
terbuka, dan leluasa.
3. Pengertian Akademik Profesi
Akademik profesi dapat dipahami sebagai janji untuk memenuhi
kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap atau permanen
mengenai proses menyampaikan dan menerima gagasan, pemikiran,
ilmu pengetahuan, dan sekaligus dapat menguji secara jujur, terbuka,
dan leluasa.

B. Pengembangan Diri
Pengembangan pribadi meliputi segala kegiatan yang meningkatkan
kesadaran dan identitas diri, mengembangkan bakat dan potensi,
membangun sumber daya manusia dan memfasilitasi kinerja, meningkatkan
kualitas hidup dan memberikan kontribusi dalam mewujudkan impian dan
cita-cita. Tidak ada batasan terhadap pengembangan diri, konsepnya
melibatkan baik kegiatan formal maupun nonformal untuk mengembangkan
orang lain dalam peran sebagai guru, pembimbing, konsultan, manajer,
coach atau mentor. Ketika pengembangan diri melibatkan institusi, berarti
merujuk kepada metode, program, sarana, tekhnik, dan sistem assessment
yang mendukung pembangunan manusia pada tingkat individu dalam
sebuah organisasi.
Pengembangan pribadi dapat mencakup kegiatan-kegiatan berikut:
a. Meningkatkan kesadaran diri.
b. Meningkatkan pengetahuan diri.
c. Meningkatkan keterampilan atau mempelajari keterampilan
baru.
d. Membangun atau memperbaharui identitas/harga diri.
e. Mengembangkan kekuatan atau bakat.
f. Meningkatkan kesejahteraan.
g. Mengidentifikasi atau meningkatkan potensi.
h. Membangun kinerja sumber daya manusia.
i. Meningkatkan gaya hidup atau kualitas hidup.
j. Meningkatkan kesehatan.
k. Memenuhi aspirasi.
l. Memulai keberaniaan pribadi.
m. Mendefinisikan dan melaksanakan rencana pengembangan diri
(PDPs).
n. Meningkatkan kemampuan sosial.

Pengembangan diri juga bisa termasuk pengembangan orang lain.


Hal ini terkait dengan peran sebagai guru atau mentor, ataupun melalui
kompetensi perseorangan (semisal keahlian seorang manager dalam
mengembangkan potensi karyawan) atau melalui jasa professional (semisal
menyediakan training, assessment dan pelatihan).

Di samping meningkatkan diri sendiri dan orang lain,


pengembangan diri ditandai sebagai bidang praktik sekaligus bidang
penelitian. Sebagai bidang praktik, itu mencakup metode pengembangan
diri, program pembelajaran, sistem assessment, sarana dan tekhnik.
Sementara sebagai bidang penelitian, tema-tema pengembangan diri secara
drastis bermunculan di dalam jurnal-jurnal ilmiah, dalam review-review
pendidikan tingkat tinggi, jurnal management dan buku-buku bisnis.

Berbagai bentuk pengembangan―baik ekonomi, politik, biologi,


organisasi atau perseorangan―membutuhkan kerangka kerja untuk

AKADEMIK PROFESI & PENGEMBANGAN DIRI 4


mengetahui apakah sebuah perubahaan benar-benar terjadi. Dalam kasus
pengembangan diri, seorang individu kerap kali bertindak selaku juri
apakah terjadi peningkatan atau kemunduran, tapi validasi peningkatan
membutuhkan assessment menggunakan kriteria standar. Kerangka kerja
pengembangan diri bisa termasuk sasaran atau patokan yang menentukan
titik akhir, strategi atau rencana untuk mencapai sasaran, pengukuran dan
assessment kemajuan, tahapan-tahapan yang menunjukkan
lompatan/kemajuan selama proses pengembangan, dan sistem feedback
yang menyediakan informasi atas perubahan.

C. Membangun Profesi Akademik


Indikator kualitas Perguruan Tinggi sekarang dan terlebih lagi pada
milenium ketiga ini akan ditentukan oleh kualitas civitas akademika dalam
mengembangkan dan membangun profesi akademik.
Jika sosialisasi tersebut dilakukan secara kontinu, maka ia akan
menjadi sebuah tradisi dan budaya bagi individu-individu dalam masyarakat
kampus. Norma-norma akademik merupakan hasil dari proses belajar dan
latihan dan bukan merupakan bawaan lahir.
Bagi dosen, untuk mencapai derajat akademik guru besar, ia harus
membudayakan dirinya untuk melakukan tindakan akademik pendukung
tercapainya derajat guru besar itu. Ia harus melakukan kegiatan pendidikan
dan pengajaran dengan segala perangkatnya dengan baik, dengan terus
memburu referensi mutakhir. Ia harus melakukan penelitian untuk
mendukung karya ilmiah, menulis di jurnal-jurnal ilmiah, mengikuti
seminar dalam berbagai tingkat dan forum, dan lain-lain. Ia juga harus
melakukan pengabdian pada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan kesejahteraan masyarakat.
Bagi mahasiswa, faktor-faktor yang dapat menghasilkan prestasi
akademik itu ialah terprogramnya kegiatan belajar, kiat untuk memburu
referensi aktual dan mutakhir, diskusi substansial akademik, dan
sebagainya. Dengan melakukan aktivitas seperti itu diharapkan dapat
dikembangkan budaya mutu (quality culture) yang secara bertahap dapat
menjadi kebiasaan dalam perilaku tenaga akademik dan mahasiswa dalam
proses pendidikan di perguruan tinggi.
Oleh karena itu, tanpa melakukan kegiatan-kegiatan akademik,
mustahil seorang akademisi akan memperoleh nilai-nilai normatif
akademik. Boleh jadi ia mampu berbicara tentang norma dan nilai-nilai
akademik tersebut di depan forum namun tanpa proses belajar dan latihan
norma-norma itu tidak pernah terwujud dalam praktik kehidupan sehari-
hari. Bahkan sebaliknya, ia tidak segan-segan melakukan pelanggaran
dalam wilayah tertentu -- baik disadari maupun tidak disadari.
Mungkin juga yang terjadi nilai-nilai akademik hanya menyentuh
ranah kognitif, tidak sampai menyentuh ranah afektif dan psikomotorik.
Fenomena semacam ini dapat saja terjadi pada seorang akademisi, yang
selamanya hanya menitipkan nama dalam melaksanakan kuliah, penulisan
karya ilmiah, penelitian, pengabdian masyarakat, dan akhir-akhir ini sering
terjadi pembelian gelar akademik yang tidak jelas juntrungnya.
Kiranya, dengan mudah disadari bahwa Perguruan Tinggi berperan
secara instrumental dalam mewujudkan upaya dan pencapaian profesi
akademik. Perguruan tinggi merupakan wadah pembinaan intelektualitas
dan moralitas yang mendasari kemampuan penguasaan ipteks dan budaya
dalam pengertian yang luas.
Sebagaimana tersurat dalam PP No. 60 Tahun 1999 pasal 2 bahwa
PT sebagai subsistem pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut:
(1) menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan, dan/atau menciptakan ipteks; (2) mengembangkan dan
menyebarluaskan ipteks serta mengupayakan penggunaannya untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan
nasional.
Peranan pengembangan kebudayaan ini bukan hanya tercermin
dalam kesempatan civitas akademika untuk mempelajari dan mengapresiasi
budaya pertunjukan melainkan juga pengembangan dan apresiasi budaya
perilaku intelektual dan moral masyarakat akademik dalam menyongsong
keadaan masa depan.
Pembinaan dan pengembangan apresiasi disiplin, rasa tanggung
jawab, keinginan menghasilkan suatu karya inovatif dan kreatif yang terbaik
dan sebagainya seringkali dengan efektif diwujudkan melalui
pengembangan contoh keteladanan. Keinginan menghasilkan sesuatu yang
lebih baik, terjadinya suasana dan profesi akademik sesama civitas
akademika dan sebagainya dapat menumbuhkan dan mengembangkan
kesadaran internal pada masing-masing civitas akademika.

D. Mengembangkan Diri
Mengembangkan diri atau mengasah soft skill dapat dilakukan
melalui kegiatan kemahasiswaan yang terencana, terprogram dan tersistem.
Setiap kegiatan harus ada coach atau mentornya yang membimbing kemana
arah kegiatan tersebut akan dilaksanakan, walau tidak harus setiap saat ada.

AKADEMIK PROFESI & PENGEMBANGAN DIRI 6


Beberapa kegiatan pengembangan soft skills telah dilakukan oleh
perguruan tinggi. Misalnya success skills telah dicanangkan oleh UGM
sejak tahun 2005 untuk meningkatkan thinking skills, learning skills dan
living skills. Program ini diberikan kepada mahasiswa baru pada masa
orientasi kampus.
Learning Skills adalah keterampilan yang digunakan agar
mahasiswa selalu dapat mengembangkan diri melalui proses belajar yang
berkelanjutan. Thinking Skills adalah keterampilan yang dibutuhkan pada
saat mahasiswa berpikir untuk memecahkan masalah di kehidupan sehari-
hari. Living skills adalah keterampilan yang dibutuhkan untuk beradaptasi
dalam kehidupan sehari-hari.
Program ini disajikan dengan sangat menarik, mengikutsertakan
teknik-teknik simulasi, role play dan diskusi. Pada peningkatan learning
skills, peserta didik mendapatkan teknik belajar, pemetaan pikiran, dan
teknik membaca. Sedangkan thinking skills difokuskan pada peningkatan
kemampuan menyelesaikan persoalan, pengambilan keputusan. Sementara
living skills lebih ditekankan pada beberapa hal diantaranya manajemen
diri, membangun impian, teknik berkomunikasi, mengelola konflik dan
mengelola waktu.
Lain halnya dengan Universitas Airlangga yang sudah beberapa
tahun memiliki program Mahasiswa Unggulan. Mahasiswa yang menjadi
peserta adalah mahasiswa pilihan dari berbagai fakultas yang dinyatakan
berprestasi. Program ini diisi dengan caring and sharing antara
pakar/praktisi dengan mahasiswa seputar isu-isu aktual. Keuntungan
program ini adalah dapat menjaring future leader dan membinanya dari
sejak awal sebelum mereka lulus. Kemampuan yang ingin ditingkatkan
adalah wawasan yang luas, saling menghormati satu sama lain, berjiwa
entrepreneur, berfikir kreatif dan kemampuan belajar yang lebih baik.
Di ITS telah dilakukan kegiatan yang secara tidak langsung akan
meningkatkan soft skills mahasiswa melalui center for entrepreneurship
development, atau kegiatan business gathering. Kegiatan ini dimaksudkan
untuk meningkatkan jiwa entrepreneurial, diantaranya berani mengambil
resiko, berani bermimpi, pantang menyerah dan selalu bersemangat.
Sebenarnya kegiatan pengembangan soft skills tidak akan optimal bila
hanya dilakukan melalui pelatihan, seminar dan workshop. Pengembangan
soft skills harus dipraktekkan berulang-ulang dan didampingi oleh mentor.
Seorang pakar dalam bidang pengembangan pendidikan Christoph
Hanssert dari Jerman menyarankan agar pengembangan soft skills untuk
mahasiswa Indonesia dilakukan dengan cara menjalin jejaring kerja
(networking) dosen Indonesia dengan dosen luar negeri yang melibatkan
mahasiswa, misalnya dalam bidang penelitian. Dengan jejaring ini, mau
tidak mau mahasiswa akan terpaksa berkomunikasi tulisan dengan
menggunakan bahasa asing. Suatu saat mahasiswa ini difasilitasi untuk
bertemu bertukar pikiran, saling menghargai pendapat, mempelajari budaya
orang lain dan belajar bekerjasama dalam tim.
Berbagai kegiatan Unit Kegiatan Mahasiswa seperti yang
diselenggarakan di IPB dan juga di berbagai perguruan tinggi lainnya, sudah
banyak muatan soft skills yang dapat dikembangkan oleh mahasiswa. Hal
ini akan berhasil guna jika program yang digulirkan lebih terarah untuk
mengembangkan atribut tertentu sesuai dengan kebutuhan populasinya.
Unit kegiatan karate saja, apabila dihayati dan benar-benar ditujukan untuk
pengembangan soft skills mahasiswa, dapat diarahkan untuk memperkuat
atribut komitmen, bersemangat, mandiri, dan ketangguhan.
Kegiatan pelatihan harus terprogram dengan baik, ada durasi,
capaian dan keberlanjutan. Apakah pelatihan akan diarahkan pada
transformasi keyakinan, motivasi, karakter, impian. Lantas tidak hanya
berhenti di pelatihan tanpa adanya coaching oleh para coach yang tangguh,
sampai akhirnya dalam durasi tertentu akan terjadi transformasi diri yang
seutuhnya.
Prijosaksono dalam buku terbarunya berjudul the Power of
Transformation (2005) menuliskan bahwa Transformasi Diri 90 hari akan
mampu membangun kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih baik. Dalam buku
itu juga diuraikan bahwa ada 5 prinsip transformasi yaitu:
1. Meyakini dan mendayagunakan kekuatan dan anugrah Tuhan
dalam diri.
2. Membuat pilihan dan keputusan dalam diri.
3. Melakukan kebiasaan-kebiasaan baik secara terus menerus
dalam kehidupan ini.
4. Mampu membangun interaksi dengan orang lain.
5. Mampu bekerja secara sinergis dan kreatif dengan orang lain
dalam organisasi.
Dalam pelaksanaan pelatihan harus diperhitungkan efisiensi dan
efektivitasnya. Sangat tidak efisien kalau pesertanya terlalu banyak dengan
fasilitas yang seadanya/terbatas. Untuk itu, perlu dilakukan Multi Level
Training (MLT) yaitu pelatihan yang dilakukan secara bertingkat. Mulanya
hanya 20-30 orang mahasiswa pilihan yang memiliki kemauan dan
kemampuan dalam memimpin, berbagi pengalaman dan pengetahuan.
Setiap satu orang diwajibkan memiliki anggota 3-5 orang dalam durasi
tertentu (misalnya 1-2 bulan). Orang baru tersebut dipanggil front liners.
Front liners ini melakukan hal yang sama yang dilakukan oleh Up liners.
Kegiatan dalam kelompok kecil itu masing-masing adalah pertemuan rutin,

AKADEMIK PROFESI & PENGEMBANGAN DIRI 8


sharing, membuat program kecil seperti mengubah kebiasaan yang dinilai
buruk selama ini menjadi kebiasaan yan glebih produktif.
Dalam kelompok kecil itu lebih banyak dilakukan coaching oleh up
liners. Apabila hal ini dilakukan terus menerus, maka metoda training yang
efisien akan terwujud tanpa mengurangi kualitas hasil pelatihan tersebut.
Sistem ini pula yang dianut oleh Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja
Bali dalam pengembangan soft skills dengan mengadopsi multi level role
model dalam menerapkan Trikaya Parisudha (Berpikir baik, berkata baik
dan berbuat baik).

Masih banyak metode yang mungkin dapat dilakukan oleh para


pendidik (dosen) untuk mahasiswa. Untuk itu, perlu digali potensi-potensi
yang ada di tiap perguruan tinggi. Kadangkala, apa yang bagus dan dapat
diterapkan di satu perguruan tinggi dalam pengembangan soft skills belum
tentu dapat diterapkan begitu saja di perguruan tinggi lainnya. Boleh jadi
strategi dan tekniknya akan bervariasi tergantung pada visi perguruan
tinggi, soft skills yang dimiliki oleh mahasiswa saat ini dan harapan
pengembangan soft skills dari mahasiswa, kebutuhan soft skills para
pengguna lulusan dan coach dan mentor serta sarana prasarana yang
dimiliki perguruan tinggi.
Langkah-langkah dalam penyusunan Program Pengembangan Soft
Skills dalam kegiatan kemahasiswaan:
1. Perguruan Tinggi atau di tingkat Fakultas menyusun citra
lulusannya yang sesuai dengan nilai dan norma yang diusung Perguruan
Tinggi. Sebagai contoh, lulusan salah satu Fakultas Kedokteran ingin
dicitrakan sebagai ”dokter yang unggul, siap setiap saat membantu
rakyat sebagai community leader”, karena sesuai dengan visi dan misi
Perguruan Tingginya. Apakah di Fakultas Pertanian IPB ingin
dicitrakan sebagai pemimpin masyarakat tani yang produktif, berani
mengambil resiko dan komitmen?
2. Menentukan atribut soft skills yang mendukung ketercapaian
pernyataan tersebut diatas, misal fokus pada atribut kepemimpinan,
maka yang perlu dikembangkan percaya diri, inisiatif, komunikatifsi,
integritas dan yang terkaitnya.
3. Mengidentifikasi kondisi soft skills mahasiswa sebelum dijalankan
program pengembangan soft skills, karena sesungguhnya mahasiswa
sudah memiliki atribut tertentu. Fokuskan pada karakteristik atribut soft
skills yang akan dikembangkan. Lalu jangan lupa apa faktanya?. Misal
teramati bahwa mahasiswa saat ini kurang percaya diri. Faktanya apa?,
kurang berani untuk bertanya di dalam kelas, kurang mampu
mengemukakan pendapat dan berbicara di depan kelas. Faktanya?,
apabila diajukan pertanyaan, hanya 1-2 orang yang berani menjawab,
atau kalau diberi kesempatan untuk bertanya tidak berani mengajukan
pertanyaan. Namun ketika diberi pertanyaan tertulis, mereka dapat
menjawab, dan ketika ditanya alasannya mengapa tidak mengajukan
pertanyaan, mereka banyak yang mengatakan takut ditertawakan teman
karena pertanyaannya dikira mudah dst. Jadi kalau program peningkatan
percaya diri sudah dilakukan, maka indikator keberhasilan dari program
tersebut adalah peningkatan jumlah orang yang bertanya, atau
menanggapi pertanyaan, atau mengajukan pendapat di dalam kelas.
4. Menggali market signals dari pemangku kepentingan, para alumni
dan para pengguna lulusan perguruan tinggi tentang atribut apa yang
harus dimiliki di dunia kerja, keunggulan apa yang dimiliki oleh lulusan
IPB, kelemahannya apa yang masih ada di lulusan IPB dalam bekerja di
kehidupan masyarakat.
5. Menciptakan, merencanakan dan mengembangkan program yang
mengakomodir pengembangan soft skills dengan atribut hasil kajian di
atas dan dituangkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang tersistem
(terkait satu elemen dengan elemen yang lainnya).
6. Tuangkan rencana dalam berbagai kegiatan dengan disertai
pendampingan oleh dosen pendamping (coach/mentor).
7. Mendistribusikan kegiatan ke dalam tingkatan mahasiswa mulai dari
tingkat I sampai tingkat akhir. Terkadang banyak dilupakan bahwa
kegiatan tersebut hanya untuk tingkat I, II dan III, sedangkan diatasnya
tidak lagi dilibatkan dalam bentuk kegiatan kemahasiswaan.
8. Evaluasi setiap kegiatan sebagai umpan balik dalam pengembangan
soft skills mahasiswa.

AKADEMIK PROFESI & PENGEMBANGAN DIRI 10


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Akademik profesi dapat dipahami sebagai janji untuk memenuhi
kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap atau permanen
mengenai proses menyampaikan dan menerima gagasan, pemikiran,
ilmu pengetahuan, dan sekaligus dapat menguji secara jujur, terbuka,
dan leluasa.
2. Pengembangan pribadi meliputi segala kegiatan yang meningkatkan
kesadaran dan identitas diri, mengembangkan bakat dan potensi,
membangun sumber daya manusia dan memfasilitasi kinerja,
meningkatkan kualitas hidup dan memberikan kontribusi dalam
mewujudkan impian dan cita-cita.
3. Perguruan Tinggi berperan secara instrumental dalam mewujudkan
upaya dan pencapaian profesi akademik. Perguruan tinggi merupakan
wadah pembinaan intelektualitas dan moralitas yang mendasari
kemampuan penguasaan ipteks dan budaya dalam pengertian yang luas.
4. Mengembangkan diri atau mengasah soft skill dapat dilakukan
melalui kegiatan kemahasiswaan yang terencana, terprogram dan
tersistem. Setiap kegiatan harus ada coach atau mentornya yang
membimbing kemana arah kegiatan tersebut akan dilaksanakan, walau
tidak harus setiap saat ada.

B. Saran
Mahasiswa semestinya bergerak dan menyadari dirinya akan
eksistensi ke-mahahasiswaan nya itu. Belajar tidaklah hanya sebatas
mengejar gelar akademis atau nilai indeks prestasi ( IP ) yang tinggi dan
mendapat penghargaan cumlaude, lebih dari itu mahasiswa harus bergerak
bersama rakyat dan pemerintah untuk membangun bangsa, atau paling tidak
dalam lingkup yang paling mikro, ada suatu kemauan untuk
mengembangkan civitas/ perguruan tinggi dimana ia kuliah. Misalnya
dengan ikut serta/ aktif di Organisasi Mahasiswa, baik itu Organisasi intra
kampus ( BEM dan UKM ) ataupun Organisasi Ekstra kampus, serta aktif
dalam kegiatan-kegiatan lain yang mengarah pada pembangunan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA

Anshar, 2013. Perkembangan Budaya Akademik (online), (http://anshar-


mtk.blogspot.co.id/2013/02/perkembangan-budaya-akademik-di.html , diakses
pada 4 oktober 2017)

Isailah, 2015. Pengembangan Soft Skills Melalui Kegiatan Kemahasiwaan (onine),


(http://www.isailah.50webs.com/kegiatan%20kemahasiswaam.html , diakses pada
4 oktober 2017)

AKADEMIK PROFESI & PENGEMBANGAN DIRI 12

Anda mungkin juga menyukai