Anda di halaman 1dari 49

UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU PASIEN HIPERTENSI


TERHADAP KEPATUHAN BEROBAT HIPERTENSI DI KECAMATAN DUREN
SAWIT

LAPORAN DIAGNOSIS KOMUNITAS

Disusun Oleh: Kelompok B6


Nurani Rahma Arafah 1406599481
Isablea Andhika P 1306436483
Betarina Tandjung 1406599216
Zackie Alfian Rizaldy 1406599084
M Taufiq Ramadhan 1406569970

Pembimbing :
Dr. dr. Aria Kekalih, M.T.I
dr.Rina Oktaviana

MODUL PRE-INTERNSHIP
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
OKTOBER 2019
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Kami yang bertanda tangan di bawah ini,


Kelompok B6

Nama NPM Tanda Tangan


Nurani Rahma Arafah 1406599481
Isablea Andhika P 1306436483
Betarina Tandjung 1406599216
Zackie Alfian Rizaldy 1406599084
M Taufiq Ramadhan 1406569970

dengan sebenarnya menyatakan bahwa Laporan Diagnosis Komunitas berjudul “Hubungan


Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pasien Hipertensi terhadap Kepatuhan Berobat
Hipertensi di Kecamatan Duren Sawit” ini kami susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai
dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata kami melakukan tindakan plagiarisme, kami akan bertanggung
jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada
kami.

Jakarta, 23 Oktober 2019

Penyusun

SK Rektor Universitas Indonesia No. 208/SK/R/UI/2009 tanggal 17 Maret 2009 tentang


Pedoman penyelesaian masalah plagiarisme yang dilakukan oleh sivitas akademika
Universitas Indonesia

Plagiarisme adalah tindakan seseorang yang mencuri ide atau pikiran yang telah dituangkan dalam
bentuk tertulis dan/atau tulisan orang lain dan yang digunakannya dalam tulisannya seolah-olah ide
atau tulisan orang lain tersebut adalah ide, pikiran, dan/atau tulisan sendiri sehingga merugikan
orang lain baik material maupun nonmaterial, dapat berupa pencurian sebuah kata, frasa, kalimat,
paragraph, atau bahkan pencurian bab dari tulisan atau buku seseorang, tanpa menyebutkan
sumbernya, termasuk dalam plagiarisme adalah plagiarisme diri.

ii Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Diagnosis Komunitas ini diajukan oleh:


Kelompok : B6
Judul : Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pasien Hipertensi terhadap
Kepatuhan Berobat Hipertensi di Kecamatan Duren Sawit

Telah disetujui sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk kelengkapan tugas
portofolio Rotasi Lapangan Puskesmas Modul Preinternship Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Pembimbing Tugas : Dr. dr. Aria Kekalih, M.T.I ( )


Ditetapkan di
: Departemen IKK FKUI
Tanggal : Oktober 2019

Pembimbing Lapangan : dr. Rina Oktavina


( )
Ditetapkan di
: Puskesmas Kecamatan Duren Sawit
Tanggal : Oktober 2018

iii Universitas Indonesia


Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pasien Hipertensi
terhadap Kepatuhan Berobat Hipertensi di Kecamatan Duren
Sawit
Nurani Rahma Arafah1, Isablea Andhika P 1, Betarina Tandjung 1, Zackie Alfian Rizaldy 1, M
Taufiq Ramadhan 1, Aria Kekalih 2, Rina Oktavina 3
1
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2
Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3
Puskesmas Kecamatan Duren Sawit

Abstrak

Latar Belakang: Prevalensi hipertensi di Indonesia pada usia ≥ 18 tahun, sebesar 34,1% pada
tahun 2018, jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun 2013 yang berjumlah 25,8%.
Hipertensi merupakan salah satu penyebab mortalitas tertinggi yaitu 12,8% dari total penyebab
mortalitas secara global. Di Puseksmas Kecamatan Duren Sawit, diketahui pencapaian hasil
pelayanan kesehatan penderita hipertensi, per Agustus 2019 mengalami penurunan menjadi
10,52% dari target 58%.

Tujuan: Mengetahui faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan pelayanan kesehatan


hipertensi di Kecamatan Duren Sawit.

Metode: Studi yang dilakukan adalah studi kuantitatif dengan metode potong lintang,
menggunakan kuesioner yang menilai pengetahuan, sikap, motivasi, dukungan keluarga, dan
peran tenaga kesehatan mengenai kepatuhan berobat hipertensi. Penelitian ini melibatkan 67
pasien hipertensi usia ≥ 15 tahun di Kecamatan Duren Sawit.

Hasil: Dari penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa 73% responden memiliki kepatuhan
buruk. Untuk karakteristik faktor 79,4% responden memiliki pengetahuan tinggi, 60,3%
responden memiliki askes menuju FKTP yang buruk, 73% responden memiliki dukungan
keluarga tinggi, 98,4% responden menjawab peran tenaga kesehatan baik, serta 96,8%
responden memiliki motivasi tinggi. Tidak ada faktor yang memiliki hasil signifikan (p>0,05).
Poin pertanyaan jarak menuju FKTP dan salah satu poin pengetahuan memiliki nilai signifikan
(p<0,05).

Kesimpulan: Jarak menuju fasilitas kesehatan dan salah satu poin pengetahuan memiliki
hubungna yang signifikan terhadap kepatuhan berobat pasien Hipertensi.

Saran: Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan cakupan yang lebih luas dengan sampel
yang pasien yang belum diberi intervensi dan di luar Puskesmas. Selain itu, perlu dilaksanakan
sebuah program untuk mengurangi kendala askes menuju fasilitas kesehatan dan untuk
meningkatkan pengetahuan pasien hipertensi di Kecamatan Duren Sawit.

Kata Kunci: pengetahuan, sikap, perilaku, kepatuhan, hipertensi

iv Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................... ii


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... iii
ABSTRAK........................................................................................................................ iv
DAFTAR ISI .................................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. vii
DAFTAR DIAGRAM ....................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ........................................................................................... 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 2
1.4 Manfaat .............................................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 4
BAB III METODE ............................................................................................................
BAB IV HASIL ................................................................................................................
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................................
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................
LAMPIRAN .....................................................................................................................

v Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.1 Prevalensi hipertensi berdasarkan usia ........................................................... 4


Gambar 2.1.2 Prevalensi hipertensi berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan dan
penghasilan.................................................................................................................................... 5
Gambar 2.1.3 Kepatuhan berobat hipertensi dan alasan tidak rutin berobat maupun tidak
minum obat ......................................................................................................................... 5
Gambar 2.2.1 Faktor risiko hipertensi.................................................................................. 7
Gambar 2.2.2 Skema patofisiologi hipertensi ...................................................................... 8
Gambar 2.4.1 Skema penatalaksanaan bedasarkan klasifikasi hipertensi ............................ 10
Gambar 2.4.2 Alur tatalaksana hipertensi tanpa komplikasi ............................................... 11
Gambar 2.4.2 Alur tatalaksana hipertensi dengan komorbid penyakit arteri koroner .......... 11
Gambar 2.4.3 Alur tatalksana hipertensi dengan komorbid gagal jantung dengan fraksi ejeksi
rendah ............................................................................................................................... 11

vi Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Prevalensi, kesadaran, angka pasien berobat dan kontrol hipertensi di negara dengan
penghasilan tinggi dan rendah pada tahun 2000 dan 2010 .................................................. 6
Tabel 2.3.1 Diagnosis dan tatalaksana hipertensi ............................................................... 8
Tabel 2.3.2 Klasifikasi hipertensi berdasarkan darah ABPM dan HBPM ........................... 9
Tabel 2.4.1 Ambang batas tekanan darah untuk inisiasi obat ............................................. 10
Tabel 2.4.2 Target tekanan darah berdasarkan pengukuran di klinik .................................. 11
Tabel 2.5 Faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat .................................................. 13
Tabel 4.1.1 Karakteristik Subjek .......................................................................................... 19
Tabel 4.1.2 Karakteristik kepatuhan, pengetahuan, akses,dukungan keluarga, peran tenaga
kesehatan, dan motivasi berobat pasien ............................................................................. 20
Tabel 4.2.1 Hasil Analisis Hubungan Kepatuhuan dengan Faktor-aktor yang Mempengaruhi ...... 23

vii Universitas Indonesia


DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1 Karakteristik Kepatuhan Subjek .................................................................... 20

viii Universitas Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan
darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang. 1 Secara global, tekanan
darah tinggi di dewasa usia diatas 25 tahun sekitar 40% di tahun 2008. Jumlah ini
meningkat pada tahun 2015 menjadi total 1,13juta penduduk, dengan yang paling tinggi
berada di negara dengan penghasilan rendah hingga menengah. Peningkatan ini disebabkan
oleh peningkatan risiko hipertensi di populasi tersebut. 2 Di Indonesia itu sendiri juga terjadi
peningkatan penderita hipertensi pada total populasi penduduk. Menurut data Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018, terjadi peningkatan prevalensi hipertensi dari hasil
pengukuran pada penduduk usia ≥ 18 tahun, dari 25,8% pada tahun 2013 menjadi 34,1%
pada tahun 2018. Namun dari prevalensi hipertensi dari hasil diagnosis dokter dan minum
obat mengalami penurunan. Dari hasil diagnosis dokter terjadi penurunan dari 9,4%
menjadi 8,4%, dan hasil minum obat juga mengalami penurunan dari 9,5% menjadi 8,8%. 3
Diketahui bahwa estimasi jumlah penderita hipertensi yang berada di kecamatan Duren
Sawit mencapai 97.069 jiwa dari total 402.134 penduduk. Oleh sebab itu, sejak bulan
Januari 2019, dibuka poli penyakit tidak menular (PTM), untuk meningkatkan pelayanan
hipertensi di kecamatan Duren Sawit.
Secara global peningkatan tekanan darah ini menyebabkan angka mortalitas
mencapai 7,5 juta atau sekitar 12,8% dari total penyebab mortalitas di global. Hipertensi
juga merupakan salah satu risiko tinggi penyebab penyakit jantung koroner, stroke iskemik,
dan stroke hemoragik.2 Hipertensi adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan
morbiditas di Indonesia, sehingga tatalaksana penyakit ini merupakan intervensi yang
sangat umum dilakukan di berbagai tingkat fasilitas kesehatan. 1 Oleh sebab itu, dibentuklah
program puskesmas, sebagai fasilitas kesehatan tingkat primer, yang bertujuan untuk
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas hipertensi berupa pelayanan kesehatan
penderita hipertensi. Program ini juga dilaksanakan di Puseksmas Kecamatan Duren Sawit.
Dari data standar pelayanan minimal (SPM), didapatkan capaian hasil pelayanan kesehatan
penderita hipertensi di tahun 2018 mencapai 25,44% dari target 100%. Sedangkan capaian
tengah tahun 2019, data diambil hingga bulan Agustus 2019, didapatkan hasil 10,52% dari
target 58%. Salah satu penyebab dari kurangnya capaian pelayanan ini adalah kurangnya

1 Universitas Indonesia
kepatuhan kontrol berobat masyarakat. Namun, belum diketahui penyebab dari kurangnya
kepatuhan kontrol berobat pada masyarakat kecamatan Duren Sawit ini.
Belum tercapainya target SPM ini menggambarkan secara kasar bahwa
pengetahuan dan sikap masayarakat terhadap pentingnya kontrol hipertensi masih minim.
Faktor lain yang mungkin terjadi adalah kurangnya dukungan dan akses untuk berkunjung
ke fasilitisas kesehatan. Melalui wawancara dengan kepala program PTM dan kepala
penyediaan barang dan jasa Puskesmas Kecamatan Duren Sawit, didapatkan bahwa di
wilayah ini telah dilaksanakan berbagai program untuk meningkatkan pelayanan hipertensi
ini. Bahkan program pelayanan yang dilaksanakan langsung turun ke masyarakat melalui
posyandu. Menurut kepala program, dikatakan untuk merangkul usia produktif juga sulit
disebabkan oleh kendala dari jam kerja yang sama antara Puskesmas dan juga penduduk.
Oleh sebab itu, kami melakukan diagnosis komunitas mengenai pengetahuan,
sikap, dan perilaku masyarakat terhadap kepatuhan kontrol berobat hipertensi untuk
mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhdap penurunan kunjungan pelayanan
hipertensi di masyarakat yang tercakup dalam Puskesmas Kecamatan Duren Sawit agar
dapat dilakukan intervensi yang sesuai.

1.2 Identifikasi Masalah


Cakupan pelayanan kesehatan hipertensi di Kecamatan Duren Sawit per bulan Agustus
2019 (10,52%) masih dibawah target SPM (58%).

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor yang menyebabkan rendahnya dan penurunan cakupan
pelayanan kesehatan hipertensi di Kecamatan Duren Sawit.
1.3.2 Tujuan Khusus
 Mengetahui profil komunitas masyarakat di lingkungan Puskesmas
Kecamatan Duren Sawit
 Mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku pasien penderita
hipertensi di Kecamatan Duren Sawit terhadap kepatuhan berobat
hipertensi
 Mengetahui fakto-faktor yang mempengaruhi rendahnya dan penuruan
cakupan pelayanan kesehatan hipertensi di Kecamatan Duren Sawit

2 Universitas Indonesia
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Puskesmas
 Mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang terjadi di
masyarakat
 Memberikan masukan ke Puskesmas terkait faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan kontrol berobat hipertensi di masyarakat,
khususnya, Kecamatan Duren Sawit
 Merumuskan intervensi yang dapat dilakukan guna meningkatkan angka
cakupan pelayanan kesehatan hipertensi di Kecamatan Duren Sawit
1.4.2 Manfaat bagi Masyarakat
Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kepatuhan kontrol berobat
hipertensi.

3 Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi Hipertensi


Berdasarkan data Riskesdas 2018, ditemukan bahwa prevalensi PTM > 18 tahun terbesar
adalah hipertensi (34.1%), disusul oleh obesitas sentral (31%) dan obesitas (IMT > 27
kg/m2) (21.8%), penyakit sendi (7.3%), asma (2.4%), diabetes melitus tipe 2 (2%), penyakit
jantung (1.5%), kanker (1.09%), penyakit ginjal kronik (0.38%), dan stroke (0.18%).
Proporsi kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) telah meningkat dari 41,7% (1995)
menjadi 49,9% (2001) dan akhirnya menjadi 59,5% (2007). 1, 2 Penyebab kematian terbesar
adalah stroke (15,4%), kemudian hipertensi, diabetes, kanker, dan penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK). Dari data-data ini disimpulkan bahwa hipertensi masih menjadi penyakit
tidak menular terbanyak di Indonesia pada penduduk berusia > 18 tahun dan menjadi salah
satu penyebab terbesar kematian akibat PTM. 4,5
Pada tahun 2018, prevalensi hipertensi pada penduduk berusia > 18 tahun
berdasarkan diagnosois dokter masih berada di 8.4%, meskipun telah menurun sebesar 0.7%
dari data lima tahun sebelumnya. Prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis dokter atau
minum obat antihipertensi pada penduduk berusia > 18 tahun di tahun 2018 adalah 8.8%.
Prevalensi hipertensi meningkat berdasarkan kelompok usia dengan angka tertinggi
ditemukan pada penduduk berusia > 75 tahun (69.5%) dan terendah pada penduduk usia 18-
24 tahun (13.2%). Hipertensi juga lebih banyak ditemukan pada perempuan (36.9%)
dibandingkan dengan laki-laki (31.3%).4,5

Gambar 2.1.1 Prevalensi hipertensi berdasarkan usia.

4 Universitas Indonesia
Menurut karakteristik tingkat pendidikan dan penghasilan, prevalensi hipertensi
tertinggi dan terendah pada penduduk > 18 tahun terdapat pada penduduk yang tidak/belum
pernah sekolah atau tidak bekerja, serta pada penduduk yang tamat SLTA/MA atau sedang
bersekolah. Asosiasi antara tingkat pendidikan dan penghasilan dengan kejadian hipertensi
tidak diketahui.5

Gambar 2.1.2 Prevalensi hipertensi berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan dan


penghasilan.
Dari semua penderita hipertensi yang berobat (8.8%), lebih dari setengahnya rutin
minum obat, sepertiganya tidak rutin minum obat, dan sebagian kecil/sisanya tidak minum
obat. Data wawancara terhadap pasien yang tidak rutin minum obat maupun yang tidak
minum obat menyatakan bahwa alasan dari sebagian besar pasien tersebut telah merasa
sehat sehingga tidak perlu minum obat.5

Gambar 2.1.3 Kepatuhan berobat Hipertensi dan alasan tidak rutin berobat maupun tidak
minum obat.
Data pada tahun 2010 menunjukkan bahwa ada sekitar 349 juta pasien hipertensi
yang tinggal di negara dengan pendapatan per kapita yang tinggi. Jumlah ini tergolong kecil
jika dibandingkan dengan 1.04 miliar yang tinggal di negara dengan pendapatan per kapita

5 Universitas Indonesia
yang rendah atau sedang. Dari semua pasien yang berobat di negara berkembang, hanya ¼
-nya yang memiliki tekanan darah yang terkontrol, sedangkan di negara maju, hampir
setengah dari jumlah pasien hipertensi memiliki tekanan darah yang terkontrol. Angka
kepathuan berobat hipertensi 1 tahun setelah inisiasi terapi berkisar antara 20-50%.6
Prevalensi, kesadaran (awareness), jumlah pasien yang berobat, serta pasien control pada
negara dengan penghasilan tinggi ataupun sedang-rendah dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Prevalensi, kesadaran, angka pasien berobat dan control hipertensi di negara
dengan penghasilan tinggi dan rendah pada tahun 2000 dan 2010. 6

2.2 Faktor Risiko, Etiologi, dan Patofisiologi Hipertensi


Faktor risiko dari penyakit tidak menular termasuk hipertensi adalah merokok, diet yang
tidak sehat, kurang aktivitas fisik, dan gaya hidup tidak sehat. Dari hasil laporan Riskesdas
2018 terhadap penduduk berusia > 10 tahun, terdapat 28.8% penduduk yang merokok setiap
hari maupun kadang-kadang, 0.8% penduduk dengan konsumsi alkohol berlebih (menurut
WHO: > 5 satuan standar untuk laki-laki dan > 4 satuan standar untuk perempuan), 95.5%
penduduk kurang konsumsi buah dan sayur, serta 33.5% penduduk dianggap memiliki
tingkat aktivitas fisik yang rendah.5 Faktor risiko hipertensi dapat dibagi menjadi 4, yaitu: 7
1. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi
2. Faktor risiko perilaku
3. Faktor risiko lingkungan
4. Faktor risiko fisiologis/biologis.

6 Universitas Indonesia
Gambar 2.2.1 Faktor Risiko Hipertensi.7
Etiologi dari hipertensi dan patofisiologinya dipengaruhi oleh kondisi genetik
pasien, aktivasi sistim saraf simpatetik, aktivasi sistim renin-angiotensin-aldosterone,
obesitas, dan konsumsi garam berlebih. Pada dasarnya, terdapat peningkatan output kardiak
atau resistensi vaskular di perifer pada pasien-pasien hipertensi. Pada orang dewasa,
resistensi vaskular diperburuk dengan adanya kekakuan pembuluh darah. Konsumsi garam
yang berlebihan dan terus-menerus juga menyebabkan retensi cairan yang didahului oleh
deteksi sodium yang berlebih oleh ginjal yang berujung pada pengeluaran hormone renin.
Hormon ini akan menstimulasi hati untuk mengeluarkan angiotensinogen yang akan diubah
menjadi angiotensin I. Angiotensin I akan diubah menjadi angiontensin II oleh enzim
pengubah angiotensin (angiotensin converting enzyme (ACE)) yang dihasilkan oleh paru-
paru. Angiotensin II akan menempati reseptor angiotensin dan melancarkan berbagai efek,
termasuk vasokonstriksi secara umum sehingga meningkatkan tekanan darah. Berikut akan
dirangkum patofisiologi hipertensi pada skema berikut. 8

7 Universitas Indonesia
Gambar 2.2.2 Skema patofisiologi Hipertensi10

2.3 Diagnosis dan Tatalaksana Hipertensi


Hipertensi ditegakkan sebagai diagnosis jika hasil pengukuran tekanan darah sistolik ≥
140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg di klinik atau fasilitas layanan
kesehatan. Klasifikasi saat ini yang dianut oleh guideline Hipertensi berdasarkan ESC/ESH
tahun 2018 adalah sebagai berikut;
Tabel 2.3.1 Klasifikasi Hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah di klinik.
Kategori TDS (mmHg) TDD
(mmHg)
Optimal <120 dan <80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal-tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi derajat 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi derajat 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi derajat 3 > 180 dan/atau > 110
Hipertensi SIstolik > 140 dan <90
terisolasi

8 Universitas Indonesia
Selain melalui klinik, penilaian tekanan darah dapat dilakukan secara mandiri dengan
Home Blood Pressure monitoring (HBPM) dan Ambulatory Blood Pressure Monitoring
(ABPM) dengan cut-off yang berbeda dari pengukuran tekanan darah di klinik, sebagai
berikut;
Tabel 2.3.2 Klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan darah ABPM dan HBPM.
Kategori TDS TDD
(mmHg) (mmHg)
TD Klinik > 140 dan > 90
ABPM
Rerata pagi-siang hari (atau > 135 dan/atau > 85
bangun)
Rerata malam hari (atau tidur) > 120 dan/atau > 70
Rerata 24 jam > 130 dan/atau > 80
Rerata HBPM > 135 dan/atau > 85

2.4 Tatalaksana Hipertensi


Pada pasien hipertesi dapat diberikan terapi farmakologi dan nonfarmakologi. Terapi
farmakologi berupa intervensi gaya hidup melalui pembatasan konsumsi garam dapur
menjadi < 5-6 g/hari (2g Na), perubahan pola makan menjadi dominan sayur, kacang,
buah-buahan, ikan, dan asam lemak tidak jenuh, pembatasan konsumsi daging merah dan
asam lemak jenuh, berhenti merokok, dan olahraga teratur dengan frekuensi 5-7 hari per
minggu latihan aerobik dinamik berintensitas sedang (50-70% denyut nadi maksimum)
selama 30 menit setiap sesi.9
Menurut Pedoman Hipertensi tahun 2018 menurut ESC/ESH, ambang batas
tekanan darah menurut pengukuran di klinik untuk di mulainya terapi farmakologis
dijelaskan pada tabel dan skema berikut.

9 Universitas Indonesia
Tabel 2.4.1 Ambang batas tekanan darah untuk inisiasi obat.

Gambar 2.4.1 Skema penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi hipertensi.


Pada Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi PERHI tahun 2016, telah disepakati
bahwa target tekanan darah secara umum setelah kontrol hipertensi adalah <140/90
mmHg. Namun, pada consensus tahun 2019, dijabarkan target tekanan darah menurut
pengukuran di klinik berdasarkan usia dan komorbid sebagai berikut;

10 Universitas Indonesia
Tabel 2.4.2 Target tekanan darah berdasarkan pengukuran di klinik.

TIA=transient ischemic attack; TD=tekanan darah; TDD=tekanan darah diastolik;


TDS=tekanan darah sistolik.
*Untuk stroke lakunar: target penurunan TDS 120-130 mmHg Diadaptasi dari 2018
ESC/ESH Hypertension Guidelines.

Saat ini, strategi pengobatan yang dianjurkan pada pasien-pasien hipertensi adalah
single pill combination (SPC) di mana terdapat satu sediaan pil yang berisikan kobinasi
dua obat antihipertensi yang ditujukan untuk meningkatkan kepatuhan terhadap
pengobatan. Namun, pada pasien-pasien derajat 1 dengan risiko rendah (tekanan darah
sistolik (TDS) < 150 mmHg) dan pada pasien usia sangat lanjut atau ringkih (> 80 tahun),
dapat dipertimbangkan monoterapi. Terdapat lima golongan obat antihipertensi utama
yang direkomendasikan sebagai lini pertama, yakni penghambat ACE, penyekat reseptor
angiotensin, penyekat reseptor beta, penyekat kanal kalsium, dan diuretik. 8 Skema
penatalaksanaan hipertensi tanpa komplikasi, dengan komorbid penyakit arteri coroner,
dan gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi secara berurutan dijabarkan pada
gambar dibawah.

11 Universitas Indonesia
Gambar 2.4.2 Alur tatalaksana hipertensi tanpa komplikasi.

Gambar 2.4.3 Alur tatalaksana hipertensi dengan komorbid penyakit arteri coroner.

Gambar 2.4.4 Alur tatalaksana hipertensi dengan komorbid gagal jantung dengan fraksi
ejeksi rendah.

12 Universitas Indonesia
Terdapat beberapa efek samping dari obat-obat antihipertensi, seperti: batuk dan
hyperkalemia (penghambat ACE dan penyekat reseptor angiotensin); edema pedis, sakit
kepala, konstipasi, dan sakit kepala (penyekat kanal kalsium); sering berkemih,
hiperglikemia, hyperlipidemia, hiperurisemia, dan disfungsi seksual (diuretic); lemas,
bronkospasme, hiperglikemia, dan disfungsi seksual (penyekat beta).8

2.5 Kepatuhan Berobat Hipertensi


Kepatuhan berobat didefinisikan sebagai seberapa jauh perilaku seseorang menaati
regimen pengobatannya, mengikuti terapi nutrisi, dan mengubah gaya hidupnya sesuai
dengan anjuran tenaga kesehatan. Menurut konsensus tahun 2012, disepakati bahwa
kepatuhan terhadap terapi dipengaruhi oleh tiga buah komponen; inisiasi, implementasi,
dan penghentian terapi. Inisiasi dimulai dari peresepan hingga konsumsi dosis pertama.
Implementasi adalah seberapa sesuai dosis aktual yang diminum pasien setiap harinya
dengan regimen yang diresepkan. Pada komponen ini dapat terjadi interupsi yang dapat
disengaja maupun tidak disengaja. Batas nilai angka kepatuhan yang digunakan oleh
banyak literatur untuk menilai kepatuhan adalah 80%. Komponen terakhir berupa
penghentian obat yang menandai berakhirnya regimen terapi. 6 Berbagai kategori faktor
yang mempengaruhi kepatuhan berobat dijabarkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.5 Faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat.

13 Universitas Indonesia
BAB III
METODE

3.1 Desain Diagnosis Komunitas


Diagnosis Komunitas ini dilakukan secara kuantitatif dengan metode potong lintang
(Cross-sectional).

3.2 Tempat dan Waktu Diagnosis Komunitas


Penelitian diadakan selama dua minggu (4-18 Oktober 2019) terhadap pasien-pasien
yang kontrol di poli (pagi hari) lansia, PTM, Prolanis.

3.3 Sumber Data


Hasil pengisian kuesioner yang berisi mengenai kepatuhan, pengetahuan, motivasi,
dukungan keluarga, peran tenaga kesehatan, yang diisi oleh pasien hipertensi yang
berusia > 15 tahun.

3.4 Populasi dan Sampel Data Primer


Populasi target: Semua pasien usia > 15 tahun yang tinggal di Kecamatan Duren Sawit,
Jakarta Timur.
Populasi terjangkau: Semua pasien usia > 15 tahun yang terdata di Puskesmas Kecamatan
Duren Sawit, Jakarta Timur

3.5 Kriteria Inklusi, Eksklusi, dan Drop Out


3.5.1 Kriteria Inklusi
 Masyarakat PKC Duren Sawit
 Pasien terdiagnosis hipertensi
 Memiliki JKN aktif
 Usia Dewasa
3.5.2 Kriteria Eksklusi
 Pasien yang baru menjalani pengobatan < 1 bulan
 Memiliki penyakit komorbid
 Memiliki efek samping obat berat
 Pasien hamil

14 Universitas Indonesia
3.6 Besar Sampel
Metode yang digunakan adalah consecutive sampling, yaitu dengan mewawancara pasien
yang telah terdiagnosis hipertensi yang sedang berobat ke Poli Tidak Menular usia > 15
tahun di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit berdasarkan kuesioner.
Diagnosis komunitas ini termasuk dalam penelitian analitik komparatif kategorik-
kategorik. Karena tidak ada data standar deviasi dari penelitian sebelumnya, maka
penelitian ini bersifat pilot study. Berikut adalah formula yang digunakan untuk
mendapatkan jumlah sampel.
𝑍𝛼2 𝑥 𝑃 𝑥 𝑄 1,962 𝑥 0,18𝑥 0,82
n= = = 56.7 = 57
𝑑2 0,12

Simbol:
n= Jumlah sampel
Zα= Deviat baku untuk kesalahan tipe I (1,96)
P= Proporsi cakupan pasien HT dalam pengobatan(0.18)
Q= 1 – P (0.82)
d= Derajat kesalahan yang masih dapat diterima (0.1)

Penambahan yang diperhitungkan adalah 10% (risiko dropout penelitian): 10% x 57 = 6.


Total Sampel yang dibutuhkan = 57 + 6 = 63.

3.7 Prosedur Kerja


3.7.1 Menentukan Topik Masalah dan Komunitas yang akan dipelajari
Topik masalah pada diagnosis komunitas ini ditentukan dengan mencari sepuluh
penyakit terbanyak di Kecamatan Duren Sawit dari Bulan Januari hingga
September Tahun 2019. Kemudian program-program puskesmas di Kecamatan
Duren Sawit beserta pencapaian dan targetnya di tahun 2018 dan pertengahan
tahun 2019 juga dilihat dari kesenjangan yang ada di antara target yang telah
ditentukan dari Sistim Pelayanan Minimal (SPM) dari Dinas Kesehatan dan
pencapaian dari program tersebut. Setelah itu, dilakukan wawancara terhadap
key-person, yakni Kepala Bagian Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) Penyakit
TIdak Menular (PTM) dan Kepala Program Upaya Kesehatan Masyarakat
(UKM) yang kebetulan bekerja di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit. Populasii
yang dipilih mengikuti topik masalah yang telah ditetapkan.

15 Universitas Indonesia
3.7.2 Pengumpulan data primer
Data primer diperoleh dengan menyebarkan kuesioner yang terdiri atas 2 bagian:
bagian pertama berisi data demografi subyek dan bagian kedua berisi kuesioner
kepatuhan berobat, pengetahuan pasien, akses, peranan tenaga kesehatan, dan
motivasi berobat pada pasien hipertensi berusia > 15 tahun. Teknik sampling yang
digunakan adalah consecutive random sampling. Kuesioner yang digunakan
merupakan hasil adaptasi dari penelitian Exa Puspita (2016) yang berjudul
“Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Penderita Hipertensi dalam
Menjalani Pengobatan” terhadap masyarakat di Puskesmas Gunungpati Kota
Semarang.
3.7.3 Analisis Data
Pertama, dilakukan pengolahan dari data demografis populasi, yaitu berupa usia,
tingkat pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, dan jumlah anak. Setelah itu,
dilakukan pengolahan data primer masing-masing pada aspek pengetahuan,
sikap, dan perilaku. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel.
Data yang didapat akan dianalisis menggunakan software SPSS
(Statistical Product and Service Solution) versi 20. Kemudian dilakukan
pengecekan ulang untuk meminimalisasi kesalahan. Uji hipotesis analitik
kategorik-kategorik menggunakan uji Chi-Square. Jika uji ini menghasilkan nilai
p<0,05 maka hasilnya dianggap bermakna. Apabila salah satu sel (>20%) dalam
table 2x2 memiliki jumlah sampel < 5, maka uji analitik yang akan digunakan
adalah uji Fischer. Jika mendapat nilai p<0,05, maka hasil dianggap bermakna.
Hubungan antara pengetahuan, akses pelayanan kesehatan, dukungan keluarga,
peranan tenaga kesehatan, dan motivasi berobat pasien > 15 tahun terhadap
tingkat kepatuhan berobat hipertensi di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit akan
diperoleh setelah data diinterpretasikan.
3.7.4 Menetapkan diagnosis komunitas
Berdasarkan hasil analisis data tersebut, akan ditarik suatu kesimpulan mengenai
Hubungan antara pengetahuan, akses pelayanan kesehatan, dukungan keluarga,
peranan tenaga kesehatan, dan motivasi berobat pasien > 15 tahun terhadap
tingkat kepatuhan berobat hipertensi di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit. Data
ini akan dielaborasi lebih lanjut di pembahasan dan dapat menjadi saran untuk
tindakan lanjutan ke depannya.

16 Universitas Indonesia
3.7.5 Penyusunan laporan
Pelaporan dari diagnosis komunitas ini disusun dan dituliskan dalam bentuk
makalah yang akan diserahkan kepada pihak Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit dan Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas (IKK) Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (FKUI).

3.8 Alur Kerja


Menanyakan 10 penyakit terbanyak di Wilayah Kecamatan Duren Sawit dan
melihat penyakit yang tetap menduduki peringkat tertinggi selama 7 tahun
terakhir

Wawancara dengan key-person (Kepala Program Penyakit Tidak Menular, Kepala


UKP dan UKM)

Menentukan topik masalah dan komunitas: cakupan pelayanan hipertensi

Pengumpulan data primer berupa kuesioner kepatuhan berobat hipertensi dengan


penilaian pengetahuan, akses, dukungan keluarga, peran tenaga kesehatan, dan
motivasi berobat pada pasien hipertensi

Analisis data kuesioner (data primer): data demografis, analisis univariat, dan
bivariat

Menentukan diagnosis komunitas

Menyusun laporan diagnosis komunitas Puskesmas Kecamatan Kalideres

17 Universitas Indonesia
3.9 Definisi Operasional
Definisi Operasional Kategori
Kepatuhan Pengobatan Kepatuhan rendah (jika
Ketaatan responden dalam melakukan pengobatan hipertensi skor <6
sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh dokter. Kepatuhan sedang (jika
Pengobatan yang dimaksud yaitu skor antara 6-7)
1. Melakukan pemeriksaan (berupa kontrol tekanan darah) Kepatuhan tinggi (jika
2. Kepatuhan konsumsi obat Diukur dengan metode Modifed skor =8)
Morisky Adherence Scale yang terdiri dari 8 item pertanyaan
Pengetahuan Rendah jika skor ≤5
Kemampuan responden untuk menjawab 10 pertanyaan Tinggi jika skor >5
kuesioner dengan benar seputar: Pengertian, tanda dan gejala,
penyebab dan penatalaksanaan Berisiko pada reponden
dengan pengetahuan kurang
Akses Pelayanan Kesehatan Kurang, jika skor ≤3
Penggunaan fasilitas kesehatan yang dimanfaatkan dengan Baik, jika skor >3
baik, seperti jarak dan waktu yang ditempuh ke sarana
kesehatan seperti Puskesmas. Akses pelayanan kesehatan baik
jika terdapat pelayanan kesehatan yang jaraknya dekat dari
rumah responden yaitu ≤ 2.247,5 m, waktu yang ditempuh dari
rumah menuju tempat pelayanan kesehatan < 15 menit, tidak
ada kesulitan dalam hal transportasi serta mendapat pelayanan
pemeriksaan yang baik
Dukungan keluarga Dukungan Rendah
Keterlibatan anggota keluarga untuk memotivasi penderita (Jika skor < 3
hipertensi selama melaksanakan pengobatan. Skor jawaban: Dukungan Tinggi (jika
jumlah soal 5 Ya, nilai 1 ;Tidak, nilai 0 skor ≥3-5)
Peran Tenaga Kesehatan Peran Rendah (Jika
Keterlibatan tenaga kesehatan (dokter, perawat, apoteker) menjawab “iya”
untuk memotivasi penderita hipertensi selama melaksanakan sebanyak < 3 item
pengobatan. Peran Tinggi (jika
Jumlah soal=5, dengan kriteria jika jawaban “ya” skor=1, menjawab “iya” ≥3-5
jawaban tidak skor= 0 item)
Motivasi Berobat Motivasi rendah (jika
Keterlibatan anggota keluarga untuk memotivasi penderita skor antara 0-4)
hipertensi selama melaksanakan pengobatan meliputi: Motivasi tinggi (jika
a. Motivasi untuk berobat rutin (4 soal, 2 soal favourable, 2 skor antara 5-8)
soal unfavourable
b. Motivasi untuk minum obat (4 soal, 2 soal favourable, 2
soal unfavourable)
Jumlah soal= 8, untuk pertanyaan favourable, skor setuju=1,
tidak setuju=0. untuk pertanyaan unfavourable skornya adalah
sebaliknya.

18 Universitas Indonesia
BAB IV
HASIL

4.1 Karakteristik Subjek


Penelitian dilakukan di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit pada kegiatan Prolanis pada 8
Oktober 2019 dan selama pasien berkunjung ke poliklinik PTM (Penyakit Tidak Menular)
dan Lansia selama 9 Oktober 2019 – 14 Oktober 2019. Jumlah subjek yang mengikuti
penelitian ini adalah 63 orang. Karakteristik usia, jenis kelamin, dan latar belakang
Pendidikan pasien dapat dilihat di tabel 4.1.1 di bawah ini.
Tabel 4.1.1 Karakteristik Subjek
n %
Usia 30-40 2 3.2
41-50 4 6.3
51-60 18 28.6
61-70 22 34.9
71-80 15 23.8
81-90 2 3.2
Jenis Kelamin Laki-laki 18 28.6
Perempuan 45 71.4
Pendidikan Tidak Sekolah 1 1.6
SD 5 7.9
SMP 11 17.5
SMA 24 38.1
Perguruan Tinggi 22 34,9
Pekerjaan Pedagang 4 6.3
Pegawai Swasta 1 1.6
Petani / Buruh 1 1.6
PNS 8 12.7
Wiraswasta 2 3.2
Lain-lain 2 3.2
Tidak Bekerja 45 71.4

Subjek diberikan beberapa pertanyaan untuk menilai kepatuhan, pengetahuan, akses,


dukungan keluarga, peran tenaga kesehatan, dan motivasi berobat pasien. Karakteristik subjek
terkait hal tersebut dapat dilihat di diagram di bawah ini. Lebih lengkapnya persebaran subjek

19 Universitas Indonesia
terkait kepatuhan, pengetahuan, akses, dukungan keluarga, peran tenaga kesehatan, dan motivasi
berobat pasien dapat dilihat di tabel 4.1.2. Didapatkan mayoritas subjek memiliki
kepatuhan yang buruk (rendah-sedang), pengetahuan baik (tinggi), akses buruk, dukungan
keluarga baik, peran tenaga kesehatan baik, dan motivasi berobat yang baik.

Karakteristik Subjek

Motivasi Berobat

Peran Tenaga Kesehatan

Dukungan Keluarga

Akses

Pengetahuan

Kepatuhan

0 20 40 60 80 100 120

Baik Buruk

Diagram 4.1 Karakteristik Kepatuhan Subjek

Tabel 4.1.2 Karakteristik kepatuhan, pengetahuan, akses,dukungan keluarga, peran


tenaga kesehatan, dan motivasi berobat pasien
n %
Kepatuhan
Rutin Kontrol Ya 54 85.7
Tidak 9 14.3
Pengobatan Merepotkan Ya 14 22.2
Tidak 49 77.8
Lupa Minum Obat Ya 27 42.9
Tidak 36 57.1
Membawa Obat saat Pergi Ya 49 77.8
Tidak 14 22.2
Konsumsi obat saat gejala tidak ada Ya 52 82.5
Tidak 11 17.5
Konsumsi obat saat kondisi memburuk Ya 50 79.4
Tidak 13 20.6
Kesulitan mengingat penggunaan obat Ya 18 28.6
Tidak 45 71.4

20 Universitas Indonesia
Mengentikan obat sendiri Ya 17 27.0
Tidak 46 73.0
Pengetahuan
Definisi Hipertensi Baik 61 96.8
Buruk 2 3.2
Hipertensi adalah genetik Baik 37 58.7
Buruk 26 41.3
Hipertensi terlihat secara fisik Baik 51 81.0
Buruk 12 19.0
Hipertensi selalu disertai keluhan Baik 13 20.6
Buruk 50 79.4
Hipertensi dapat merusak jantung dan ginjal Baik 56 88.9
Buruk 7 11.1
Hipertensi hanya dapat sembuh dengan obat dokter Baik 15 23.8
Buruk 48 76.2
Hipertensi tidak perlu kontrol rutin Baik 53 84.1
Buruk 10 15.9
Hipertensi dapat terkontrol dengan aktivitas fisik Baik 49 77.8
Buruk 14 22.2
Akses
Jarak Dekat 31 49.2
Jauh 32 50.8
Waktu tempuh Cepat 48 76.2
Lama 15 23.8
Transportasi Mudah 53 84.1
Sulit 10 15.9
Dukungan Keluarga
Menyarankan berobat Buruk 12 19.0
Baik 51 81.0
Menegur saat lupa minum obat Buruk 12 19.0
Baik 51 81.0
Mengingatkan minum obat Buruk 12 19.0
Baik 51 81.0
Membantu pengobatan Buruk 26 41.3
Baik 37 58.7
Mengantar berobat Buruk 34 54.0

21 Universitas Indonesia
Baik 29 46.0
Peran Tenaga Kesehatan
Menjelaskan Penyakit Buruk 3 4.8
Baik 60 95.2
Mendengar keluhan Buruk 1 1.6
Baik 62 98.4
Menjelaskan cara minum obat Buruk 2 3.2
Baik 61 96.8
Mengingatkan rutin kontrol Buruk 4 6.3
Baik 59 93.7
Menjelaskan bahaya lupa minum obat Buruk 5 7.9
Baik 58 92.1
Motivasi Berobat
Perlu rutin kontrol Buruk 0 0
Baik 63 100.0
Rutin berobat tidak membuat sembuh Buruk 12 19.0
Baik 51 81.0
Kontrol merepotkan Buruk 8 12.7
Baik 55 87.3
Perlu minum obat sesuai anjuran dokter Buruk 3 4.8
Baik 60 95.2
Perlu menghabiskan obat Buruk 8 12.7
Baik 55 87.3
Obat banyak efek samping Buruk 5 7.9
Baik 58 92.1

4.2. Analisis Hubungan Kepatuhan dengan Pengetahuan, Akses, Dukungan Keluarga,


Peran Tenaga Kesehatan, dan Motivasi Berobat Pasien
Pada penelitian kali ini dilakukan analisis hubungan kepatuhan pasien dengan
pengetahuan akan penyakit hipertensi dan penanganannya, akses ke layanan kesehatan,
dukungan keluargas akan pengobatan, peran tenaga kesehatan dalam edukasi pasien, dan
motivasi berobat pasien. Dilakukan pula analisis per butir pertanyaan untuk setiap faktor
yang mempengaruhi yang dapat dilihat di tabel di bawah ini. Mayoritas subjek dengan

22 Universitas Indonesia
kepatuhan rendah maupun tinggi memiliki pengetahuan tinggi, akses buruk, dukungan
keluarga yang baik, tenaga kesehatan yang mendukung, dan motivasi berobat yang baik.

Tabel 4.2.1 Hasil Analisis Hubungan Kepatuhuan dengan Faktor-aktor yang


Mempengaruhi
Kepatuhan p
Rendah-Sedang n (%) Tinggi n (%)

Pengetahuan Rendah 9 (69.2) 4 (30.8) Fisher

Tinggi 37 (74) 13 (26) P = 0.735

Akses Buruk 29 (76.3) 9 (23.7) Chi-square

Baik 17 (68) 8 (32) P = 0,565

Dukungan Keluarga Buruk 13 (76.5) 4 (23.5) Fisher

Baik 33 (71.7) 13 (28.3) P = 1.0

Peran Tenaga Kesehatan Buruk 1 (100) 0 (0) Fisher

Baik 45 (72.6) 17 (27.4) P = 1.0

Motivasi Pasien Rendah 2 (100) 0 (0) Fisher

Tinggi 44 (73) 17 (27) P = 1.0

Pengetahuan
Definisi Hipertensi Buruk 1 (50) 1 (50) Fisher

Baik 45 (73.8) 16 (26.2) P= 0.470

Hipertensi adalah genetik Buruk 19 (73.1) 7 (26.9) Chi-square

Baik 27 (73) 10 (27) P=1.0

Hipertensi terlihat secara fisik Buruk 10 (83.3) 2 (16.7) Fisher

Baik 36 (70.6) 15 (29.4) P= 0.487

Hipertensi selalu disertai Buruk 36 (72) 14 (28) Fisher


keluhan
Baik 10 (76.9) 3 (23.1) P= 1.0

Hipertensi dapat merusak Buruk 5 (71.4) 2 (28.6) Fisher


jantung dan ginjal
Baik 41 (73.2) 15 (26.8) P= 1.0

Buruk 32 (66.7) 16 (33.3) Fisher

23 Universitas Indonesia
Hipertensi hanya dapat Baik P= 0.05
14 (93.3) 1 (6.7)
sembuh dengan obat dokter

Hipertensi tidak perlu kontrol Buruk 9 (90) 1 (10) Fisher


rutin
Baik 37 (69.8) 16 (30.2) P= 0.263

Hipertensi dapat terkontrol Buruk 9 (64.3) 5 (35.7) Fisher


dengan aktivitas fisik
Baik 37 (75.5) 12 (24.5) P= 0.498

Akses
Jarak Dekat 27 (84.4) 5 (15.6) Chi-square

Jauh 19 (61.3) 12 (38.7) P =0.039

Waktu tempuh Cepat 12 (80) 3 (20) Fisher

Lama 34 (70.8) 14 (29.2) P=0.740

Transportasi Mudah 8 (80) 2 (20) Fisher

Sulit 38 (71.7) 15 (28.3) P=0.715

Dukungan Keluarga
Menyarankan berobat Buruk 10 (83.3) 2 (16.7) Fisher

Baik 36 (70.6) 15 (29.4) P=0.487

Menegur saat lupa minum Buruk 15 (83.3) 3 (16.7) Fisher


obat
Baik 31 (68.9) 14 (31.1) P=0.350

Mengingatkan minum obat Buruk 13 (72.2) 5 (27.8) Fisher

Baik 33 (73.3) 12 (26.7) P= 1.0

Membantu pengobatan Buruk 20 (76.9) 6 (23.1) Chi-square


Baik 26 (70.3) 11 (29.7) p=0.558

Mengantar berobat Buruk 26 (76.5) 8 (23.5) Chi-square


Baik 20 (69) 9 (31) p=0.504

Peran Tenaga Kesehatan


Menjelaskan Penyakit Buruk 2 (66.7) 1 (33.3) Fisher
Baik 44 (73.3) 16 (26.7) p=1.0

Mendengar keluhan Buruk 1 (100) 0 (0)

24 Universitas Indonesia
Baik Fisher
45 (72.6) 17 (27.4)
p=1.0

Menjelaskan cara minum obat Buruk 2 (100) 0 (0) Fisher


Baik 44 (72.1) 17 (27.9) p=1.0

Mengingatkan rutin kontrol Buruk 3 (75) 1 (25) Fisher


Baik 43 (72.9) 16 (27.1) p=1.0

Menjelaskan bahaya lupa Buruk


4 (80) 1 (20) Fisher
minum obat
p=1.0
Baik 42 (72.4) 16 (27.6)

Motivasi Berobat
Perlu rutin kontrol Buruk 0(0%) 0(0%)
-
Baik 46 (73) 17 (27)

Rutin berobat tidak membuat Buruk 9 (75) 3 (25) Fisher


sembuh p=1.0
Baik 37 (72.5) 14 (27.5)

Kontrol merepotkan Buruk 8 (100) 0(0) Fisher

Baik 38 (69.1) 17 (30.9) p =0.095

Perlu minum obat sesuai Buruk 3 (100) 0(0) Fisher


anjuran dokter
Baik 43 (71.7) 17 (28.3) P=0.557

Perlu menghabiskan obat Buruk 6 (75) 2 (25) Fisher


Baik 40 (72.7) 15 (27.3) p=1.0

Obat banyak efek samping Buruk 5 (100) 0(0) Fisher

Baik 41 (70.7) 17 (27) P = 0.312

Kepatuhan p
Rendah-Sedang Tinggi
Pengetahuan Rendah 9 (19.6%) 4 (23.5%) Fisher
Tinggi 37 (80.4%) 13 (76.5%) P = 0.735
Akses Buruk 29 (63.0%) 9 (52.9%) Chi-square
Baik 17 (37.0%) 8 (47.1%) P = 0,565
Dukungan Keluarga Buruk 13 (28.3%) 4 (23.5%) Fisher
Baik 33 (71.7%) 13 (76.5%) P = 1.0

25 Universitas Indonesia
Peran Tenaga Kesehatan Buruk 1 (2.2%) 0 (0.0%) Fisher
Baik 45 (97.8%) 17 (100.0%) P = 1.0
Motivasi Pasien Rendah 2 (4.3%) 0 (0.0%) Fisher
Tinggi 44 (95.7%) 17 (100.0%) P = 1.0
Pengetahuan
Definisi Hipertensi Buruk 1 (2.2%) 1 (5.9%) Fisher
Baik 45 (97.8%) 16 (94.1%) P= 0.470
Hipertensi adalah genetik Buruk 19 (41.3%) 7 (41.2%) Chi-square
Baik 27 (58.7%) 10 (58.8%) P=1.0
Hipertensi terlihat secara Buruk 10 (21.7%) 2 (11.8%) Fisher
fisik Baik 36 (78.3%) 15 (88.2%) P= 0.487
Hipertensi selalu disertai Buruk 36 (78.3%) 14 (82.4%) Fisher
keluhan Baik 10 (21.7%) 3 (17.6%) P= 1.0
Hipertensi dapat merusak Buruk 5 (10.9%) 2 (11.8%) Fisher
jantung dan ginjal Baik 41 (89.1%) 15 (88.2%) P= 1.0
Hipertensi hanya dapat Buruk 32 (69.6%) 16 (94.1%) Fisher
sembuh dengan obat dokter Baik 14 (30.4%) 1 (5.9%) P= 0.05
Hipertensi tidak perlu Buruk 9 (19.6%) 1 (5.9%) Fisher
kontrol rutin Baik 37 (80.4%) 16 (94.1%) P= 0.263
Hipertensi dapat terkontrol Buruk 9 (19.6%) 5 (29.4%) Fisher
dengan aktivitas fisik Baik 37 (80.4%) 12 (70.6%) P= 0.498
Akses
Jarak Dekat 27 (58.7%) 5 (29.4%) Chi-square
Jauh 19 (41.3%) 12 (70.6%) P =0.039
Waktu tempuh Cepat 12 (26.1%) 3 (17.6%) Fisher
Lama 34 (73.9%) 14 (82.4%) P=0.740
Transportasi Mudah 8 (17.4%) 2 (11.8%) Fisher
Sulit 38 (82.6%) 15 (88.2%) P=0.715
Dukungan Keluarga
Menyarankan berobat Buruk 10 (21.7%) 2 (11.8%) Fisher
Baik 36 (78.3%) 15 (88.2%) P=0.487
Menegur saat lupa minum Buruk 15 (32.6%) 3 (17.6%) Fisher
obat Baik 31 (67.4%) 14 (82.4%) P=0.350

26 Universitas Indonesia
Mengingatkan minum obat Buruk 13 (28.3%) 5 (29.4%) Fisher
Baik 33 (71.7%) 12 (70.6%) P= 1.0
Membantu pengobatan Buruk 20 (43.5%) 6 (35.3%) Chi-square
Baik 26 (56.5%) 11 (64.7%) p=0.558
Mengantar berobat Buruk 26 (56.5%) 8 (47.1%) Chi-square
Baik 20 (43.5%) 9 (52.9%) p=0.504
Peran Tenaga Kesehatan
Menjelaskan Penyakit Buruk 2 (4.3%) 1 (5.9%) Fisher
Baik 44 (95.7%) 16 (94.1%) p=1.0
Mendengar keluhan Buruk 1 (2.2%) 0 (0.0%) Fisher
Baik 45 (97.8%) 17 (100.0%) p=1.0
Menjelaskan cara minum Buruk 2 (4.3%) 0 (0.0%) Fisher
obat Baik 44 (95.7%) 17 (100.0%) p=1.0
Mengingatkan rutin kontrol Buruk 3 (6.5%) 1 (5.9%) Fisher
Baik 43 (93.5%) 16 (94.1%) p=1.0
Menjelaskan bahaya lupa Buruk
4 (8.7%) 1 (5.9%) Fisher
minum obat
p=1.0
Baik 42 (91.3%) 16 (94.1%)
Motivasi Berobat
Perlu rutin kontrol Buruk 0(0%) 0(0%)
-
Baik 46 (100.0%) 17 (100.0%)
Rutin berobat tidak Buruk 9 (19.6%) 3 (17.6%) Fisher
membuat sembuh Baik 37 (80.4%) 14 (82.4%) p=1.0
Kontrol merepotkan Buruk 8 (17.4%) 0(0%) Fisher
Baik 38 (82.6%) 17 (100.0%) p =0.095
Perlu minum obat sesuai Buruk 3 (6.5%) 0(0%) Fisher
anjuran dokter Baik 43 (93.5%) 17 (100.0%) P=0.557
Perlu menghabiskan obat Buruk 6 (13.0%) 2 (11.8%) Fisher
Baik 40 (87.0%) 15 (88.2%) p=1.0
Obat banyak efek samping Buruk 5 (10.9%) 0(0%) Fisher
Baik 41 (89.1%) 17 (100.0%) P = 0.312

27 Universitas Indonesia
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Subjek


Karakteristik demografi digambarkan dengan membandingkan antara dua kelompok
subjek penelitian yang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi (26,98%) dengan subjek
penelitian yang memiliki tingkat kepatuhan yang rendah (73,02%). Hal ini menunjukkan
sebagian besar pasien yang berobat ke puskemas kecamatan duren sawit masih memiliki
tingkat kepatuhan yang rendah sehingga perlu ditelaah lebih lanjut faktor-faktor yang
menyebabkan tingkat kepatuhan yang rendah. Faktor-faktor yang dinilai dalam penelitian
ini antara lain tingkat pengetahuan masyarakat terhadap penyakit hipertensi, visibilitas
mengakses layanan kesehatan, pendapat terhadap dukungan keluarga, pendapat terhadap
peran tenaga kesehatan, dan motivasi diri subjek penelitian.

5. 2 Analisis Deskriptif Tingkat Pengetahuan, Akses Yankes, Dukungan Keluarga, Peran


Tenaga Kesehatan, serta Motivasi Pasien terhadap Tingkat Kepatuhan Berobat
Berdasarkan hasil deskriptif data kuesioner yang dilakukan, secara garis besar didapatkan
tingkat kepatuhan subjek terhadap pengobatan masih cenderung negatif atau rendah-
sedang (berjumlah 46 subjek atau 73,0%). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di
salah satu kota Brazil pada tahun 2010 di beberapa layanan kesehatan keluarga dengan
jumlah sampel total sebanyak 595 subjek, besar proporsi ketidakpatuhan dalam
pengobatan lebih sedikit (53,1%) dibandingkan hasil yang didapatkan dalam penelitian
ini.11 Penelitian serupa juga dilakukan pada layanan kesehatan primer di kota yang berbeda
di Brazil pada tahun Desember 2011 hingga Maret 2012 dengan besar proporsi
ketidakpatuhan dalam pengobatan yang juga lebih banyak (42,6%) dengan melibatkan 422
subjek penelitian. Penelitian di Indonesia sendiri juga pernah dilakukan di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di kota Bandung pada Oktober 2017-Februari 2018
menggunakan kuesioner Eight-Item Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8),
dengan hasil besar proporsi kepatuhan dalam pengobatan yang rendah-sedang lebih
banyak (85,8%) dengan jumlah sampel sebanyak 226 subjek. 13
Hasil kecenderungan negatif atau buruk juga didapatkan pada tingkat kemudahan
dalam akses yankes (berjumlah 38 subjek atau 60,3%). Namun, kecenderungan positif
terjadi pada tingkat pengetahuan (berjumlah 50 subjek atau 79,4%), tingkat dukungan
keluarga (berjumlah 46 subjek atau 73,0%), tingkat peranan tenkes (berjumlah 62 subjek

28 Universitas Indonesia
atau 98,4%), serta tingkat motivasi berobat (berjumlah 61 atau 96,8%). Pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan di Puskesmas Gunungpati pada tahun 2014 dengan jumlah
sampel 620 orang, didapatkan hasil besar proporsi yang berkebalikan dengan tingkat
kemudahan dalam akses yankes dengan besar proporsi yang baik 66,7%, serta tingkat
pengetahuan dengan besar proporsi yang rendah 57,1%. 14 Hasil besar proporsi, baik
tingkat dukungan keluarga hasil, tingkat peranan petugas kesehatan, maupun hasil tingkat
motivasi berobat pada penelitian sebelumnya juga menunjukkan kecenderungan positif,
yang secara berurutan sebesar 60,7%, 59,5%, 53,6%. 14
Berdasarkan hasil deskriptif data kuesioner yang dilakukan, terdapat empat
komponen yang bermasalah sehingga tingkat pengetahuan menjadi rendah-sedang.
Komponen tersebut antara lain pengobatan merepotkan, lupa minum obat, kesulitan
mengingat penggunaan obat, dan menghentikan pengobatan sendiri. Kondisi tersebut
mengambarkan subjek penelitian di duren sawit lebih banyak yang terganggu karena harus
menjalani pengobatan secara rutin (77,8%), terkadang masih lupa minum obat (57,1%),
sering mengalami kesuitan dalam mengingat penggunaan obat (71,4%), pernah
mengurangi/menghentikan penggunaan obat tanpa memberitahu dokter (73%).
Berdasarkan hasil deskriptif data kuesioner yang dilakukan, terdapat dua komponen
yang mengalami masalah pada indikator tingkat pengetahuan yakni ‘hipertensi selalu
disertai keluhan’ dan ‘hipertensi hanya dapat sembuh dengan obat dari dokter’. Kondisi
tersebut menunjukkan bahwa subjek penelitian di puskesmas duren sawit masih
menganggap penyakit hipetensi selalu disertai keluhan dan gejala (79,4%), tidak hanya
bisa diobati dengan obat-obatan dari dokter (76,2%).
Berdasarkan hasil deskriptif data kuesioner yang dilakukan, faktor dukungan
keluarga pada komponen ‘mengantar berobat’ masih rendah (54%). Kondisi tersebut
mengambarkan sebagian besar pasien sering berobat/datang sendiri ke layanan kesehatan.
Berdasarkan hasil deskriptif data kuesioner yang dilakukan, seluruh komponen pada
tingkat kemudahan akses, tingkat peranan tenaga kesehatan, dan motivasi berobat pada
subjek penelitian di puskesmas duren sawit baik.

5. 3 Analisis Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Tingkat Kepatuhan Berobat


Berdasarkan hasil uji analitik chi-square yang didapatkan, secara statistik tingkat
pengetahuan tidak memiliki hubungan yang bermakna (nilai p Fisher > 0,05) terhadap
tingkat kepatuhan berobat. Secara besaran proporsi yang didapatkan pada tabel 2x2,
didapatkan juga bahwa persentase tingkat kepatuhan lebih besar pada tingkat

29 Universitas Indonesia
pengetahuan yang rendah (30,8%) dibandingkan dengan tingkat kepatuhan yang tinggi
(26%). Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan yang tinggi memiliki
hubungan yang cenderung bertolak belakang dengan tingkat kepatuhan berobat
walaupun secara statistik tidak bermakna (p=0,735). Pada penelitian sebelumnya,
didapatkan hasil tingkat pengetahuan memiliki hubungan yang bermakna dengan tingkat
kepatuhan berobat dengan perbedaan jumlah persentase tingkat pengetahuan yang tinggi
antara subjek dengan tingkat kepatuhan yang tinggi dan rendah-sedang sebesar 44,4%.
Terdapat empat komponen yang memiliki hubungan berbanding terbalik terhadap
tingkat kepatuhan berobat pasien. Komponen ‘definisi hipertensi’ menunjukkan proporsi
subjek penelitian yang patuh berobat lebih tinggi pada subjek yang menjawab salah
(50%) dibandingkan menjawab benar (26,2%). Komponen ‘hipertensi selalu disertai
keluhan’ menunjukkan proporsi subjek penelitian yang patuh berobat lebih tinggi pada
subjek yang menjawab salah (28%) dibandingkan menjawab benar (23,1%). Komponen
‘hipertensi hanya dapat sembuh dengan obat dokter’ menunjukkan proporsi subjek
penelitian yang patuh berobat lebih tinggi pada subjek yang menjawab salah (33,3%)
dibandingkan menjawab benar (6,7%). Komponen ‘hipertensi dapat terkontrol dengan
aktivitas fisik’ menunjukkan proporsi subjek penelitian yang patuh berobat lebih tinggi
pada subjek yang menjawab salah (35,7%) dibandingkan menjawab benar (24,5%).
Sedangkan hanya dua komponen yang memiliki hubungan berbanding lurus
terhadap tingkat kepatuhan pasien. Komponen ‘hipertensi adalah genetik’ menunjukkan
proporsi subjek penelitian yang patuh berobat lebih tinggi pada subjek yang menjawab
benar (29,4%) dibandingkan menjawab salah (16,7%). Komponen ‘hipertensi tidak perlu
kontrol rutin’ menunjukkan proporsi subjek penelitian yang patuh berobat lebih tinggi
pada subjek yang menjawab benar (30,2%) dibandingkan menjawab salah (10%).
Komponen ‘hipertensi adalah genetik’ dan ‘hipertensi dapat merusak jantung dan ginjal’
tidak memiliki perbedaan proporsi yang bermakna (p=0,1).

5. 4 Analisis Hubungan Tingkat Kemudahan Akses Yankes terhadap Tingkat


Kepatuhan Berobat
Berdasarkan hasil uji analitik chi-square yang didapatkan, secara statistik tingkat
kemudahan akses yankes tidak memiliki hubungan yang bermakna (nilai p Chi-square >
0,05) terhadap tingkat kepatuhan berobat. Secara besaran proporsi yang didapatkan pada
tabel 2x2, didapatkan bahwa persentase tingkat kepatuhan yang tinggi lebih besar pada
populasi yang memiliki kemudahan dalam mengakses layanan kesehatan (32%)

30 Universitas Indonesia
dibandingkan dengan tingkat kepatuhan yang rendah-sedang (23,7%). Hal tersebut
menunjukkan bahwa kemudahan mengakses layanan kesehatan memiliki hubungan
berbanding lurus dengan tingkat kepatuhan berobat walaupun secara statistik dan
perbedaan trend tidak bermakna (p=0,56).

5. 5 Analisis Hubungan Tingkat Dukungan Keluarga terhadap Tingkat Kepatuhan


Berobat
Berdasarkan hasil uji analitik chi-square yang didapatkan, secara statistik tingkat
dukungan keluarga tidak memiliki hubungan yang bermakna (nilai p Fisher > 0,05)
terhadap tingkat kepatuhan berobat. Namun, secara besaran proporsi yang didapatkan
pada tabel 2x2, didapatkan bahwa proporsi tingkat kepatuhan tinggi lebih besar pada
faktor dukungan keluarga yang baik (28,3%) dibandingkan dengan dukungan keluarga
yang buruk (23,5%). Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat dukungan keluarga yang
baik memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan tingkat kepatuhan berobat
walaupun secara statistik dan perbedaan trend tidak bermakna (p=1).

5. 6 Analisis Hubungan Tingkat Peranan Tenaga Kesehatan terhadap Tingkat


Kepatuhan Berobat
Berdasarkan hasil uji analitik chi-square yang didapatkan, secara statistik tingkat peranan
tenkes tidak memiliki hubungan yang bermakna (nilai p Fisher > 0,05) terhadap tingkat
kepatuhan berobat. Secara besaran proporsi yang didapatkan pada tabel 2x2, didapatkan
juga bahwa proporsi tingkat kepatuhan yang tinggi lebih besar pada pendapat peran
tenaga kesehatan yang baik (27,4%) dibandingkan dengan pendapat yang buruk (0%).
Jumlah persebaran data yang terdistribusi secara tidak normal pada pendapat peran
kesehatan yang buruk (1,59%) dapat menjadi faktor bias pada hasil uji analitik sehingga
menghasilkan perbedaan trend tidak bermakna secara statistik (p=1). Kondisi tersebut
dapat disebabkan karena pewawancara merupakan mahasiswa pre-internship yang
menggunakan jas dokter sehingga mempengaruhi jawaban dari subjek penelitian.

5. 7 Analisis Hubungan Tingkat Motivasi Berobat terhadap Tingkat Kepatuhan


Berobat
Berdasarkan hasil uji analitik chi-square yang didapatkan, secara statistik tingkat
motivasi berobat tidak memiliki hubungan yang bermakna (nilai p Fisher > 0,05)
terhadap tingkat kepatuhan berobat. Namun, secara besaran proporsi yang didapatkan

31 Universitas Indonesia
pada tabel 2x2, didapatkan bahwa proporsi tingkat pengetahuan yang tinggi lebih besar
pada tingkat motivasi pasien yang tinggi (27%) dibandingkan dengan tingkat motivasi
pasien yang rendah (0%). Jumlah persebaran data yang terdistribusi secara tidak normal
pada motivasi pasien yang rendah (3,17%), dapat menjadi faktor bias pada hasil uji
analitik sehingga menghasilkan perbedaan trend tidak bermakna secara statistik (p=1).
Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh subjek penelitian sebagian besar merupakan
pasien yang ikut dalam “Program Pengelolaan Penyakit Kronis” yang memiliki
homogenitas motivasi diri yang baik.

32 Universitas Indonesia
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Dari penelitian ini terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan bahwa:
1. Dari total 67 responden, 46 responden (73%) memiliki tingkat kepatuhan berobat
hipertensi yang kurang. Poin kepatuhan rendah dengan jawaban tertinggi adalah lupa
konsumsi obat yaitu sejumlah 36 responden (57,1%).
2. Di sisi lain, sejumlah 50 responden (79,4%) memiliki pengetahuan yang tinggi
mengenai hipertensi. Dari responden yang memiliki pengetahuan tinggi, hanya 13
responden (26%) yang juga memiliki kepatuhan tinggi.
3. Sejumlah 38 responden (60,3%) memiliki akses menuju fasilitas kesehatan yang
buruk. Dari total responden terrsebut, ditemukan hanya 9 responden (23,7%) memiliki
kepatuhan tinggi.
4. Ditinjau dari faktor dukungan keluarga didapatkan hasil 46 responden (73%), mengaku
memiliki dukungan keluarga tinggi untuk berobat hipertensi. Namun, hanya sejumlah
13 responden (28,3%), memiliki tingkat kepatuhan berobat yang tinggi.
5. Dari total responden, sejumlah 62 responden (98,4%) menjawab peran tenaga
kesehatan baik dalam pelayanan hipertensi. Namun, dari jumlah tersebut hanya 17
responden (27,4%) yang juga memiliki tingkat kepatuhan berobat tinggi.
6. Hasil analisa faktor motivasi pasien untuk berobat hipertensi, terdapat sejumlah 61
responden (96,8%) memiliki motivasi tinggi. Namun dari jumlah tersebut, hanya 17
responden (27%) yang memiliki kepatuhan berobat tinggi.
7. Ditinjau dari faktor-faktor tersebut, tidak ada faktor yang memiliki hubungan
signifikan terhadap kepatuhan berobat hipertensi (nilai p>0,05). Namun bila ditinjau
dari setiap poin pertanyaan, didapatkan faktor jarak menuju fasilitas kesehatan dari
rumah memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepatuhan berobat (nilai p<0,039),
serta poin pengetahuan mengenai ‘kesembuhan hipertensi hanya dapat menggunakan
obat dokter’ juga memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan berobat
hipertensi (nilai p<0,05).

33 Universitas Indonesia
6.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, kami menganjurkan beberapa saran, antara lain:
1. Penelitian lebih lanjut mengenai hubungan tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku
masyarakat penderita hipertensi terhadap kepatuhan berobat hipertensi dapat
dilakukan dengan cakupan yang lebih luas, dengan sampel pada pasien yang belum
diberi intervensi, seperti penyuluhan, dan dilakukan diluar Puskesmas untuk
menghindari bias terhadap komponen pertanyaan mengenai tenaga kesehatan
2. Sehubungan dengan tingkat akses ke fasilitas kesehatan yang cenderung masih kurang,
terutama dari faktor jarak, kami menyarankan untuk penambahan pelaksanaan
program skrining dan pengobatan hipertensi di program pos pembinaan terpadu
(posbindu)
3. Sehubungan dengan masih adanya masyarakat yang memiliki tingkat pengetahuan
mengenai hipertensi kurang, kami menyarankan untuk meningkatkan pengetahuan dan
sikap mengenai pentingnya berobat hipertensi melalui media publikasi, baik media
elektronik, media cetak, maupun media sosial, sehingga angka cakupan pelayanan
hipertensi dapat mencapai target
4. Program yang dilaksanakan dapat fokus mengenai pencegahan komplikasi dari
hipertensi serta peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kontrol
berobat hipertensi

34 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpuanan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman tatalaksana


hipertensi pada penyakit kardiovasular. 1st ed. 2015
2. World Health Organization. Hypertension: GHO data [Internet]. 2019 [cited on 2019
Oct 21]. Available from: https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/hypertension
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Hasil utama RISKESDAS 2018 [Internet]. 2019 [cited on 2019 Oct 21].
Available from: depkes.go.id
4. Subdit Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Direktorat P2PTM Ditjen Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit. Manajemen Program Pencegahan dan Pengendalian
Hipertensi dan Perhitungan Pencapaian SPM Hipertensi. Available online:
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/VHcrbkVobjRzUDN3UCs4eUJ0dVBndz09/2018/
05/Manajemen_Program_Hipertensi_2018_Subdit_PJPD_Ditjen_P2PTM.pdf.
5. Kementerian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. HASIL
UTAMA RISKESDAS 2018. Balitbangkes. 2018.
6. Burnier M, Egan BM. Adherence in hypertension: a review of prevalence, risk factors,
impact, and management. Circ Res. 2019; 124 : 1124-1140. DOI:
10.1161/CIRCRESAHA.118.313220.
7. Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Direktorat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Rencana Aksi Nasional Penyakit Tidak
Menular. 2017. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
8. Foex P, Sear JW. Hypertension: pathophysiology and treatment. Continuing Education
in Anaesthesia Critical Care & Pain. 2004; 4(3): 71-5. Doi:
10.1093/bjaceaccp/mkh020.
9. Lukito AA, Harmeiwaty E, Hustrini NM. Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019.
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia.
10. Raj GM, Priyadarshini R, Mathaiyan J. Current perspectives in the management of
hypertension. 2015. Doi: 10.13140/RG.2.1.4978.6328.
11. Santa-Helena ET, Nemes MI, Eluf NJ. Risk factors associated with non-adherence to
anti-hypertensive medication among patients treated in family health care facilities.
Cad Saude Publica. 2010;26(12):2389-98.

Universitas Indonesia
12. Barreto Mda S, Reiners AA, Marcon SS. Knowledge about hypertension and factors
associated with the non-adherence to drug therapy. Rev Lat Am Enfermagem.
2014;22(3):491-8.

13. Sinuraya Rk, Destiani DP, Puspitasari IM, Diantini A. Tingkat kepatuhan pengobatan
pasien hipertensi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di Kota Bandung. J Farm Klin
Indones. 2018:7(2);124-33.

14. Puspita E. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan penderita hipertensi


dalam menjalani pengobatan. Semarang: Universitas Negeri Semarang; 2016.

Universitas Indonesia
LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai