Anda di halaman 1dari 51

Bab I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang

Geologi adalah suatu ilmu pengetahuan tentang kebumian yang berkaitan dengan planet
bumi, baik komposisi, sifat fisik, sejarah, komposisi, maupun proses pembentukannya. Hal
yang dipelajari tak hanya apa saja yang ada di dalam bumi, melainkan juga fenomena alam
yang ada di dalam permukaan bumi. Geologi sendiri berasal dari bahasa Yunani yakni “ge”
yang artinya bumi dan logos yang artinya adalah alasan. Dengan kata lain, geologi adalah
ilmu yang mempelajari terbentuknya bumi.

Disiplin ilmu ini belum banyak diketahui oleh masyarakat luas, baik definisi maupun
proyeksi dari keprofesiannya. Maka dari itu penulis melakukan upaya dalam menyebar
luaskan salah satu bentuk keluaran dari profesi ini.

Keluaran yang dimaksud berupa hasil penelitian di salah satu regional di Pulau Jawa.
Sebelumnya penelitian di Pulau Jawa sudah sangat sering dilakukan termasuk regional
daerah yang sudah saya teliti. Namun disiplin ilmu geologi senantiasa tumbuh dan
berkembang sesuai dengan kemajuan dan perubahan teknologi manusia. Maka
dibutuhkan penelitiaan yang berkala agar informasi yang didapatkan lebuh baik dan valid
seiring waktu. Penelitiian yang dilakukan meliputi aspek-aspek geologi berupa aspek
geomorfologi, litologi, stratigrafi, serta struktur geologi. Informasi geologi tersebut dapat
menjadi sumber masukan tidak hanya untuk disiplin ilmu geologi saja tetapi juga untuk
disiplin ilmu lainnya yang terkait.

1
Gambar 1. Derah Penelitian (daerah pemetaan Paras)

I.2 Geografis Daerah Penelitian

Penulis melakukan penelitian pada daerah Paras, Karangsambung, Kabupaten Kebumen,


Jawa Tengah yang secara geografis terletak pada koordinat UTM 352000 – 358000 mS,
9168000 – 9160000 mE (Gambar 1). Penelitian yang dilakukan berupa pemetaan geologi
bersekala 1:25.000 untuk menampilkan data yang berskala lokal, yang mencakup aspek-

2
aspek yang telah disebutkan guna mengetahui kondisi geologi, proses geologi dan sejarah
pembentukan daerah tersebut.

Daerah penelitian yang dimaksud memiliki luas 48 km2 (6 km x 8km). Daerah penelitian ini
berbatasan dengan Daerah Wagir Sambeng, Warangsari, Rayung dan Gunung Brujul di
sebelah Barat, daerah Plumbon dan Gunung Dliwang di sebelah Timur, daerah Lubang
Bandung, Ketapang dan Trenggulun di sebelah Utara, dan daerah Rawajambe, Kendil dan
Gunung Wurung di sebelah Selatan.

Secara umum daerah penelitian terdiri dari dataran tinggi yaitu berupa perbukitan,
punggungan, dan bukit serta dataran rendah yang dimaksud daerah dengan kemiringan
yang cukup landai. Dataran Rendah dibagian Utara, Tengah, dan Selatan. Bagian Utara
dan bagian tengah dibatasi oleh Punggungan begitu juga bagian Selatan dan Bagian
tengah dibatasi oleh punggungan. Bagian Timur dan bagian tengah dibatasi oleh
puggungan. Ketinggian rata-rata Kecamatan Karangsambung adalah 180 meter di atas
permukaan air laut. Sementara itu Desa Pujotirto merupakan desa tertinggi ke tiga di
Kabupaten Kebumen karena berada di dataran tinggi pada ketinggian rata rata 433
meter di atas permukaan air laut. Puncak tertingginya adalah Bukit Indrakila yang
memiliki ketinggian 548 meter di atas permukaan air laut yang berada di perbatasan
Desa Wadasmalang dengan Pujotirto. Sungai terbesar di wilayah ini yakni Sungai Luk
Ulo, Sungai Kedungbener, Sungai Kalijaya, Sungai Welaran dan Sungai Lokidang. Dataran
rendah (cukup datar) disominasi oleh area pemukiman warga dan area persawahan,
sementara dataran tinggi didominasi oleh vegetasi lebat seperti hutan pinus dan hutan
karet. Kondisi singkapan di daerah penelitian umumnya segar dan banyak ditemukan
singkapansingkapan yang menerus, tetapi di beberapa tempat di bagian barat daya
daerah pemetaan kondisi singkapan pada umumnya lapuk tertutup oleh soil.

Penduduk di Karangsambung menggunakan Bahasa Jawa dalam komunikasi sehari-hari.


Umumnya mereka bekerja sebagai petani mengolah sawah, berkebun, dan berladang
dan beternak. Adapula yang menjadi buruh penambang pasir maupun membuat batu
bata serta membuka warung di daerah Karangsambung ini.

3
Di Kecamatan Karangsambung terdapat Lokasi Cagar Alam Geologi Nasional yang
dikelola oleh Balai Informasi Dan Konservasi Kebumian Karangsambung Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. Cagar Alam Geologi Nasional Karangsambung merupakan
laboratorium alam untuk mempelajari geologi pada khususnya dan kebumian pada
umumnya. Terdapat berbagai batuan yang berumur antara 125 - 65 juta tahun yang lalu.

I.3 Masalah penelitian

Permasalahan yang dibahas berupa penelitian mengenai aspek-aspek geologi pada daerah
Paras.

I.4 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Geologi
Lapangan (GL-3204 Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi
Kebumian, Institut Teknologi Bandung).
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui kondisi geologi daerah Paras, Kebumen,
Jawa Tengah yang meliputi geomorfologi, litologi, stratigrafi, struktur geologi, dan sejarah
geologi.

I.5 Manfaat Penelitan

Manfaat penelitian adalah untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam


keprofesian geologi. Manfaat lainnya untuk pembaharuan data atau informasi yang lebih
terkini sehingga nilai validitas dapat terjaga. Penelitian juga harapannya dapat digunakan
sebagai salah satu acuan bagi pengembangan sumber daya alam daerah penelitian, baik
untuk keperluan geowisata, geologi ekonomi, ataupun keperluan lainnya yang
membutuhkan data-data geologi yang telah didapatkan.

4
I.6 Batasan Penelitian

Penelitian hanya dilakukan pada aspek geomorfologi, litologi, stratigrafi, dan struktur
geologi. Aspek-aspek tersebut digunkan untuk mengetahui proses dan sejarah geologi dari
daerah penelitian. Dan dalam penyusunan stratigrafi juga penentuan umur hanya
menggunakan metode perbandingan dan dikorelasikan dengan penelitian-penelitian
sebelumnya atau referensi yang sudah ada.

I.7 Metode Penelitian

Metode penelitian yang diterapkan berupa studi literature dan pemetaan langsung ke
lapangan. Tahap penelitian dimulai dengan analisis peta topografi dan foto udara yang
kemudian menghasilkan peta geomorfologi juga menjadi acuan dari bentuk dan alur
observasi yang akan dilakukan setelahnya. Observasi dilapangan dilakukan dengan
metode-metode geologi lapangan pada umumnya ditambah bantuan metode baru melalui
smartphone yaitu penggunaan aplikasi Avenza yang digunakan sebagai alat penanda
lokasi. Data-data hasil dari observasi lapangan kemudian dibentuk dalam peta lintasan,
kolom stratigrafi, peta geologi, dan penampang geologi. Dan tahap akhir berupa
penyusunan naskah laporan penelitian.

5
Bab II Geologi Regional

II.1 Fisiografi

Menurut Van Bemmelen (1949), Pulau Jawa secara fisiografi tersusun atas 7 zona (Gambar
2), yaitu: Zona Pegunungan Serayu Selatan, Zona Gunung Api Kuarter, Zona Dataran Aluvial
Jawa Utara, Zona Pegunungan Selatan Jawa, Zona Depresi Jawa Tengah dan Randublatung,
Zona Antiklinorium Rembang – Madura, serta Zona Antiklinorium Bogor- Serayu Utara -
Kendeng. Daerah karangsambung termasuk ke dalam Zona Pegunungan Serayu Selatan
(Bemmelen, 1949).

Daerah ini juga termasuk sebagai bagian dari Cekungan Jawa Tengah bagian Selatan,
cekungan ini secara letak dapat diklasifikasikan sebagai cekungan depan busur (fore arc).
Karangsambung dibatasi Tinggiaan Gabon di bagian Barat, Tinggian Progo dibagian Timur,
Antiklinorium Bogor di bagian Utara.

Gambar 2.1. Fisiografis Jawa Tengah (Bemmelen, 1949; dalam Hadiyansyah, 2005).

6
Gambar 1.2. Pembagian Zona Fisiografi Regional Jawa Tengah (Van Bemmelen, 1949)

II. 2 Stratigrafi Regional

Secara regional, daerah Karangsambung terdiri dari Kompleks Melange Luk Ulo, Formasi
Karangsambung, Formasi Totogan, Formasi Penosogan, Formasi Halang, dan Dataran
Aluvial. Menurut Hadiyansyah (2005), sttratigarafi regional daerahmkarangsambung
dengan umur paling tua yaitu Komplek Melange yang berumur Kapur Atas-Paleosen.
Kemudian diendapkan Formasi Karangsambung pada umur Eosen secara tidak selaras
setelah sebelumnya terjadi proses tektonik. Kemudian diendapkan Formasi Totogann,
Formasi Penesogan, dan Formasi Halang pada umur Oligosen-Pliosen secara berurutan.
Lalu diendapkan satuan Aluvial pada umur Holosen.

Komplek Melange Luk Ulo, menurut Harsolumakso, et al. (2006), Kompleks Melange Luk
Ulo ini merupakan batuan basement di Pulau Jawa. Satuan ini terdiri dari fragmen-fragmen
batuan mafik-ultramafik, batuan metamorf, batugamping, dan sedimen pelagic, dalam
matriks lempung bersisik berwarna hitam. Satuan Kompleks Melange Luk Ulo terbentuk
akibat subduksi purba lempeng Indo-Australia yang bergerak menunjam di bawah
lempeng benua Asia pada umur Kapur – Paleosen (Asikin, 1974; dalam Harsolumakso, et
al., 2006).

Formasi Karangsambung diendapkan secara tidak selaras diatas Satuan Komplek Melange
Luk Ulo. Formasi Karangsambung tediri dari batulembung dengan tekstur bersisik, dan

7
dihadiri blok batupasir dan konglomerat Di Daerah Pasanggrahan, blok batugamping di
Daerah Jatibungkus. Formasi ini Diklasifikasikan sebagai endapan olisostrom akibat dari
blok-blok didalamnya

Formasi Totogan tediri dari batulempung dengan fragmen batulempung, lava basalt, dan
sekis didalmnya. Formasi ini berumur Oligosen-Miosen Awal, terendapkan Diatas Formasi
Karangsambung. Formasi ini diklasifikasikan sebagai endapan olisostrom.

Formasi Waturanda terdiri dari perselingan breksi-batupasir volkanik dengan fragmen


basalt dan andesit didalmnya. Formasi ini berumur Miosen Awal-Miosen Tengah. Formasi
ini diendapkan selarasi diatas Formasi Totogan dengan mekanisme Turbidit terlihat dari
besar Fragmen, ketebalan atau suplai sedimen jika dihubungkan dengan fungsi waktu.

Formasi Penosogan terdiri dari tiga bagian yaitu bagian atas, tengah dan bawah. Bagian
atas berupa perlapisan napal tufan-tuf yang berumur Miosen Tengah dan terendapkan
selaras diatas Formasi Waturanda. Bagian Tengah terdiri dari perlapisan napal-batulanau
tufan dengan sisipan kalkarenit. Bagian bawah terdiri dari perlapisan batupasir-
batulempung.

Formasi Halang terdiri dari breksi dengan sisipan batupasir dan napal pada bagian bawahm
kemudian perselingan napal-batulempung dengan sisipan batupasir dan tuff. Formasi ini
diendapkan selaras dengan Formasi Penesogan dan berumur Miosen Atas-Pliosen.

Endapan ALuvial yaitu endapan berumur Holosen yang masih dalam tahap pembentukan.

8
Gambar 2.3. Stratigrafi Umum Daerah Karangsambung (modifikasi dari Harsolumakso dkk, 1966 dan Asikin
dkk, 1992)

9
Bab III Geomorfologi Daerah Paras
III. 1 Satuan Geomorfologi

Satuan Geomorfologi didapat melalui analisis peta topografi, foto udara dan tentunya
observasi lapangan. Daerah Paras terdiri dari beberapa satuan berdasarkan geomorfologi.
Satuan tersebut yaitu satuan bukit terisolasi, satuan perbukitan lipatan, satuan
punggungan sinklin, satuan punggungan homoklin, satuan perbukitan mélange, satuan
lembah antiklin, satuan perbukitan intrusi, dan satuan bukit intrusi.

a. Satuan Perbukitan Melange

Satuan perbukitan ini memiliki kontur acak bila dilihat melalui peta topografi, dan
jika dilihat melalui foto udara memiliki tona dan rona yang kasar. Perbukitan ini
disebut Perbukitan Melange setelah dilakukan observasi lapangan yang
menunjukkan adanya mélange. Satuan ini memiliki proporsi sekitar 15% dari daerah
penelitian.

Gambar 3.1. Satuan Perbukitan Melange

b. Satuan Punggungan Sinklin

Satuan Punggungan Sinklin memiliki kontur yang cukup sejajar dari masing-masing
ketinggian. Setelah dilakukannya observasi lapangan satuan geomorfologi ini terdiri
dari batuan sedimen berlapis. Satuan Punggungan Lipatan pada daerah penelitian

10
dicirikan oleh bentukan punggungan dengan arah scarp-slope yang saling bertemu
(antiklin) dan saling menjauh (sinklin). Setelah dilakukannya observasi lapangan
satuan ini terdiri dari batuan sedimen berlapis. Satuan ini memiliki proposi sekitar
20% dari daerah penelitian.

Gambar 3.2. Satuan Punggungan Sinklin

c. Satuan Punggungan Homoklin

Satuan Punggungan Sinklin memiliki kontur yang cukup sejajar dari masing-masing
ketinggian. Setelah dilakukannya observasi lapangan satuan geomorfologi ini terdiri
dari batuan sedimen berlapis. Satuan Punggungan Lipatan pada daerah penelitian
dicirikan oleh bentukan punggungan dengan scarp slope dan dip slope yang masing-
masing hanya pada satu arah.

Gambar 3.2. Satuan Punggungan Homoklin

11
d. Satuan Lembah Antiklin

Satuan Lembah Antiklin jika dianalisis dari peta topografi memiliki kontur yang jarang
atau renggang. Satuan geomorfologi ini tersusun dari batuan yang tidak resisten
yaitu batulempung. Satuan ini memiliki proposri 20% dari daerah penelitian. Satuan
geomorfologi ini terletak diantara Satuan Punggungan Lipatan.

Gambar 3.3. Satuan Lembah Antiklin

e. Satuan Perbukitan Intrusi

Satuan ini terlihat sebagai anomali jika dilihat di peta topografi dimana letaknya
berdekatan dengan Satuan Punggungan Lipatan. Satuan ini dicirikan dengan tona
dan rona pada foto udara yang kasar dan lereng yang curam. Satuan ini memiliki
karakteristik batuan keras, resisten. Satuan ini memiliki proporsi 5 % dari daerah
penelitian.

12
Gambar 3.4. Satuan Perbukitan Intrusi

f. Satuan Bukit Intrusi

Satuan Bukit Intrusi dapat dianalisi dari peta topografi dengan pola kontur yang
melingkar, dan berbeda dengan daerah sekitar nya yaitu Satuan Lembah Antiklin.
Dari hasil observasi lapangan satuan ini terdiri dari batuan keras, resisten. Satuan
Bukit Intrusi memiliki proporsi sekitar 3% dari daerah penelitian.

Gambar 3.5. Satuan Bukit Intrusi

13
g. Satuan Dataran Alluvial

Satuan ini dicirikan oleh pola kontur yang sangat renggang, berada di
dekat aliran sungai. Terdiri dari endapan alluvial. Satuan Dataran Aluvial
menyusun 7% daerah penelitian.

Gambar 3.6. Satuan Dataran Alluvial, Sungai Luk Ulo.

h. Satuan Bukit Terisolasi

Satuan ini jika dianalisi dari peta topografi menunjukkan pola yang mrip dengan bukit
intrusi yaitu anomaly dibandingkan topografi sekitarnya. Namun yang membedakan
adalah hasil dari observasi lapangan yang menunjukkan proses pembentukan
keduanya yang berbeda. Satuan Bukit Terisolasi terdiri dari batuan keras dan
memiliki fragmen didalamnya. Satuan ini memiliki proporsi 5% dari total daerah
penelitian.

14
Gambar 3.7 Satuan Bukit Terisolasi

i. Satuan Perbukitan Lipatan


Satuan ini berada di sebelah Selatan dan menempati 25% daerah
penelitian. Satuan Perbukitan Lipatan dicirikan oleh adanya pola dip-slope
yang saling bertemu (sinklin) dan saling berlawanan (antiklin). Satuan ini
tersusun oleh batuan sedimen berlapis.

Gambar 3.7. Satuan Perbukitan Lipatan

15
III. 2 Tipe dan Pola Aliran Sungai

Daerah Paras memiliki tiga tipe aliran sungai berdasarkan genetiknya. Yaitu, tipe
konsekuen, obsekuen dan subsekuen.

a. Sungai dengan tipe konsekuen adalah sungai yang memiliki aliran yang searah
dengan kemiringan lereng utama. Berdasarkan tipe genetik, Sungai Luk Ulo
memiliki tipe genetik sungai konsekuen yang alirannya searah dengan
kemiringan regional.
b. Sungai obsekuen merupakan tipe sungai yang memiliki arah aliran yang
berlawanan dengan arah kemiringan lapisan. Sungai dengan tipe ini dijumpai di
bagian utara daerah penelitian tepatnya di bagian Utara Gunung Paras dan
dijumpai juga di bagian tengah tepatnya di bagian Utara Gunung Brujul. Sungai
yang dimaksud adalah Kali Susu, Kali Desa Kali Mendek, Kali Curugmuncar.
c. Sungai subsekuen merupakan tipe sungai dengan arah aliran yang tegak lurus
terhadap arah kemiringan lerengnya. Sungai dengan tipe subsekuen pada
daerah penelitian yaitu Kali Welaran, Kali Krembeng, Kali Gebang dan sebagian
dari Kali Jaya.
Kebanyakan dari sungai tersebut bermuara dan bergabung dengan Sungai Luk Ulo.

Jika dilihat dari pola alirannya pada daerah penelitian dapat dibagi menjadi beberapa
pola aliran yaitu, pola dendritik, pola rectangular, dan pola trellis.
a. Pola dendritik merupakan pola aliran yang acak menyerupai saraf sesuai
namanya. Sungai dengan pola aliran ini yaitu Kali Gending, Kali Welaran, dan
Kali Duren.
b. Pola rectangular merupakan pola aliran yang dikontrol oleh struktur geologi,
seperti struktur rekahan dan juga patahan. Sungai yang memiliki pola aliran
rektanguler ini biasanya terjadi pada struktur batuan beku. Sungai dengan
pola aliran rektangular ini biasanya bentuknya lurus mengikuti arah patahan.
Ciri- ciri sungai dengan pola aliran ini adalah bentuk sungainya tegak lurus dan
merupakan kumpulan dari saluran- saluran air yang mengikuti pola dari
struktur geologi. Sungai dengan pola aliran ini adalah Kali Gebang.

16
c. Pola Trellis adalah sungai yang alirannya menyerupai pagar yang dikontrol oleh
struktur geologi berupa lipatan sinklin dan antiklin. Sungai dengan pola aliran
trellis ini memiliki ciri- ciri oleh kumpulan saluran- saluran air yang
membentuk pola sejajar yang mengalir mengikuti arah kemiringan lereng
serta tegak lurus terhadap saluran utamanya. Saluran utama pada sungai ini
biasanya searah dengan sumbu lipatan. Sungai dengan pola aliran ini adalah
Kali Mendek, Kali Kayen, Kali Desa dan Kali Soka.

Gambar 3.8. Pola Aliran Sungai

Gambar 3.9 Tipe Genetik Sungai

17
Gambar 3.3. Kenampakan aliran sungai tipe obsekuen

Gambar 3.4. Kenampakan aliran sungai tipe konsekuen dan subsekuen

18
III. 3 Tahapan Geomorfik
Pada daerah pemetaan Paras terdapat sungai utama yaitu Luk Ulo yang mengalir hampir
Utara- Selatan. Sungai Luk Ulo ini memotong pegunungan lipatan di bagian tengah daerah
pemetaan. Berdasarkan bentuk sungai yang berkelok (meander), lembar berbentuk U
dasar lembah berupa endapan alluvial, dijumpai point bar, erosi lateral dominan, influen
terhadap air tanah. Berdasarkan ekspresi topografi serta karakteristik dari Sungai Luk Ulo
tersebut, maka dapat disimpulkan tahapan geomrofik pada daerah Paras tergolong tahap
dewasa dengan intensitas erosi lateral lebih tinggi dari erosi vertikal.

19
Bab IV Lintasan Geologi
Salah satu metode yang digunakan saat observasi yaitu dengan membuat pola kerja
berupa lintasan geologi. Lintasan geologi ini menjadi acuan arah gerak saat melakukan
kegiatan lapangan. Digunakan beberapa pertimbangan saat membuat lintasan geologi
yaitu potensi singkapan, pola lapisan, daerah-daerah anomali yang diidentifikasi melalui
peta topografi dan foto udara, kelurusan dan beberapa faktor lainnya. Dalam proses
observasi dikumpulkan beberapa data yaitu observasi singkapan, pengukuran penampang
stratigrafi, gejala struktur, dan bentuk geomorfologi. Pemetaan lapangan ini dilakukan
selama 14 hari dan penulis sendiri turun sebagai satu tim.

Berikut merupakan lintasan yang ditentukan dan ditempuh oleh tim bersangkutan.

Tabel 1. Deskripsi Lintasan Geologi hari pertama hingga hari keduabelas

Hari Lokasi Observasi / Total Keterangan


Ke- Jarak Yang Ditempuh
1 Semampir – K. Pelikon – G. Litologi: Perselingan Batupasir –
Paras – K. Wuluk / 8.86 km Batulempung, Lempung
berfragmen, Breksi –
Struktur : Zona sesar di
K.Pelikon, Antiklin
Karangsambung

2 K. Terus – K. Peniron – Litologi: Perselingan Batupasir


Batulempung, Breksi,
Kedungwaru – K.
Perselingan Batupasir – Tuff
Krembeng / 7.79 km
Struktur : Sesar Naik K.Peniron,
Antiklin Peniron, Sesar Naik
K.Krembeng

3 K. Curug - K. Bengkong - Litologi : Perselingan

20
K. Mendek – K. Desa / 7.14 Batupasir-Batulempung,
km Lempung berfragmen, Breksi

Struktur : Lipatan – lipatan minor


di K. Bengkong, Antiklin
Karangsambung
4 K. Sembir – K. Trenggulun Litologi: Lempung berfragmen,
– S. Luk Ulo / 6.41 km Sekis, Filit Basalt, Rijang
Struktur : Zona sesar di sepanjang
K. Sembir – K.Trenggulun

5 K. Luk Ulo – K. Litologi: Breksi, Lempung


Curugmuncar – K. berfragmen
Larangan – Binangun / 8.6 Struktur : Antiklin
km Karangsambung

6 K. Jaya – K. Gending – Litologi: Perselingan


Ketapang – K. Krembeng/ Batupasir – Batulempung, Breksi
8.29 km Struktur : Sesar naik K. Krembeng

7 Pencil – K. Gesing – Litologi : Breksi, Lempung


Tilampok / 5.91 km berfragmen, Batugamping

8 Kali sebelah Timur K. Litologi: Perselingan Batupasir –


Krembeng – K. Krembeng / Batulempung

1.75 km Struktur : Zona Sesar sepanjang


Kali sebelah Timur K.Krembeng

9 Kembaran – K. Jirek – Litologi : Lempung berfragmen,


Watulawang – K. Sana / Breksi

2.58 km

21
10 Kalikayen – Jembling / 6.39 Litologi : Lempung berfragmen,
km Basalt, Breksi

11 Kalijaya – Kalikudu Wetan Litologi: Perselingan


– Ketapang – K. Krembeng Batupasir – Batulempung
/ 6.9 km Struktur : Zona Sesar K. Krembeng

12 K. Soka – Eragombong – Litologi: Perselingan Batupasir-


Karangcengis – Pesawahan Batulempung, Breksi, Perseligan
Batupasir - Tuff
/ 8.14 km
Struktur : Sesar mengiri K.
Kedungbener

22
Bab V Stratigrafi Daerah Paras

Stratigrafi dalam arti luas adalah ilmu yang membahas aturan, hubungan dan kejadian
(genesa) macam-macam batuan di alam dalam ruang dan waktu sedangkan dalam arti
sempit ialah ilmu pemerian lapisan-lapisan batuan. Penggolongan Stratigrafi ialah
pengelompokkan bersistem batuan menurut berbagai cara, untuk mempermudah
pemerian, aturan dan hubungan batuan yang satu terhadap lainnya. Kelompok bersistem
tersebut di atas dikenal sebagai Satuan Stratigrafi. Batas Satuan Stratigrafi ditentukan
sesuai dengan batas penyebaran ciri satuan tersebut sebagaimana didefinisikan. Batas
Satuan Stratigrafi jenis tertentu tidak harus berhimpit dengan batas Satuan Stratigrafi jenis
lain, bahkan dapat memotong satu sama lain. Tatanama Stratigrafi ialah aturan penamaan
satuan-satuan stratigrafi, baik resmi maupun tak resmi, sehingga terdapat keseragaman
dalam nama maupun pengertian nama-nama tersebut seperti misalnya: Formasi/formasi,
Zona/zona, Sistem dan sebagainya (Sandi Stratigrafi revisi SSI 1996, IAGI).

Pengelompokan stratigrafi yang dilakukan berdasarkan jenis litologi yang dianalisis.


Berdasarkan litologi yang diamati dan dideskripsikan, Daerah Paras dapat dikelompokkan
menjadi delapan satuan (satuan tidak resmi). Secara keseluruhan pola urutan stratigrafi
pada daerah penelitian dari Utara ke Selatan berurut dari umur tua ke muda. Klasifikasi
batuan sedimen berdasarkan besar ukuran butir wentworth oleh Nichols (2009),
sedangkan klasifikasi piroklastik menggunakan Fisher (1961) yaitu berdasarkan ukuran
butir. Klasifikasi batuan beku berdasarkan mineral penyusun dan teksturnya. Berikut
urutan stratigrafi yang dikelompokkan oleh penulis berdasarkan aturan-aturan dari
klasifikasi di atas:

1. Satuan Melange (pengisi Formasi Kompleks Melange Luk Ulo)

2. Satuan Batulempung Berfagmen (pengisi Formasi Totogan dan


Karangsambung)
3. Satuan Intrusi Diabas (terdapat pada Formasi Karangsambung)

4. Satuan Breksi (pengisiFormasi Waturanda)

23
5. Satuan Batupasir (pengisi Formasi Penosogan)

6. Satuan Kalkarenit (pengisiFormasi Penosogan)

7. Satuan Intrusi Andesit (terdapat pada Formasi Karangsambung)

8. Satuan Aluvial (pengisi Satuan Aluvial).

Gambar 5.1 Stratigrafi Daerah Paras

24
V.1 Satuan Melange

Satuan ini memiliki umur yang paling tua disetarakan dengan Formasi Kompleks Melange
Luk Ulo yang berumur Kapur Atas – Paleosen (Harsolumakso dkk, 1996) dan tersingkap
pada ujung Barat Laut peta, yaitu sekitar Kali Cacaban hingga Iger Kenong. Satuan tersebut
ditandai dengan warna ungu pada peta geologi dan menjadi batuan dasar dari stratigrafi
daerah pemetaan Paras. Satuan ini menjadi besement dari daerah penelitian (umur paling
tua). Satuan ini terdiri dari berbagai jenis batuan (salah satu pertimbangan disebut melang)
yaitu bongkah-bongkah rijang, filit, sekis dan batugambing merah. Bongkah-bongkah
tersebut terdapat dalam matriks berupa lempung bersisik. Satuan ini memiliki hubungan
yang tidak selaras dengan satuan batulempung diatasnya. Berdasarkan fragmen yaitu
rijang batu gamping merah, sekis, dan betugamping serta matriks yang berupa lempung
menunjukkan bahwa satuan ini terendapkan pada palung zona subduksi (tempat yang
memungkinkan terbentuknya mélange). Berdasarkan ciri litologi satuan ini disetarakan
dengan Formasi Melange Luk Ulo yang berumur Kapur Atas-Paleosen. Berikut deskripsi
umum dan mayoritas dari masing-masing batuan di satuan tersebut:

1. Rijang berwarna merah, masif, kompak, sangat keras, dan terdapat urat
kalsit, perselingan dengan gamping merah, terdapat struktur boudine.
2. Filit berwarna keabuan, foliasi, testur heteroblastik, sangat keras, tersusun
oleh mineral mika, kalsit dan arsenopyrite, terdapat struktur boudine.
3. Sekis, berwarna abu kehijauan, foliasi, tekstur heteroblastik, sangat keras,
tersusun dominan oleh mineral mika dan klorit.
4. Batugamping merah berwarna merah muda, masif, keras, posrositas buruk.

25
Gambar 5.2. Struktur Boudine pada Satuan Melange.

Gambar 5.3. Matriks batulempung bersisik pada Satuan Melange.

26
V.2 Satuan Batulempung

Satuan Batulempung diendapkan secara tidak selaras diatas Satuan Melange.


Satuan ini terdapat di bagian Utara daerah penelitian dan pada bagian tengah
daerah penelitian. Membentang dari Barat ke Timur tepatnya di bagian Utara
Gunung Paras dan di Lembah Antiklin. Satuan ini terdiri dari batulempung
dengan tekstur sisik yang memiliki fragmen basalt, batugamping dan
konglomerat. Fragmen tersebut memiliki ukuran kerikil hingga bongkah yang
memiliki volume ratusan meter persegi yaitu Bukit Jatibungkus dan Bukit
Pasanggrahan. Satuan batu lempung ini memiliki kemiringan lapisan yang
berlawanan pada bagian Lembah Antiklin. Hadirnya lempung bersisik dan
adanya bongkah-bongkah dengan litologi batugamping dan sekis menandakan
bahwa satuan ini diendapkan pada daerah laut. Dan jika dilihat dari ukuran
bongkah menunjukkan jika endapan ini terjadi pada daerah ini berdekatan
dengan topografi yang curam yang memungkinkan gaya gravitasi berperan
signifikan, sehingga kemungkinan lokasi pengendapan berada pada zona
penunjaman dimana memiliki cekungan yang sempit dengan lereng curam.
Hadirnya bongkah-bongkah tersebut maupun fragmen lainnya menunjukkan
bahwa bongkah dan fragmen tersebut memiliki umut yang lebih tua
dibandingkan batu lemping bersisik tersebut. Berdasarkan hal-hal diatas
satuan ini dapat diedapkan melalui mekanisme olisostrom. Satuan
Batulempung memiliki umur tertua kedua setelah Satuan Melange.
Berdasarkan ciri litologi dan kesamaan posisi stratigrafinya, satuan ini memiliki
kesetaraan dengan Formasi Totogan dan Karangsambung yang berumur Eosen
– Oligosen Atas (Harsolumakso dkk, 1996). Hal ini juga terlihat berkaitan
dengan proses kolisi mikrokontinen yang terjadi selama Eosen – Oligosen di
Jawa Timur yang memungkinkan terjadinya endapan olisostrom. Berikut
deskripsi dari satuan ini (termasuk deskripsi fragmen):

1. Batulempung berfragmen: Abu kebiruan, ukuran butir lempung,


tekstur scaly, porositas buruk, sangat lunak, mengandung bongkah
fragmen lain.

27
2. Batugamping: Putih kelabu, masif – berlapis tebal, hadir dalam
berbagai aneka fasies seperti framestone dan rudtone (Jatibungkus),
dengan skeletal grain berupa foraminifera besar, alga merah, dan koral.
3. Basalt: Abu – gelap, masif, afanitik, equigranular, dibeberapa tempat
menunjukkan struktur lava bantal dengan amigdaloidal yang terisi urat
kalsit dan rijang, terbreksiasi.
4. Konglomerat: abu terang, polimik, berukuran butri kerikil – kerakal,
membundar tanggung, kebulatan buruk, pemilahan buruk, kemas
terbuka, fragmen terdiri dari litik, kuarsa, rijang, basalt, dan batupasir
dalam matrix batupasir halus.

Gambar 5.4. Matriks berupa lempung bersisik pada Satuan Batulempung.

28
Gambar 5.5. Fragmen berupa batugamping pada Satuan Batulempung.

Gambar 5.6. Fragmen berupa basalt pada Satuan Batulempung.

29
V.3 Satuan Intrusi Diabas

Satuan Intrusi Diabas tersebar di Gunung Parang. Satuan ini memiliki litologi
Diabas dengan deksripsi sebagai berikut.

 Diabas: abu-abu kehitaman, fanerik, holokristalin, ukuran kristal


sedang, hipidiomorfik-allotriomorfik, diabasic, terdiri dari mineral
piroksen, hitam, 1-5 mm, 40%; plagioklas, putih, prismatic, 35%;
amfibol, hitam, prismatic panjang, 25%.

Diabas di Gunung Parang menunjukkan kontak bakar. Batuan ini berada di bawah Satuan
Batulempung dan sejajar satuan tersebut.

Gambar 5.7. Diabas Gunung Parang

30
Gambar 5.8. Kontak Bakar diabas terhadap batulempung

V.4 Satuan Breksi


Satuan Breksi diendapkan secara selaras diatas Satuan Batulempung. Satuan
ini berada pada Punggungan lipatan. Satuan ini memiliki resistensi tinggi.
Suksesi vertikal, semakin keatas atau dari tua ke muda semakin menebal.
Kemiringan lapisan umumnya kearah selatan namun terdapat kemiringan ke
arah utara (struktur antiklin). Satuan ini terdiri dari litologi berupa perselingan
breksi dan batupasir breksian. Satuan Breksi diendapkan pada lingkungan
pengendapan laut, kemungkinan pada lereng volkanik bawah laut. Satuan ini
berumur tertua ketiga setelah Satuan Batulempung dan dapat disetarakan
dengan Formasi Waturanda yang berumur Miosen Awal (Harsolumakso dkk,
1966) berdasarkan kesamaan fisik litologi dan urutan stratigrafinya. Berikut
deskripsi umum dari litologi pada satuan ini:

1. Breksi: abu gelap, ukuran fragmen kerakal – bongkah, menyudut,


kebulatan buruk, sortasi buruk, kemas terbuka, fragmen berupa

31
basalt (porfitik, vesikuler) dan andesit dalam matriks batupasir,
struktur yang umum dijumpai berupa reverse gradded bedding
2. Batupasir breksian: abu-abu, ukuran butir pasir kasar, pemilahan
baik, kemas tertutup, porositas baik, terdiri dari litik, kuarsa, basalt,
olivin, feldaspar dan mineral mafik gelap, di beberapa tempat
dijumpai parallel lamination.

Gambar 5.9.a Kontak Breksi dengan Batupasir breksian pada Satuan Breksi.

32
Gambar 5.9.b Kontak Breksi dengan Batupasir breksian pada Satuan Breksi

V.5. Satuan Batupasir

Satuan Batupasir diendapkan selaras diatas Satuan Breksi dan berada si daerah Selatan.
Satuan ini memiliki litologi perselingan antara batupasir dengan batulempung. Batuan
tersebut tersingkap sepanjang punggungan barat – timur pegunungan Paras dan Brujul
serta yang memiliki resistensi lebih tinggi terhadap pelapukan. Ketebalan satuan tersebut
sekitar 325 m. Batupasir ini berwarna abu – abu gelap, berukuran butir pasir sedang-kasar,
porositasi baik, sortasi baik, masif, suksesi vertical berupa coarsening upward. Satuan ini
setara dengan Formasi Waturanda yang berumur Miosen Awal. Satuan ini diendapkan
dengan mekanisme gravity mass flow, turbidity current dengan lingkungan pengedapan di
depan slope. Berdasarkan kesamaan ciri litologi dan urutan stratigrafinya, satuan ini dapat
disetarakan dengan Formasi Penosogan bawah yang berumur Miosen Tengah
(Harsolumakso dkk, 1966). Sekuen Bouma pada satuan ini menandakan mekanisme
pengendapan arus turbidit dengan lingkungan pengendapan laut dalam. Bukti adanya
gejala longsor pada slope ditunjukkan dengan ditemukannya struktur slump di beberapa

33
tempat. Satuan ini mengalami deformasi kuat yang ditunjukan perlipatan perlipatan minor
yang instesif pada bagian selatan punggungan homoklin dan kehadiran slump. Berikut
deskripsi dari litologi pada Satuan Batupasir:

1. Batupasir: abu terang, ukuran butir pasir halus – pasir kasar,


membundar, kemas tertutup, pemilahan baik, porositas baik,
ketebalan lapisan 1 – 25 meter, bioturbasi, parallel lamination, cross
lamination, convolute, load cast, dan gradded bedding.
2. Batulempung: abu gelap, ukuran lempung, semen karbonatan,
ketebalam lapisan 0,5 – 5 meter.

Gambar 5.10. Perselingan batupasir-batulempung pada Satuan Batupasir.

34
Gambar 5.11. Kontak Satuan Breksi dengan Satuan Batupasir.

V.6 Satuan Kalkarenit

Satuan Kalkarenit diendapkan selaras diatas Satuan Batupasir. Satuan ini berada
di bagian Selatan Punggungan Lipatan dan membentang dari Barat ke Timur.
Satuan ini memiliki litologi dominan berupa perselingan antara kalkarenit
dengan batulempung-tuf. Kemiringan dari satuan ini cenderung kearah Selatan
dan cenderung semakin melandai kearah Selatan Berikut deskripsi dari litologi
pada Satuan Kalkarenit:

1. Kalkarenit: putih keabu-abuan, pasir halus-sangat halus, hard, grain


supported, sortasi baik, terdiri dari fragmen litik kalkareus, 80%, dalam
matriks berukuran pasir sangat halus, kalkareus, 20%, terdapat struktur
sedimen ripple.
2. Batulempung: abu gelap, ukuran lempung, semen karbonatan.

35
3. Tuf: putih, berukuran debu, hard, bersifat karbonatan.

Gambar 5.12. Satuan Kalkarenit.

V.7 Satuan Intrusi Andesit


Satuan Intrusi Andesit terdapat atau hadir sebagai Gunung Bujil. Satuan ini terdiri dari
litologi Andesit. Pada Gunung Bujil sendiri atau intrusi ini menunjukkan struktur primer
berupa columnar joint yang horizontal menunjukkan intrusi memiliki arah aliran vertikal.
Ditemukan juga kontak bakar antara intrusi dengan Satuan disekitarnya yaitu Satuan
Batulempung. (Hanya menemukan Kontak bakar dengan Satuan Batulempung). Berikut
deskripsi dari litologi pada Satuan Intrusi Andesist:

 Andesit: abu-abu kecoklatan, porfiritik, subhedral-anhedral, terdiri dari


fenokris plagioklas, berwarna putih, prismatik, 25%; hornblend, hitam,
prismatic pendek, 20%; dalam masa dasar afanitik berwarna abu-abu,
55%.

36
Gambar 5.13. Bukit di sebelah Timur Gunung Bujil menunjukkan columnar joint dengan
arah horizontal.

V.7 Satuan Aluvial

Satuan Aluvial diendapkan secara tidak selaras diatas Satuan Kalkarenit dan
beberapa satuan lainnya yang tersingkap ke permukaan. Satuan ini terendapkan
di beberapa daerah namun yang paling terlihat adalah di sekitar aliran Sungai Luk
Ulo dengan ketebalan lappissan 1-5 meter.

Satuan Aluvial tersusun atas material lepas dan diendapkan secara traksi sebagai
gosong pasir pada meander Sungai Luk Ulo. Satuan ini memiliki umur paling muda
dibanfingkan satuan lainnya dan menjadi bagian dari Formasi Aluvial dengan
umur Holosen.

37
Gambar 5.14. Satuan Aluvial pada Sungai Luk Ulo

38
Bab VI Struktur Geologi Daerah Paras
Struktur di daerah Paras termasuk juga daerah Karangsambung berkembang
melalui dua fase deformasi yaitu deformasi ductile yang menghasilkan struktur
lipatan dan deformasi brittle yang menghasilkan struktur kekar maupun sesar.
Kemiringan lapisan juga dapat dilihat sebagi akibat dari deformasi. Struktur
utama yang ditemukan pada daerah penelitian yaitu sinklin yang ditemukan pada
Gunung Paras, antiklin yang ditemukan pada Lembah Karangasmbung, sesar naik
yang ditemukan memanjang dari Barat ke TImur di sekitar Kali Krembeng, sesar
geser menganan yang memisahkan penggungan lipatan pada bagian Selatan yang
kemudian dipisahkan bagian Barat dan Timur oleh aliran Sungai Luk Ulo. Orentasi
sesar tersebut kemudian dapat digunakan untuk menetukan arah stress yang
menyebabkan deformasi pada daerah penelitian.

VI.1 Lipatan

Lipatan yang ditemukan pada daerah daerah penelitian berupa sinklin yang dapat
dilihat pada Daerah Gunung Paras dan antiklin yang dapat dilihat pada Daerah
Lembah Kaarangsambung. Hal ini didasarkan pada pengukuran Strike dan dip
pada daerah penelitian. Hal ini juga dibantu dengan analisis awal melalui peta
topografi yaitu dengan melihat kerapatan dari pola kontur yang ada, dimana
terlihat adanya pola scarp slope dan dip slope disuatu zona kenampakan yang
saling kontradiktif arahnya juga dengan zona kenampakan lain yang saling
berlawanan.

39
Gambar 6.1. Arah scarp slope dan dip slope

VI.1.a Sinklin

Sinklin ditemukan pada Gunung Paras di bagian Utara. Bentukan ini dapat
diidentifikasi dari morfologi Gunung Paras dimana kemiringan
topografinya sangat curam. Scarp slope yang saling menjauh dan dip slope
yang saling mendekat arahnya. Hal ini disimpulkan setelah melakukan
pengukuran di lapangan dimana bagian Utara dari Gunung Paras memiliki
kemiringan lapisan ke arah Selatan sedangkan bagain Selatan dari Gunung
Paras memiliki kemiringan lapisan kearah Utara.

40
Gambar 6.2. Sinklin pada Gunung Paras.

VI.1.b Antiklin

Antklin Lembah Karangsambung dapat diidentifiksi dari hasil data


lapangan, data yang didapatkan tergolong terbatas untuk struktur ini
akibat dari litologi pada daerah ini berupa batulempung. Didapatkan hasil
dimana kemiringan pada bagian Utara Lembah Karangsambung memiliki
arah kemiringan lapisan ke arah Utara dan bagian Selatan dari Lembah
Karangsambung memiliki arah kemiringan lapisan ke Selatan. Sumbu
Antiklin terletak di sekitar Sungai Welaran dengan orientasi Barat Timur.

Gambar 6.3. Antklin pada Lembah Karangsambung.

41
VI.2 Sesar

Struktur sesar pada daerah penelitian pada umumnya berupa sesar-sesar minor.
Analisis dari sesar ini digunakan dengan mengumpulkan data struktur gores-garis
pada bidan sesar dan juga keterdapatan offset. Pada bagian Selatan ditemukan
sesar dengan orientasi Barat Timur di sekitar Kali Soka dan Kali Krembeng.
Sedangkan pada bagian Utara tepatnya disebelah Barat Laut Gunung Paras
disekitar Kali Cacaban terdapat sesar geser. Hal ini dibuktikan dari analisis
kinematika dari data data breksiasi, gores garis, shear fracture yang kemudian
dilakukan analsisi kinematika. Sesar selanjutnya yang ditemukan yaitu di sekitar
Gunung Waturanda yang dilalui Sungai Luk Ulo. Analisis struktur ini pada awalnya
dilakukan melalui pengamatan peta topografi dan juga foto udara yang kemudian
menghasilkan dugaan struktur melalui kelurusan yang ada.

VI.6.a Sesar Naik Krembeng

Sesar ini memanjang dari bagian Barat penelitian hingga bagian Timur
daerahb penelitian. Pemetaan sesar ini didasarkan karena adanya drag
fold di Sungai Krembeng, Sungai Peniron, dan sungai Jetis. Berdasarkan
data lapangan yang didapatkan sesar ini memiliki orientasi N102ºE / 32ºSE,
merupakan sesar naik mengiri dengan jurus Barat Timur.

VI.6.b Sesar Menganan Luk Ulo

Sesar ini diidentifikasi melalui data-data breksiasi, shear fracture, dan


slickenside. Dengan total 80 data. Selain itu jenis sesar ini didapatkan
dengan bantuan foto udara. Kedudukan bidang sesar Luk Ulo yaitu
N25oE/85.5o. Jenis sesar ini adalah sesar geser menganan.

42
Gambar 6.3. Analisis Kinematika Sesar Luk Ulo.

VI.6.c Sesar Mandala

Sesar Mandala teridentifikasi melalui analisi dari foto udara dan peta
topografi dan dianggap memiliki pola kelurusan. Sesar ini berada di bagian
Barat Laut Gunung Paras. Jenis sesar iini adalah mengiri turun yang
didaptkan dari analisis kinematika data-data breksiasi, shear fracture,
slickenside dan orientasi dari urat. Berdasarkan data lapangan tersebut
didaptkan hasil analisis yang menjelaskan sesar ini memiliki kedudukan
N68oE / 41.5o.

43
Gambar 6. 4. Analisis Kinematika Sesar Mandala.

VI.6.d Sesar Kalisoka

Sesar Kalisoka merupakan sesar menganan dengan kedudukan berkisar


N119oE/71o. Pemetaan sesar ini didasarkan pada adanya sumbu
antiklin yang terpotong oleh sesar.

Gambar 6.5. Sesar Kali Soka

44
VI.7.e Sesar Waturanda

Sesar ini diidentifikasi dengan menggunakan pengamatan foto udara dimana


masing-masing bagian terlihat bergeser, jika dilihat dengan pandangan mata
burung bagian Timur bergeser ke arah Selatan sedangkan bagian Barat seolah-
olah bergeser ke arah Utara. Sungai Luk Ulo memotong Bukit Waturanfa tegak
lurus dengan jurus perlapisan Bukit Waturanda. Offset sesar terlihat dari
pergeseran Satuan Breksi dengan Satuan Batulempung yang kemudian
dianalisis dan menunjukkan sesar ini merupakan sesar geser menganan.

Gambar 6.x Pergeseran yang terlihat dari foto udara

45
Bab VII Sejarah Geologi
Sejarah geologi daerah penelitiaan dianalisis menggunakan data stratigrafi,
struktur yang ada. Proses Geologi diawali dengan terbentuknya Satuan
Melange yang menjadi basement dari daerah penelitian. Mekanisme
pengendapan atau pembentukan dari satuan ini terjadi pada laut dalam dilihat
dari fragmen dan matriks dari satuan ini. Tepatnya pada palung zona subduksi
Fase tektonik awal pada Pulau Jawa terjadi saat Mesozoikum, tepatnya pada
Kapur Akhir ketika pergerakan Lempeng Indo-Australia ke arah timur laut
menghasilkan subduksi dibawah Sunda Microplate sepanjang suture
Karangsambung-Meratus, dan diikuti oleh fase regangan (rifting phase)
selama Paleogen dengan pembentukan serangkaian horst (tinggian) dan
graben (rendahan). Adanya subduksi ini memungkinkan terbentuknya suatu
endapan massa batuan yang tercampuradukkan secara tektonik, yang disebut
endapan melange. Berdasarkan jenis batuan yang ada, satuan ini tergabung
atau menjadi bagian dari Formasi Melange Luk Ulo yang berumur Kapur Atas-
Paleosen. Setelah pembentukan Satuan Melange terjadi proses tektonik yaitu
pengangkatan, erosi lalu terjadi kembali pengendapan diatas Satuan Melange
tersebut.

Pada Oligosen, jalur subduksi Meratus – Karangsambung yang berarah NE-SW


perlahan – lahan barpindah memanjang W-E di selatan Pulau Jawa. Akibatnya,
terbentuk busur magmatik berarah barat – timur yang membentuk kegiatan
magmatisme berupa intrusi sill Diabas, sebagai Satuan Intrusi Diabas. Saat
Miosen Awal diendapkan secara selaras Satuan Breksi yang disetarakan
dengan Formasi Waturanda, di atas satuan batulempung. Satuan ini
diendapkan pada lingkungan pengendapan laut dalam, tepatnya pada lereng
volkanik bawah laut pada cekungan muka busur magmatik. Mekanisme
pengendapan satuan breksi terjadi dengan aliran gravitasi. Banyaknya material
volkanik dalam breksi menandakan bahwa saat terjadi pengendapan, terdapat
suatu aktivitas magmatisme yang meningkat sehingga adanya batuan beku

46
yang hadir sebagai fragmen dalam matriks pasir kasar dengan unsur-unsur
mineral mafik.

Setelah itu, pada Miosen Tengah diendapkan Satuan Batupasir secara selaras
diatas Satuan Breksi. Terdapatnya Sekuen Bouma menandakan satuan ini
diendapkan melalaui mekanisme arus turbidit dengan lingkungan
pengendapan laut. Bukti adanya gejala longsor pada slope ditunjukkan dengan
ditemukannya struktur slump di beberapa tempat. Satuan ini mengalami
deformasi kuat yang ditunjukan perlipatan perlipatan minor yang instesif pada
bagian selatan punggungan homoklin dan kehadiran slump. Setelah itu terjadi
pengendapan Satuan Kalkarenit yang menunjukkan lingkungan menjadi lebih
dangkal. Selain itu, terdapatnya tuf pada satuan Kalkarenit menandakan pada
saat ini lingkungan yang dekat dengan aktifitas gunung api yaitu pada
cekungan muka busur magmatik.

Setelah pengendapan Satuan Kalkarenit, terjadi intrusi Andesit berupa pipe.


Kemudian terjadi deformasi berupa tektonik kompresional yang
mengakibatkan pengangkatan intensif sehingga megakibatkan batuan tersingkap
ke permukaan.
Selanjutnya aktivitas tektonik pada daerah ini berkembang dengan tegasan
relatif Utara – Selatan, dikarenakan subduksi yang terjadi antara lempeng
Eurasia dengan lempeng Indo – Australia. Aktivitas tektonik ini mengakibatkan
terjadi proses deformasi plastis dan terbentuknya antiklin dan sinklin yang
menunjam yang memiliki sumbu dengan arah relatif Barat – Timur.
Pembentukan lipatan tersebut sejalan dengan terbentuknya sesar naik
Krembeng. Terdapat kelurusan sesar juga yang menerus barat – timur di
punggungan homoklin yang lalu terpotong oleh sesar menganan Waturanda.

Lalu proses erosi berjalan sangat intensif selama Kuarter. Dari bidang lemah,
terbentuk rekahan, dan mulai terbentuk Kali Luk Ulo yang memanjang utara –
selatan dan mampu memotong seluruh satuan batuan yang dilaluinya. Arus
Luk Ulo membawa endapan sedimen secara traksi membentuk Satuan Aluvial

47
yang dapat ditemukan di sepanjang lekuk dalam dari Kali Luk Ulo sebagai
gosong pasir. Satuan Aluvial diendapkan secara tak selaras. Tahap geomorfik
pada daerah Paras termasuk ke dalam tahapan tua, sebab antiklin
Karangsambung saat ini sudah menjadi lembah. Sampai sekarang proses erosi
dan sedimentasi masih berperan penting dalam membentuk bentang alam
Daerah Paras.

48
Bab VIII Potensi Geologi
Pada daerah penelitian memiliki litologi yang cukup beragam, serta bentuk
permukaan yang cukup beragam pula. Aliran Sungai Luk Ulo yang sekitarnnya
dilimpahi endapan aluvial memeberikan potensi galian c atau sebagai bahan
konstruksi yaitu berupa pasir. Terdapat juga potensi pembangkit listrik melalui
Bendungan Kaligending walaupun masih dalam skala kecil. Seperti sebelumnya
telah dikatakan bahwa daerah penelitian kaya akan variasi batuan sehingga
daerah ini sangat baik dijadikan tempat penelitian mengenai ilmu kebumian
khususnya geologi. Dari bentuk geomorfologinya yang terdiri dari tinggian dan
rendahan membuat daerah ini cocok digunakan sebagai tempat wisata karena
menyajikan pemandangan yang indah dan suasana yang nyaman salah satunya
adalah Puncak Pentulu Indah, hal ini tentunya dapat mendongkrak
perekonomian massyarakat sekiar, namun bidang wisata ini masih butuh
sosialisasi dan pembenahan tingkat lanjut agar dapat optimal dan dikenal oleh
masyarakat luas.

Mengenai tata guna lahan, mayarakat sekitar pada umumnya menggunakan


lahan sebagai pemukimann dan daerah pertanian dengan komoditi utama
berupa padi. Sementara untuk sektor pertambangan terbuka bahan
konstruksi batupasir dijumpai di sekitar Luk Ulo, dan untuk tambang
batugamping, breksi dan andesit dijumpai disekitar Gunung Paras dan Bukit
Selaranda.

Pertambangai ini sayangnya menurut penulis kurang diawasi serta


pengawasan terhadap regulasi yang ada kurang diperhatikan. Dilihat dari
frekuensi eksploitasi yang berlebihan setiap harinya sehingga dapat
menggangu kesetimbangan pada daerah penelitian. Sehingga dibutuhkan
sosialisasi dari pihak terkait baik pemerintah maupun pihak akademisi yang
dapat mencerdaskan masyrakat sekitar serta pengusaha tambang.

49
Daftar Pustaka

Asikin, Sukendar, 1974, Evolusi Geologi Jawa Tengah dan Sekitarnya, Ditinjau
dari Segi Teori Tektonik Dunia yang Baru, Disertasi Doktor, Dept. Teknik
Geologi ITB, tidak diterbitkan.
Asikin, S., Harsolumakso, A. A., Busono H., dan Gafoer S, 1992, Geologic Map
of Kebumen Quadrangle, Java, Scale 1:100.000. Geologycal Research
and Development Centre, Bandung.

Bemmelen, van, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Martinus Nyhoff, The
Haque, Nederland.

Hadiyansyah, D. (2005): Karakteristik Struktur Formasi Karangsambung, Daerah


Karangsambung dan Sekitarnya, Kecamatan Karangsambung-
Karangayam, Kabupaten Kebumen, Propinsi Jawa Tengah, Skripsi
Sarjana S-1, Departemen Teknik Geologi ITB, tidak diterbitkan.

Harsolumakso, A. H., Prasetyadi, C., Sapiie, B., dan Suparka, M. E. (2006): The
Luk Ulo-Karangsambung Complex of Central Java, Indonesia; From
Subduction to Collision Tectonics, Proceedings Persidangan Bersama
UKM – ITB 2006.

Setiawan, N. I. (2010): Genesis Vulkanik Berumur Tersier di Daerah


Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah, Thesis Magister, Departemen
Teknik Geologi ITB.

50
Lampiran

51

Anda mungkin juga menyukai