Anda di halaman 1dari 5

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kopi
Kopi yang sudah dipetik harus segera diolah lebih lanjut dan tidak boleh
dibiarkan selama lebih dari 12-20 jam. Bila tidak segera diolah, kopi akan
mengalami fermentasi dan proses kimia lainnya yang dapat menurunkan mutu. Bila
terpaksa belum dapat diolah, kopi harus direndam dulu dalam air bersih mengalir
(Najiyati dan Danarti, 2004). Sistematika tanaman kopi robusta menurut Rahardjo,
(2012) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionita
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Astridae
Ordo : Rubiaceace
Genus : Coffea
Spesies : Coffea robusta
Penilaian biji-biji kopi didasarkan atas rupa (appearance), warna dan
ukuran, rasa dan aroma dari biji yang telah disangrai dan digiling menjadi serbuk.
Sifat-sifat ini ditentukan oleh tumbuhan asal, cara memlihara kebun, dan cara
pengolahan biji,biji kopi. Sifat-sifat baik dari biji-biji kopi dapat dirusak oleh cara
pengolahan yang kurang tepat. Selain itu, sifat-sifat baik itu juga dapat dirusak oleh
cara penyangraian yang tidak memenuhi syarat dari konsumen sehingga hasilnya
menjadi kurang menarik.
Kopi adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili
Rubiaceae dan genus Coffea. Dunia perdagangan mengenal beberapa golongan
kopi, tetapi yang paling sering dibudidayakan adalah kopi robusta, arabika, dan
liberika. Pada umumnya, penggolongan kopi berdasarkan spesiesnya.

2.2 Jenis-Jenis Kopi


Jenis-jenis kopi menurut Najiyati dan Danarti (2004) yaitu kopi robusta,
kopi arabika dan kopi liberika. Berikut ini adalah deskripsi dari masing-masing
jenis kopi tersebebut yaitu :
a. Kopi Robusta
Kopi Robusta digolongkan lebih rendah mutu citarasanya dibandingkan
dengan citarasa kopi arabika. Hampir seluruh produksi kopi robusta di seluruh
dunia dihasilkan secara kering dan untuk mendapatkan rasa lugas (neutral taste)
tidak boleh mengandung rasa-rasa asam dari hasil fermentasi. Kopi Robusta
memiliki kelebihan-kelebihan yaitu kekentalan yang lebih dan warna yang kuat.
Oleh karena itu, kopi Robusta banyak diperlukan untuk bahan campuran blends
untuk merek-merek tertentu.
Secara struktur, kopi robusta memiliki kulit ari yang sulit dilepas dari
endospermnya. Hal ini disebabkan karena kopi robusta memiliki lendir dalam
jumlah yang sedikit (Najiyati dan Danarti, 2004). Kopi robusta memiliki kafein
yang lebih tinggi, rasa yang pahit, dan asam.
b. Kopi Arabika
Kopi Arabika adalah kopi yang paling baik mutu cita rasanya,
tanda-tandanya adalah biji picak dan daun hijau tua dan berombak-ombak. Jenis-
jenis kopi yang termasuk dalam golongan Arabika adalah Abesinia, Pasumah,
Marago dan Congensis.
c. Kopi Liberika
Kopi Liberika berasal dari Angola dan masuk ke Indonesia sejak
tahun 1965. Meskipun sudah cukup lama penyebarannya tetapi hingga saat ini
jumlahnya masih terbatas karena kualitas buah yang kurang bagus dan
rendemennya rendah.

2.3 Pengeringan Biji Kopi


Kombinasi suhu dan lama pemanasan selama proses pengeringan pada
komoditi biji-bijian dilakukan untuk menghindari terjadinya kerusakan biji. Suhu
udara, kelembaban relatif udara, aliran udara, kadar air awal bahan dan kadar akhir
bahan merupakan faktor yang mempengaruhi waktu atau lama pegeringan (Brooker
et al., 1974).
Biji kopi yang telah dicuci mengandung air 55%, dengan jalan pengeringan
kandungan air dapat diuapkan, sehingga kadar air pada kopi mencapai 8-10%.
Setelah dilakukan pengeringan maka dilanjutkan dengan perlakuan pemecahan
tanduk. Pengeringan pada kopi biasanya dilakukan dengan tiga cara yaitu :
1. Pengeringan Alami
Pengeringan alami hanya dilakukan pada musim kemarau karena
pengeringan pada musim hujan tidak akan sempurna. Pengeringan yang tidak
sempurna mengakibatkan kopi berwarna coklat, berjamur, dan berbau apek.
Pengeringan pada musim hujan sebaiknya dilakukan dengan cara buatan atau
kombinasi cara alami dan buatan. Pengeringan secara alami sebaiknya dilakukan
dilantai semen, anyaman bambu, atau tikar. Kebiasaan menjemur kopi di atas tanah
akan menyebabkan kopi menjadi kotor dan terserang cendawan (Najiyati dan
Danarti, 2004).
Cara penjemuran kopi yang baik adalah dihamparkan di atas lantai dengan
ketebalan maksimum 1.5 cm atau sekitar 2 lapisan. Setiap 1–2 jam hamparan kopi
di bolak-balik dengan menggunakan alat menyerupai garuh atau kayu sehingga
keringnya merata. Bila matahari terik penjemuran biasanya berlangsung selama 10–
14 hari namun bila mendung biasanya berlangsung 3 minggu (Najiyati dan Danarti,
2004).
2. Pengeringan Buatan
Pengeringan secara buatan biasanya dilakukan bila keadaan cuaca
cenderung mendung. Pengeringan buatan memerlukan alat pengering yang hanya
memerlukan waktu sekitar 18 jam tergantung jenis alatnya. Pengeringan ini
dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama, pemanasan pada suhu 65-100 oC
untuk menurunkan kadar air dari 54% menjadi 30%. Tahap kedua pemanasan pada
suhu 50–60 oC untuk menurunkan kadar air menjadi 8-10% (Najiyati dan Danarti,
2004).
3. Pengeringan Kombinasi Alami dan Buatan
Pengeringan ini dilakukan dengan cara menjemur kopi di terik matahari
hingga kadar air mencapai 30%. Kemudian kopi dikeringkan lagi secara buatan
sampai kadar air mencapai 8-10%. Alat pengering yang digunakan ialah mesin
pengering otomatis ataupun dengan rumah (tungku) pengering. Prinsip kerja kedua
alat hampir sama yaitu pemanasan kopi dengan uap/udara di dalam ruang tertutup
(Najiyati dan Danarti, 2004).

2.4 Proses Pengolahan Bubuk Kopi


Proses pengolahan bubuk kopi terdiri dari beberapa tahapan proses yaitu
sebagai berikut:
1. Penyangraian
Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Proses ini
merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam biji kopi
dengan perlakuan panas. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak
senyawa organik calon pembentuk citarasa dan aroma khas kopi. Waktu sangrai
ditentukan atas dasar warna biji kopi sangrai atau sering disebut derajat sangrai.
Makin lama waktu sangrai, warna biji kopi sangrai mendekati cokelat tua
kehitaman (Mulato, 2002).
2. Pendinginan Biji Sangrai
Proses pendinginan biji kopi yang telah disangrai sangat perlu dilakukan.
Ini untuk mencengah agar tidak terjadi pemanasan lanjutan yang dapat mengubah
warna, flavor, volume atau tingkat kematangan biji yang diinginkan. Beberapa cara
dapat dilakukan antara lain pemberian kipas, ataupun dengan menaruhnya kebidang
datar (Pangabean, 2012).
Setelah proses sangrai selesai, biji kopi harus segera didinginkan di dalam
bak pendingin. Pendinginan yang kurang cepat dapat menyebabkan proses
penyangraian berlanjut dan biji kopi menjadi gosong (over roasted). Selama
pendinginan biji kopi diaduk secara manual agar proses pendinginan lebih cepat
dan merata. Selain itu, proses ini juga berfungsi untuk memisahkan sisa kulit ari
yang terlepas dari biji kopi saat proses sangrai (Mulato, 2002).
3. Penghalusan/Pengilingan Biji Kopi Sangrai
Biji kopi sangrai dihaluskan dengan mesin penghalus sampai diperoleh
butiran kopi bubuk dengan ukuran tertentu. Butiran kopi bubuk mempunyai luas
permukaan yang relatif besar dibandingkan jika dalam keadaan utuh. Dengan
demikian, senyawa pembentuk citarasa dan senyawa penyegar mudah larut dalam
air seduhan (Mulato, 2002).
2.5 Kadar Air
Salah satu faktor yang mempengaruhi proses pengeringan adalah kadar air.
Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan sehingga menghambat
perkembangan organisme pembusuk. Kadar air suatu bahan berpengaruh terhadap
banyaknya air yang diuapkan dan lamanya proses pengeringan (Taib et al., 1988).
Kadar air suatu bahan merupakan banyaknya kandungan air persatuan bobot
bahan yang dinyatakan dalam persen basis basah (wet basis) atau dalam persen
basis kering (dry basis). Kadar air basis basah mempunyai batas maksimum teoritis
sebesar 100%, sedangkan kadar air basis kering lebih 100%. Kadar air basis basah
(Mwb) adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan dengan berat total
bahan.

DAFTAR PUSTAKA

Brooker, D. B., F. W. Bakker-arkema and C. W. Hall, 1974. Drying Cereal Grains.


The AVI publishing Company, Inc. Wesport.
Mulato, Sri. 2002. Simposium Kopi 2002 dengan tema Mewujudkan perkopian
Nasional Yang Tangguh melalui Diversifikasi Usaha Berwawasan
Lingkungan dalam Pengembangan Industri Kopi Bubuk Skala Kecil Untuk
Meningkatkan Nilai Tambah Usaha Tani Kopi Rakyat. Denpasar : 16 – 17
Oktober 2002. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Najiyati,S., dan Danarti. 2004. Kopi: Budi Daya dan Penanganan Pascapanen.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Pangabean, Edy. 2012. The Secret of Barista. Jakarta: PT Wahyumedia.
Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan
Robusta. Jakarta: Penebar Swadaya.
Taib, G., Gumbira Said, dan S. Wiraatmadja. 1988. Operasi Pengeringan pada
Pengolahan Hasil Pertanian. Jakarta: PT Mediyatama Sarana Perkasa.

Anda mungkin juga menyukai