Anda di halaman 1dari 23

Nama Peresume: Dewi Sri Tunjungsari

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2011

Resume Buku

Judul Buku : Etika

Pengarang : Rosmania Sjafariah Widjajanti, SS. M.Si

Penerbit : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahun : 2008

BAB 1

PENDAHULUAN

Filsafat moral (etika) merupakan bagian dari filsafat secara umum. Seringkali dikatakan
filsafat moral cabang dari filsafat.

A. Pengertian Filsafat

Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata philen dan sophia, yang berarti
cinta kebijaksanaan. Di dalam sejarah filsafat barat istilah ini diketemukan oleh bangsa
Yunani Kuno pada abad kelima dan keenam sebelum masehi. Pada perkembangan
berikutnya, istilah itu kemudian menjadi philosophia (= love of wisdom) atau para
pencinta kebijaksanaan. Dari pengertian love of wisdom ini, maka orang yang
berfilsafat disebut sebagai filosof, yaitu orang yang mencari dan mencintai
kebijaksanaan.

Filsafat merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam hati setiap
orang mengenai arti, isi dan makna dari segala sesuatu yang dilihat dan dirasakan oleh
manusia. Dalam usaha mencapai kebenaran ini, filsafat menggunakan alat yang berupa
akal pikiran. Alat akal pikiran tersebut yag membedakan ketika mempelajari filsafat
dan agama. Filsafat merupakan bentuk kajian kritis, radikal, mendalam, dan
komprehensif. Sedangkan agama sebagai kajian yang berkaitan keyakinan yang harus
diterima dan diamalkan. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa persoalan filsafat
itu menyangkut segala sesuatu yang ada dengan sudut pandangan yang
mendasar/mendalam, sehingga sering diidentifikasikan sebagai ilmu tentang hakekat
segala sesuatu.

Di dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang atau kelompok masyarakat sadar atau
tidak sadar memiliki filsafat hidup atau pandangan hidup baik yang dinyatakan secara
tegas atau tidak tegas. Pandangan hidup ini berfungsi sebagai motor penggerak dan
motivasi dalam perbuatan seseorang. Filsafat hidup yang dianut seseorang ini
merupakan kristalisasi nilai yang dianggap benar,dan menumbuhkan tekat pada orang
tersebut untuk diwujudkan dalam perbuatan.

Para ahli antropologi dan sejarah mempunyai sudut pandang yang berbeda dalam
membahas pandangan hidup dalam kebudayaan daerah ini. para pendiri bangsa
berpendapat bahwa kristalisasi nilai-nilai tersebut berupa Pancasila. Sedangkan filsafat
mencoba membahas pandangan hidup itu dari sudut pemikiran yang menyeluruh dan
mendalam.

Watak filsafat demikian ini dapat digolongkan dalam tiga hal: pertama, pandangan
hidup yang secara eksplisit dinyatakan dan dipelihara dalam lembaga-lembaga agama.
Kedua, pandangan hidup yang diterima secara konvensional karena sudah mendapat
kesepakatan orang banyak. Ketiga, pandangan hidup yang diterima secara kritis dan
selalu dikaji dengan sesuai perkembangan zaman.

Dalam pemahaman etika ini dilihat tidak semata-mata sebagai pandangan hidup, namun
juga sikap kritis terhadap nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Nilai-nilai ini
dimaksudkan dikaji dalam rangka untuk diamalkan. Namun, kajian terhadap nilai ini
dilihat dari sudut kajian filsafat.

Dari definisi-definisi tentang filsafat yang beragam ini, Harold H. Titus ( 1984:11-14)
menjelaskan bahwafilsafat memiliki watak-watak sebagai berikut:
1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam
yang biasanya diterima secara tidak kritis.
2. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan
sikap yang sangat dijunjung tinggi.
3. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4. Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata
dan konsep.
5. Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung yang mendapat
perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.

B. Ciri-ciri Pemikiran Filsafat

Pada dasarnya terdapat beberapa ciri yang dapat mencapai derajat pemikiran filsafat
tersebut, sebagai berikut:

1. Sangat umum dan universal


2. Tidak faktual
3. Bersangkutan dengan nilai
4. Berkaitan dengan arti
5. Implikatif

Filsafat mempunyai tugas mengumpulkan pengetahuan, mengkritik dan menilai


pengetahuan-pengetahuan yangada tersebut. Setelah itu, menemukan hakikat terdalam
dari pengetahuan yang ada dan mengatur bentuk pengetahuan tersebut secara sistematis.

Menurut margono, cara berpikir secara filsafat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Usaha untuk menyusun bagan konsepsional


2. Berusaha untuk menyusun bagan yang koheren atau runtut
3. Berusaha untuk menyusun bagan konsepsional yang rasional
4. Bersifat komprehensif
5. Dalam pembuatannya, filsafat membahas fakta melalui dua cara. Pertama,
mengadakan kritik makna yang terkandung dalam fakta tersebut. Kedua, menarik
kesimpulan yang bersifat umum daripada fakta yang ada.
Sejalan dengan pendapat Margono, Louis D.Kattsof menyebut ciri-ciri berpikir secara
kefilsafatan sebagai berikut:

1. Filsafat merupakan pemikiran sistematik


2. Suatu bagan konsepsional
3. Pemikiran filsafat koheren atau runtut
4. Pemikiran filsafat secara rasional
5. Pemikiran filsafat bersifat menyeluruh.

Dari sudut pandang ini, filsafat berusaha mencari kebenaran tentang segala sesuatu dan
kebenaran ini harus dinyatakan dalam bentuk yang paling umum.

C. Cabang- Cabang Filsafat

Ibarat sebuah pohon yang rindang, maka filsafat merupakan bidang studi pengetahuan
yang lebat dan luas cakupannya sehingga diperlukan pembagian yang lebih kecil ke
dalam cabang dan ranting-ranting.

Pembagian filsafat secara sistematis didalam kurikulum akademis biasa dilakukan


seperti di bawah ini:

1. Metafisika
2. Epistemologi
3. Metodologi
4. Logika
5. Etika
6. Estetika
7. Sejarah filsafat

Asmoro Achmadi (2007:12) mengelompokkan kajian filsafat menjadi empat bidang


yaitu: pertama, filsafat tentang pengetahuan; kedua, filsafat tentang keseluruhan
kenyataan (yang ada); ketiga, filsafat tentang tindakan (praksis); keempat, sejarah
filsafat.

1. Filsafat tentang pengetahuan (filsafat ilmu), terdiri dari:


- Epistemologi, adalah cabang filsafat yang meneliti pengetahuan,
kepercayaan, serta tabiat dan dasar pengalaman manusia.
- Logika, yaitu cabang filsafat yang mempelajari kaidah cara berpikir yang
lurus.
- Kritik ilmu, yaitu cabang filsafat yang kritis terhadap berbagai acara ilmu
seperti bidang sosial dan yang lainnya.

2. Filsafat tentang keseluruhan kenyataan (yang ada)


- Metafisika umum, disebut juga ontologi yaitu cabang filsafat yang meneliti
segala sesuatu yang ada.
- Metafisika khusus, terdiri dari teologi metafisik (membahas segala sesuatu
yang ada atau yang disebut Tuhan), antropologi (mempelajari manusia dari
segi fisik dan jasadnya) dan kosmologi (membahas tentang jagad raya atau
segala hal mengennai hal-hal fisik).

3. Filsafat tentang tindakan


- Etika, yaitu menitikberatkan pada tindakan baik-buruk manusia.
- Estetika, yaitu filsafat keindahan, berhubungan dengan penilaian indah atau
tidak indah.

4. Sejarah filsafat, yaitu rentetan peristiwa yang berkaitan dengan pemikiran


filsafat.

D. Hubungan Filsafat dan Agama

Filsafat dan agama mempunyai hubungan yang erat yaitu keduanya terkait dengan
problematika kehidupan manusia. Namun, kedua hal tersebut tidak dapat berkembang
apabila tidak terdapat tiga perangkat yang ada di dalam diri manusia. Tiga perangkat itu
adalah akal budi, rasa dan keyakinan.

Filsafat dapat berdaya dan berkembang berkat bekerjanya akal budi yang terdapat dalam
diri manusia. Begitupula agama dapat bergerak dan berkembang karena adanya
keyakinan. Namun demikian, ketiga perangkat itu tidak dapat berhubungan baik apabila
tidak dijalankan oleh kemauan manusia.

Filsafat dan agama juga dikatakan sebagai pengetahuan reflektif. Karena filsafat dan
agama dapat diketahui dalam kehidupan manusia, apabila kedua hal tersebut merefleksi
melalui proses refleksi atau pantul diri dalam diri manusia.
Dikaitkan dengan ilmu pengetahuan pada umumnya maka terdapat perbedaan antara
ilmu pengetahuan dengan filsafat. Bekerjanya ilmu mendasarkan pada akal budi melalui
pengalaman dan indra, sedangkan filsafat mendasarkan pada otoritas akal budi secara
bebas terutama berkaitan dengan kehidupan manusia. Sedangkan agama berjalan
berdasarkan otoritas wahyu dan bukan akal budi.

E. Manfaat Mempelajari Filsafat

Asmoro Achmadi (2007) menjelaskan manfaat filsafat antara lain sebagai berikut:

1. Menambah pengetahuan
2. Membawa seseorang untuk masuk ke belantara ide-ide
3. Mengejar kemajuan IPTEK
4. Memberi manusia suatu pemahaman yang integratif dalam membantu
manusia pada nilai-nilai kehidupan
5. Melengakapi ilmu-ilmu lain dengan pertanyaan normatif

BAB 2

PENGERTIAN ETIKA DAN RUANG LINGKUPNYA

Etika sebagai refleksi manusia tentang apa yang dikerjakan. Sebuah tradisi panjang dari
upaya manusia untuk mencari tahu tentang hidup yang benar. Etika sebagai bagian dari
cabang filsafat yang dipahami sebagai refleksi tentang kehidupan yang dijalani manusia.
Yaitu suatu bahasan filsafati yang berkaitan dengan bagaimana cara hidup yang
bermutu demi tercapainya tujuan hidup yang dikehendaki.

A. Pengertian Etika
1. Pengertian Moral

Etika sering sekali dikaitkan dengan filsafat moral, yaitu membahas moralitas secara
kefilsafatan. Kata moral selalu mengacu pada tindakan yang baik atau yang buruk
yang dilakukan manusia. Kata baik (good) dan benar (right) juga sering ditemukan
dalam pembahasan etika. Kata good menunjuk kepada kualitas tertentu yang
diinginkan , yang memuaskan dan bernilai bagi manusia. Sedangkan kata right
berasal dari bahasa latin, yaitu rectus yang artinya lurus. Dalam pemakaiannya, kata
right mengandung arti sesuai dengan ukuran. Maka, sering dikatakan bahwa prang
yang baik dikatakan juga sebagai orang yang lurus.

Tolak ukur untuk menentukan benar atau tidak benarnya tindakan manusia dilihat
dari segi baik buruknya sebagai manusia adalah norma-norma moral yang ada.

Contoh: Pak Iman adalah seorang dosen yang buruk, tetapi sebagai seorang
manusia pak Iman adalah orang yang baik. Sebagai pengajar, Pak Iman merupakan
dosen yang buruk karena ia hanya membacakan teks buku pegangan saja sehingga
para mahasiswa seringkali mengantuk.

Penilaian pertama tentang Pak Iman sebagai dosen bukan merupakan penilaian
moral karena menyangkut satu segi atau sektor tertentu pada pak Iman, sedangkan
penilaian kedua merupakan penilaian moral karena menyangkut hubungan dengan
manusia.

Perbuatan yang termasuk moral berhubungan dengan tindakan orang yang bebas,
sedangkan tindakan seseorang yang tidak bebas tidak dapat dihubungkan dengan
moral.

2. Moral, Norma dan Etika

Kata moral berasal dari kata Latin: moralis. Sedangkan istilah etik berasal dari
bahasa Yunani (Greek). Kedua istilah ini mempunyai arti “kebiasaan atau cara
hidup”.

Etika berasal dari bahasa latin, “etichus” yang berarti kesusilaan dan moral.
Maksudnya adalah tingkah laku yang ada kaitannya dengan norma-norma sosial,
baik yang sedang berjalan maupun yang akan terjadi. Dalam bahasa inggris, etika
dipahami sebagai “a discipline deadling with is good bad and with moral duty and
obligations”. Di samping itu, terdapat juga pendapat bahwa kata etika berasal dari
ethos (Yunani) yang artinya watak kesusilaan. Selain itu juga, kata ini identik
dengan kata moral yang berasal dari kata ethos dan mos. Oleh karenanya, secara
etimologi etika mempelajari kebiasaan yang dilaksanakan manusia yang terdiri dari
konvensi (kebiasaan) seperti cara berpakaian, tata krama dan etika dan sebagainya.

3. Norma dalam Masyarakat

Etika berkaitan dengan norma yang ada di masyarakat. Para ahli menenggarai
terdapat banyak norma yang ada dalam masyarakat, yang disebut norma sosial atau
kaidah sosial.

Sudikno Mertokusumo (2002) mengistilahkan norma-norma tersebut sebagai tata


kaidah. Tata kaidah tersebut terdiri dari kaidah kepercayaan atau norma agama,
kaidah kesusilaan atau norma susila, kaidah sopan santun atau norma sopan santun
dan kaidah hukum atau norma hukum. Pengelompokan kaidah tersebut dapat
dijelaskan seperti berikut:

1. Tata kaidah yang berhubungan dengan aspek kehidupan pribadi, yaitu:


a. Norma agama
b. Norma susila
2. Tata kaidah yang behubungan dengan aspek kehidupan antar pribadi, yaitu:
a. Norma sopan santun atau adat
b. Norma hukum

B. Objek Studi Etika

Setiap cabang ilmu harus memiliki objek yang diteropong ilmu tersebut. Peneropongan
objek tersebut dilakukan melalui aspek tertentu. Objek yang diteropong disebut objek
material, sedangkan cara peneropongan atau melalui aspek tertentu disebut objek
formal. Etika mempunyai sudut pandang dalam penyelidikannya terhadap manusia,
dimana manusia juga menjadi lapangan penyelidikan ilmu-ilmu lain. Menurut W.
Poespoprodjo (1999), objek material etika adalah perbuatan-perbuatan manusia yang
dilakukan secara sadar dan sukarela dan tanggung jawab atas perbuatannya. Objek
formalnya adalah kebetulan atau kesalahan.
C. Kedudukan Etika dan Filsafat Nilai

Nilai adalah sesuatu hal yang dianggap berharga, yang dipergunakan sebagai landasan,
pedoman, atau pegangan seseorang dalam menjalankan sesuatu. Keberlakuan nilai dapat
dipandang sebagai standar seseorang menjalankan sesuatu. Standar yang dimaksud
diatas dapat berwujud agama, etika, estetika dan hukum.

Menurut K. Bertens (2007), nilai sekurang-kurangnya memiliki tiga ciri berikut yaitu:

- Nilai berkaitan dengan subyek


- Nilai tampil dalam konteks praktis
- Nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang ditambahkan oleh subyek kepada
sifat-sifat yang dimiliki oleh obyek kepada dirinya.

Secara umum, terdapat nilai-nilai yang berlaku secara universal. Nilai yang berlaku
secara universal ini disebut nilai dasar atau nilai obyektif atau nilai intrinsik. Nilai ini
diterima di semua tempat dan berlaku sepanjang masa. Sedangkan, nilai subjektif adalah
nilai yang isinya dipergunakan oleh kelompok manusia atau disebut penganut nilai.

Selain nilai yang yang diklasifikasikan secara umum ini, masih banyak nilai-nilai
lainnya. Nilai-nilai itu seperti nilai pengetahuan, nilai ekonomi, nilai sosial, nilai agama,
nilai etis dan nilai kekuasaan.

Dalam pembahasan filsafat, cabang filsafat yang membahas seluk beluk nilai disebut
juga sebagai aksiologi. Pada umumnya pembicaraan mengenai filsafat nilai menyangkut
tiga hal yaitu penilaian logis dan tidak logis dalam penalaran (yang dibahas dalam
logika), penilaian benar atau salah (yang dibahas dalam etika) dan penilaian indah dan
buruk suatu benda (dibahas dalam estetika).

D. Ruang Lingkup Etika

Pada umumnya, ruang lingkup persoalan etika membahas moralitas manusia secara
filsafati, yaitu memandang tingkah laku moralitas manusia secara filsafati, yaitu
memandang tingkah laku moralitas manusia secara kritis, obyektif dan universal.
Ruang lingkup persoalan etika adalah sebagai berikut: Pertama, terdapat penyelidikan
yang dinamakan etika deskriptif yang mempelajari perilaku pribadi manusia atau
personal morality dan perilaku kelompok atau social morality. Kedua, pengertian
perilaku moral seperti diatas harus dibedakan dengan apa yang seharusnya (etika
normatif). Ketiga, berkaitan dengan pengertian praktis, menjawab pertanyaan
bagaimanakah menjalankan hidup dengan benar, atau bagaimana menjadi manusia yang
benar.

E. Ranting-Ranting Etika

Etika berhubungan dengan bidang-bidang yang dikaji ilmu-ilmu lain seperti ilmu-ilmu
sosial atau ilmu-ilmu humaniora. Semua ilmu tersebut mempunyai objek material yang
sama, namun berbeda objek formanya atau titik pandang yang diperhatikan ilmu
tersebut.

- Etika sosial yaitu suatu pemikiran yang secara moral memberi perhatian
pada tekanan masyarakat terhadap individu. Etika sosial dibangun atas
prinsip-prinsip: 1) persamaan dan kebersamaan
2) keadilan sosial
3) keterbukaan dan musyawarah.
- Etika ekonomi yaitu berkaitan dengan tatanan ekonomi yang bermoral, pada
umumnya berkaitan dengan temaefisiensi dan keadilan ekonomi.
- Etika politik yaitu berkaitan dengan pengaturan pengarahan dan
mmemaksakan masalah-masalah kebijakan serta keputusan yang bekaitan
dengan publik.
- Etika agama yang digunakan sebagai rujukan pada hal-hal supranatural dan
nilai-nilai humanistik.
- Etika lingkungan sebagai sebuah disiplin filsafat yang berbicara hubungan
moral antara manusia dan lingkungan.
- Etika Global yaitu sebuah etika dunia, yang tak lain adalah kebutuhan
minimum akan nilai, kriteria, dan sikap dasar manusia yang sama.

F. Etika dan Ajaran Moral


Etika dan ajaran moral sering dipahami sebagai hal yang sama, namun sesungguhnya
berbeda. Pengertian etika harus dibedakan dengan ajaran moral. Ajaran moral dimaksud
adalah ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah dan sebagainya tentang
bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar dapat menjadi manusia yang baik.
Sumber ajaran moral adalah agama, tradisi atau adat istiadat, ideologi negara, serta
tokoh-tokoh yang mempunyai kedudukan yang berwenang.

Etika merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral, sehingga lebih tepatnya etika merupakan sebuah ilmu
bukan sebuah ajaran.

G. Etika dan Agama

Agama mempunyai hubungan yang erat dengan etika. Hal ini nampak dalam kehidupan
sehari-hari, yaitu dalam setiap tindakan kita selalu mengatasnamakan Allah (dengan
mengucapkan bismillah).

Ajaran moral agama menduduki posisi kuat dalam ajaran moral karena ajaran tersebut
berasal dari Tuhan, yang mengungkapkan kehendak Tuhan yang terdapat dalam kitab
suci atau wahyu. Ajaran diterima sebagai sebuah keyakinan, dimana norma-norma
agama tersebut diterima pengikutnya secara pribadi. Sedangkan etika berusaha
memperlihatkan bahwa suatu perbuatan dianggap baik atau buruk dengan menunjukkan
alasan rasional. Berbeda dengan agama, etika bertolak belakang dengan rasio. Dengan
demikian, posisi agama yang kokoh tidak dapat menggantikan etika, namun di sisi lain
etika juga tidak bertentangan dengan agama. Meskipun begitu, kaum agama
memerlukan metode etika dalam melakukan syiarnya. Jadi, etika dan agama sangat
berkaitan.

H. Peranan Etika Saat Ini


Menurut K Bertens (2007), situasi etis pada jaman moderen ini ditandai oleh tiga ciri
antara lain: 1) adanya pluralitas moral, 2) munculnya masalah-masalah etis baru yang
sebelumnya tidak ada, 3) munculnya kesadaran baru di tingkat dunia yang nampak jelas
dengan adanya kepedulian etis yang universal.

Alasan diperlukannya etika pada jaman ini adalah: Pertama, individu hidup dalam
masyarakat yang semakin pluralistik, termasuk di dalamnya dibidang moralitas. Kedua,
pada saat ini individu berada dalam pusaran kemajuan teknologi. Ketiga, bahwa proses
perubahan sosial, budaya dan moral yang terjadi ini sering digunakan oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab. Keempat, etika diperlukan oleh kaum agamawan untuk
menemukan dasar kemantapan dalam iman kepercayaannya.

BAB 3

Tema- Tema Pokok Persoalan Etika

A. Kebebasan

Pada waktu kita mendengar kata “kebebasan” pertama kali, yang terdapat di dalam
benak adalah bahwa orang lain tidak boleh memaksa untuk melakukan sesuatu yang
tidak sesuai dengan kehendak dirinya. Seseorang dikatakan memperoleh kebebasan
apabila tidak ada rintangan atau kekuatan yang menghalangi seseorang dari perbuatan
yang ingin dilaksanakan.

Kata bebas sesungguhnya mempunyai arti yang mendasari yaitu manusia mampu
menentukan keinginan atau tindakan yang mau dilakukan secara sendiri. Namun,
kebebasan ini juga dilandasi oleh hati nurani yang menentukan suatu pilihan, baik itu
pilihan yang baik atau pilihan yang buruk.

K. Bertens memberikan arti tentang kebebasan menjadi sebagai berikut:

1. Kebebasan individu
- Kesewenang-wenangan
- Kebebasan fisik
- Kebebasan yuridis (kebebasan yang berkaitan erat dengan hukum)
- Kebebasan psikologis
- Kebebasan moral
- Kebebasan ekstensial (kebebasan yang menyangkut seluruh pribadi manusia)

2. Kebebasan sosial

Kebebasan yang akan dihayati oleh manusia ketika berada dalam hubungan
dengan orang lain.

Tiga Cara Pembatasan Kebebasan

Cara yang dipergunakan untuk membatasi kebebasan manusia untuk bertindak pada
dasarnya terdapat tiga cara yaitu:

- Melalui paksanan atau pemerkosaan fisik (hanya terhadap binatang, misal:


menghalangi binatang masuk dengan pagar)
- Melalui tekanan atau manipulasi psikis (merupakan tindakan yang kejam,
misal: tindakan tekanan fisik seperti menakut-nakuti. Manipulasi psikis,
contohnya: memanipulasi identitas seseorang sehingga identitas seseorang
jadi rusak)
- Melalui kewajiban dan larangan (misalnya: larangan seorang lelaki untuk
masuk ke toilet perempuan).

Kehendak Tidak Bebas (Determinisme)

Pendapat yang menyatakan bahwa tidak ada kehendak bebas pada diri manusia disebut
determinisme. Menurut teori determinisme ini kehendak bebas ditentukan oleh kondisi
psikis dan fisis.

Menurut Poedjawiyatna (2003) determinisme dibagi menjadi dua golongan yaitu:


a. Tidak ada kehendak bebas yang berdasarkan materialisme, disebut
determinisme materialistik
b. Tidak ada kehendak bebas yang berdasarkan pendapat agama tertentu atau
disebut determinisme religius.

Terdapat Kehendak Bebas

Hal yang dimaksud kehendak bebas pada diri manusia adalah manusia sendiri yang
menentukan tindakannya, bukan orang lain. Dalam penentuan tindakan bebas tidak
berhubungan dengan kodrat manusia, namun di satu sisi manusia selalu berhadapan
dengan situasi yang mengurangi atau menghilangi kebebasan berkehendak.

B. Hati Nurani atau Suara Hati

Manusia sering menghadapi dilema pada waktu mengaktualisasikan kebebasannya. Di


satu pihak, kebebasan manusia dibatasi oleh masyarakat. Di pihak lain kebebasan
seseorang menuntut adanya otonomi moral. Kedua-duanya diperlukan agar eksistensi
manusia menjadi nyata. Manusia harus hidup bersama dengan orang lain, sementara di
dalam dirinya terdapat kesadaran bahwa dirinya sendiri harus
mempertanggungjawabkan sikap dan tindakannya.

Tiga Lembaga Normatif

Frans Magnie Suseno (1993) membagi tiga lembaga yang berhubunan dengan hati
nurani. Pertama, adalah masyarakat (termasuk di dalamnya adalah masyarakat yang
paling kecil atau keluarga). Kedua, superego (perasaan spontan manusia ketika
berhadapan dengan situasi konkrit). Ketiga, ideologi.

Ungkapan Hati Nurani

Suara hati nurani menyatakan diri sebagai sebuah kesadaran tentang apa yang menjadi
kewajiban seseorang ketika berhadapan dengan masalah konkret. Dalam melaksanakan
tindakannya pun seseorang mengetahui ia sedang menjalankan perbuatan baik atau
buruk. Pengetahuan baik buruk ini disebut kesadaran moral. Kesadaran moral ini
disebut juga suara hati.

Moralitas dan Legalitas Menurut Kant

Imanuel Kant merumuskan kata hati secara singkat bahwa tuntutan kata hati bersifat
mutlak. Yang disebut baik adalah kehendak yang baik. Kehendak baik muncul karena
adanya kewajiban. Namun, jika tindakan baik itu dilaksanakan karena ada motif, maka
perbuatan tersebut tidak dapat disebut baik.

Maksud Immanuel Kant disini adalah perintah itu ada dua macam: perintah bersyarat
(imperatif hipotesis) dan perintah tak bersyarat (imperatif kategoris).

Menurut Kant, tuntutan moral itu tidak bersyarat. Kewajiban moral mengandung
imperatif kategoris maksudnya adalah perintah yang mewajibkan begitu saja, sedangkan
imperatif hipotesis mengandung arti selalu diikutsertakan dalam tujuan. Contoh: jika
ingin naik kelas, maka harus rajin belajar.

Dalam bidang moralitu sendiri, Kant membedakan antara moralitas dan legalitas.
Legalitas menegaskan kesesuaian antara tindakan lahiriah dan aturan. Sedangkan sikap
moral adalah sikap hati seseorang yang terungkap melalui tindakan lahiriah yang
merupakan ungkapan sepenuhnya dari sikap hati. Contohnya, untuk mengatakan
seseorang memiliki kelakuan yang terpuji dan menunjukkan karakter yang terpuji juga,
tidak cukup untuk melihat kelakuan lahiriah semata, tetapi juga harus dilihat motivasi
yang mengakibatkan budi luhur tersebut.

Tindakan Obyektif dan Subyektif

Penilaian subyektif jika kata hati mengadakan putusannya tidak terolat oleh ukuran atau
norma di luar subyek. Sedangkan penilaian objektif adalah apabila penilaian tersebut
mempertimbangkan seluruh situasi yang mempengaruhi tindakan seseorang.
C. BAIK BURUK
1. Hubungan baik dan buruk

Hubungan baik dan buruk berkaitan dengan penilaian moral. Jika suatu tindakan
moral tidak baik, maka tindakan tersebut adalah buruk. Namun,penilaian itu tidak
bisa dinilai semata-mata. Baik dan buruk dalam penilaian moral berperan dalam
hidup manusia. Dari penilaian tindakan di atas terdapat pengertian positif dan
pengertian negatif. Pengertian positif adalah pengertian yang menunjuk tentang
adanya sesuatu yang baik, yang benar-benar ada atau dianggap ada. Misalnya,
adanya binatang, manusia dan lain sebagainya. Sedangkan pengertian negatif adalah
menunjuk tentang ketiadaan atau kekurangan, misalnya mati, miskin, lapar.

2. Kewajiban Manusia Terhadap Baik dan Buruk

Manusia wajib melakukan tindakan baik. Melakukan tindakan tersebut merupakan


suatu keharusan. Tindakan tersebut pada dasarnya adalah tertanam pada hati
manusia sehingga tidak terlepas dari kesadaran moral.

D. Kebebasan dan Tanggung Jawab

Tindakan yang sengaja dilakukan seseorang berarti orang tersebut harus bertanggung
jawab terhadap tindakan yang dipilih dengan sengaja. Hal ini berarti bahwa seseorang
harus dapat mengatakan dengan jujur kepada hati nuraninya bahwa tindakan tersebut
sesuai dengan penerangan dari hati nurani tersebut.

1. Kebebasan Ekstensial dan Tanggung Jawab

Kebebasan ekstensial merupakan tanggung jawab individu bahwa keputusan yang


diambil tidak dapat dilemparkan tanggung jawabnya kepada orang lain, melainkan
keputusan tersebut harus dipertanggungjawabkan sendiri.

E. Otonomi Moral
Kebebasan berhubungan dengan otonomi moral seseorang. Istilah otonomi moral
muncul dari filosof Immanuel Kant (1724-1804). Pemikiran moral Kant menyimpulkan
adanya otonomi kehendak. Kehendak bersifat otonom apabila yang menentukan adalah
dirinya sendiri, bukan faktor lain di luar dirinya.

BAB 4

TEORI-TEORI ETIKA

Etika berhubungan dengan reflektif kritis di bidang moral dengan menjawab pertanyaan
bagaimana seharusnya bertindak dalam situasi konkret. Sejak jaman dahulu kala dalam
kehidupannya manusia telah menggunakan prinsip-prinsip tentang yang mana yang
benar dan yang salah. Penjelasan-penjelasan ini ada yang menekankan kepada tujuan
dalam melakukan perbuatan benar, alasan hukum, alasan realisasi diri, dan agama.
Teori-teori yang ada antaranya adalah teori teologis, deontology dan etika keutamaan.

A. Etika Teologis

Istilah Teologis berasal dari kata Yunani telos, yang berarti tujuan, dan logos yang
berarti ilmu atau teori. Etika teologi menjawab semua pertanyaan bagaimana manusia
bertindak dalam situasi konkret tertentu dengan melihat tujuan atau akibat dari suatu
tindakan. Selain itu, teori-teori ini juga menyatakan bahwa perbuatan manusia tujuan
akhirnya adalah memperoleh kebahagiaan. Kebahagiaan-kebahagiaan itu antara
lain:kebahagiaan subyektif dan objektif. Kebahagiaan subyektif adalah kebahagiaan
yang dirasakan manusia sendiri secara subyektif seperti perasaan kepuasan.
Kebahagiaan objektif adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai kebahagiaan
yang tetap seperti hedonisme, epicurenisme dan utilitarianism.
B. Hukum Moral sebagai Sebuah Kewajiban (Teori Deantologi)

Etika ini membahas tentang kewajiban melakukan sesuatu perbuatan. Istilah deantology
sendiri berasal dari kata Yunani deon, yang berarti kewajiban atau apa yang harus
dilakukan dan kata logos yang berarti ilmu atau teori. Deantologi pun memberikan
jawaban akan apa-apa yang harus dilakukan atau menjadi kewajiban, maka lakukanlah
jika itu masih sesuai dengan norma dan nilai-nilai moral.

C. Etika Keutamaan

Di dalam etika ini, tidak menyoroti perbuatan satu persatu apakah sesuai dengan norma
atau tidak, tetapi memfokuskan pada manusia sendiri. Etika ini mempelajari keutamaan
yang mempelajari sifat watak yang dimiliki manusia.

D. Realisasi Diri

Teori ini dinamakan teori humanisme. Menurut teori ini, realisasi diri yang benar adalah
tindakan yang condong untuk menambah perkembangan kemampuan manusia yang
normal, seperti berpikir, merasakan dan bertindak.

E. Alasan Keagamaan

Kewajiban moral tidak memiliki atau tidak memerlukan pembenaran atas dasar
kewajiban tersebut adalah kemauan Tuhan. Sedangkan alasan keagamaan adalah
kewajiban atau perintah karena perintah agama. Agama dipandang sebagai kumpulan
kebenaran terakhir yang sempurna telah diwahyukan. Kewajiban etika adalah untuk
menjalankan perintah seperti yang diharapkan Tuhan dari manusia.

BAB 5

RELATIVITAS MORAL DAN ABSOLUTISME


A. Relativisme Moral

Relativisme moral adalah pandangan bahwa sesungguhnya tidak ada nilai moral yang
bersifat tetap. Adanya adat kebiasaan yang terdapat dimana-mana dan beragam ciri dan
bentuknya ini menjadikan agar tindakan tampak benar. Relatifisme ini menolak
pendapat bahwa norma-norma moral berlaku umum. Menurutnya, norma-norma moral
berlaku relatif terhadap lingkungan. Jadi, sangat sulit mencari tolak ukur norma karena
norma-norma berbeda antara daerah satu dengan daerah yang lain.

B. Absolutisme Moral

Absolutisme moral adalah kecondongan yang mendorong manusia untuk berpegang


kepada kepercayaan dan tindakan yang mereka ketahui dan menggunakan dasar
tindakan tersebut kepada kekuasaan mutlak. Pendapat absotulisme moral memandang
bahwa tindakan yang benar adalah tindakan yang tunduk dengan kekuasaan. Kekuasaan
yang dimaksud adalah adat kebiasaan, kode moral, agama, hukum alam, hukum negara
kekuatan gaib.

C. Etika Situasional

Etika situasi menegaskan bahwa setiap orang dan setiap situasi adalah unik, maka
tanggung jawab moral tidak dapat disalurkan melalui norma-norma dan peraturan-
peraturan moral yang berlaku umum. Menurut pengikut etika ini, tidak mungkin
terdapat moral yang berlaku umum, sebab yang dihadapi adalah situasi yang berbeda-
beda.

BAB 6

ETIKA DALAM PEMIKIRAN FILSAFAT BARAT


Haidar Baqir (2005) mendeskripsikan perkembangan etika dalam sejarah pemikiran
etika dalam sejarah pemikiran filsafat barat sebagai berikut:

- Etika hedonisme yaitu etika yang mengarahkan kesenangan sebanyak-


banyaknya bagi manusia.
- Etika utilitarisme yaitu etika yang mengoreksi pendapat etika hidonisme
dengan menambahkan bahwa kesenangan atau kebahagiaan yang dihasilkan
oleh suatu etika yang baik adalah kebahagiaan bagi sebanyak-banyaknya
orang, dan bukan kesenangan individual.
- Etika deontologis adalah etika yang memandang bahwa sumber bagi
perbuatan moral adalah kewajiban.

Selain itu terdapat juga berbagai teori etika diantaranya adalah:

- Teori etika yang bersifat natural yang dikemukakan oleh Sokrates. Teori ini
menyatakan bahwa moralitas bersifat natural, yaitu pengetahuan yaitu
pengetahuan tentang baik-buruk atau dorongan untuk berbuat baik
sesungguhnya telah ada pada sifat alami pembawaan manusia.
- Teori etika empiris yang dikemukakan oleh Aristoteles. Teori ini berpendapat
bahwa etika merupakan suatu keterampilan semata dan tidak ada kaitannya
sama sekali dengan alam. Idea yang Platonik yang bersifat supranatural.
- Teori etika moderenis yang muncul dari pemikiran filsafat moderenisme
melalui dengan pemikiran Descartes pada pertengahan abad ke-15. Etika ini
bersifat berbeda dengan dua teori etika lainnya, tetapi pada saat yang sama,
justru mempercayai adanya suatu etika yang bersifat rasional, absolut dan
universal.

Berikut paparan singkat pemikiran etika dalam sejarah filsafat barat:

- Plato (427 SM)


Pemikiran etika Plato banyak dimuat dalam karyanya yaitu dialog Plato.
Dalam dialognya terdapat dialog-dialog yang bernafaskan etika. Etika Plato
tampak dengan jelas dalam pandangan Plato tentang tujuan manusia yaitu
tentang hidup yang baik. Maksud hidup yang baik adalah dalam pengertian
hidup yang bermutu, yang terasa berhasil, yang bernilai, yang dapat
merealisasikan kualitas hidup yang maksimum.
- Aristoteles (384 SM)
Etika Aristoteles adalah mempertanyakan hidup yang baik, yaitu bagaimana
manusia mencapai hidup yang baik itu. Aristoteles pun menjawab bahwa
hidup manusia akan semakin bermutu apabila seseorang semakin bermutu
apabila seseorang semakin bermutu mencapai tujuannya.

- Epicuros (314-270 SM)


Etika menurut Epicuros adalah berdasarkan sebuah metafisika yang diambil
dari Demokritos (460-371) yaitu atomisme. Menurut Demokritos seluruh
realitas terdiri atom-atom yang tidak terbatas jumlahnya. Atom-atom ini
hanya berbeda karena bentuk dan beratnya. Segala yang terjadi bersifat
mutlak dan pasti. Kebahagiaan merupakan inti ajaran moral Epicuros yaitu
nikmat. Yang baik menurut teori ini adalah menghasilkan nikmat dan yang
buruk adalah apa yang menghasilkan perasaan tidak nikmat.
- Mazhab STOA (314-270 SM)
Etika STOA dipahami sebagai seni hidup yang menunjukkan jalan ke arah
kebahagiaan. Menurut STOA, kehidupan manusia ditentukan oleh hukum
alam semesta, manusia dapat mempertahankan dirinya apabila menyesuaikan
diri dengan hukum alam.
- Immanuel Kant (1724 M)
Menurut Kant, moralitas menyangkut yang baik dan yang buruk. Dalam
bahasa Kant, yang baik pada dirinya sendiri, yang baik tanpa pembatasan
sama sekali. Kebaikan moral adalah yang baik dari segala segi tanpa
pembatasan.

BAB 7

ETIKA DALAM PEMIKIRAN ISLAM

Menurut Haidar Baqir, beberapa prinsip utama etika islam yang dirumuskan filosof
muslim antara lain:

- Pertama, etika islam berpihak pada teori yang bersifat universal dari fitri;
- Kedua, moralitas dalam islam didasarkan pada keadilan;
- Ketiga, tindakan moral dipercaya oada akhirnya akan menghasilkan
kebahagiaan bagi si pelaku.

Tema- Tema Etika dalam Sejarah Pemikiran Islam

1. Tindakan Praktis. Menurut tema ini, etika merupakan pelaksanaan dari ilmu-
ilmu teoris yang biasanya disebut ilmu pengetahuan. Ilmu berkenaan dengan
pengetahuan, tentang sesuatu sebagaimana adanya (obyektif)
2. Tujuan Tindakan. Para filosof etika Muslim menyatakan bahwa tujuan etika
dengan kebahagiaan merupakan hal yang menarik, karena setiap orang
menginginkan kebahagiaan. Sedangkan, etka dapat membawa menuju
kebahagiaan.
3. Universalisme dan relatifisme moral. Menurut tema etika ini, ukuran norma baik
dan buruk suatu relatif dan universal, dimana pandangan etika itu dipandang
dengan kesubjektifan dan objektif.
4. Kebebasan bertindak. Etika ini mengemukakan bahwa suatu tindakan moral
akan terwujud apabila tindakan tersebut merupakan produk pilihan sadar, bukan
merupakan tindakan terpaksa.

Tokoh- Tokoh Pemikir Etika dari Islam

1. Al- Ghazali (450 H/ 1058 M)


Konsepsi etika Al-Ghazali bercorak mistis, dimana peran rasio tidak
dibutuhkan secara optimal. Persoalan penting dalam etika adalah masalah
justifikasi nilai etika.

2. Ibn Miskawayh (421 H/ 1030 M)


Menurut Miskawayh, filsafat moral sangat berkaitan dengan psikologi,
sehingga Miskawayh memulai risalah dengan akhlak, Tahzibal-Akhlaq, yang
menyatakan doktrinnya tentang Ruh. Miskawayh juga menyamakan
pembawaan-pembawaan ruh dengan kebajikan-kebajikan.
3. Muhammad Ibn Zakaria Al-Razi
Filsafat moral Al-Razi terdapat hanya dalam karya al- Tibb al Ruhani dan al-
Shirat al-Falsafiyyah. Al-Razi berpendapat bahwa seorang filosof harus
moderat dan tidak terlalu menyendiri.

4. Ibnu Bajah
Ibnu bajah memberi corak baru terhadap filsafat islam di negeri islam barat
dengan teori ma’rifat (epistemologi, pengetahuan), yang berbeda dengan
corak yang telah diberikan oleh Al-Ghazali Islam di dunia timur. Menurut
Al-Ghazali, ilham merupakan sumber pengetahuan yang paling penting dan
dapat dipercaya.

Ibnu Bajah membagi perbuatan manusia menjadi dua, yaitu: pertama,


perbuatan yang timbul dari motif naluri dan hal lain yang berhubungan
denganya; kedua, perbuatan yang timbul dari pemikiran yang lurus dan
kemauan yang bersih dan tinggi.

Anda mungkin juga menyukai