Anda di halaman 1dari 6

DINAMIKA PSIKOLOGIS PADA PELAKU

PERCOBAAN BUNUH DIRI


Luiuk Mukarromah
Fathul Lubabin Nuqul
Fakuttas Psikologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang

Abstrak - Percobaan bunuh diri merupakan fenomena yang sering terjadi di berbagai belahan
dunia. Percobaan bunuh diri berhubungan erat dengan aspek psikologis dan pengambilan
keputusan, ketika seseorang dihadapkan pada suatu permasalahan maka seseorang memiliki
dua pilihan yaitu menyelesaikan permasalahan tersebut dengan cara yang positif atau dengan
cara yang negatif yaitu, bunuh diri. Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang perempuan
usia 22 tahun, yang pernah melakukan usaha bunuh diri, namun masih selamat dan juga
beberapa informan yang terkait dengan subjek. Teknik pengumpulan data yang digunakan
yaitu wawancara mendalam, observasi dan penggunaan alat ukur psikologi yaitu BDI (Beck
Depression Inventory), SCL90, Gratis dan WARTEG. Hasil penelitian menunjukkan bahwasannya
percobaan bunuh diri dilakukan karena adanya rasa kehilangan dan sebagai sarana untuk
mengekspresikan emosi-emosi negatif yang dirasakan, hal ini disebabkan oleh depresi yang
muncul tidak dapat direduksi oleh ego, ini sejalan dengan teori Freud mengenai bunuh diri yaitu
adanya pembalikan agresi pada diri sendiri akibat adanya rasa kehilangan objek cinta. Sejalan
dengan teori Beck mengenai depresi, pada penelitian ini juga ditemukan adanya depresi sebelum
dan pasca percobaan bunuh diri. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwasannya mereka
yang melakukan percobaan bunuh diri cenderung tidak berpikir sistematis, ini bertentangan
dengan teori perkembangan Piaget yang menyatakan adanya kematangan logika berpikir dan
cenderung berpikir sistematis sebelum mengambil tindakan lebih jauh. Hal ini dipengaruhi
oleh depresi yang timbul sebelum percobaan bunuh diri berlangsung. Depresi juga didukung
karena adanya tekanan dari lingkungan sosial dan subjek tidak mampu menyesuaikan dirinya,
didukung dengan adanya faktor internal yaitu pandangan negatif pada diri dan masa depan,
maka timbul rasa frustrasi yang diwujudkan dengan percobaan bunuh diri, hal ini sesuai dengan
bunuh diri egoistik dan anomi.

Kata Kunci: Percobaan Bunuh Diri, Pengambilan Keputusan

PSIKOISLAMIKA. Jurnal Psikologi Islam (JPI) copyright © 2014 Laboratorium Penelitian, Kajian
Psikologi Islam dan Penerbitan. Volume 11. Nomor 2, Tahun 2014

PENDAHULUANpelaku percobaan bunuh diri, misalnya keadaan


Bunuh diri merupakan fenomena yang menarikpsikologis yang sedang tidak seimbang atau ingin
untuk dikaji, hal ini dikarenakan bunuh dirilari dari rasa sakit yang dirasakan, sedangkan faktor
merupakan fenomena yang sampai saat ini belumdan motivasi ekstrinsik yaitu penyebab ataupun
bisa ditentukan akar permasalahannya secaradorongan dari luar yang berkaitan dengan pelaku
spesifik. Dari beberapa penelitian ditemukanpercobaan bunuh diri, misalnya keadaan ekonomi
bahwasannya bunuh diri disebabkan oleh kombinasiyang sulit, permasalahan yang dihadapi atau
faktor dan motivasi pelaku yang saling berkaitanbunuh diri dikarenakan berharap bahwa mereka
satu sama lain, baik faktor dan motivasi instrinsikakan dirindukan atau dikenang setelah kematian
ataupun ekstrinsik. Faktor dan motivasi instrinsikmereka.
berarti penyebab ataupun dorongan dari dalam diri

Jurnal Psikoislamika I Volume 11 Nomor 2 Tahun 201431


Perlu adanya penelitian mendalam mengenai karena dia kehilangan cinta dari orang tua, dari
bunuh diri, untuk menemukan kecenderungan- teman bahkan dari negaranya (Alwisol, 2009).
kecenderungan seseorang melakukan percobaan Berbeda dengan Freud yang menganggap
bunuh diri. Penelitian-penelitian terdahulu umumnya depresi berasal dari kehidupan masa lalunya. Beck
hanya membahas mengenai keterkaitan satu faktor (1985) menganggap bahwa depresi disebabkan oleh
atau beberapa faktor dengan perilaku bunuh diri, cara berpikir yang salah terhadap dirinya, sehingga
belum ada penelitian yang membahas mengenai ia cenderung menyalahkan dirinya sendiri (Lubis,
gambaran psikologi sampai seseorang akhirnya 2009) ini disebabkan adanya distorsi kognitif yang
memutuskan melakukan bunuh diri. Untuk itu dialami terhadap diri, dunia dan masa depannya,
peneliti perlu melakukan penelitian dengan judul, hal inilah yang kemudian menimbulkan model
"Dinamika Psikologis Pada Pelaku Percobaan Bunuh kognitif depresi seperti yang dikemukakan oleh
Diri (TentamentSuicide)." Diharapkan dari penelitian Beck. Model ini terdiri dari tiga konsep khusus
ini akan ditemukan gambaran psikologis meliputi yaitu cognitive triad, proses informasi yang salah
faktor-faktor, motivasi dan pengambilan keputusan dan skema-skema (Lubis, 2009).
dari pelaku percobaan bunuh diri, yang nantinya Dalam pandangan kognitif, selain adanya
akan bermanfaat sebagai upaya penanggulangan kesalahan cara berfikir juga menarik untuk mentelaah
bunuh diri dan sebagai tambahan referensi mengenai cara pengambilan keputusan tindakan percobaan
percobaan bunuh diri. bunuh diri. Pembuatan keputusan atau decision
making ialah proses memilih atau menentukan
KERANGKA KERJA TEORITIK berbagai kemungkinan di antara situasi-situasi
Ada beberapa teori yang menjelaskan dinamika yang tidak pasti (Suharnan, 2005). Pembuatan
bunuh diri antara lain psikoanalisis dan paradigma keputusan terjadi di dalam situasi-situasi yang
kognitif. Dalam psikoanalisa, Freud berpendapat meminta seseorang harus membuat prediksi ke
bahwasannya tujuan dari kehidupan adalah kematian depan, memilih salah satu diantara dua pilihan
dari sinilah kemudian muncul dorongan agresif atau lebih, atau membuat estimasi (perkiraan)
yang tujuannya untuk mempertahankan ego mengenai frekuensi kejadian berdasarkan bukti-
atau ke-akuan dengan cara menyalurkan insting bukti yang terbatas. Namun tidak semua keputusan
kematian yang sifatnya merusak ke objek luar diambil dengan menggunakan pertimbangan yang
dan mengubahnya menjadi tindakan yang bisa sistematis seperti pada teori keputusan klasik di
diterima oleh lingkungan, hal ini dimaksudkan atas, melainkan dengan menggunakan pendekatan
untuk menyalurkan energi dari insting kematian, Heuristik. Heuristik menurut Suharnan (2005) adalah
namun kegagalan ego untuk menyalurkan insting cara menentukan sesuatu melalui hokum kedekatan,
kematian keluar dirinya menyebabkan agresi berbalik kemiripan, kecenderungan atau keadaan yang
kedalam dirinya sendiri dan apabila cukup kuat diperkirakan paling mendekati kenyataan.
orang tersebut akan bunuh diri.
Hal ini menurut Freud merupakan fase depresi, METODE
dalam tulisannya Mourning and Melancholia (Freud, Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif
1917/1950. dalam Davidson, 2006) dikatakan bahwa dengan metode studi kasus. Subjek dalam penelitian
potensi depresi diciptakan pada awal kanak-kanak. ini terdiri dari dua orang perempuan berusia 22
dalam periode oral, kebutuhan seorang anak dapat tahun dengan kriteria pernah melakukan percobaan
kurang dipenuhi atau dipenuhi secara berlebihan bunuh. Guna melengkapi data peneliti melibatkan
sehingga menyebabkan seseorang terfiksasi pada tiga orang informan, satu orang informan untuk subjek
tahap ini, dan tergantung pada pemenuhan pertama yaitu teman dekat subjek, dan dua orang
kebutuhan instingtual yang menjadi ciri tahap ini. informan untuk subjek kedua yaitu teman dekat
Dengan terbawanya kondisi tersebut dalam tahap subjek dan teman dekat orang tua subjek. Subjek
pematangan psikoseksual, fiksasi pada tahap oral penelitian dipilih berdasarkan teknik purposive
tersebut, orang yang bersangkutan dapat memiliki sampling, metode ini dipilih karena pada awal
kecenderungan untuk sangat tergantung pada penelitian subjek sudah menentukan orang yang
orang lain untuk mempertahankan harga dirinya. akan dijadikan sebagai subjek penelitian karena
Sedangkan akar permasalahan dari depresi sendiri dianggap sebagai orang yang bisa memberikan
yaitu karena kehilangan cinta pada oedipus complex informasi yang sesuai dengan tema penelitian.
yang membuat orang marah kepada diri sendiri Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu

32 Jurnal Psikoislamika | Volume 11 Nomor 2 Tahun 2014


wawancara, observasi, dan alat ukur piskologi. Alat hasil penelitian dapat diketahui bahwasannya,
ukuryang digunakan dalam penelitian ini yaitu SCL pelaku percobaan bunuh diri memiliki beberapa
90, yang berfungsi untuk melihat kecenderungan kesamaan yaitu, mereka sama-sama datang dari
klinis, BDI (Beck Depression Inventory), untuk keluarga yang tidak harmonis, meskipun hal ini tidak
melihat ada tidaknya gangguan depresi, kemudian berpengaruhi secara langsung pada kedua-duannya,
tes Gratis dan tes WARTEG yang berguna untuk namun ini menjadikan subjek cukup emosional ketika
melihat kepribadian subjek. Teknik analisis yang dihadapkan pada suatu permasalahan. Menurut
digunakan yaitu teknik analisis domain, menurut Lubis (2009) anak yang ditolak oleh orang tuanya
Bungin (2003) analisis domain digunakan untuk akan menjadi malu dan bingung, karena selalu
menganalisis gambaran objek penelitian secara diombang-ambingkan perasaan cinta kasih dan
umum atau ditingkat permukaan, namun relatif kekecewaan atau kebencian terhadap orang tuanya,
utuh tentang objek penelitian tersebut. Sedangkan sehingga anak-anak akan mengalami kekalutan
teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan batin. Timbullah rasa tidak aman secara emosional
pada penelitian ini adalah teknik triangulasi, (emotional insecurity) dan akan mengakibatkan
menurut Patton (dalam Moleong, 2007) teknik konflik batin yang serius, trauma yang ditimbulkan
triangulasi yaitu membandingkan dan mengecek dari penolakan orang tua akan berpengaruh terhadap
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang pengendalian emosi anak kelak ketika dewasa,
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda sehingga ketika dihadapkan pada permasalahan atau
dalam penelitian kualitatif. tekanan hidup anak cenderung cepat f rustasi bahkan
sebagai puncaknya akan muncul kecenderungan
HASIL DAN PEMBAHASAN untuk bunuh diri.
Berdasarkan hasil wawancara dan asesmen Selain itu perlakuan kasar yang diterima subjek
psikologis menunjukkan bahwa pelaku percobaan membuatnya mencari figur pelindung yang tidak
bunuh diri melakukan tindakannya disebabkan ditemukan dalam keluarganya. figur ini ditemukan
adanya rasa kehilangan, selain itu juga dilakukan subjek pada tunangannya yang merupakan orang
sebagai sarana untuk mengungkapkan emosi-emosi yang dicintainya, sehingga ketika subjek putus
negatif pada orang lain yang dirasakannya.Hal ini dengan tunangannya ia merasa sedih dan kehilangan
terjadi karena ego yang lemah, sehingga pelaku figur pelindung sekaligus orang yang dicintainya
cenderung tidak bisa membentengi diri dan gagal tersebut. Freud (dalam Husain, 2005) mengatakan
membelokkan agresi pada objek di luar dirinya. bahwa kehilangan cinta, dapat menimbulkan dua
Ego ini dibentuk oleh keluarga dan lingkungan hal yaitu, apabila perasaan yang ditarik oleh ego
sosialnya. adalah perasaan cinta dan penghormatan maka
Percobaan bunuh diri dianggap oleh pelaku cinta tersebut akan kembali pada ego, sehingga dia
sebagai jalan keluar dari masalah yang dihadapi, mencintai dirinya sendiri hal ini merupakan poros
percobaan bunuh diri juga dianggap sebagai dari narsisme, namun kehilangan cinta seringkali
suatu cara untuk mengubah realitas yang terjadi, menimbulkan perasaan benci dan permusuhan yang
seperti kehilangan cinta dan kondisi keluarga yang gagal mengaktualisasikan dirinya, perasaan ingin
menimbulkan emosi-emosi negatif. menghukum objek cinta yang telah hilang kemudian
Selain itu juga ditemukan bahwa pengambilan dibalikkan pada ego sendiri ini merupakan poros
keputusan dalam bunuh diri cenderung menggunakan sadisme, dan juga poros dari masokhisme. Ini
pendekatan heuristik, yang bersifat tidak sistematis dikarenakan menyiksa diri sendiri adalah refleksi
dan cepat. Keputusan ini juga dipengaruhi oleh dari objek cinta yang kejam.
depresi yang dialami. Depresi pada pelaku ditandai Hal ini oleh Freud dijelaskan sebagai fase depresi
oleh tiga hal yang kemudian membentuk skema dalam Mourning and Melancholia. (Freud,1917/1950.
kongnitif yang bersifat negatif. Tiga hal tersebut dalam Davidson, 2006) untuk menghilangkan
meliputi pandangan negatif pada diri dan masa frustrasi atau tegangan akibat kehilangan objek
depan, adanya pengulangan ide bunuh diri dan cinta, ego menggunakan mekanisme pertahanan
pikiran ambivalen, dan distorsi kognitif yang berupa reaksi agresi (aggressive reaction) yaitu,
membuat seseorang tidak bisa berpikir mengenai menggunakan dorongan agresi untuk menyerang
solusi lain yang lebih baik. objek yang menimbulkan frustrasi, (Alwisol, 2009)
Percobaan bunuh diri merupakan fenomena namun kegagalan ego karena tidak dapat menemukan
yang sering terjadi di seluruh belahan dunia. Dari objek cinta yang telah hilang dan tidak menemukan

Jurnal Psikoislamika I Volume 11 Nomor 2 Tahun 2014 33


objek penganti, menyebabkan agresi dibalikkan ke bunuh diri terjadi apabila pribadi yang melakukan
dirinya sendiri. Ini dikarenakan adanya ego yang tindakan bunuh diri tersebut lewat perbuatannya
lemah, pembentukan ego sendiri dipengaruhi oleh berusaha untuk mempengaruhi terjadinya sikap pada
lingkungan keluarga dan (ingkungan sosialnya. orang lain atau mengharapkan adanya perubahan
Sedangkan temuan lain dalam penetitian ini tingkah laku pada orang lain. Perbuatan bunuh diri
menemukan adanya permasalahan dengan keluarga juga digunakan sebagai ekspresi dari kemarahan,
mulai dari konflik dengan ibunya, ayah subjek yang penolakan dan pemaksaan kesediaan untuk mengubah
meninggal dan konflik dengan kakaknya menjadi prilaku pada orang lain.
pemicu distres subjek selama bertahun-tahun sehingga Selain itu juga ditemukan motif lain yaitu,
timbul emosi-emosi negatif seperti stres, marah dan percobaan bunuh diri dilakukan sebagai solusi
malu. Dari sini subjek berusaha mengungkapkan dari permasalahan yang dihadapi, hal ini sesuai
emosi negatif tersebut dengan melakukan percobaan dengan pendapat Shneidman (dalam Davidson dkk,
bunuh diri. Menurut Kartono (2000) salah satu 2006) yang menganggap bunuh diri sebagai upaya
karakteristik orang yang cenderung melakukan sadar untuk mencari solusi suatu masalah yang
percobaan bunuh diri, yaitu selalu dihantui atau menyebabkan penderitaan mendalam.
dikejar-kejar rasa cemas, takut, tegang, depresi, Dari faktor dan motif tersebut kemudian muncul
marah, dendam, dosa atau bersalah. ide untuk mati atau bunuh diri, yaitu kurang dari
Tentu hal ini bukan satu-satunya faktor yang seminggu sampai satu bulan. Sebelum percobaan
menyebabkan subjek melakukan percobaan bunuh diri, bunuh diri pikiran subjek dipenuhi dengan ide
mereka juga memandang negatif pada diri dan masa ini dan motif atau harapan yang ingin dicapai
depannya, subjek memandang negatif pada dirinya dari percobaan bunuh diri, selain itu subjek juga
karena pelecehan seksual yang pernah dialaminya berpikir mengenai pengalaman-pengalaman negatif
dan keadaan diri yang sudah tidak perawan lagi, seperti pelecehan seksual yang dialami dan kedaan
ini membuat subjek takut akan masa depannya dan yang sudah tidak perawan, hal ini menimbulkan
takut tidak akan ada yang mau menerimanya lagi. ketakutan akan masa depan subjek. Ini sesuai
Hal ini sesuai dengan teori depresi yaitu kongnitif dengan teori Beck mengenai dichotomous thinking,
triad yang diusulkan oleh Aaron Beck (dalam Lubis, Hal ini dimanifestasikan dalam kecenderungan
2009) yaitu adanya pengaktifan tiga serangkai untuk menempatkan semua pengalaman kedalam
pola kognitif yang membuat individu memandang satu atau dua kategori yang berlawanan (Lubis
dirinya, pengalamannya dan masa depannya secara 2009). Namun subjek masih memiliki pertimbangan
idiosinkritik. Hasil penelitian juga menyebutkan seperti tidak ingin merasa sakit ketika melakukan
adanya simtom psikologis yaitu depresi dan simtom percobaan bunuh diri sehingga memilih alat dan
fisik yaitu keadaan subjek yang sedang sakit. dengan cara yang tidak mendatangkan kematian
Dari hasil penelitian juga ditemukan adanya secara langsung, hal ini dipengaruhi oleh motif
kepribadian yang cenderung dependen pada orang percobaaan bunuh diri yang bertujuan untuk
lain, sehingga ketika dihadapkan pada permasalahan memaksa orang lain untuk kembali padanya dan
subjek cenderung kurang bisa mengatasi masalah sebagai sarana penyaluran emosi negatif.
tersebut. selain itu subjek juga cenderung melankolis. Percobaan bunuh diri dilakukan dengan cara
Menurut Nietzel a Harris (1990) (dalam Davidson menyayat-nyayat tangan dengan sayatan yang tidak
dkk, 2006) beberapa orang yang depresi memiliki dalam dan dengan menggunakan obat. Pada saat
ketergantungan yang tinggi dan cenderung menjadi percobaan bunuh diri, subjek sadar akan resiko
depresi setelah ditolak. dari tindakannya namun ia tidak bisa berpikir
Faktor-faktor di atas tidak berdiri secara solusi lain yang lebih baik selain bunuh diri. Hal
sendiri melainkan saling berkaitan satu sama lain, ini dikarenakan adanya pengerutan kongnitif atau
dari faktor-faktor tersebut memunculkan adanya distorsi kognitif yang mengakibatkan adanya deficit
motif percobaan bunuh diri. Hasil penelitian problem solving. Pengambilan keputusan diwarnai
menunjukkan adanya motivasi interpersonal, pikiran-pikiran yang cenderung mengandung tema
yaitu sebagai bentuk usaha untuk mengembalikan depresif dan memperlihatkan tema kemunduran
objek cinta yang telah hilang, disisi lain percobaan (personal deficiency).
bunuh diri dilakukan sebagai sarana penyaluran Dilihat dari usia subjek yang berada pada
emosi-emosi negatif yang dirasakannya. Menurut tahap dewasa awal, menurut Piaget (dalam
Kartono (2000) motivasi interpersonal dalam kasus Boeree, 2009) pada umumnya orang pada tahap

34 Jurnal Psikoislamika I Volume 11 Nomor 2 Tahun 2014


dewasa awal sudah mencapai tahap operasional pada pelaku percobaan bunuh diri yang cenderung
formal, dimana pada tahap ini seseorang sudah mengambil keputusan yang tidak bijaksana. Pendekatan
mencapai kematangan dalam prinsip-prinsip logika heuristik menurut Suharnan (2005) adalah cara
dan dapat menggunakannya untuk menyelesaikan menentukan sesuatu melalui hukum kedekatan,
permasalahan yang bersifat abstrak, pada tahap ini kemiripan, kecenderungan atau keadaan yang di
juga orang mampu mempertimbangkan kemungkinan- perkirakan paling mendekati kenyataan. Pada kasus
kemungkinan ketika menghadapi permasalahan percobaan bunuh diri ditemukan bahwasannya tidak
sebelum mengambil tindakan yang lebih jauh. adanya perencanaan ketika seseorang memutuskan
Namun dari hasil penelitian ditemukan bahwasanya untuk melakukan percobaan bunuh diri melainkan
pelaku percobaan bunuh diri, cenderung fokus hanya diputuskan sesaat sebelum percobaan bunuh
pada permasalahanya dan tidak berpikir mengenai diri berlangsung, hal ini sebagai respon atas keadaan
solusi atau pertimbangan lain, sebelum melakukan yang menimbulkan frustrasi, pada keadaan ini
percobaan bunuh diri. Hal ini bisa dikarenakan seseorang cenderung berusaha mereduksi tegangan
adanya depresi yang mengakibatkan penurunan dengan membayangkan alternatif-alternatif yang
fungsi kognitif. normal diluar fakta. Pada subjek penelitian ditemukan
Pasca percobaan bunuh diri subjek mengalami bahwasannya ia membayangkan kekasihnya akan
stres dan depresi, yang membuat subjek cenderung kembali kalau dia melakukan percobaan bunuh
menutup diri. Dukungan dari lingkungan sosial sangat diri, atau prilaku orang disekitarnya akan berubah
berperan dalam membantu seseorang keluar dari ketika ia melakukan percobaan bunuh diri.
stres dan depresi yang dirasakannya, sehingga kurang Dalam pendekatan heuristis hal ini dikenal
adanya dukungan dari lingkungan menyebabkan dengan heuristis simulasi dengan penalaran
subjek melakukan percobaan bunuh diri berulang kontrafaktual (Taylor dkk, 2009). Saat seseorang
kali. Jika dikaitkan dengan teori bunuh diri menurut memunculkan pikiran berandai-andai ini, orang
Emile Durkheim (dalam Upe, 2010) percobaan biasanya hanya fokus pada kejadian atau tindakan
bunuh diri dilakukan karena kurangnya disiplin tertentu, dalam hal ini subjek hanya fokus pada
atau integrasi sosial, dilihat dari hasil penelitian kejadian kehilangan dan rasa marah sedangkan
percobaan bunuh diri yang dilakukan tergolong tindakan yang dibayangkan yaitu percobaan bunuh
bunuh diri egoistik dan anomi. Percobaan bunuh diri. Ketika dihadapkan pada persoalan yang serius
diri dilakukan karena kurangnya integrasi sosial seperti menyangkut hidup dan mati, umumnya orang
dalam hal ini yaitu keluarga sehingga subjek tidak akan berpikir secara sistematik dengan berbagai
merasa terikat dan menganggap kepentingannya pertimbangan, namun pada pelaku percobaan bunuh
lebih besar dari kepentingan sosialnya. Ketika diri cenderung sebaliknya. Ini bisa dipengaruhi
subjek merasa apa yang diharapkannya tidak sesuai oleh mental set yang terbentuk berdasarkan
dengan harapannya ia mudah menjadi bimbang pengalaman dan cenderung tidak disadari, menurut
dan bahkan tidak memiliki tujuan hidup lagi, hal Aarts & Dijksterhuis (2003) pada dasarnya, karena
inilah kemudian yang membuat subjek memutuskan bertahun-tahun kita merespon emosional, kognitif
melakukan percobaan bunuh diri. Disisi lain adanya dan perilaku terhadap berbagai situasi menjadi
konflik dengan lingkungan sosial, menunjukkan otomatis (Taylor dkk, 2009).
adanya ketidakmampuan dalam menjalankan Hasil penelitian menunjukkan bahwasannya
role expectation, yaitu peran yang diharapkan mereka hanya berpikir mengenai pikiran-pikiran
masyarakat, sehingga subjek merasa frustrasi dan yang cenderung mengandung tema depresif dan
memutuskan untuk melakukan percobaan bunuh memperlihatkan tema kemunduran (personal
diri (Siahaan, 1986). deficiency). Pertama yaitu mereka cenderung
Dilihat dari karakteristik pengambilan keputusan memandang diri dan masa depannya secara negatif
secara khusus, umumnya ketika dihadapkan dengan hal ini disebut oleh Beck dengan pengaktifan kongnitif
permasalahan subjek cenderung tidak menggunakan triad, Kedua mereka cenderung mengulang-ulang ide
pemikiran yang matang dan sistematik melainkan yang sama yaitu bunuh diri, dan ditambah adanya
menggunakan pemikiran nonsistematik yang dikenal proses informasi yang salah dan cenderung untuk
dengan pendekatan Heuristik. Hal ini sesuai dengan menempatkan semua pengalaman kedalam satu
hasil penelitian yang dilakukan oleh Jolliant dkk. atau dua kategori yang berlawanan atau berpikir
(2005) (dalam Halgin & Whitbourne, 2011) adanya ambivalen, yaitu selain berpikir mengenai harapan
penurunan kemampuan dalam mengambil keputusan dan tujuan bunuh diri ia juga berpikir mengenai

Jurnal Psikoislamika I Volume 11 Nomor 2 Tahun 2014 35


pengalaman-pengalaman negatif yang pernah ia ego yang lemah, gagal membelokkan agresi
alami, jadi terdapat keinginan untuk mati atau hidup pada objek diluar dirinya. Ego ini dibentuk oleh
yang tidak jelas, hal ini sesuai dengan karakteristik keluarga dan lingkungan sosialnya, percobaan
yang diungkapkan oleh Kartono (2000). Ketiga, bunuh diri merupakan jalan keluar dari masalah
subjek juga mengalami penurunan fungsi Kongnitif yang dihadapi, percobaan bunuh diri juga dianggap
atau distorsi kongnitif yang membuatnya tidak bisa sebagai suatu cara untuk mengubah realitas yang
melihat altematif tain selain bunuh diri sebagai solusi terjadi, Pengambilan keputusan dalam bunuh diri
dari permasalahan yang dihadapi. Hal ini kemudian cenderung menggunakan pendekatan heuristis,
membentuk suatu skema negatif berdasarkan tema- yang bersifat tidak sistematis dan cepat, hal
tema idiosinkratik di atas, hal inilah yang kemudian ini juga dipengaruhi oleh depresi yang dialami,
membuat seseorang mengambil keputusan untuk depresi disini ditandai oleh tiga hal yang kemudian
melakukan percobaan bunuh diri. membentuk skema kongnitif yang bersifat negatif.
Tiga hal ini meliputi pandangan negatif pada diri
KESIMPULAN dan masa depan, adanya pengulangan ide bunuh diri
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat dan pikiran ambivalen, dan distorsi kognitif yang
disimpulkan bahwa percobaan bunuh diri ditakukan membuat seseorang tidak bisa berpikir mengenai
karena adanya emosi negatif karena emosi-emosi solusi lain yang lebih baik.
negatif yang dirasakannya. Hal ini terjadi karena

DAFTAR PUSTAKA Kartono. K. 2000. Hygiene Mental. Bandung: Mandar


Maju.
Al-Husain. S. 2005. Mengapa Hams Bunuh Diri. Lubis, N L. 2009. Depresi: Tinjauan Psikologis.
Jakarta : Qisthi Press. Jakarta: Kencana.

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Moleong, L. J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Press. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Boeree. C. G. 2009. Personality Theories. Sleman, Siahaan, H.M. 1986. Pengantar ke Arah Sejarah dan
Jogjakarta: Prismasophie. Teori Sosiologi. Jakarat: Penerbit Erlangga.
Bungin. B. 2003. Anatisis Data Penelitian Kualitatif: Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya:
Pemahaman Filosops Dan Metodoloyis Arah Srikandi.
Pen^uasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT Raja Taylor, S E., Peplau, LA,. & Sears, D 0. 2009.

Grafindo Persada. Psikologi Sosial. Jakarta: Kencana Prenada


Davidson. G. C. & Neale, J M. 2006. Psikotosi Media Group.
Abnormal, Edisi ke- 9. Jakarta: PT Rajagrafindo Upe, A. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi: Dari
Persada. Filosofi Positivistic Ke Post Positivistik. Jakarta:
Halgin. R. P. & Whitbourne. S K. 2011. Psikologi PT Raja Grafindo Persada.
Abnormal. Jakarta: Salemba Humanika.

36 Jurnal Psikoislamika | Volume 11 Nomor 2 Tahun 2014

Anda mungkin juga menyukai