Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Materi terdiri atas atom. Oleh karena kimia mempelajari materi, teori atom

merupakan fondasi logis kimia. Namun, kimia tidak berbasiskan atom saja. Kimia

pertama muncul ketika atom bergabung membentuk molekul. Proses yang

menjelaskan bagaiman karakter hubungan atom dengan atom, yakni pembentukan

ikatan kimia sangat berperan dalam perkembangan kimia. Untuk memahami ikatan

kimia dengan sebenarnya diperlukan dukungan mekanika kuantum (Takeuchi, 2006).

Sejak penemuan struktur elektronik atom-atom, ahli kimia dan fisika mampu

menyelidiki bagaimana cara-cara atom dari jenis yang satu bergabung dengan jenis

yang lain membentuk senyawa dengan ikatan kimia. Gagasan tentang pembentukan

ikatan kimia dikemukakan oleh Lewis dan Langmuir (Amerika) serta Kossel

(Jerman). Dalam pembentukan ikatan kimia, golongan gas mulia (VIIIA) sangat sulit

membentuk ikatan kimia. Diduga bila gas mulia bersenyawa dengan unsur lain,

tentunya ada suatu keunikan dalam konfigurasi elektronnya yang mencegah

persenyawaan dengan unsur lain (Elida, 1994).

Masalah ini diselesaikan dengan mekanika kuantum. Segera setelah mekanika

kuantum dikenalkan fisikawa Jerman Walter Heitler (1904-1981) dan fisikawan

Jerman/Amerika Fritz London (1900-1954) berhasil menjelaskan pembentukan

molekul hidrogen dengan penyelesaian persamaan gelombang sistem yang terdiri

atas dua atom hidrogen dengan pendekatan. Sistemnya adalah dua proton dan dua

elektron. Mereka menghitung energi sistem sebagai fungsi jarak antar atom dan

menganggap sistem elektron yang posisinya dipertukarkan (Takeuchi, 2006).


Berdasarkan uraian tersebut, dilakukan praktikum ikatan kimia sehingga

dapat dipahami cara membedakan senyawa yang berikatan elektrokovalen dan ikatan

kovalen pada suatu reaksi kimia melalui perubahan kimia seperti perubahan warna

larutan dan terbentuknya endapan serta guna membedakan reaksi pembentukan

senyawa kompleks dan bukan senyawa kompleks dari ikatan kimia yang terbentuk.

1.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu:

1. membedakan senyawa yang mempunyai ikatan elektrovalen dan ikatan kovalen.

2. membedakan reaksi pembentukan kompleks dan bukan kompleks.

1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip percobaan ini adalah pengamatan pada perbedaan antara ikatan ion

dan ikatan kovalen dengan mengamati endapan yang dihasilkan ketika mereaksikan

NaCl dan CHCl3 dengan AgNO3, mereaksikan HCl, CH3COOH dan C2H5OH dengan

Metil Orange (MO), dan pengamatan pada perbedaan antara senyawa kompleks dan

bukan kompleks dari perubahan warna yang dihasilkan ketika mereaksikan CuSO4

dengan NH4OH, BaCl2 dan K4Fe(CN)6, dan mereaksikan FeCl3 dan K3Fe(CN)6

dengan KCNS.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Ikatan

Perkembangan tabel periodik dan konsep konfigurasi elektron adalah alasan

ahli kimia untuk pembentukan molekul dan senyawa. Penjelasan ini, dirumuskan

oleh Gilbert Lewis, yaitu bahwa atom bergabung agar mencapai yang konfigurasi

elektron lebih stabil. Ketika atom berinteraksi membentuk ikatan kimia, hanya

daerah luarnya yang berhubungan. Untuk alasan ini, ketika kita mempelajari ikatan

kimia, kita sangat prihatin dengan elektron valensi atom. Melacak elektron valensi

dalam reaksi kimia, dan untuk memastikan bahwa jumlah elektron tidak ada

perubahan, ahli kimia menggunakan sistem titik-titik yang dirancang oleh Lewis

yang disebut Lewis dot symbol. Simbol titik Lewis terdiri dari simbol elemen dan

satu titik untuk masing-masing elektron valensi dalam sebuah atom unsur

(Chang, 2010).

Lewis mengatakan bahwa dalam pembentukan ikatan kimia, golongan gas

mulia (VIIIA) sangat sulit membentuk ikatan kimia. Diduga bila gas mulia

bersenyawa dengan unsur lain, tentunya ada suatu keunikan dalam konfigurasi

elektronnya yang mencegah persenyawaaan denagn unsur lain. Bila dugaan tersebut

benar, maka suatu atom yang bergabung dengan atom lain membentuk suatu

senyawa mungkin mengalami perubahan dalam konfigurasi elektronnya yang

mengakibatkan atom – atom tersebut lebih menyerupai gas mulia. Berdasarkan

gagasan tersebut, kemudian dikembangkan suatu teori yang disebut teori

(Elida, 1994):

a. Elektron valensi memegang peranan pada utama pada pembentukan ikatan kimia.
b. Pembentukan ikatan kimia terjadi dalam dua cara.

1) Ikatan ion, terbentuk karena adanya perpindahan satu atau lebih elektron dari

satu atom ke atom lain sehingga menjadi ion positif dan negatif yang saling

tarik menarik.

2) Ikatan kovalen, terbentuk karena adanya pemakaian bersama pasangan

elektron antara atom-atom yang berikatan.

c. Serah terima elektron dan pemakaian bersama pasangan elektron tersebut terjadi

sedemikian rupa hingga mencapai konfigurasi dengan 8 elektron valensi seperti

konfigurasi elektron pada gas mulia.

Di era modern, pandangan mengenai struktur atom didasarkan pada aplikasi

gelombang mekanik pada sistem atom. Dengan cara tersebut kita bisa mengetahui

bagaimana dan mengapa atom-atom dapat berikatan. Persamaan Schrödinger dapat

menggambarkan bagaimana pergerakan elektron dalam molekul. Akan tetapi hal ini

hasil yang diperoleh hanya perkiraan. Dua metode untuk menentukan struktur ikatan

suatu senyawa adalah metode pendekatan ikatan valensi dan metode pendekatan

orbital molekul. Meskipun demikian, konsep Lewis masih sering digunakan untuk

merepresentasikan ikatan pada molekul (Housecroft, dkk; 2005).

Konsep Lewis sangat berguna dalam menggambarkan elektron valensi.

Pendekatan ini menggunakan titik dan silang (dots and crosses) untuk

menggambarkan elektron valensi. Inti atom dinotasikan dengan lambang unsur. Satu

aturan untuk konsep ini yaitu setiap elektron haruslah berpasangan. Adanya elektron

yang tidak berpasangan menandakan bahwa spesi tersebut merupakan gugus. Dengan

konsep Lewis ini, perpindahan elektron (ikatan ion) dan pemakaian bersama elektron

(ikatan kovalen) dapat terihat dengan jelas (Housecroft, dkk; 2005).


2.2 Ikatan Kimia

Ikatan kimia adalah gaya tarik menarik antar atom sehingga atom-atom

tersebut bergabung dalam suatu senyawa. Dalam pembentukan ikatan kimia,

golongan gas mulia sangat sulit untuk bersenyawa dengan unsur lain. Bila gas mulia

dapat bersenyawa dengan unsur lain, pastilah terdapat suatu keunikan pada unsur

tersebut. Gagasan tentang pembentukan ikatan kimia ini dikemukakan oleh Lewis

dan Langmuir serta Kossel (Elida, 1994).

2.3 Ikatan Ion

Kimiawan Jerman Albrecht Kossel (1853-1927) menganggap kestabilan gas

mulia disebabkan konfigurasi elektronnya yang penuh (yakni, konfigurasi elektron

di kulit terluarnya, kulit valensi, terisi penuh). Dia berusaha memperluas

interpretasinya ke atom lain. Atom selain gas mulia cenderung mendapatkan muatan

listrik dari luar atau memberikan muatan listrik ke luar, bergantung apakah jumlah

elektron di kulit terluarnya lebih sedikit atau lebih banyak dari atom gas mulia yang

terdekat dengannya. Bila suatu atom kehilangan elektron, atom tersebut akan

menjadi kation yang memiliki jumlah elektron yang sama dengan gas mulia terdekat,

sementara bila atom mendapatkan elektron, atom tersebut akan menjadi anion yang

memiliki jumlah elektron yang sama dengan atom gas mulia terdekatnya. Dia

menyimpulkan bahwa gaya dorong pembentukan ikatan kimia adalah gaya

elektrostatik antara kation dan anion. Ikatan kimia yang dibentuk disebut dengan

ikatan ionik (Takeuchi, 2006).

Ikatan ion, terjadi pada unsur-unsur dengan energi ionisasi yang kecil

sehingga mudah melepasan elektron membentuk kation (ion positif) dan menerima

elektron membentuk anion (ion negatif). Logam alkali dan alkali tanah umumnya
membentuk kation dalam larutan senyawa ioniknya. Sedangkan unsur halogen,

oksigen cenderung membentuk anion (Chang, 2010).

Ikatan ion umumnya terjadi antara unsur logam dan nonlogam. Pada ikatan

ion terjadi gaya elektrostatik yang sangat kuat antar atom sebagai akibat dari

perbedaan muatan atom-atom penyusun. Dengan kata lain, atom atom saling terikat

sedemikian rupa sehingga atom tersebut memperoleh konfigurasi elektron gas

mulia (Elida, 1994).

Senyawa kompleks terbentuk dari ikatan antara ion dengan ion lain atau

dengan molekul netral. Suatu ion/ molekul kompleks terdiri dari satu ion pusat dan

sejumlah ligan yang terikat erat pada atom pusat tersebut. Jumlah relatif komponen

dalam suatu senyawa kompleks tidak dapat ditafsirkan dengan konsep valensi klasik.

Atom pusat dalam senyawa kompleks ditandai oleh bilangan koordinasi yang

menunjukkan jumlah ligan monodentat yang dapat membentuk senyawa kompleks

yang stabil dengan satu atom pusat. Susunan ligan di sekitar ion pusat adalah

simetris. Pada umumnya bilangan koordinasi yang sering kita jumpai adalah 6.

Dengan bilangan koordinasi sebesar 6, senyawa kompleks tersebut akan berbentuk

oktahedron yang terdiri dari ion pusat di pusat dari oktahedron tersebut, dengan enam

ligannya yang dinyatakan oleh sudut-sudut oktahedron itu (Svehla, 1990).

Suatu senyawa kompleks dapat disintesis dengan mereaksikan ligan dengan

logam yang merupakan penerima pasangan elektron (atom pusat). Berdasarkan

banyaknya elektron yang dapat didonorkan oleh ligan, ligan dapat dibagi menjadi 3,

yaitu ligan monodentat, ligan bidentat dan ligan multidentat. Ligan monodentat dapat

mendonorkan 1 pasang elektron ke atom pusat, ligan bidentat dapat mendonorkan

2 pasang elektron ke atom pusat dan ligan multidentat dapat mendonorkan banyak

elektron ke atom pusat sehingga dapat membentuk suatu kelat (Saria, 2012).
Umumnya, senyawa kompleks merupakan senyawa yang stabil. Akan tetapi

tingkat kestabilan senyawa kompleks berbeda-beda satu dengan yang lain. Hal ini

dapat ditentukan secara kuantitatif berdasarkan tetapan disosiasinya. Prinsip ini sama

dengan penentuan kekuatan asam basa. Nilai tetapan disosiasi ini disebut juga

sebagai nilai tetapan ketidakstabilan suatu kompleks. Semakin kecil nilai tetapan

ketidakstabilan suatu senyawa kompleks, semakin sedikit jumlah ion yang terurai

dalam larutan senyawa kompleks. Sehingga, senyawa kompleks tersebut semakin

stabil. Sebaliknya, semakin besar ketidakstabilan senyawa kompleks, semakin kecil

kestabilan senyawa kompleks tersebut, atau senyawa kompleks tersebut semakin

tidak stabil (Svehla, 1990).

2.4 Ikatan Kovalen

Ikatan kovalen merupakan ikatan yang terjadi ketika 2 atom saling berbagi

pasangan elektron. Senyawa kovalen merupakan senyawa yang hanya mengandung

ikatan kovalen saja. Untuk menyederhanakan notasi, pasangan elektron biasa ditulis

dengan 1 garis lurus. Sebagai contoh, ikatan kovalen antar atom hidrogen dapat

dituliskan sebagai: H – H. Pada ikatan kovalen, elektron yang dipakai bersama,

tertarik ke 2 inti atom tersebut. Gaya tarik inilah yang mempertahankan atom dalam

H2. Pada ikatan kovalen yang mengandung banyak elektron, hanya melibatkan

elektron valensi. Dimana elektron valensi ini yang akan mengalami perubahan

hingga memenuhi aturan oktet (Chang, 2010).

Ikatan kovalen umumnya terjadi antara unsur nonlogam dengan unsur

nonlogam. Unsur ini umumnya bersifat elektronegatif, seperti hidrogen, oksigen,

golongan halogen. Ikatan kovalen bisa terbentuk dari 2 hingga 3 pasang elektron.

Jika atom berbagi 2 pasang elektron, kovalen tersebut disebut sebagai kovalen

rangkap 2. Sebagai contoh: ikatan pada CO2 dan C2H4. Sedangkan jika atom berbagi
3 pasang elektron, disebut sebagai kovaen rangkap 3. Contoh: ikatan pada N2 dan

C2H2 (Elida, 1994).

Ikatan kovalen koordinasi terbentuk karena adanya pemakaian bersama

pasangan elektron antara atom. Akan tetapi pasangan elektron tersebut hanya berasal

dari 1 atom saja. Ikatan ini biasa dijumpai pada senyawa kompleks. Dimana atom

pusat mendapat elektron yang dikoordinasikan oleh suatu molekul donor yang

disebut ligan (Lestari, 2014).


BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah NaCl, AgNO3,

CHCl3, CCl4, KCNS, CH3COOH, C2H5OH, HCl, Metil Orange (M.O), BaCl2,

K4Fe(CN)6, CuSO4, NH4OH, FeCl3, tisu roll, dan sabun.

3.2 Alat Percobaan

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, pipet tetes,

rak tabung, dan sikat tabung.

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Pengendapan Garam Klorida

Disiapkan 2 buah tabung reaksi, masing-masing tabung diisi dengan 1 mL

AgNO3. Kemudian dimasukkan larutan NaCl ke dalam tabung (1) sebanyak

3-5 tetes. Kemudian dimasukkan CHCl3 ke dalam tabung (2) sebanyak 3-5 tetes.

Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi.

3.3.2 Reaksi dengan Indikator Metil Orange (MO)

Disiapkan 3 buah tabung reaksi. Tabung (1) diisi dengan HCl, tabung (2)

dengan CH3COOH dan tabung (3) dengan C2H5OH, masing-masing sebanyak

2,5 ml. Selanjutnya, setiap tabung reaksi ditetesi indikator metil orange (MO).

Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi.

3.3.3 Pengendapan Garam Hidroksida.

Disiapkan 2 buah tabung reaksi yang diisi dengan CuSO4 sebanyak 1 mL.

Tabung ditetesi larutan ammonia (NH4OH) masing-masing sebanyak 2-3 tetes.


Tabung reaksi (1) ditambah dengan larutan BaCl2, tabung reaksi (2) ditambahkan

larutan K4Fe(CN)6, masing-masing sebanyak 2-3 tetes. Diamati dan dicatat

perubahan yang terjadi.

Disiapkan 2 buah tabung reaksi yang diisi dengan CuSO4 sebanyak 1 mL.

Tabung ditetesi larutan ammonia (NH4OH) masing-masing dengan jumlah berlebih

(hingga tidak terjadi endapan). Tabung reaksi (1) ditambah dengan larutan BaCl2,

tabung reaksi (2) ditambahkan larutan K4Fe(CN)6, masing-masing sebanyak

2-3 tetes. Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi.

Disiapkan 2 buah tabung reaksi yang diisi dengan CuSO4 sebanyak 1 mL.

Tabung reaksi (1) ditambah dengan larutan BaCl2, tabung reaksi (2) ditambahkan

larutan K4Fe(CN)6, masing-masing sebanyak 2-3 tetes. Diamati perubahan yang

terjadi. Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi.

3.3.4 Reaksi dengan KCNS

Disiapkan 2 buah tabung reaksi. Pada tabung (1) dimasukkan FeCl3, pada

tabung (2) dengan K3Fe(CN)6, masing-masing sebanyak 1 mL. Ke dalam tabung (1)

dan (2) ditambahkan larutan KCNS sebanyak 2-3 tetes. Diamati dan dicatat

perubahan yang terjadi.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan percobaan di atas, dapat disimpulkan bahwa:

1. Senyawa yang memiliki ikatan elektrovalen adalah, NaCl dan yang memiliki

ikatan kovalen adalah, CCl4, CHCl3, CH3COOH, HCl, C2H5OH.

2. Reaksi yang merupakan reaksi pembentukan kompleks adalah reaksi antara

CuSO4 dengan NH4OH dan K4Fe(CN)6, serta reaksi antara FeCl3 dengan KCNS.

Reaksi yang merupakan pembentukan non kompleks adalah reaksi antara CuSO4

dengan NH4OH dan BaCl2.

5.2 Saran

Diharapkan agar peralatan dan bahan di laboratorium diperbanyak, supaya

praktikan dapat melakukan percobaan secara keseluruhan.

Diharapkan bahan percobaan bisa lebih variatif. Misalnya, KCNS dapat

diganti dengan NH4CNS sehingga dapat dibandingkan perbedaannya.


DAFTAR PUSTAKA

Chang, R., 2010, Chemistry 10th Edition, NewYork: The Mc-Graw- Hill Companies,
Inc.

Elida, S. T., Ratih, S. W. W., Irawati, T., Wizarti, W., dan Wasutiningsih, A., 1994,
Pengantar Kimia, Jakarta, Gunadarma.

Housecroft, C. E., dan Sharpe, A. G., 2005, Inorganic Chemistry Second Edition,
London, Pearson Education Limited.

Lestari, I., Afrida., dan Sanova, A., 2014, Sintensis dan Karakterisasi Senyawa
Kompleks Logam Kadmium (II) dengan Ligan Kufperon, Jurnal Penelitian
Universitas Jambi Seri Sains, 16(1): 1-18

Saria, Y., Lucyanti., Hidayanti, N., dan Lesbani, A., 2012, Sintesis Senyawa
Kompleks Kobalt dengan Asetilasetonato, JPS MIPA UNSRI, 15(3): 115-117.

Svehla, G., 1990, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro,
Jakarta, PT. Kalman Media Pustaka.

Takeuchi, Y., 2006, Buku Teks Pengantar Kimia, Tokyo, Iwanami Publishing
Company
Lampiran 1. Bagan Kerja

1. Pengendapan Garam Klorida

NaCl CHCl3

- Ditambahkan dengan larutan AgNO3

sebanyak 2 – 3 tetes.

- Perubahan yang terjadi diamati dan dicatat.

HASIL

2. Reaksi dengan Indikator MO

HCl CH3COOH CH3COOH

- Ditambahkan indikator MO

2–3 tetes.

- Perubahan yang terjadi diamati

dan dicatat.
HASIL
3. Pengendapan Garam Hidroksida

CuSO4 + NH4OH (sedikit) CuSO4 + NH4OH (berlebih) CuSO4

- Masing-masing larutan dimasukkan


ke dalam 6 tabung reaksi yang
berbeda-beda. Setiap larutan dalam
2 tabung reaksi. Ditambahkan
NH4OH sampai tidak terjadi
endapan.
- Tabung reaksi (1), (3) dan (5)
ditetesi BaCl2, tabung reaksi (2),
(4) dan (6) ditetesi K4Fe(CN)6.
- Perubahan yang terjadi diamati dan
dicatat.

HASIL

4. Reaksi dengan KCNS

FeCl3 K4Fe(CN)6

- Ditambahkan KCNS sebanyak 2 – 3 tetes.


- Perubahan yang terjadi diamati dan dicatat.

HASIL
Lampiran 2. Gambar Hasil Percobaan

1. Pengendapan Garam Klorida

Gambar 1. Hasil reaksi AgNO3 Gambar 2. Hasil reaksi AgNO3


dengan NaCl dengan CCl4

Gambar 3. Hasil reaksi AgNO3


dengan CHCl3

2. Reaksi dengan Indikator Metil Orange (MO)

Gambar 4. Larutan HCl sebelum Gambar 5. Hasil reaksi HCl dengan


bereaksi indikator MO
Gambar 6. Larutan CH3COOH Gambar 7. Reaksi CH3COOH dengan
sebelum bereaksi indikator MO

Gambar 8. Larutan etnol sebelum Gambar 9. Hasil reaksi etanol dengan


bereaksi indikator MO

3. Pengendapan Garam Hidroksida

Gambar 10. Reaksi CuSO4 dengan Gambar 11. Reaksi CuSO4 dengan
BaCl2 dan K4Fe(CN)6 tanpa BaCl2 dan K4Fe(CN)6 dengan
penambahan NH4OH penambahan NH4OH berlebih
Gambar 12. Reaksi CuSO4 dengan BaCl2
dan K4Fe(CN)6 dengan penambahan NH4OH
sedikit

4. Reaksi dengan KCNS

Gambar 13. Larutan FeCl3 dan Gambar 14. Penambahan larutan


K3Fe(CN)6 dengan KCNS

Gambar 15. Hasil reaksi dengan


KCNS

Anda mungkin juga menyukai