Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Geologi adalah suatu ilmu pengetahuan tentang kebumian yang berkaitan dengan planet
bumi, baik komposisi, sifat fisik, sejarah, komposisi, maupun proses pembentukannya. Hal
yang dipelajari tak hanya apa saja yang ada di dalam bumi, melainkan juga fenomena alam
yang ada di dalam permukaan bumi. Geologi sendiri berasal dari bahasa Yunani yakni “ge”
yang artinya bumi dan logos yang artinya adalah alasan. Dengan kata lain, geologi adalah
ilmu yang mempelajari terbentuknya bumi.
Disiplin ilmu ini belum banyak diketahui oleh masyarakat luas, baik definisi maupun
proyeksi dari keprofesiannya. Maka dari itu penulis melakukan upaya dalam menyebar
luaskan salah satu bentuk keluaran dari profesi ini.
Keluaran yang dimaksud berupa hasil penelitian di salah satu regional di Pulau Jawa.
Sebelumnya penelitian di Pulau Jawa sudah sangat sering dilakukan termasuk regional
daerah yang sudah saya teliti. Namun disiplin ilmu geologi senantiasa tumbuh dan
berkembang sesuai dengan kemajuan dan perubahan teknologi manusia. Maka
dibutuhkan penelitiaan yang berkala agar informasi yang didapatkan lebuh baik dan valid
seiring waktu. Penelitiian yang dilakukan meliputi aspek-aspek geologi berupa aspek
geomorfologi, litologi, stratigrafi, serta struktur geologi. Informasi geologi tersebut dapat
menjadi sumber masukan tidak hanya untuk disiplin ilmu geologi saja tetapi juga untuk
disiplin ilmu lainnya yang terkait.
1
Gambar 1. Derah Penelitian (daerah pemetaan Paras)
2
aspek yang telah disebutkan guna mengetahui kondisi geologi, proses geologi dan sejarah
pembentukan daerah tersebut.
Daerah penelitian yang dimaksud memiliki luas 48 km2 (6 km x 8km). Daerah penelitian ini
berbatasan dengan Daerah Wagir Sambeng, Warangsari, Rayung dan Gunung Brujul di
sebelah Barat, daerah Plumbon dan Gunung Dliwang di sebelah Timur, daerah Lubang
Bandung, Ketapang dan Trenggulun di sebelah Utara, dan daerah Rawajambe, Kendil dan
Gunung Wurung di sebelah Selatan.
Secara umum daerah penelitian terdiri dari dataran tinggi yaitu berupa perbukitan,
punggungan, dan bukit serta dataran rendah yang dimaksud daerah dengan kemiringan
yang cukup landai. Dataran Rendah dibagian Utara, Tengah, dan Selatan. Bagian Utara
dan bagian tengah dibatasi oleh Punggungan begitu juga bagian Selatan dan Bagian
tengah dibatasi oleh punggungan. Bagian Timur dan bagian tengah dibatasi oleh
puggungan. Ketinggian rata-rata Kecamatan Karangsambung adalah 180 meter di atas
permukaan air laut. Sementara itu Desa Pujotirto merupakan desa tertinggi ke tiga di
Kabupaten Kebumen karena berada di dataran tinggi pada ketinggian rata rata 433
meter di atas permukaan air laut. Puncak tertingginya adalah Bukit Indrakila yang
memiliki ketinggian 548 meter di atas permukaan air laut yang berada di perbatasan
Desa Wadasmalang dengan Pujotirto. Sungai terbesar di wilayah ini yakni Sungai Luk
Ulo, Sungai Kedungbener, Sungai Kalijaya, Sungai Welaran dan Sungai Lokidang. Dataran
rendah (cukup datar) disominasi oleh area pemukiman warga dan area persawahan,
sementara dataran tinggi didominasi oleh vegetasi lebat seperti hutan pinus dan hutan
karet. Kondisi singkapan di daerah penelitian umumnya segar dan banyak ditemukan
singkapansingkapan yang menerus, tetapi di beberapa tempat di bagian barat daya
daerah pemetaan kondisi singkapan pada umumnya lapuk tertutup oleh soil.
3
Di Kecamatan Karangsambung terdapat Lokasi Cagar Alam Geologi Nasional yang
dikelola oleh Balai Informasi Dan Konservasi Kebumian Karangsambung Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. Cagar Alam Geologi Nasional Karangsambung merupakan
laboratorium alam untuk mempelajari geologi pada khususnya dan kebumian pada
umumnya. Terdapat berbagai batuan yang berumur antara 125 - 65 juta tahun yang lalu.
Permasalahan yang dibahas berupa penelitian mengenai aspek-aspek geologi pada daerah
Paras.
Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Geologi
Lapangan (GL-3204 Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi
Kebumian, Institut Teknologi Bandung).
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui kondisi geologi daerah Paras, Kebumen,
Jawa Tengah yang meliputi geomorfologi, litologi, stratigrafi, struktur geologi, dan sejarah
geologi.
4
I.6 Batasan Penelitian
Penelitian hanya dilakukan pada aspek geomorfologi, litologi, stratigrafi, dan struktur
geologi. Aspek-aspek tersebut digunkan untuk mengetahui proses dan sejarah geologi dari
daerah penelitian. Dan dalam penyusunan stratigrafi juga penentuan umur hanya
menggunakan metode perbandingan dan dikorelasikan dengan penelitian-penelitian
sebelumnya atau referensi yang sudah ada.
Metode penelitian yang diterapkan berupa studi literature dan pemetaan langsung ke
lapangan. Tahap penelitian dimulai dengan analisis peta topografi dan foto udara yang
kemudian menghasilkan peta geomorfologi juga menjadi acuan dari bentuk dan alur
observasi yang akan dilakukan setelahnya. Observasi dilapangan dilakukan dengan
metode-metode geologi lapangan pada umumnya ditambah bantuan metode baru melalui
smartphone yaitu penggunaan aplikasi Avenza yang digunakan sebagai alat penanda
lokasi. Data-data hasil dari observasi lapangan kemudian dibentuk dalam peta lintasan,
kolom stratigrafi, peta geologi, dan penampang geologi. Dan tahap akhir berupa
penyusunan naskah laporan penelitian.
5
Bab II Geologi Regional
II.1 Fisiografi
Menurut Van Bemmelen (1949), Pulau Jawa secara fisiografi tersusun atas 7 zona (Gambar
2), yaitu: Zona Pegunungan Serayu Selatan, Zona Gunung Api Kuarter, Zona Dataran Aluvial
Jawa Utara, Zona Pegunungan Selatan Jawa, Zona Depresi Jawa Tengah dan Randublatung,
Zona Antiklinorium Rembang – Madura, serta Zona Antiklinorium Bogor- Serayu Utara -
Kendeng. Daerah karangsambung termasuk ke dalam Zona Pegunungan Serayu Selatan
(Bemmelen, 1949).
Daerah ini juga termasuk sebagai bagian dari Cekungan Jawa Tengah bagian Selatan,
cekungan ini secara letak dapat diklasifikasikan sebagai cekungan depan busur (fore arc).
Karangsambung dibatasi Tinggiaan Gabon di bagian Barat, Tinggian Progo dibagian Timur,
Antiklinorium Bogor di bagian Utara.
Gambar 2.1. Fisiografis Jawa Tengah (Bemmelen, 1949; dalam Hadiyansyah, 2005).
6
Gambar 1.2. Pembagian Zona Fisiografi Regional Jawa Tengah (Van Bemmelen, 1949)
Secara regional, daerah Karangsambung terdiri dari Kompleks Melange Luk Ulo, Formasi
Karangsambung, Formasi Totogan, Formasi Penosogan, Formasi Halang, dan Dataran
Aluvial. Menurut Hadiyansyah (2005), sttratigarafi regional daerahmkarangsambung
dengan umur paling tua yaitu Komplek Melange yang berumur Kapur Atas-Paleosen.
Kemudian diendapkan Formasi Karangsambung pada umur Eosen secara tidak selaras
setelah sebelumnya terjadi proses tektonik. Kemudian diendapkan Formasi Totogann,
Formasi Penesogan, dan Formasi Halang pada umur Oligosen-Pliosen secara berurutan.
Lalu diendapkan satuan Aluvial pada umur Holosen.
Komplek Melange Luk Ulo, menurut Harsolumakso, et al. (2006), Kompleks Melange Luk
Ulo ini merupakan batuan basement di Pulau Jawa. Satuan ini terdiri dari fragmen-fragmen
batuan mafik-ultramafik, batuan metamorf, batugamping, dan sedimen pelagic, dalam
matriks lempung bersisik berwarna hitam. Satuan Kompleks Melange Luk Ulo terbentuk
akibat subduksi purba lempeng Indo-Australia yang bergerak menunjam di bawah
lempeng benua Asia pada umur Kapur – Paleosen (Asikin, 1974; dalam Harsolumakso, et
al., 2006).
Formasi Karangsambung diendapkan secara tidak selaras diatas Satuan Komplek Melange
Luk Ulo. Formasi Karangsambung tediri dari batulembung dengan tekstur bersisik, dan
7
dihadiri blok batupasir dan konglomerat Di Daerah Pasanggrahan, blok batugamping di
Daerah Jatibungkus. Formasi ini Diklasifikasikan sebagai endapan olisostrom akibat dari
blok-blok didalamnya
Formasi Totogan tediri dari batulempung dengan fragmen batulempung, lava basalt, dan
sekis didalmnya. Formasi ini berumur Oligosen-Miosen Awal, terendapkan Diatas Formasi
Karangsambung. Formasi ini diklasifikasikan sebagai endapan olisostrom.
Formasi Penosogan terdiri dari tiga bagian yaitu bagian atas, tengah dan bawah. Bagian
atas berupa perlapisan napal tufan-tuf yang berumur Miosen Tengah dan terendapkan
selaras diatas Formasi Waturanda. Bagian Tengah terdiri dari perlapisan napal-batulanau
tufan dengan sisipan kalkarenit. Bagian bawah terdiri dari perlapisan batupasir-
batulempung.
Formasi Halang terdiri dari breksi dengan sisipan batupasir dan napal pada bagian bawahm
kemudian perselingan napal-batulempung dengan sisipan batupasir dan tuff. Formasi ini
diendapkan selaras dengan Formasi Penesogan dan berumur Miosen Atas-Pliosen.
Endapan ALuvial yaitu endapan berumur Holosen yang masih dalam tahap pembentukan.
8
Gambar 2.3. Stratigrafi Umum Daerah Karangsambung (modifikasi dari Harsolumakso dkk, 1966 dan Asikin
dkk, 1992)
9
Bab III Geomorfologi Daerah Paras
III. 1 Satuan Geomorfologi
Satuan Geomorfologi didapat melalui analisis peta topografi, foto udara dan tentunya
observasi lapangan. Daerah Paras terdiri dari beberapa satuan berdasarkan geomorfologi.
Satuan tersebut yaitu satuan bukit terisolasi, satuan perbukitan lipatan, satuan
punggungan sinklin, satuan punggungan homoklin, satuan perbukitan mélange, satuan
lembah antiklin, satuan perbukitan intrusi, dan satuan bukit intrusi.
Satuan perbukitan ini memiliki kontur acak bila dilihat melalui peta topografi, dan
jika dilihat melalui foto udara memiliki tona dan rona yang kasar. Perbukitan ini
disebut Perbukitan Melange setelah dilakukan observasi lapangan yang
menunjukkan adanya mélange. Satuan ini memiliki proporsi sekitar 15% dari daerah
penelitian.
Satuan Punggungan Sinklin memiliki kontur yang cukup sejajar dari masing-masing
ketinggian. Setelah dilakukannya observasi lapangan satuan geomorfologi ini terdiri
dari batuan sedimen berlapis. Satuan Punggungan Lipatan pada daerah penelitian
10
dicirikan oleh bentukan punggungan dengan arah scarp-slope yang saling bertemu
(antiklin) dan saling menjauh (sinklin). Setelah dilakukannya observasi lapangan
satuan ini terdiri dari batuan sedimen berlapis. Satuan ini memiliki proposi sekitar
20% dari daerah penelitian.
Satuan Punggungan Sinklin memiliki kontur yang cukup sejajar dari masing-masing
ketinggian. Setelah dilakukannya observasi lapangan satuan geomorfologi ini terdiri
dari batuan sedimen berlapis. Satuan Punggungan Lipatan pada daerah penelitian
dicirikan oleh bentukan punggungan dengan scarp slope dan dip slope yang masing-
masing hanya pada satu arah.
11
d. Satuan Lembah Antiklin
Satuan Lembah Antiklin jika dianalisis dari peta topografi memiliki kontur yang jarang
atau renggang. Satuan geomorfologi ini tersusun dari batuan yang tidak resisten
yaitu batulempung. Satuan ini memiliki proposri 20% dari daerah penelitian. Satuan
geomorfologi ini terletak diantara Satuan Punggungan Lipatan.
Satuan ini terlihat sebagai anomali jika dilihat di peta topografi dimana letaknya
berdekatan dengan Satuan Punggungan Lipatan. Satuan ini dicirikan dengan tona
dan rona pada foto udara yang kasar dan lereng yang curam. Satuan ini memiliki
karakteristik batuan keras, resisten. Satuan ini memiliki proporsi 5 % dari daerah
penelitian.
12
Gambar 3.4. Satuan Perbukitan Intrusi
Satuan Bukit Intrusi dapat dianalisi dari peta topografi dengan pola kontur yang
melingkar, dan berbeda dengan daerah sekitar nya yaitu Satuan Lembah Antiklin.
Dari hasil observasi lapangan satuan ini terdiri dari batuan keras, resisten. Satuan
Bukit Intrusi memiliki proporsi sekitar 3% dari daerah penelitian.
13
g. Satuan Dataran Alluvial
Satuan ini dicirikan oleh pola kontur yang sangat renggang, berada di
dekat aliran sungai. Terdiri dari endapan alluvial. Satuan Dataran Aluvial
menyusun 7% daerah penelitian.
Satuan ini jika dianalisi dari peta topografi menunjukkan pola yang mrip dengan bukit
intrusi yaitu anomaly dibandingkan topografi sekitarnya. Namun yang membedakan
adalah hasil dari observasi lapangan yang menunjukkan proses pembentukan
keduanya yang berbeda. Satuan Bukit Terisolasi terdiri dari batuan keras dan
memiliki fragmen didalamnya. Satuan ini memiliki proporsi 5% dari total daerah
penelitian.
14
Gambar 3.7 Satuan Bukit Terisolasi
15
III. 2 Tipe dan Pola Aliran Sungai
Daerah Paras memiliki tiga tipe aliran sungai berdasarkan genetiknya. Yaitu, tipe
konsekuen, obsekuen dan subsekuen.
a. Sungai dengan tipe konsekuen adalah sungai yang memiliki aliran yang searah
dengan kemiringan lereng utama. Berdasarkan tipe genetik, Sungai Luk Ulo
memiliki tipe genetik sungai konsekuen yang alirannya searah dengan
kemiringan regional.
b. Sungai obsekuen merupakan tipe sungai yang memiliki arah aliran yang
berlawanan dengan arah kemiringan lapisan. Sungai dengan tipe ini dijumpai di
bagian utara daerah penelitian tepatnya di bagian Utara Gunung Paras dan
dijumpai juga di bagian tengah tepatnya di bagian Utara Gunung Brujul. Sungai
yang dimaksud adalah Kali Susu, Kali Desa Kali Mendek, Kali Curugmuncar.
c. Sungai subsekuen merupakan tipe sungai dengan arah aliran yang tegak lurus
terhadap arah kemiringan lerengnya. Sungai dengan tipe subsekuen pada
daerah penelitian yaitu Kali Welaran, Kali Krembeng, Kali Gebang dan sebagian
dari Kali Jaya.
Kebanyakan dari sungai tersebut bermuara dan bergabung dengan Sungai Luk Ulo.
Jika dilihat dari pola alirannya pada daerah penelitian dapat dibagi menjadi beberapa
pola aliran yaitu, pola dendritik, pola rectangular, dan pola trellis.
a. Pola dendritik merupakan pola aliran yang acak menyerupai saraf sesuai
namanya. Sungai dengan pola aliran ini yaitu Kali Gending, Kali Welaran, dan
Kali Duren.
b. Pola rectangular merupakan pola aliran yang dikontrol oleh struktur geologi,
seperti struktur rekahan dan juga patahan. Sungai yang memiliki pola aliran
rektanguler ini biasanya terjadi pada struktur batuan beku. Sungai dengan
pola aliran rektangular ini biasanya bentuknya lurus mengikuti arah patahan.
Ciri- ciri sungai dengan pola aliran ini adalah bentuk sungainya tegak lurus dan
merupakan kumpulan dari saluran- saluran air yang mengikuti pola dari
struktur geologi. Sungai dengan pola aliran ini adalah Kali Gebang.
16
c. Pola Trellis adalah sungai yang alirannya menyerupai pagar yang dikontrol oleh
struktur geologi berupa lipatan sinklin dan antiklin. Sungai dengan pola aliran
trellis ini memiliki ciri- ciri oleh kumpulan saluran- saluran air yang
membentuk pola sejajar yang mengalir mengikuti arah kemiringan lereng
serta tegak lurus terhadap saluran utamanya. Saluran utama pada sungai ini
biasanya searah dengan sumbu lipatan. Sungai dengan pola aliran ini adalah
Kali Mendek, Kali Kayen, Kali Desa dan Kali Soka.
17
Gambar 3.3. Kenampakan aliran sungai tipe obsekuen
18
III. 3 Tahapan Geomorfik
Pada daerah pemetaan Paras terdapat sungai utama yaitu Luk Ulo yang mengalir hampir
Utara- Selatan. Sungai Luk Ulo ini memotong pegunungan lipatan di bagian tengah daerah
pemetaan. Berdasarkan bentuk sungai yang berkelok (meander), lembar berbentuk U
dasar lembah berupa endapan alluvial, dijumpai point bar, erosi lateral dominan, influen
terhadap air tanah. Berdasarkan ekspresi topografi serta karakteristik dari Sungai Luk Ulo
tersebut, maka dapat disimpulkan tahapan geomrofik pada daerah Paras tergolong tahap
dewasa dengan intensitas erosi lateral lebih tinggi dari erosi vertikal.
19
Bab IV Lintasan Geologi
Salah satu metode yang digunakan saat observasi yaitu dengan membuat pola kerja
berupa lintasan geologi. Lintasan geologi ini menjadi acuan arah gerak saat melakukan
kegiatan lapangan. Digunakan beberapa pertimbangan saat membuat lintasan geologi
yaitu potensi singkapan, pola lapisan, daerah-daerah anomali yang diidentifikasi melalui
peta topografi dan foto udara, kelurusan dan beberapa faktor lainnya. Dalam proses
observasi dikumpulkan beberapa data yaitu observasi singkapan, pengukuran penampang
stratigrafi, gejala struktur, dan bentuk geomorfologi. Pemetaan lapangan ini dilakukan
selama 14 hari dan penulis sendiri turun sebagai satu tim.
Berikut merupakan lintasan yang ditentukan dan ditempuh oleh tim bersangkutan.
20
K. Mendek – K. Desa / 7.14 Batupasir-Batulempung,
km Lempung berfragmen, Breksi
2.58 km
21
10 Kalikayen – Jembling / 6.39 Litologi : Lempung berfragmen,
km Basalt, Breksi
22
Bab V Stratigrafi Daerah Paras
Stratigrafi dalam arti luas adalah ilmu yang membahas aturan, hubungan dan kejadian
(genesa) macam-macam batuan di alam dalam ruang dan waktu sedangkan dalam arti
sempit ialah ilmu pemerian lapisan-lapisan batuan. Penggolongan Stratigrafi ialah
pengelompokkan bersistem batuan menurut berbagai cara, untuk mempermudah
pemerian, aturan dan hubungan batuan yang satu terhadap lainnya. Kelompok bersistem
tersebut di atas dikenal sebagai Satuan Stratigrafi. Batas Satuan Stratigrafi ditentukan
sesuai dengan batas penyebaran ciri satuan tersebut sebagaimana didefinisikan. Batas
Satuan Stratigrafi jenis tertentu tidak harus berhimpit dengan batas Satuan Stratigrafi jenis
lain, bahkan dapat memotong satu sama lain. Tatanama Stratigrafi ialah aturan penamaan
satuan-satuan stratigrafi, baik resmi maupun tak resmi, sehingga terdapat keseragaman
dalam nama maupun pengertian nama-nama tersebut seperti misalnya: Formasi/formasi,
Zona/zona, Sistem dan sebagainya (Sandi Stratigrafi revisi SSI 1996, IAGI).
23
5. Satuan Batupasir (pengisi Formasi Penosogan)
24
V.1 Satuan Melange
Satuan ini memiliki umur yang paling tua disetarakan dengan Formasi Kompleks Melange
Luk Ulo yang berumur Kapur Atas – Paleosen (Harsolumakso dkk, 1996) dan tersingkap
pada ujung Barat Laut peta, yaitu sekitar Kali Cacaban hingga Iger Kenong. Satuan tersebut
ditandai dengan warna ungu pada peta geologi dan menjadi batuan dasar dari stratigrafi
daerah pemetaan Paras. Satuan ini menjadi besement dari daerah penelitian (umur paling
tua). Satuan ini terdiri dari berbagai jenis batuan (salah satu pertimbangan disebut melang)
yaitu bongkah-bongkah rijang, filit, sekis dan batugambing merah. Bongkah-bongkah
tersebut terdapat dalam matriks berupa lempung bersisik. Satuan ini memiliki hubungan
yang tidak selaras dengan satuan batulempung diatasnya. Berdasarkan fragmen yaitu
rijang batu gamping merah, sekis, dan betugamping serta matriks yang berupa lempung
menunjukkan bahwa satuan ini terendapkan pada palung zona subduksi (tempat yang
memungkinkan terbentuknya mélange). Berdasarkan ciri litologi satuan ini disetarakan
dengan Formasi Melange Luk Ulo yang berumur Kapur Atas-Paleosen. Berikut deskripsi
umum dan mayoritas dari masing-masing batuan di satuan tersebut:
1. Rijang berwarna merah, masif, kompak, sangat keras, dan terdapat urat
kalsit, perselingan dengan gamping merah, terdapat struktur boudine.
2. Filit berwarna keabuan, foliasi, testur heteroblastik, sangat keras, tersusun
oleh mineral mika, kalsit dan arsenopyrite, terdapat struktur boudine.
3. Sekis, berwarna abu kehijauan, foliasi, tekstur heteroblastik, sangat keras,
tersusun dominan oleh mineral mika dan klorit.
4. Batugamping merah berwarna merah muda, masif, keras, posrositas buruk.
25
Gambar 5.2. Struktur Boudine pada Satuan Melange.
26
V.2 Satuan Batulempung
27
2. Batugamping: Putih kelabu, masif – berlapis tebal, hadir dalam
berbagai aneka fasies seperti framestone dan rudtone (Jatibungkus),
dengan skeletal grain berupa foraminifera besar, alga merah, dan koral.
3. Basalt: Abu – gelap, masif, afanitik, equigranular, dibeberapa tempat
menunjukkan struktur lava bantal dengan amigdaloidal yang terisi urat
kalsit dan rijang, terbreksiasi.
4. Konglomerat: abu terang, polimik, berukuran butri kerikil – kerakal,
membundar tanggung, kebulatan buruk, pemilahan buruk, kemas
terbuka, fragmen terdiri dari litik, kuarsa, rijang, basalt, dan batupasir
dalam matrix batupasir halus.
28
Gambar 5.5. Fragmen berupa batugamping pada Satuan Batulempung.
29
V.3 Satuan Intrusi Diabas
Satuan Intrusi Diabas tersebar di Gunung Parang. Satuan ini memiliki litologi
Diabas dengan deksripsi sebagai berikut.
Diabas di Gunung Parang menunjukkan kontak bakar. Batuan ini berada di bawah Satuan
Batulempung dan sejajar satuan tersebut.
30
Gambar 5.8. Kontak Bakar diabas terhadap batulempung
31
basalt (porfitik, vesikuler) dan andesit dalam matriks batupasir,
struktur yang umum dijumpai berupa reverse gradded bedding
2. Batupasir breksian: abu-abu, ukuran butir pasir kasar, pemilahan
baik, kemas tertutup, porositas baik, terdiri dari litik, kuarsa, basalt,
olivin, feldaspar dan mineral mafik gelap, di beberapa tempat
dijumpai parallel lamination.
Gambar 5.9.a Kontak Breksi dengan Batupasir breksian pada Satuan Breksi.
32
Gambar 5.9.b Kontak Breksi dengan Batupasir breksian pada Satuan Breksi
Satuan Batupasir diendapkan selaras diatas Satuan Breksi dan berada si daerah Selatan.
Satuan ini memiliki litologi perselingan antara batupasir dengan batulempung. Batuan
tersebut tersingkap sepanjang punggungan barat – timur pegunungan Paras dan Brujul
serta yang memiliki resistensi lebih tinggi terhadap pelapukan. Ketebalan satuan tersebut
sekitar 325 m. Batupasir ini berwarna abu – abu gelap, berukuran butir pasir sedang-kasar,
porositasi baik, sortasi baik, masif, suksesi vertical berupa coarsening upward. Satuan ini
setara dengan Formasi Waturanda yang berumur Miosen Awal. Satuan ini diendapkan
dengan mekanisme gravity mass flow, turbidity current dengan lingkungan pengedapan di
depan slope. Berdasarkan kesamaan ciri litologi dan urutan stratigrafinya, satuan ini dapat
disetarakan dengan Formasi Penosogan bawah yang berumur Miosen Tengah
(Harsolumakso dkk, 1966). Sekuen Bouma pada satuan ini menandakan mekanisme
pengendapan arus turbidit dengan lingkungan pengendapan laut dalam. Bukti adanya
gejala longsor pada slope ditunjukkan dengan ditemukannya struktur slump di beberapa
33
tempat. Satuan ini mengalami deformasi kuat yang ditunjukan perlipatan perlipatan minor
yang instesif pada bagian selatan punggungan homoklin dan kehadiran slump. Berikut
deskripsi dari litologi pada Satuan Batupasir:
34
Gambar 5.11. Kontak Satuan Breksi dengan Satuan Batupasir.
Satuan Kalkarenit diendapkan selaras diatas Satuan Batupasir. Satuan ini berada
di bagian Selatan Punggungan Lipatan dan membentang dari Barat ke Timur.
Satuan ini memiliki litologi dominan berupa perselingan antara kalkarenit
dengan batulempung-tuf. Kemiringan dari satuan ini cenderung kearah Selatan
dan cenderung semakin melandai kearah Selatan Berikut deskripsi dari litologi
pada Satuan Kalkarenit:
35
3. Tuf: putih, berukuran debu, hard, bersifat karbonatan.
36
Gambar 5.13. Bukit di sebelah Timur Gunung Bujil menunjukkan columnar joint dengan
arah horizontal.
Satuan Aluvial diendapkan secara tidak selaras diatas Satuan Kalkarenit dan
beberapa satuan lainnya yang tersingkap ke permukaan. Satuan ini terendapkan
di beberapa daerah namun yang paling terlihat adalah di sekitar aliran Sungai Luk
Ulo dengan ketebalan lappissan 1-5 meter.
Satuan Aluvial tersusun atas material lepas dan diendapkan secara traksi sebagai
gosong pasir pada meander Sungai Luk Ulo. Satuan ini memiliki umur paling muda
dibanfingkan satuan lainnya dan menjadi bagian dari Formasi Aluvial dengan
umur Holosen.
37
Gambar 5.14. Satuan Aluvial pada Sungai Luk Ulo
38
Bab VI Struktur Geologi Daerah Paras
Struktur di daerah Paras termasuk juga daerah Karangsambung berkembang
melalui dua fase deformasi yaitu deformasi ductile yang menghasilkan struktur
lipatan dan deformasi brittle yang menghasilkan struktur kekar maupun sesar.
Kemiringan lapisan juga dapat dilihat sebagi akibat dari deformasi. Struktur
utama yang ditemukan pada daerah penelitian yaitu sinklin yang ditemukan pada
Gunung Paras, antiklin yang ditemukan pada Lembah Karangasmbung, sesar naik
yang ditemukan memanjang dari Barat ke TImur di sekitar Kali Krembeng, sesar
geser menganan yang memisahkan penggungan lipatan pada bagian Selatan yang
kemudian dipisahkan bagian Barat dan Timur oleh aliran Sungai Luk Ulo. Orentasi
sesar tersebut kemudian dapat digunakan untuk menetukan arah stress yang
menyebabkan deformasi pada daerah penelitian.
VI.1 Lipatan
Lipatan yang ditemukan pada daerah daerah penelitian berupa sinklin yang dapat
dilihat pada Daerah Gunung Paras dan antiklin yang dapat dilihat pada Daerah
Lembah Kaarangsambung. Hal ini didasarkan pada pengukuran Strike dan dip
pada daerah penelitian. Hal ini juga dibantu dengan analisis awal melalui peta
topografi yaitu dengan melihat kerapatan dari pola kontur yang ada, dimana
terlihat adanya pola scarp slope dan dip slope disuatu zona kenampakan yang
saling kontradiktif arahnya juga dengan zona kenampakan lain yang saling
berlawanan.
39
Gambar 6.1. Arah scarp slope dan dip slope
VI.1.a Sinklin
Sinklin ditemukan pada Gunung Paras di bagian Utara. Bentukan ini dapat
diidentifikasi dari morfologi Gunung Paras dimana kemiringan
topografinya sangat curam. Scarp slope yang saling menjauh dan dip slope
yang saling mendekat arahnya. Hal ini disimpulkan setelah melakukan
pengukuran di lapangan dimana bagian Utara dari Gunung Paras memiliki
kemiringan lapisan ke arah Selatan sedangkan bagain Selatan dari Gunung
Paras memiliki kemiringan lapisan kearah Utara.
40
Gambar 6.2. Sinklin pada Gunung Paras.
VI.1.b Antiklin
41
VI.2 Sesar
Struktur sesar pada daerah penelitian pada umumnya berupa sesar-sesar minor.
Analisis dari sesar ini digunakan dengan mengumpulkan data struktur gores-garis
pada bidan sesar dan juga keterdapatan offset. Pada bagian Selatan ditemukan
sesar dengan orientasi Barat Timur di sekitar Kali Soka dan Kali Krembeng.
Sedangkan pada bagian Utara tepatnya disebelah Barat Laut Gunung Paras
disekitar Kali Cacaban terdapat sesar geser. Hal ini dibuktikan dari analisis
kinematika dari data data breksiasi, gores garis, shear fracture yang kemudian
dilakukan analsisi kinematika. Sesar selanjutnya yang ditemukan yaitu di sekitar
Gunung Waturanda yang dilalui Sungai Luk Ulo. Analisis struktur ini pada awalnya
dilakukan melalui pengamatan peta topografi dan juga foto udara yang kemudian
menghasilkan dugaan struktur melalui kelurusan yang ada.
Sesar ini memanjang dari bagian Barat penelitian hingga bagian Timur
daerahb penelitian. Pemetaan sesar ini didasarkan karena adanya drag
fold di Sungai Krembeng, Sungai Peniron, dan sungai Jetis. Berdasarkan
data lapangan yang didapatkan sesar ini memiliki orientasi N102ºE / 32ºSE,
merupakan sesar naik mengiri dengan jurus Barat Timur.
42
Gambar 6.3. Analisis Kinematika Sesar Luk Ulo.
Sesar Mandala teridentifikasi melalui analisi dari foto udara dan peta
topografi dan dianggap memiliki pola kelurusan. Sesar ini berada di bagian
Barat Laut Gunung Paras. Jenis sesar iini adalah mengiri turun yang
didaptkan dari analisis kinematika data-data breksiasi, shear fracture,
slickenside dan orientasi dari urat. Berdasarkan data lapangan tersebut
didaptkan hasil analisis yang menjelaskan sesar ini memiliki kedudukan
N68oE / 41.5o.
43
Gambar 6. 4. Analisis Kinematika Sesar Mandala.
44
VI.7.e Sesar Waturanda
45
Bab VII Sejarah Geologi
Sejarah geologi daerah penelitiaan dianalisis menggunakan data stratigrafi,
struktur yang ada. Proses Geologi diawali dengan terbentuknya Satuan
Melange yang menjadi basement dari daerah penelitian. Mekanisme
pengendapan atau pembentukan dari satuan ini terjadi pada laut dalam dilihat
dari fragmen dan matriks dari satuan ini. Tepatnya pada palung zona subduksi
Fase tektonik awal pada Pulau Jawa terjadi saat Mesozoikum, tepatnya pada
Kapur Akhir ketika pergerakan Lempeng Indo-Australia ke arah timur laut
menghasilkan subduksi dibawah Sunda Microplate sepanjang suture
Karangsambung-Meratus, dan diikuti oleh fase regangan (rifting phase)
selama Paleogen dengan pembentukan serangkaian horst (tinggian) dan
graben (rendahan). Adanya subduksi ini memungkinkan terbentuknya suatu
endapan massa batuan yang tercampuradukkan secara tektonik, yang disebut
endapan melange. Berdasarkan jenis batuan yang ada, satuan ini tergabung
atau menjadi bagian dari Formasi Melange Luk Ulo yang berumur Kapur Atas-
Paleosen. Setelah pembentukan Satuan Melange terjadi proses tektonik yaitu
pengangkatan, erosi lalu terjadi kembali pengendapan diatas Satuan Melange
tersebut.
46
yang hadir sebagai fragmen dalam matriks pasir kasar dengan unsur-unsur
mineral mafik.
Setelah itu, pada Miosen Tengah diendapkan Satuan Batupasir secara selaras
diatas Satuan Breksi. Terdapatnya Sekuen Bouma menandakan satuan ini
diendapkan melalaui mekanisme arus turbidit dengan lingkungan
pengendapan laut. Bukti adanya gejala longsor pada slope ditunjukkan dengan
ditemukannya struktur slump di beberapa tempat. Satuan ini mengalami
deformasi kuat yang ditunjukan perlipatan perlipatan minor yang instesif pada
bagian selatan punggungan homoklin dan kehadiran slump. Setelah itu terjadi
pengendapan Satuan Kalkarenit yang menunjukkan lingkungan menjadi lebih
dangkal. Selain itu, terdapatnya tuf pada satuan Kalkarenit menandakan pada
saat ini lingkungan yang dekat dengan aktifitas gunung api yaitu pada
cekungan muka busur magmatik.
Lalu proses erosi berjalan sangat intensif selama Kuarter. Dari bidang lemah,
terbentuk rekahan, dan mulai terbentuk Kali Luk Ulo yang memanjang utara –
selatan dan mampu memotong seluruh satuan batuan yang dilaluinya. Arus
Luk Ulo membawa endapan sedimen secara traksi membentuk Satuan Aluvial
47
yang dapat ditemukan di sepanjang lekuk dalam dari Kali Luk Ulo sebagai
gosong pasir. Satuan Aluvial diendapkan secara tak selaras. Tahap geomorfik
pada daerah Paras termasuk ke dalam tahapan tua, sebab antiklin
Karangsambung saat ini sudah menjadi lembah. Sampai sekarang proses erosi
dan sedimentasi masih berperan penting dalam membentuk bentang alam
Daerah Paras.
48
Bab VIII Potensi Geologi
Pada daerah penelitian memiliki litologi yang cukup beragam, serta bentuk
permukaan yang cukup beragam pula. Aliran Sungai Luk Ulo yang sekitarnnya
dilimpahi endapan aluvial memeberikan potensi galian c atau sebagai bahan
konstruksi yaitu berupa pasir. Terdapat juga potensi pembangkit listrik melalui
Bendungan Kaligending walaupun masih dalam skala kecil. Seperti sebelumnya
telah dikatakan bahwa daerah penelitian kaya akan variasi batuan sehingga
daerah ini sangat baik dijadikan tempat penelitian mengenai ilmu kebumian
khususnya geologi. Dari bentuk geomorfologinya yang terdiri dari tinggian dan
rendahan membuat daerah ini cocok digunakan sebagai tempat wisata karena
menyajikan pemandangan yang indah dan suasana yang nyaman salah satunya
adalah Puncak Pentulu Indah, hal ini tentunya dapat mendongkrak
perekonomian massyarakat sekiar, namun bidang wisata ini masih butuh
sosialisasi dan pembenahan tingkat lanjut agar dapat optimal dan dikenal oleh
masyarakat luas.
49
Daftar Pustaka
Asikin, Sukendar, 1974, Evolusi Geologi Jawa Tengah dan Sekitarnya, Ditinjau
dari Segi Teori Tektonik Dunia yang Baru, Disertasi Doktor, Dept. Teknik
Geologi ITB, tidak diterbitkan.
Asikin, S., Harsolumakso, A. A., Busono H., dan Gafoer S, 1992, Geologic Map
of Kebumen Quadrangle, Java, Scale 1:100.000. Geologycal Research
and Development Centre, Bandung.
Bemmelen, van, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Martinus Nyhoff, The
Haque, Nederland.
Harsolumakso, A. H., Prasetyadi, C., Sapiie, B., dan Suparka, M. E. (2006): The
Luk Ulo-Karangsambung Complex of Central Java, Indonesia; From
Subduction to Collision Tectonics, Proceedings Persidangan Bersama
UKM – ITB 2006.
50
Lampiran
51