Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH HUKUM BISNIS

Dosen Pengajar : Muhammad Noor

Disusun Oleh:

Rabiatul Adawiyah

1600311320048

DIII AKUNTANSI KELAS GENAP

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

TAHUN 2017/2018
 Menurut kalian kenapa bentuk Maatschap dan Firma populer sebagai bentuk badan
usaha oleh kantor hukum?
Jawaban:
Pada dasarnya, tidak ada larangan bagi kantor hukum atau kantor advokat di
Indonesia untuk memilih bentuk badan usaha selain firma. Namun, memang pada
praktiknya, seperti dikatakan notaris Irma Devita, kantor advokat di Indonesia
cenderung menggunakan bentuk firma (berdasarkan Pasal 16 KUHD). Selain itu,
tidak sedikit pula kantor advokat yang memilih bentuk persekutuan perdata atau
maatschap (berdasarkan Pasal 1618 KUHPerdata atau lihat juga Pasal 1 angka 4
Kepmenhukham No. M.11-HT.04.02 Tahun 2004).

Mohamad Kadri, pendiri dan partner pada kantor advokat/firma hukum AKSET,
berpendapat bahwa yang melatarbelakangi kantor-kantor hukum di Indonesia
menggunakan bentuk firma adalah karena sudah menjadi tradisi yang diadopsi dari
Belanda. Menurut Kadri, bisnis jasa hukum dibangun berdasarkan konsep
pertanggungjawaban perorangan seperti pada profesi dokter. Mulai dari income
(pendapatan), image (citra) dan banyak hal lainnya sangat bergantung pada profil atau
nama “orang”, termasuk pertanggungjawabannya.

Menurut Kadri, dalam perkembangannya beberapa kantor advokat di Indonesia mulai


mengadopsi konsep-konsep Perseroan Terbatas (“PT”). Kantor-kantor advokat, kata
Kadri, mulai melakukan corporatizing yang ditandai antara lain dengan adanya
pengalihan tanggung jawab pribadi ke penanggung jawab yang lebih tinggi. Dengan
begitu, yang dilihat bukan lagi “orangnya” tapi “kantornya”. Namun, sejauh yang dia
ketahui, dalam praktiknya di Indonesia belum ada kantor advokat yang berbentuk PT.

Sementara itu, menurut Irma Devita, kantor advokat lebih tepat menggunakan bentuk
maatschap karena dalam maatschap masing-masing advokat yang menjadi teman
serikat bertindak sendiri dan bertanggung jawab secara pribadi (lihat Pasal 1642
KUHPer).
Berdasarkan penelusuran kami, jika melihat pada negara tetangga kita yaitu
Singapura, bentuk kantor advokat sudah lebih luas dan tidak terbatas pada bentuk
firma. Dapat kita temui beberapa bentuk kantor hukum yang membatasi tanggung
jawab para partner yang tergabung di dalamnya seperti Limited Liability Partnership
1
(“LLP”) yang diatur dalam Limited Liability Partnerships Act 2005 atau bentuk
Limited Liability Company (“LLC”). Bentuk-bentuk yang demikian juga terdapat di
beberapa negara lainnya seperti Kanada, Inggris atau Amerika.

Pada umumnya, LLP memisahkan tanggung jawab salah satu partner yang
melakukan kesalahan atau kelalaian dengan partner lainnya, sehingga tidak
menerapkan prinsip tanggung-menanggung seperti pada firma (lihat Pasal 18
KUHD). Dan bentuk LLC, dalam hal model pertanggungjawaban, lebih seperti PT di
Indonesia sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas yang juga tidak menerapkan prinsip tanggung-menanggung.

1
HUKUMONLINE.COM, “Bentuk Badan Usaha Kantor Hukum”, diakses dari
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl930/bentuk-badan-usaha-kantor-hukum, pada
tanggal 18 April 2011
 Menurut kalian mana yang lebih cocok dipakai, Maatschap atau Firma? Kaitkan
dengan karakteristik dan kelebihannya masing-masing!
Jawaban:
Berdasarkan catatan sejarah, minimnya perangkat hukum merupakan salah satu
refleksi rendahnya pengakuan negara atas eksistensi profesi advokat.
Pasca bergulirnya era reformasi pada tahun 1998, salah satu bisnis yang menjamur
adalah bisnis jasa hukum, khususnya dalam bentuk kantor advokat. Bersamaan
dengan itu, pilihan profesi hukum tiba-tiba menjadi populer, pendidikan tinggi hukum
pun menjadi idaman para lulusan sekolah menengah. Fenomena ini konon muncul
karena kesadaran warga negara atas hak-hak hukum pasca reformasi cenderung
meningkat. Perselisihan antar individu atau antara individu dengan subyek hukum
lainnya, termasuk dengan institusi negara sekalipun, dengan mudahnya bermuara ke
pengadilan. Kondisi ini semakin didukung maraknya restrukturisasi perusahaan
khususnya perbankan akibat krisis moneter.
Sejarah keberadaan kantor advokat di Indonesia dapat dikatakan sama tuanya dengan
usia bangsa ini. Sebagai ilustrasi, Yap Thiam Hien, seorang icon di kalangan advokat
Indonesia, telah mendirikan kantor pengacara pertamanya bersama-sama dengan John
Karuwin, Mochtar Kusumaatmadja dan Komar pada tahun 1950. Jauh sebelum Yap,
telah berkiprah sejumlah advokat yang juga dikenal sebagai pejuang nasional seperti
Besar Mertokusumo, Sartono, Ishak, Maramis, Soejoedi, dan M. Yamin.
Meskipun sudah eksis cukup lama, perangkat hukum yang khusus mengatur tentang
bentuk badan hukum sebuah kantor advokat belum ada. Berdasarkan catatan sejarah,
minimnya perangkat hukum merupakan salah satu refleksi rendahnya pengakuan
negara atas eksistensi profesi advokat. Bahkan UU No. 18 Tahun 2003 yang secara
khusus mengatur tentang Advokat sekalipun tidak memuat ketentuan mengenai
bentuk badan hukum kantor advokat. Alhasil, rujukannya masih bertumpu pada
peraturan �warisan kolonial', yakni KUH Perdata dan KUHD.
Secara umum, bentuk hukum sebuah kantor advokat berkisar pada dua, yakni
persekutuan perdata dan firma. Persekutuan perdata (burgerlijke maatschap)
sebagaimana diatur dalam Pasal 1618 KUH Perdata adalah suatu perjanjian, dengan
mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu (inbreng) ke
dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang diperoleh
karenanya. Persekutuan Perdata didirikan atas dasar perjanjian saja, dan tidak
mengharuskan adanya syarat tertulis, artinya dapat didirikan dengan lisan saja.
Apabila seorang sekutu mengadakan hubungan dengan hukum dengan pihak ketiga,
maka sekutu yang bersangkutan sajalah yang bertanggung jawab atas perbuatan
perbuatan hukum yang dilakukan dengan pihak ketiga itu, walaupun dia mengatakan
bahwa perbuatannya untuk kepentingan sekutu, kecuali jika sekutu-sekutu lainnya
memang nyata-nyata memberikan kuasa atas perbuatannya.
Persekutuan Perdata berakhir atau bubar diantaranya karena waktu yang ditentukan
untuk bekerja telah lampau, barang musnah atau usaha yang menjadi tugas pokok
selesai, atau seorang atau lebih anggota mengundurkan diri atau meninggal dunia.
Firma lebih unggul
Sementara itu, firma sebagaimana diatur dalam Pasal 16 KUHD adalah persekutuan
perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama. Firma
harus didirikan dengan akta notaris, namun demikian jika firma tersebut telah
menimbulkan kerugian terhadap pihak ketiga, pendirian dengan tanpa akte notaris pun
telah dianggap berdiri. Kemudian Akta pendirian tersebut harus didaftarkan pada
kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan melalui Berita Negara.
Firma dianggap bubar diantaranya karena waktu yang ditentukan untuk bekerja telah
lampau, barang musnah atau usaha yang menjadi tugas pokok selesai, atau seorang
atau lebih anggota mengundurkan diri atau meninggal dunia. Namun, dalam
prakteknya, pengunduran sendiri seorang anggota tidak selalu membuat firma menjadi
bubar. Seringkali terjadi seorang anggota firma yang mundur digantikan oleh orang
lain dengan tetap mempertahankan firma yang ada.
Pasal 31 KUHD mengatur bahwa pembubaran firma sebelum waktu yang ditentukan
(karena pengunduran diri atau pemberhentian) harua dilakukan dengan suatu akte
otentik, didaftarkan pada Pengadilan Negeri, dan diumumkan dalam Berita Negara.
Apabila hal ini tidak dilakukan maka firma tetap dianggap ada terhadap pihak ketiga.
Apabila suatu firma jatuh pailit, maka seluruh anggotanya pun jatuh pailit karena
hutang-hutang firma sekaligus menjadi hutang mereka yang harus ditanggung sampai
dengan kekayaan pribadi.
Setiap sekutu firma dapat melakukan perikatan atau hubungan hukum dengan pihak
ketiga untuk dan atas nama perseroan, tanpa perlu adanya surat kuasa khusus dari
sekutu lainnya. Akibat hukum dari perbuatan yang dilakukan salah satu sekutu firma
akan menjadi tanggung jawab sekutu yang lain. Tanggung jawab demikian dinamakan
tanggung jawab renteng atau tanggung jawab tanggung-menanggung atau tanggung
jawab solider.
Kelebihan firma dibandingkan Persekutuan Perdata secara umum adalah firma lebih
terbuka atau terang-terangan terhadap pihak ketiga, sehingga akan mendapatkan
kepercayaan yang lebih dibanding Persekutuan Perdata yang dianggap usaha
perseorangan oleh pihak ketiga.
Dewasa ini, kebutuhan akan jasa hukum cenderung meningkat yang artinya
kebutuhan akan profesi advokat juga melambung. Sayangnya, hingga kini pengaturan
tentang kantor advokat sangat minim. Untuk itu, UU Advokat yang awalnya hanya
diproyeksikan untuk memperjelas status dan kedudukan profesi advokat sudah
saatnya direvisi. UU Advokat seyogyanya juga mampu menciptakan kepastian dan
ketertiban bagi dunia advokat.2

2
HUKUMONLINE.COM, “Kantor Advokat, Antara Firma dan Persekutuan Perdata”,
diakses dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17824/kantor-advokat-antara-
firma-dan-persekutuan-perdata-, pada tanggal 18 Oktober 2007
DAFTAR PUSTAKA

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl930/bentuk-badan-usaha-kantor-hukum

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17824/kantor-advokat-antara-firma-dan-
persekutuan-perdata-

Anda mungkin juga menyukai