Anda di halaman 1dari 5

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Posted by Mahmuddin pada Agustus 31, 2010

A. Prinsip Kerja

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode untuk amplifikasi (perbanyakan) primer
oligonukleotida diarahkan secara enzimatik urutan DNA spesifik. Teknik ini mampu
memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali lipat dari jumlah nanogram DNA template dalam
latar belakang besar pada sequence yang tidak relevan (misalnya dari total DNA genomik).
Sebuah prasyarat untuk memperbanyak urutan menggunakan PCR adalah memiliki
pengetahuan, urutan segmen unik yang mengapit DNA yang akan diamplifikasi, sehingga
oligonucleotides tertentu dapat diperoleh. Hal ini tidak perlu tahu apa-apa tentang urutan
intervening antara primer. Produk PCR diamplifikasi dari template DNA menggunakan DNA
polimerase stabil-panas dari Thermus aquaticus (Taq DNA polimerase) dan menggunakan
pengatur siklus termal otomatis (Perkin-Elmer/Cetus) untuk menempatkan reaksi sampai 30
atau lebih siklus denaturasi, anil primer, dan polimerisasi. Setelah amplifikasi dengan PCR,
produk ini dipisahkan dengan elektroforesis gel poliakrilamida dan secara langsung
divisualisasikan setelah pewarnaan dengan bromida etidium.

PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi)


potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer
oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai pembatas daerah yang diperbanyak adalah
DNA untai tunggal yang urutannya komplemen dengan DNA templatnya. Proses tersebut
mirip dengan proses replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif.

PCR memungkinkan adanya perbanyakan DNA antara dua primer, hanya di dalam tabung
reaksi, tanpa perlu memasukkannya ke dalam sel (in vivo). Pada proses PCR dibutuhkan
DNA untai ganda yang berfungsi sebagai cetakan (templat) yang mengandung DNA-target
(yang akan diamplifikasi) untuk pembentukan molekul DNA baru, enzim DNA polimerase,
deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan sepasang primer oligonukleotida. Pada kondisi
tertentu, kedua primer akan mengenali dan berikatan dengan untaian DNA komplemennya
yang terletak pada awal dan akhir fragmen DNA target, sehingga kedua primer tersebut akan
menyediakan gugus hidroksil bebas pada karbon 3’. Setelah kedua primer menempel pada
DNA templat, DNA polimerase mengkatalisis proses pemanjangan kedua primer dengan
menambahkan nukleotida yang komplemen dengan urutan nukleotida templat. DNA
polimerase mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester antara OH pada karbon 3’ dengan
gugus 5’ fosfat dNTP yang ditambahkan. Sehingga proses penambahan dNTP yang
dikatalisis oleh enzim DNA polimerase ini berlangsung dengan arah 5’→3’ dan disebut
reaksi polimerisasi. Enzim DNA polimerase hanya akan menambahkan dNTP yang
komplemen dengan nukleotida yang terdapat pada rantai DNA templat.

PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap berurutan, yaitu
pemisahan (denaturasi) rantai DNA templat, penempelan (annealing) pasangan primer pada
DNA target dan pemanjangan (extension) primer atau reaksi polimerisasi yang dikaalisis oleh
DNA polimerase.
B. Kegunaan

Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat digunakan untuk:

1. amplifikasi urutan nukleotida.


2. menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi.
3. bidang kedokteran forensik.
4. melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan “finger print”.

https://mahmuddin.wordpress.com/2010/08/31/polymerase-chain-reaction-pcr/

PCR (Polymerase Chain Reaction)


Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu tehnik sintesis dan amplifikasi DNA secara
invitro. Tehnik ini ditemukan oleh Kary B. Mullis dan F. Faloona pada tahun 1985. PCR
didasarkan pada amplifikasi enzimatik fragmen DNA dengan menggunakan dua
oligonukleotida primer yang komplementer dengan ujung 5’ dari kedua untaian sekuensi
target. Oligonukleotida ini digunakan sebagai primer (primer PCR) untuk memungkinkan
DNA template dicopy oleh DNA polymerase (Nasir, 2002). PCR melibatkan tiga tahap siklus
temperatur yang berurutan yaitu denaturasi template (94 – 95oC), annealing (penempelan)
pasangan primer pada untai ganda DNA target (50 – 60oC) dan pemanjangan (72oC)
(Retnoningrum, 2001).
Tiga tahapan penting dalam Proses PCR menurut Muladno (2000) :
a. Denaturasi
Di dalam proses PCR, denaturasi awal dilakukan sebelum enzim taq polimerase ditambahkan
ke dalam tabung reaksi. Denaturasi DNA merupakan proses pembukaan DNA untai ganda
menjadi DNA untai tunggal. Ini biasanya berlangsung sekitar 3 menit, untuk meyakinkan
bahwa molekul DNA terdenaturasi menjadi DNA untai tunggal. Denaturasi yang tidak
lengkap mengakibatkan DNA mengalami renaturasi (membentuk DNA untai ganda lagi)
secara cepat, dan ini mengakibatkan gagalnya proses PCR. Adapun waktu denaturasi yang
terlalu lama dapat mengurangi aktifitas enzim Taq polymerase. Aktifitas enzim tersebut
mempunyai waktu paruh lebih dari 2 jam, 40 menit, 5 menit masing-masing pada suhu 92,5;
95 dan 97,5oC.
b. Annealing (penempelan primer)
Kriteria yang umum digunakan untuk merancang primer yang baik adalah bahwa primer
sebaiknya berukuran 18 – 25 basa, mengandung 50 – 60 % G+C dan untuk kedua primer
tersebut sebaiknya sama. Sekuens DNA dalam masing-masing primer itu sendiri juga
sebaiknya tidak saling berkomplemen, karena hal ini akan mengakibatkan terbentuknya
struktur sekunder pada primer tersebut dan mengurangi efisiensi PCR.
Waktu annealing yang biasa digunakan dalam PCR adalah 30 – 45 detik. Semakin panjang
ukuran primer, semakin tinggi temperaturnya. Kisaran temperatur penempelan yang
digunakan adalah antara 36oC sampai dengan 72oC, namun suhu yang biasa dilakukan itu
adalah antara 50 – 60oC.
c. Pemanjangan Primer (Extention)
Selama tahap ini Taq polymerase memulai aktivitasnya memperpanjang DNA primer dari
ujung 3’. Kecepatan penyusunan nukleotida oleh enzim tersebut pada suhu 72oC
diperkirakan 35 – 100 nukleotida/detik, bergantung pada buffer, pH, konsentrasi garam dan
molekul DNA target. Dengan demikian untuk produk PCR dengan panjang 2000 pasang
basa, waktu 1 menit sudah lebih dari cukup untuk tahap perpanjangan primer ini. Biasanya di
akhir siklus PCR waktu yang digunakan untuk tahap ini diperpanjang sampai 5 menit
sehingga seluruh produk PCR diharapkan terbentuk DNA untai ganda.
Ketiga tahapan PCR tersebut dapat di ilustrasikan pada gambar 2 berikut:

Gambar 2. Tahapan PCR


(Sumber:Vierstraete, 1999)
Apabila ketiga tahap dalam proses PCR telah dilakukan maka setiap satu segmen DNA pita
ganda diamplifikasikan menjadi dua segmen DNA pita ganda yang identik, sehingga
jumlahnya menjadi dua kali lebih banyak dari jumlah semula. Siklus diulang kembali, mulai
lagi dengan denaturasi, penempelan dan extensi primer (Mordechai, 1999).
Proses PCR berlangsung dalam beberapa siklus. Kisaran siklus optimum dalam proses PCR
adalah 30 – 35 siklus, bergantung pada enzim polimerase, jumlah template dan sebagainya
(Toha, 2001).
Beberapa komponen yang diperlukan untuk proses PCR adalah alat PCR (DNA Thermal
Cycler) dan bahan seperti DNA sampel yang diamplifikasi, dNTP yaitu bahan baku
nukleotida saat polimerasi (terdiri atas dATP, dGTP, dCTP, dan dTTP), oligonukleotida
primer yaitu nukleotida pendek untuk mengawali reaksi polimerasi, enzim DNA polimerase
untuk mengkatalisis reaksi pemanjangan primer, dan ddH2O serta buffer PCR sebagai bahan
pelarut bahan tersebut (Toha, 2001).
Keunggulan PCR dikatakan sangat tinggi. Hal ini didasarkan atas spesifitas, efisiensi dan
keakuratannya. Spesifitas PCR terletak pada kemampuannya mengamplifikasi sehingga
menghasilkan produk melalui sejumlah siklus. Keakuratan yang tinggi karena DNA
polymerase mampu menghindari kesalahan pada amplifikasi produk. Masalah yang
berkenaan dengan PCR yaitu biaya PCR yang masih tergolong tinggi (Mordechai, 1999).
I. Metode Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara in vitro. PCR pertama kali
ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1985. Amplifikasi DNA pada PCR dapat tercapai
bila menggunakan primer oligonukleotida yang biasa disebut amplimers. DNA primer
merupakan rantai tunggal DNA yang pendek, yang nantinya akan dilengkapi sesuai dengan
urutan dari DNA template. Umumnya primer yang digunakan pada PCR terdiri dari 20-30
nukleotida. Tidak ditemukan adanya peningkatan pada spesifitas dengan panjang primer yang
melebihi 30 nukleotida.
Pada proses PCR diperlukan beberapa komponen utama adalah (Nasir, 2006; Yuwono, 2006)
:
a. DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan. DNA cetakan yang
digunakan sebaiknya berkisar antara 105 – 106 molekul. Dua hal penting tentang cetakan
adalah kemurnian dan kuantitas.
b. Oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (18 – 28 basa
nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA yang mempunyai
kandungan G + C sebesar 50 – 60% untuk kestabilan penempelan primer.
c. Deoksiribonukelotida trifosfat (dNTP) terdiri dari dATP, dCTP, dGTP, dTTP. dNTP
mengikat ion Mg2+ sehingga dapat mengubah konsentrasi efektif ion. Komponen ini yang
diperlukan untuk reaksi polimerasi.
d. Enzim DNA Polimerase yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA.
Enzim ini diperoleh dari Eubacterium yang disebut Thermus aquaticus, spesies ini diisolasi
dari taman Yellowstone pada tahun 1969. Enzim polimerase Taq tahan terhadap pemanasan
berulang-ulang yang akan membantu melepaskan ikatan primer yang tidak tepat dan
meluruskan wilayah yang mempunyai struktur sekunder.
e. Komponen pendukung lain adalah senyawa buffer. Larutan buffer PCR umumnya
mengandung 10 – 50mM Tris-HCl pH 8,3-8,8 (suhu 20oC); 50 mM KCl; 0,1% gelatin atau
BSA (Bovine Serum Albumin); Tween 20 sebanyak 0,01% atau dapat diganti dengan Triton
X-100 sebanyak 0,1% disamping itu perlu ditambahkan 1,5 mM MgCl2.
Pada proses PCR menggunakan menggunakan alat termosiklus. Sebuah mesin yang memiliki
kemampuan untuk memanaskan sekaligus mendinginkan tabung reaksi dan mengatur
temperatur untuk tiap tahapan reaksi.
Ada tiga tahapan penting dalam proses PCR yang selalu terulang dalam 30-40 siklus dan
berlangsung dengan cepat (Muladno, 2000; Yuwono; 2006) :
a. Denaturasi
Di dalam proses PCR, denaturasi awal dilakukan sebelum enzim taq polimerase ditambahkan
ke dalam tabung reaksi. Denaturasi DNA merupakan proses pembukaan DNA untai ganda
menjadi DNA untai tunggal. Hal ini biasanya berlangsung sekitar 3 menit untuk meyakinkan
bahwa molekul DNA terdenaturasi menjadi DNA untai tunggal. Denaturasi yang tidak
lengkap mengakibatkan DNA mengalami renaturasi (membentuk DNA untai ganda lagi)
secara cepat dan ini mengakibatkan gagalnya proses PCR. Adapun waktu denaturasi yang
terlalu lama dapat mengurangi aktivitas enzim Taq polymerase. Aktivitas enzim tersebut
mempunyai waktu paruh lebih dari 2 jam, 40 menit, 5 menit masing-masing pada suhu 92,5;
95 dan 97,5oC.
b. Annealing (penempelan primer)
Kriteria yang umum digunakan untuk merancang primer yang baik adalah bahwa primer
sebaiknya berukuran 18 – 25 basa, mengandung 50 – 60 % G+C untuk kestabilan
penempelan primer pada proses ini dan kedua primer tersebut sebaiknya sama. Sekuens DNA
dalam masing-masing primer itu sendiri sebaiknya tidak saling berkomplemen, karena hal ini
akan mengakibatkan terbentuknya struktur sekunder pada primer tersebut dan mengurangi
efisiensi PCR.
Waktu annealing yang biasa digunakan dalam PCR adalah 30 – 45 detik. Semakin panjang
ukuran primer, semakin tinggi temperaturnya. Kisaran temperatur penempelan yang
digunakan adalah antara 36oC sampai dengan 72oC, namun suhu yang biasa dilakukan itu
adalah antara 50 – 60oC.
c. Pemanjangan Primer (Extention)
Selama tahap ini Taq polymerase memulai aktivitasnya memperpanjang DNA primer dari
ujung 3’. Kecepatan penyusunan nukleotida oleh enzim tersebut pada suhu 72oC
diperkirakan 35 – 100 nukleotida / detik. Hal ini bergantung pada buffer, pH, konsentrasi
garam dan molekul DNA target. Dengan demikian untuk produk PCR dengan panjang 2000
pasang basa waktu 1 menit sudah lebih dari cukup untuk tahap perpanjangan primer ini.
Biasanya di akhir siklus PCR waktu yang digunakan untuk tahap ini diperpanjang sampai 5
menit sehingga seluruh produk PCR diharapkan terbentuk DNA untai ganda.

Gambar 10. Siklus PCR. (1) Denaturasi pd 94-960C (2) Annealing pada 680C (3) Elongasi
720C (P = Polimerase) (Wikipedia, 2007)

Metode PCR tersebut sangat sensitif. Sensitivitas tersebut membuatnya dapat digunakan
untuk melipatgandakan satu molekul DNA. Metode ini juga sering digunakan untuk
memisahkan gen-gen berkopi tunggal dari sekelompok sekuen genom. Dengan menggunakan
metode PCR, dapat diperoleh pelipatgandaan suatu fragmen DNA (110 bp, 5×10-19 mol)
sebesar 200.000 kali setelah dilakukan 20 siklus reaksi selama 220 menit (gambar 7). Hal ini
menunjukkan bahwa pelipatgandaan suatu fragmen DNA dapat dilakukan secara cepat.
Kelebihan lain metode PCR adalah bahwa reaksi ini dapat dilakukan dengan menggunakan
komponen dalam jumlah sangat sedikit, misalnya dengan DNA cetakan yang diperlukan
hanya sekitar 5 µg, oligonukleotida yang diperlukan hanya sekitar 1 mM dan reaksi ini biasa
dilakukan dalam volume 50-100 µl. DNA cetakan yang digunakan juga tidak perlu
dimurnikan terlebih dahulu sehingga metode PCR dapat digunakan untuk melipatgandakan
suatu sekuen DNA dalam genom bakteri hanya dengan mencampurkan kultur bakteri di
dalam tabung PCR (Yuwono, T; 2006).

http://www.umpalangkaraya.ac.id/dosen/jarotmarchel/?page_id=47

Jarot Marchel, S.Si., M.Kes

Anda mungkin juga menyukai