Anda di halaman 1dari 15

TUGAS EKONOMI

ARTIKEL
DEFISIT ANGGARAN PEMERINTAH

Nama : Rofit Rahman

Kelas : X-3

Absen : 20
Hubungan Teoritis antara Defisit Anggaran, PDB dengan Inflasi

Menurut perspektif ahli moneter, penawaran uang akan mendongkrak inflasi.


Jika kebijakan moneter diterapkan terhadap defisit anggaran, penawaran uang terus
meningkat dalam waktu yang lama. Permintaan agregat meningkat sebagai hasil
dari pembiayaan defisit ini, yang menyebabkan output meningkat di atas tingkat
output alamiah. Permintaan tenaga kerja yang meningkat akan menaikkan upah,
yang pada gilirannya menyebabkan pergeseran penawaran agregat kearah
menurun. Setelah kurun waktu tertentu ekonomi kembali ke tingkat output alami.
Akan tetapi, ini terjadi dengan biaya pada tingkat harga lebih tinggi secara
permanen.
Menurut pandangan ahli moneter, defisit anggaran bisa menyebabkan inflasi,
tetapi hanya sampai tingkat di mana defisit anggaran tersebut ditalangi (Hamburger
dan Zwick, 1981). Dalam model ahli moneter (dan neo-klasik), perubahan tingkat
inflasi sangat tergantung pada perubahan penawaran uang. Umumnya, defisit
anggaran tidak menyebabkan tekanan yang bersifat inflasi, tetapi mempengaruhi
tingkat harga melalui dampaknya pada agregat uang dan ekspektasi publik, yang
pada gilirannya memicu pergerakan harga. Hubungan sebab-akibat penawaran
uang didasarkan pada teori uang terkenal Milton Friedman, yang menyatakan bahwa
inflasi kapan saja dan di mana saja selalu merupakan fenomena moneter.
Teori tersebut menjelaskan bahwa pertumbuhan harga secara terus menerus dan
menetap selalu didahului atau disertai dengan peningkatan berkelanjutan dalam
penawaran uang. Ekspekatasi hubungan sebab-akibat bekerja melalui kendala
anggaran antar waktu, yang mengimplikasikan bahwa pemerintah harus mengalami
defisit masa sekarang, dan pada masa mendatang akan mengalami surplus
anggaran (Walsh, 1998). Satu cara yang mungkin untuk menghasilkan surplus
adalah dengan meningkatkan pendapatan dari pencetakan uang (seignorage),
sehingga publik mungkin mengharapkan pertumbuhan uang masa mendatang.
Hubungan defisit-inflasi juga dibahas dengan mempertimbangkan efek langsung
inflasi pada utang yang belum dilunasi, pendapatan pajak dan pembelanjaan
pemerintah. Interaksi dinamis antara defisit pemerintah dan inflasi bisa berlangsung
dalam salah satu dari dua arah. Efek inflasi mengurangi nilai riil utang yang
menonjol, atau inflasi memperburuk posisi fiskal pemerintah disebabkan
keterlambatan penagihan, yang mengurangi pendapatan riil pemerintah (Dornbusch,
1990). Penurunan pendapatan itu sendiri diterima sebagai faktor pendukung dalam
proses inflasi oleh peningkatan penawaran uang untuk membiayai defisit yang dipicu
inflasi ini (Tanzi, 1991’ Aghevli & Khan, 1978).
Penelitian empiris tentang hubungan antara defisit dan inflasi menghasilkan
hasil-hasil yang saling bertentangan. Walaupun arah sebab-akibat umumnya
diterima dari defisit ke inflasi namun bukti empiris tentang sebab-akibat satu arah ini
tidak konklusif (misalnya, Abizadeh & Yousefi, 1998; Ahking & Miller, 1985; Barnhart
& Darrat, 1988; Dwyer, 1982; Hamburger & Zwick, 1981; Hondroyannis &
Papapetrou, 1997). Walaupun beberapa studi memberikan hasil yang mendukung
ide bahwa inflasi disebabkan defisit, namun dalam banyak studi tidak ada bukti yang
signifikan. Di lain pihak, Aghevli dan Khan (1978), Ahking dan Miller (1985), Barnhart
dan Darrat (1988), Hondroyiannis dan Papapetrou (1997) menemukan hubungan
sebab-akibat dua-arah antara defisit dan inflasi. Sebagian besar studi empiris
menyesuaikan pendekatan ad hoc dengan menggunakan teknik ekonometrika.
Tampaknya hubungan “defisit anggaran-inflasi” ternyata menunjukkan
interaksi dua-arah, yaitu bukan hanya defisit anggaran melalui dampaknya pada
uang dan ekspektasi menimbulkan tekanan inflasi, tetapi inflasi yang tinggi juga
kemudian mempunyai efek feedback yang mendongkrak defisit anggaran. Pada
dasarnya, proses ini bekerja melalui keterlambatan yang signifikan dalam penagihan
pajak. Masalahnya terletak pada fakta bahwa saat pengumpulan pajak dan saat
pembayaran yang seharusnya dilakukan tidak bertepatan dengan pembayaran yang
biasanya dilakukan di hari kemudian. Menurut pandangan ini, inflasi tinggi selama
keterlambatan waktu seperti ini akan mengurangi beban pajak riil. Karena itu
mungkin dialami fenomena penguatan-sendiri sebagai berikut: berlarut-larutnya
defisit anggaran menjadikan inflasi membubung tinggi, yang pada gilirannya
menurunkan pendapatan pajak riil; kemudian penurunan dalam pendapatan pajak riil
mengharuskan peningkatan lebih jauh pada defisit anggaran dan seterusnya. Dalam
literatur ekonomi ini biasanya disebut sebagai efek Olivera-Tanzi.
Seperti yang ditunjukkan Sachs dan Larain (1993), bukti dari negara-negara
sedang berkembang pada tahun 1980-an menguatkan kesimpulan bahwa proses
penguatan-sendiri ini juga bisa mengganggu stabilitas ekonomi dan menyebabkan
inflasi yang sangat tinggi. Beberapa peneliti juga mengajukan bahwa pembiayaan
defisit anggaran dengan menggunakan akumulasi utang domestik ternyata hanya
menangguhkan pajak inflasi. Jika pemerintah menalangi defisit anggarannya dengan
mencetak uang sekarang, maka di masa mendatang beban menangani stok utang
pemerintah yang sudah ada sebelumnya akan lebih mudah. Pembayaran bunga
yang menambah pengeluaran pemerintah di periode berikutnya tidak akan
menimbulkan tekanan tambahan pada otoritas fiskal dan defisit tidak akan
meningkat seiring berjalannya waktu. Seperti yang ditegaskan Sachs dan Larrain
(1993), “meminjam hari ini bisa menangguhkan inflasi, tetapi dengan risiko inflasi
yang bahkan lebih tinggi di masa mendatang”.
Sargent dan Wallace (1981) mengamati bahwa bila otoritas fiskal
menetapkan anggaran secara tersendiri, otoritas moneter hanya bisa mengontrol
ketepatan-waktu inflasi. Baru-baru ini muncul teori dengan arah baru, yang juga bisa
dipandang sebagai perluasan dari hipotesa inflasi ditangguhkan. Menurut teori fiskal
baru tentang tingkat harga (lihat Komulainen & Pirttila, 2000 dan Carzoneri, Cumby
& Diba, 1998) ada dua aturan untuk penentuan harga. Yang pertama disebut
dengan rezim “dominan moneter”, dimana kebijakan moneter menentukan tingkat
harga, dan kebijakan fiskal akan bereaksi terhadap kebijakan moneter. Pemerintah
menyeimbangkan batasan antar-waktunya dengan menerima inflasi sebagaimana
terjadi. Sebaliknya, dalam rezim “dominan fiskal”, tingkat harga ditentukan oleh
batasan anggaran antar-waktu. Jika surplus masa mendatang tidak cukup untuk
menutupi defisit, tingkat harga harus disesuaikan ke level lebih tinggi, yang
menurunkan nilai riil utang pemerintah. Kebijakan moneter akan bereaksi terhadap
rezim “dominan fiskal”: penawaran uang bereaksi terhadap perubahan tingkat harga
untuk membawa persamaan permintaan uang kepada titik keseimbangan (Carlston
& Fuerst, 1999).
TEORI DEFISIT ANGGARAN
2.1 Teori Investasi
Teori Investasi adalah teori permintaan modal. Investasi adalah arus
pengeluaran yang menambah stok modal fisik atau dengan kata lain investasi
adalah jumlah yang dibelanjakan sektor usaha untuk menambah stok modal dalam
periode tertentu. Investasi biasanya menempati proporsi yang relatif sedikit dari
permintaan agregat, akan tetapi fluktuasi investasi menempati sebagian besar
pergerakan siklus bisnis dalam PDB. Salah satu alasan mengapa negara-negara
dengan pertumbuhan tinggi mereka mencurahkan bagian substansial dari output
mereka ke dalam investasi (Dornbush, 2004). Bank Indonesia dan Badan Pusat
Statistik mengartikan investasi sebagai suatu kegiatan penanaman modal pada
berbagai kegiatan ekonomi dengan harapan untuk memperoleh keuntungan (benefit)
pada masa-masa yang akan datang.
Investasi merupakan unsur PDB yang paling sering berubah. Ada tiga bentuk
pengeluaran investasi yaitu investasi tetap bisnis, investasi tetap residensial, dan
investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah pembelian pabrik dan peralatan
baru oleh perusahaan, investasi residensial adalah pembelian rumah baru oleh
rumah tangga dan tuan tanah. Investasi persediaan adalah peningkatan dalam
persediaan barang perusahaan (Mankiw, 2003). Selain ini, investasi dapat
dibedakan atas investasi finansial dan investasi non-finansial. Investasi finansial
lebih ditujukan kepada investasi dalam bentuk pemilikan instrumen finansial seperti
penyertaan, pemilikan saham, obligasi, dan sejenisnya. Sedangkan investasi non-
finansial dalam bentuk investasi fisik (kapital dan barang modal), termasuk pula
inventori (persediaan).
Menurut Sukirno, S (1999) mengartikan bahwa investasi adalah sebagai
pengeluaran atau pembelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk
membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk
menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa – jasa yang tersedia
dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal ini menunjukkan
perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa yang
akan datang. Adakalanya penanaman modal dilakukan untuk menggantikan barang-
barang modal yang lama yang telah haus dan perlu di depresiasikan.
Nanga, M (2005), investasi (investment) dapat didefenisikan sebagai
tambahan bersih terhadap stok kapital yang ada (net addition to existing capital
stock). Istilah lain dari investasi adalah pemupukan modal (capital formation) atau
akumulasi modal (capital accumulation). Dengan demikian di dalam makro ekonomi
pengertian investasi tidak sama dengan modal (capital). Dalam Makro ekonomi,
investasi memiliki arti yang lebih sempit, yang secara teknis berarti arus pengeluaran
yang menambah stok modal fisik. Investasi merupakan jumlah yang dibelanjakan
sektor bisnis untuk menambah stok modal dalam periode tertentu.
John Maynard Keynes mendasarkan teori tentang permintaan investasi atas
konsep efisiensi marjinal kapital (Marginal Efficiency of Capital atau MEC). Sebagai
suatu defenisi kerja, MEC dapat didefenisikan sebagai tingkat perolehan bersih yang
diharapkan (Expected net rate of return) atau pengeluaran kapital
tambahan.Tepatnya, MEC adalah tingkat diskonto yang menyamakan aliran
perolehan yang diharapkan dimasa yang akan datang dengan biaya sekarang dari
kapital tambahan. Secara matematis, MEC dapat dinyatakan dalam bentuk formula
sebagai berikut :
R1 + R2 + ... + Rn
Ck = …………….. (2.1)
(1 + MEC)1 (1 + MEC)2 (1 + MEC)3
Dimana R adalah perolehan yang diharapkan (expected return) dari suatu proyek,
dan Ck adalah biaya sekarang (current cost) dari modal tambahan.
Apakah suatu investasi itu dilakukan atau tidak, sangat bergantung pada
perbandingan antara present value (PV) di satu pihak dan current cost of additional
capital (Ck) di lain pihak. Kalau PV > Ck, maka diputuskan investasi dilakukan,
sebaliknya kalau PV < Ck diputuskan investasi tidak dilakukan. Sedangkan
hubungan permintaan investasi dan tingkat bunga (r) dengan MEC tertentu, oleh
keynes dinyatakan dalam bentuk fungsi sebagai berikut :
I = f (i) (given MEC) ...................................................... (2.2)
2.2 Teori Kebijakan Fiskal
Kebijakan dibidang fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka
mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan
mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Dari sisi pajak jelas jika
mengubah tarif pajak yang berlaku maka akan berpengaruh pada perekonomian
nasional. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan
meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Sebaliknya
kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output
industri secara umum. Dalam beberapa literatur terdapat beberapa perbedaan
pandangan mengenai kebajikan fiskal, terutama menurut teori Keynes dan teori
klasik (Nopirin, 2000). Pada prinsipnya Keynes berpendapat bahwa kebijakan fiskal
lebih besar pengaruhnya terhadap output daripada kebijakan moneter. Hal ini
didasarkan atas pendapatnya bahwa, pertama elastisitas permintaan uang terhadap
tingkat bunga kecil sekali (extrim-nya nol) sehingga kurva IS tegak. Kebijakan fiskal
yang ekspansif akan menggeser kurva IS ke kanan sehingga output meningkat.
Sedangkan ekspansi moneter dengan penambahan jumlah uang beredar pada
kurva IS yang tetap tidak akan berpengaruh terhadap output. Hal ini menunjukkan
bahwa kebijakan fiskal akan lebih efektif dibandingkan dengan kebijakan moneter.
2.3 Jenis Kebijakan Fiskal
Dari sudut ekonomi makro maka kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi
dua yaitu Kebijakan Fiskal Ekspansif dan Kebijakan Fiskal Kontraktif. Kebijakan
Fiskal Ekspansif adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan
kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan
dan pengeluaran pemerintah, pada saat munculnya kontraksional gap.
Konstraksional gap adalah suatu kondisi dimana output potensial (YF) lebih tinggi
dibandingkan dengan output Actual.
Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah kebijakan pemerintah dengan cara
menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan
untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi. kebijakan
pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya.
Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi
yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan
permintaan. pada saat munculnya ekpansionary gap. Ekspansionary gap adalah
suatu kondisi dimana output potensial (Yf) lebih kecil dibandingkan dengan output
Actual (). Adapun mekanisme penurunan pengeluaran pemerintah (G) ataupun
kenaikan pajak (T) terhadap output (Y) adalah sebagai berikut, secara grafik
kebijakan fiskal kontraktif diagram sebagai berikut:
2.4 Kesinambungan Fiskal
Ada berbagai pengertian kesinambungan fiskal. Ayumu Yamauchi (2004)
berpendapat bahwa kesinambungan fiskal akan terjadi jika nilai sekarang (present
value) dari kendala pengeluaran (expenditure constraint) yang akan datang dapat
dipenuhi tanpa harus melakukan koreksi atau penyesuaian fiskal untuk mencapai
keseimbangan.
Barnhill dan Kopits (2003) melihat bahwa kesinambungan fiskal merupakan
interaksi antara keseimbangan anggaran primer dengan parameter kunci, yaitu
pertumbuhan dan tingkat bunga yang mempengaruhi pembayaran utang publik.
Sementara menurut Joseph Ntamatungiro (2004) menekankan bahwa fiskal akan
aman jika terdapat kestabilan rasio utang terhadap PDB. Sementara itu, Edwards
(2002) berpendapat bahwa fiskal akan stabil bila rasio utang terhadap PDB bersifat
stasioner.
Chouraqui, Hagemann dan Sartor (1999) menegaskan bahwa suatu indikator
minimal harus memenuhi tiga persyaratan yaitu implementasi dan interpretasi yang
sesuai dengan karakteristik Negara terkait, penjabarannya didasarkan pada prinsip-
prinsip ekonomi positif (bukan normatif), dan adanya kesamaan persepsi dalam
perbandingan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari perbedaan-perbedaan
pengukuran dalam hubungan antar negara.
Defisit fiskal juga dapat berdampak negatif terhadap perekonomian. Mankiw
(2003) mencatat tiga efek yang dapat ditimbulkan oleh ekspansi anggaran
pemerintah yang terlalu ekspansif. Pertama, terjadinya ekspansi di sektor moneter
yang berujung pada peningkatan jumlah uang beredar (inflasi). Kedua, jika tidak
ditangani dengan baik, akan berlanjut dengan pelarian modal (capital flight) ke luar
negeri. Di beberapa negara, persentase capital flight terhadap utang pemerintah
menunjukkan angka yang cukup tinggi. Bahkan, Venezuela pernah memiliki
persentase capital flight terhadap utang pemerintah sebesar 240 persen pada akhir
tahun 1988. Indonesia pernah mengalami capital flight yang besar pada puncak
krisis 1998. Ketiga, dalam jangka panjang akan timbul pergeseran beban utang ke
generasi yang akan datang.
2.5 Efek Pembelian Pemerintah terhadap Batasan Anggaran
Asumsikan bahwa pemerintah membeli output dengan harga G(t) per satuan
pekerja efektif per satuan waktu. Pembelian pemerintah diasumsikan bukan untuk
mempengaruhi utilitas dari konsumsi swasta, ini bisa terjadi jika pemerintah
memperuntukkan barang-barang untuk suatu aktivitas yang tidak mempengaruhi
utilitas sama sekali, karenanya utilitas sama dengan jumlah utilitas dari konsumsi
swasta dan utilitas dari barang-barang yang disediakan pemerintah. Serupa halnya,
pembelian diasumsikan tidak mempengaruhi output masa mendatang; yaitu,
pembelian diperuntukkan untuk konsumsi publik dan bukan investasi publik.
Pembelian dibiayai dengan jumlah pajak dalam jumlah bulat G(t) per satuan pekerja
efektif per satuan waktu; dengan demikian pemerintah selalu menjalankan anggaran
berimbang.

.
2.6 Surat Utang Negara (SUN)
Pada tahun 2002 pemerintah memberlakukan Undang-Undang No. 24 Tahun
2002 tentang Surat Utang Negara (SUN). Sebelum undang-undang ini disahkan,
istilah Surat Utang Negara lebih dikenal sebagai “obligasi pemerintah”.
Surat Utang Negara terdiri dari Surat Perbendaharaan Negara (SPN)
semacam T-Bills di AS - SPN merupakan SUN berjangka waktu sampai dengan 12
bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto (mirip SBI) dan Obligasi Negara
(ON) merupakan SUN berjangka waktu lebih dari 12 bulan dengan kupon dan/ atau
pembayaran bunga secara diskonto
Tujuan penerbitan SUN adalah untuk membiayai defisit APBN dan menutup
kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan
dan pengeluaran pada rekening kas negara dalam satu tahun anggaran serta untuk
Mengelola portofolio utang negara.
2.7 Defisit Anggaran
Menurut Rahardja dan Manurung (2004) defisit anggaran adalah anggaran
yang memang direncanakan untuk defisit, sebab pengeluaran pemerintah
direncanakan lebih besar dari penerimaan pemerintah (G>T). Anggaran yang defisit
ini biasanya ditempuh bila pemerintah ingin menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Hal
ini umumnya dilakukan bila perekonomian berada dalam kondisi resesi.
Definisi dari defisit anggaran menurut Samuelson dan Nordhaus (2001) adalah suatu
anggaran dimana terjadi pengeluaran lebih besar dari pajak. Sedangkan menurut
Dornbusch, Fischer dan Startz defisit anggaran adalah selisih antara jumlah uang
yang dibelanjakan pemerintah dan penerimaan dari pajak.
Menurut Catao dan Terrones (2003) setiap periode t, pengeluaran pemerintah
(gt) dibiayai dengan pemungutan pajak, penerbitan obligasi pemerintah maupun
pencetakan uang.
Dornbusch, Fischer, dan Startz (2000) mengatakan bahwa Pemerintah
secara keseluruhan, terdiri dari Departemen Keuangan bersama Bank Sentral dapat
membiayai defisit anggarannya dengan dua cara yaitu dengan menjual obligasi
maupun ”mencetak uang”. Bank Sentral dikatakan ”mencetak uang” ketika Bank
Sentral meningkatkan stok uang primer, umumnya melalui pembelian pasar terbuka
dengan membeli sebagian utang yang dijual Departemen Keuangan. Kendala
anggaran pemerintah ditulis :
Defisit anggaran = penjualan obligasi + peningkatan uang primer
Ada dua kemungkinan jenis hubungan yang terjadi antara defisit anggaran
dengan pertumbuhan uang. Pertama, dalam jangka pendek kenaikan defisit yang
disebabkan karena kebijakan ekpansioner akan cenderung menaikan suku bunga
nominal dan riil. Jika Banks Sentral menjaga supaya suku bunga tidak naik, maka
dilakukan tindakan dengan meningkatkan pertumbuhan uang. Kedua, pemerintah
dengan sengaja menaikan persediaan uang dengan maksud agar mendapat
penerimaan pemerintah dalam jangka panjang.
Sebab-sebab Terjadinya Defisit Anggaran Pemerintah

1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, untuk mempercepat pembangunan


diperlukan investasi yang besar dan dana yang besar pula. Apabila dana dalam
negeri tidak mencukupi, biasanya negara elakukan pilihan dengan meminjam ke luar
negeri untuk menghindari pembebanan warga negara apabila kekurangan itu ditutup
melalui penarikan pajak.
2. Rendahnya daya beli masyarakat, masyarakat di negara berkembang seperti
Indonesia yang mempunyai pendapatan per kapita rendah, dikenal mempunyai daya
beli yang rendah pula. Sedangkan barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan,
harganya sangat tinggi karena sebagian produksinya mempunyai komponen impor,
sehingga masyarakat yang berpendapatan rendah tidak mampu membeli barang
dan jasa tersebut. Barang dan jasa tersebut misalnya listrik, sarana transportasi,
BBM, dan lain sebagainya. Apabila dibiarkan saja menurut mekanisme pasar,
barang-barang itu pasti tidak mungkin terjangkau oleh masyarakat dan mereka akan
tetap terpuruk. Oleh karena itu, negara memerlukan pengeluaran untuk mensubsidi
barang-barang tersebut agar masyarakat miskin bisa ikut menikmati.
3. Pemerataan pendapatan masyarakat, pengeluaran ekstra juga diperlukan dalam
rangka menunjang pemerataan di seluruh wilayah. Indonesia yang mempunyai
wilayah sangat luas dengan tingkat kemajuan yang berbeda-beda di masing-masing
wilayah. Untuk mempertahankan kestabilan politik, persatuan dan kesatuan bangsa,
negara harus mengeluarkan biaya untuk misalnya, pengeluaran subsidi transportasi
ke wilayah yang miskin dan terpencil, agar masyarakat di wilayah itu dapat
menikmati hasil pembangunan yang tidak jauh berbeda dengan wilayah yang lebih
maju. Kegiatan itu misalnya dengan memberi subsidi kepada pelayaran kapal
perintis yang menghubungkan pulau-pulau yang terpencil, sehingga masyarakat
mampu menjangkau wilayah-wilayah lain dengan biaya yang sesuai dengan
kemampuannya.
4. Melemahnya nilai tukar, Indonesia yang sejak tahun 1969 melakukan pinjaman
luar negeri, mengalami masalah apabila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya.
Masalah ini disebabkan karena nilai pinjaman dihitung dengan valuta asing,
sedangkan pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman dihitung dengan rupiah.
Apabila nilai tukar rupiah menurun terhadap mata uang dollar AS,maka yang akan
dibayarkan juga membengkak. Sebagai contoh APBN tahun 2000, disusun dengan
asumsi kurs rupiah terhadap dollar AS sebesar Rp. 7.100,-, dalam perjalanan tahun
anggaran telah mencapai angka Rp. 11.000,- lebih per US$ 1.00. Apa artinya?
Bahwa pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang diambil dari APBN
bertambah, lebih dari apa yang dianggarkan semula. Pengeluaran Akibat Krisis

Ekonomi Krisis ekonomi Indonesia yang terjadi tahun 1997 mengakibatkan


meningkatnya pengangguran dari 34,5 juta orang pada tahun 1996, menjadi 47,9
juta orang pada tahun 1999.3 Sedangkan penerimaan pajak menurun, akibat
menurunnya sektor-sektor ekonomi sebagai dampak krisis itu, padahal negara harus
bertanggung jawab untuk menaikkan daya beli masyarakat yang tergolong miskin.
Dalam hal ini negara terpaksa mengeluarkan dana ekstra untuk program-program
kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat terutama di wilayah pedesaan yang
miskin itu.
5. Pengeluaran karena inflasi, penyusunan anggaran negara pada awal tahun,
didasarkan menurut standar harga yang telah ditetapkan. Harga standar itu sendiri
dalam perjalanan tahun anggaran, tidak dapat dijamin ketepatannya. Dengan kata
lain, selama perjalanan tahun anggaran standar harga itu dapat meningkat tetapi
jarang yang menurun.
Apabila terjadi inflasi, dengan adanya kenaikan harga-harga itu berarti biaya
pembangunan program juga akan meningkat, sedangkan anggarannya tetap sama.
Semuanya ini akan berakibat pada menurunnya kuantitas dan kualitas program,
sehingga anggaran negara perlu direvisi.
Dampak Defisit Anggaran Pemerintah
Dampak defisit anggaran terhadap perekonomian secara teoritik dipenuhi oleh
kontrovesi, yang paling umum ada tiga kelompok yang berbeda pendapat dalam hal
dampak defisit anggaran terhadap perekonomian, diantaranya ;
4.1 Teori Ricardian Equivalence (RE)
Teori ini merupakan pengembangan dari teori pendapatan permanen dan
hipotesis siklus hidup (Permanent Income and Life Cycle Hypotesis atau PILCH).
Dalam teori ini bahwa belanja pemerintah, pajak dan utang pemerintah yang tidak
ada dalam PILCH diintroduksikan ke dalam model. Kesimpulan dari teori RE adalah
kebijakan defisit anggaran tidak mempunyai pengaruh terhadap perekonomian.
Termasuk di dalamnya investasi, suku bunga dan tingkat harga.
Dalam teori RE diasumsikan bahwa dalam perekonomian hanya terdapat satu
pelaku ekonomi (a representative agent) yang hidup sepanjang waktu (infinite
horizon.
4.2 Kelompok Neoklasik
Kelompok Neoklasik lebih menekankan pada pembahasan pada efek dari
defisit anggaran yang permanent. Berheim (1989) menyebutkan bahwa model
Neoklasik yang standar mendasarkan diri pada tiga karakter pokok. Pertama, pelaku
ekonomi mempunyai masa hidup yang terbatas (finite horizon). Kedua, tingkat
konsumsi optimal ditentukan oleh solusi optimasi antarwaktu (intertemporal
optimization). Ketiga, setiap periode waktu terjadi keseimbangan pasar.
Model Neoklasik serupa dengan model Ricardian. Dalam model Ricardian, satu
pelaku ekonomi hidup sepanjang masa, sedangkan dalam model Neoklasik ada dua
pelaku ekonomi yang hidup dalam periode yang berbeda. Hubungan intertemporal
tidak seerat jika hanya ada satu pelaku ekonomi. Sangat mungkin pelaku ekonomi di
masa sekarang tetap peduli terhadap pelaku ekonomi generasi penerus, tetapi tidak
sepenuhnya.
4.3 Kelompok Keynesian
Berheim (1989) menunjukan tiga ciri aliran Keynesian yang membedakan
dengan aliran yang lain. Pertama, kelompok Keynesian berpendapat bahwa ada
kemungkinan sumber daya yang tidak digunakan secara penuh. Kedua, pelaku
ekonomi mempunyai pandangan yang bersifat jangka pendek (myopic). Sifat ini
menggambarkan adanya hubungan antar generasi yang erat. Ketiga, aliran
Keynesian lebih memfokuskan diri pada efek defisit anggaran temporer yang
desebabkan oleh fluktuasi perekonomian.
Dampak Defisit

Defisit anggaran itu ibaratnya seperti penyakit hipertensi yang dampaknya bisa
mempengaruhi kerja jantung, ginjal, mata, otak, yang berakibat kelumpuhan.
Demikian pula defisit anggaran juga berdampak pada beberapa variabel ekonomi
makro, antara lain :

(1). Dampak Terhadap Tingkat Bunga


Defisit anggaran ditandai dengan kurangnya pembiayaan pengeluaran negara
karena kurangnya penerimaannya yang berasal dari pajak. Untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam meningkatkan anggaran pembangunan maupun rutin,
negara memerlukan penambahan modal, yang berarti permintaan terhadap uang
meningkat.
Bunga, yang merupakan harga modal itu, akan mengalami tingkat
keseimbangan yang lebih tinggi, atau tingkat bunga akan meningkat.
(2). Dampak Terhadap Neraca Pembayaran
Dalam ekonomi terbuka, defisit anggaran dapat mempengaruhi posisi ekspor dan
impor dari dan ke manca negara. Dengan meningkatnya tingkat bunga, investasi
dalam negeri akan menurun, yang berarti peluang modal asing cenderung masuk
mengalir ke dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan investasi dalam negeri.
Apabila ini terjadi, maka defisit anggaran mempunyai dua dampak yang berkaitan,
yaitu : pertama, defisit anggaran akan meningkatkan defisit neraca pembayaran;
kedua, dengan membengkaknya defisit neraca pembayaran, akan menurunkan nilai
tukar dalam negeri terhadap mata uang asing. Sehingga menurunnya nilai rupiah
terhadap valuta asing selama ini bukan saja disebabkan karena faktor psikologis,
tetapi juga faktor teknis.
(3). Dampak Terhadap Tingkat Inflasi
Pengeluaran negara yang melebihi penerimaannya berarti anggaran negara
itu ekspansif, artinya ada kecenderungan terhadap kenaikan harga-harga umum
(inflasi). Mengapa, karena pengeluaran negara yang digunakan untuk pembangunan
proyek-proyek dengan biaya besar dan berjangka lama, selama dalam
pembangunan belum dapat menghasilkan dalam waktu yang cepat, tetapi
sebaliknya, negara telah melakukan pengeluaranpengeluaran, antara lain untuk
upah buruh yang berakibat meningkatnya daya beli masyarakat. Dengan
meningkatnya daya beli masyarakat di satu pihak, dan belum ada output yang
dihasilkan di lain pihak, akan mendorong harga-harga umum akan meningkat, yang
dampaknya adalah pada inflasi. Dalam masa pembangunan yang menggebu-gebu
sulit bisa dihindarkan keadaan inflasi ini.
(4). Dampak Terhadap Konsumsi dan Tabungan
Inflasi yang diakibatkan karena defisit anggaran negara itu akan mengurangi
pendapatan riil masyarakat. Pengurangan pada pendapatan riil masyarakat itu akan
berakibat pada pengurangan baik konsumsi maupun tabungan. Tabungan sangat
penting sekali untuk mendorong investasi. Apabila pendapatan riil ini menurun,
berarti tingkat konsumsi dan tabungan riil juga menurun, padahal tingkat tabungan
riil itu akan berpengaruh terhadap tingkat investasi. Dengan menurunnya tingkat
tabungan tersebut, tingkat investasi juga menurun.
(5). Dampak Terhadap Penggangguran
Pengganguran berarti penurunan tingkat kesempatan kerja. Kesempatan
kerja tergantung pada besarnya investasi yang dilakukan baik oleh negara maupun
masyarakat. Naiknya tingkat bunga akibat dari anggaran negara yang defisit itu,
akan berdampak menurunnya gairah untuk investasi, yang berarti banyak proyek-
proyek maupun perluasan proyek yang sudah ada tidak dapat dibangun, sehingga
berakibat pada pemecatan tenaga kerja atau kurangnya tenaga kerja baru yang
masuk dalam lapangan kerja. Dengan demikian defisit anggaran ini juga secara
langsung berakibat pada kenaikan peningkatan tingkat penggangguran.
(6). Dampak Terhadap Tingkat pertumbuhan
Pertumbuhan yang meningkat adalah akibat dari meningkatnya investasi, baik
dari negara maupun masyarakat. Peningkatan investasi itu bisa terjadi, kecuali
disebabkan oleh situasi keamanan yang kondusif, juga tingkat bunga yang rendah.
Tetapi apabila perubahan variabel-variabel tersebut berlawanan dengan yang
disebutkan diatas, terutama tingkat bunga yang tinggi akibat defisit anggaran, maka
tingkat pertumbuhan yang tinggi tidak akan tercapai atau dapat dikatakan defisit
anggaran itu juga mengakibatkan pada penurunan tingkat pertumbuhan.
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Berikut adalah beberapa kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah
guna mengatasi berbagai permasalahan ekonomi di bidang makro ;

1. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam
perpajakan dan pengeluaran pemerintah/ anggaran untuk memengaruhi
pengeluaran agregat. Contohnya pengenaan pajak penghasilan dan pengenaan
cukai rokok.

2. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang ditempuh pemerintah/ bank
sentral dalam penawaran uang dan kebijakan suku bunga untuk memengaruhi
pengeluaran agregat. Contohnya pemerintah menerapkan jumlah uang yang
beredar di masyarakat dan peningkatan suku bunga bank.

3. Kebijakan segi penawaran


Kebijakan segi penawaran adalah kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi perusahaan, sehingga barang dan jasa yang ditawarkan
lebih banyak dan lebih murah. Contohnya pemerintah memberikan bantuan subsidi
kepada pengusaha kecil menengah.

4. Kebijakan Energi
Kebijakan energi adalah kebijakan dalam menggunakan energi seefisien dan
seoptimal mungkin yang didalamnya terdapat usaha penghematan energi. Misalnya
kebijakan konfersi minyak tanah ke gas LPG guna penghematan penggunaan bahan
bakar minyak oleh masyarakat.

5. Kebijakan Penetapan Harga


Kebijakan penetapan harga adalah kebijakan dalam menentukan harga-harga
pada tingkat tertentu pada komoditas yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Contohnya penetapan tarif dasar listrik oleh pemerintah.

6. Kebijakan Neraca Pembayaran


Merupakan kebijakan yang digunakan untuk memantau keadaan neraca
pembayaran guna memengaruhi nilai tukar. Contohnya larangan impor atau kuota
produk tertentu dilakukan guna melindungi para pengusaha lokal dari serbuan
produk asing.
SOLUSI MENGATASI DEFISIT
Satu instrumen pemerintah dalam mengatasi defisit anggaran adalah dengan
menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara atau Sukuk dengan tujuan untuk dapat
menutupi defisit anggaran belanja negara. Anggota Komisi XI DPR RI Muhammad
Firdaus menghimbau pemerintah untuk dapat mencari langkah-langkah strategis
dalam mengatasi defisit anggaran dan tidak mengambil jalan pintas dengan
menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara atau Sukuk guna menutup defisit
anggaran belanja negara sebagai tambahan utang pemerintah. Meskipun tujuan
diterbitkannya Surat Berharga Syariah Negara atau sukuk adalah memperluas
sumber-sumber pembiayaan/utang APBN, diversifikasi investor dan instrumen,
memberikan alternatif instrumen ritel berbasis syariah bagi invstor, mendukung
pengembangan pasar keuangan syariah dan memberikan kesempatan kepada
invstor kecil untuk berinvestasi dalam instrumen pasar modal yang aman dan
menguntungkan. Pemerintah jangan ambil jalan pintas dalam mengatasi defisit
anggaran, akan tetapi harus mencari solusi yang cukup elegan dalam mengatasi
semua persoalan-persoalan yang terkait dengan keuangan negara. Mengingat
beban utang pemerintah sampai saat ini sudah semakin besar dan hampir
mendekati angka 2000 triliun.

Menurut Muhammad Firdaus, berapa langkah strategis yang harus dilakukan


pemerintah dalam mengatasi defisit anggaran yang pertama pemerintah harus
serius dan bersungguh-sungguh dalam melakukan penghematan terhadap
penggunaan keuangan negara di setiap kementerian / lembaga sehingga dana sisa
anggaran lebih yang memang sudah tidak terpakai untuk digunakan menutupi defisit
tersebut minimal dapat meminimalisir, kedua pemerintah harus mencari sumber
penerimaan baru dari kekayaan alam yang ada dan masih potensial baik darat, laut
dan udara, ketiga pemerintah dan rakyat harus bersama-sama mencari solusi
terbaik guna mengatasi defisit anggaran tersebut dengan melakukan efisiensi
pengeluaran dari segala bidang baik di kementerian / lembaga, ungkap Politisi
Partai Keadilan Sejahtera.

Dengan beban negara yang sudah besar dan berat ini bagi rakyat, tentu
diperlukan adanya inovasi-inovasi baru yang harus dilakukan pemerintah dalam
mengatasi defisit anggaran belanja negara. Jangan sampai tidak adanya inovasi dan
kreativitas pemerintah dalam mengatasi itu dengan mengambil jalan pintas
menggunakan semua instrumen-instrumen yang ada dengan tujuan untuk mencari
pembiayan atau utang, tentu hal ini tidaklah menjadi pilihan pemerintah, akan lebih
baik setiap instrumen keuangan negara yang akan dilakukan adalah yang mampu
membuat negara ini lebih berdaya dan mandiri untuk tidak terus bergantung kepada
orang lain dalam hal ini para kreditor dunia baik Bank Dunia, IMF dan sejenisnya
yang nantinya akan menyengsarakan bangsa ini di kemudian hari, kata Muhammad
Firdaus anggota DPR RI dari Pasuruan dan Probolinggo.

Dari uraian di atas dan dikaitkan dengan teori-teori serta penelitian terdahulu
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
1. Defisit anggaran berpengaruh negatif terhadap investasi swasta di Indonesia
2. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap investasi swasta di Indonesia
3. Tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap investasi swasta di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai