ABSTRAK
Posyandu sebagai upaya kesehatan berbasis masyarakat, dalam perkembangannya tidak hanya
menjalankan pelayanan di bidang kesehatan dan keluarga berencana, akan tetapi diharapkan mampu
menggalang partisipasi masyarakat dalam rangka upaya peningkatan kesejahteraannya. Sejak akhir
dekade delapan puluhan, pengembangan kegiatan posyandu telah meliputi upaya peningkatan
kesejahteraan keluarga dengan menghadirkan berbagai kegiatan di bidang pendidikan, ekonomi
dan bina keluarga, seperti bina keluarga balita, remaja dan lansia. Proses melakukan revitalisasi
posyandu kepada masyarakat memerlukan proses komunikasi yang konsisten dan berkelanjutan
pada semua stakeholders yang terkait. Metode yang digunakan dalam kajian Revitalisasi Posyandu
dalam Pengembangan Masyarakatdi Provinsi Jawa Baratini, menerapkan kaidah-kaidah penelitian
kualitatif. Hasil dari analisis data tersebut kemudian disimpulkan untuk menghasilkan rekomendasi
dalam Pengembangan Posyandu di Provinsi Jawa Barat.
LATAR BELAKANG
Indikator kesehatan Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan perbaikan. Namun, laju perbaikan
itu dinilai masih lambat. Situasi kesehatan Indonesia masih tertinggal jauh dari Singapura, Malaysia,
Thailand, dan Filipina. Bahkan, Indonesia sudah disalip Vietnam yang beberapa tahun lalu masih
di belakang.
Salah satunya, angka kematian ibu (AKI). Berdasarkan laporan Indeks Pembangunan Manusia yang
dikeluarkan Program Pembangunan PBB 2013, AKI Indonesia masih 220 per 100.000 kelahiran
hidup. Sementara negara tetangga di ASEAN, seperti Singapura, mencatatkan angka 3, Brunei 24,
Malaysia 29, Thailand 48, Vietnam 59, dan Filipina 99. Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja,
Laos, dan Timor Leste.
Lambatnya penurunan AKI, karena sekitar 40 persen kabupaten belum punya rumah sakit yang bisa
melayani kegawatdaruratan obstetri ginekologi akibat tak ada dokter spesialis, serta distribusi dokter
yang kurang, terutama di kawasan Indonesia timur.
Untuk itu, pemerintah pusat perlu melakukan advokasi lebih kuat dalam menyamakan persepsi
dan komitmen pemerintah daerah. Perlu ada terobosan serta reward and punishment. MDG Award
merupakan salah satu cara memotivasi daerah untuk berkomitmen pada pembangunan kesehatan.
Distribusi bidan desa dan Program Jaminan Persalinan (Jampersal) adalah terobosan pemerintah
pusat untuk menurunkan AKI. Pemberian beasiswa untuk dokter di daerah juga dapat meningkatkan
distribusi dokter dan dokter spesialis.
Yang terpenting perlu ada komitmen, tidak hanya eksekutif, tetapi juga legislatif, dalam pembangunan
kesehatan.
Selain melihat indikator makro, seperti AKI, angka kematian bayi (AKB), dan cakupan imunisasi,
indikator mikro juga harus dilihat. Misalnya, jumlah pengidap HIV/AIDS yang terus meningkat,
masih tingginya pengguna narkoba, angka bunuh diri, dan gangguan kejiwaan; masalah sanitasi dan
lingkungan, serta pertumbuhan penduduk yang mencapai 1,4 persen tiap tahun.
Sebetulnya, dibandingkan dengan masa Orde Baru kesadaran masyarakat terhadap kesehatan saat ini
sudah meningkat. Kian banyak ibu hamil dan anak balita yang datang ke Posyandu. Begitu pun yang
terjadi di Jawa Barat, secara umum, fasilitas kesehatan makin meningkat. Namun, kondisi geografis
dan kurangnya akses pelayanan kesehatan di daerah terpencil masih menyisakan tingginya AKI dan
AKB di beberapa wilayah. Faktor lainnya adalah ketersediaan tenaga kesehatan yang belum merata,
dan komitmen pemerintah daerah dalam memandang kesehatan menjadi tantangan pembangunan
kesehatan. Pada konteks ini program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah
menjadi sangat penting.
Idealnya, Posyandu sebagai upaya kesehatan berbasis masyarakat, dalam perkembangannya tidak
hanya menjalankan pelayanan di bidang kesehatan dan keluarga berencana, akan tetapi diharapkan
mampu menggalang partisipasi masyarakat dalam rangka upaya peningkatan kesejahteraannya.
Sejak akhir dekade delapan puluhan, pengembangan kegiatan posyandu telah meliputi upaya
peningkatan kesejahteraan keluarga dengan menghadirkan berbagai kegiatan di bidang pendidikan,
ekonomi dan bina keluarga, seperti bina keluarga balita, remaja dan lansia.
Pendekatan partisipatif di semua lini menjadi tantangan bagi pemerintah serta peluang masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan berbasis kesehatan dengan lebih baik.
Dipandang sebagai produk orde baru, posyandu tidak mendapat perhatian yang proporsional
dari pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya, walaupun Menteri Dalam Negeri
telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 411.3/1116/SJ tanggal 13 Juni
2001 tentang Revitalisasi Posyandu, yaitu suatu upaya untuk meningkatkan fungsi dan kinerja
Posyandu. Secara garis besar tujuan Revitalisasi Posyandu adalah (1) terselenggaranya kegiatan
Posyandu secara rutin dan berkesinambungan; (2) tercapainya pemberdayaan tokoh masyarakat
dan kader melalui advokasi, orientasi, pelatihan atau penyegaran, dan (3) tercapainya pemantapan
kelembagaan Posyandu. Secara menyeluruh, kegiatan Revitalisasi Posyandu tertuang dalam Surat
Edaran Mendagri tersebut di atas.
Sasaran Revitalisasi Posyandu adalah semua Posyandu di seluruh Indonesia. Namun mengingat
sumberdaya yang terbatas, maka sasaran Revitalisasi Posyandu diutamakan pada Posyandu
yang sudah tidak aktif atau yang berstrata rendah (Posyandu Pratama dan Posyandu Madya) dan
Posyandu yang berada di daerah yang sebagian besar penduduknya tergolong miskin. Meskipun
prioritas Posyandu yang akan direvitalisasi telah ditetapkan seperti tersebut di atas, upaya pembinaan
terhadap Posyandu lainnya yang sudah mapan terus dilanjutkan. Tujuannya adalah agar Posyandu
yang sudah mapan tersebut dapat tetap dipertahankan.
Menyadari akan pentingnya posyandu yang pernah mendapatkan pengakuan dunia atas
keberhasilannya menekan angka kematian ibu dan angka kematian bayi di Indonesia serta dapat
meningkatkan kesejahteraan keluarga, maka mulai tahun 2010, Pemerintah Provinsi Jawa Barat
menetapkan program Revitalisasi Posyandu di Jawa Barat yang bertujuan untuk mengembalikan
posyandu pada kedudukannya sebagai lembaga kemasyarakatan yang strategis dalam upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Revitalisasi yang diarahkan pada upaya penguatan kelembagaan posyadu untuk dapat melaksanakan
dan mengembangkan kegiatan utama dan kegiatan lainnya di posyandu, nampaknya menunjukkan
hasil yang cukup baik, walaupun penilaian ini masih terlalu dini, mengingat jumlah posyandu aktif
di Provinsi Jawa Barat mencapai 49.577 posyandu.
METODOLOGI KAJIAN
Metode yang digunakan dalam kajian Revitalisasi Posyandu dalam Pengembangan Masyarakatdi
Provinsi Jawa Baratini, menerapkan kaidah-kaidah penelitian kualitatif. Dengan menerapkan
kaidah penelitian kualitatif, kegiatan penelitian ini berusaha melakukan identifikasi, klasifikasi data,
melakukan penafsiran hingga menarik suatu kesimpulan.
Untuk mencapai hasil penelitian tersebut, penelitian kualitatif menggunakan serangkaian teknik
pengumpulan data primer dan dilengkapi juga dengan pengumpulan data sekunder. Data primer
diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara yang ditujukan kepada narasumber yaitu aparat
dan pejabat pemerintah pada instansi terkait. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan cara
mengumpulkan laporan-laporan, dokumentasi maupun referensi akademik maupun penggunaan
pendekatan- pendekatan untuk membantu analisis penelitian.
Tahapan-tahapan yang ditempuh dalam kegiatan pengkajian sebagai researchdesign adalah sebagai
berikut:
1. Melakukan identifikasi isu dan permasalahan;
2. Merumuskan masalah penelitian (research question);
3. Merumuskan tujuan dan sasaran penelitian;
4. Mempersiapkan dan pemantapan kajian teori dan pendekatan-pendekatan. Pendekatan-
pendekatan yang digunakan untuk kegiatan analisis ditinjau dari aspek yuridis, aspek teoretis
serta aspek kebutuhan empiris.
I. Pendekatan dengan aspek yuridis adalah meninjau regulasi-regulasi
yang menjadi dasar
hukum dan pedoman aktivitas lembaga.
II. Pendekatan dari aspek teoretis adalah melakukan kajian-kajian
teoretik terkait
restrukturisasi dan manajemen organisasi,komunikasi ke masyarakat, serta
III. pendekatan kebutuhan empiris yang menganalisis kondisi saat ini
untuk perbaikan dan
harapan kondisi di masa depan.
5. Hasil dari analisis data tersebut kemudian disimpulkan untuk menghasilkan rekomendasi dalam
Pengembangan Posyandu di Provinsi Jawa Barat.
HASIL ANALISIS
Berikut ini hasil analisis enam aspek dalam proses Revitalisasi di Provinsi Jawa Barat:
a. Aspek Perundang-undangan
1. Peraturan Perundangan yang berkaitan dengan kegiatan Posyandu yang telah ada saat
ini perlu disesuaikan dengan kondisi terkini di lapangan, dimana telah terjadi perubahan
kondisi sosial politik ekonomi masyarakat sehingga dirasa perlu diterbitkan Peraturan
Gubernur tentang Revitalisasi Posyandu
2. Penerbitan Peraturan Gubernur juga bertujuan untuk meningkatkan berbagai peran
penting Posyandu sebagai ujung tombak dalam mengatasi berbagai gejala sosial di
masyarakat, diantaranya kasus gizi buruk, trafficking, peredaran NAPZA dan lain-lain;
3. Untuk kemudahan dalam aplikasi di lapangan penetapan Peraturan Gubernur harus
disertai dengan penerbitan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak ) dan Petunjuk Teknis (Juknis)
Program Revitalisasi Posyandu yang sederhana dan mudah untuk diaplikasikan.
4. Untuk efektifitas pelaksanaan Peraturan di lapangan, pemerintah dapat bekerjasama
dengan lembaga-lembaga terkait, seperti Ikatan Dokter Indonesia, Lembaga Pendidikan
Tinggi, NGO di bidang kesehatan dan lain-lain.
b. Aspek Partisipasi Masyarakat
1. Bupati Kabupaten Sumbawa Barat dan SKPD-nya memiliki peran sentral dalam
pengembangan Posyandu, sehingga pertemuan lintas sektoral dan lintas program harus
lebih diintensifkan diantara para pejabat pemerintah terkait
2. Hasil pertemuan tingkat kecamatan dibahas secara lebih intensif di tingkat kelurahan/
desa, dan langsung diaplikasikan di masing-masing Posyandu. Komunikasi kepada
masyarakat memegang peranan yang sangat penting sehingga maksud dan tujuan dapat
tercapai sesuai yang diharapkan.
3. Sementara itu tokoh-tokoh masyarakat juga memiliki peran penting di daerah sehingga
perlu didorong untuk peduli dan berperan aktif dalam kegiatan Posyandu.
f. Aspek Keuangan
1. Karakteristik pekerjaan di Posyandu yang lebih menitikberatkan pada pengabdian
sukarela membuat aspek kelembagaan dan struktur organisasi di Posyandu sering kali
berubah-ubah.
2. Pembinaan dan bimbingan yang berkesinambungan dari Pokja Posyandu mulai tingkat
Kelurahan hingga tingkat Kabupaten perlu terus digalakkan dan diintensifkan untuk
meminimalisir kader yang keluar.
3. Pelatihan Kader harus dilaksanakan secara rutin untuk terus meningkatkan kapasitas
mereka dan memastikan kemajuan Posyandu.
4. Perlu disusun suatu Sistem Kompetensi Teknis Kader Posyandu yang meliputi Sistem
Penghargaan bagi Kader yang berprestasi.
5. Pemerintah sebagai pemangku kepentingan dapat mendorong semangat para kader
dengan memberikan insentif bagi para Kader sesuai kondisi masing-masing Posyandu.
Saran untuk Pemerintah Provinsi terutama Badan Pemberdayaan Masyarakat Dan Pemerintahan
Desa Provinsi Jawa Barat BPMPD Provinsi Jawa Barat melaksanakan upaya peningkatan
optimalisasi peran dan fungsi Pokjanal Posyandu Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan
Pokja Posyandu Desa/Kelurahan, Peningkatan keterlibatan organisasi kemasyarakatan dan dunia
usaha dalam pengembangan posyandu, peningkatan kapasitas kelembagaan Posyandu, melalui
kegiatan peningkatan sarana dan prasarana posyandu, peningkatan sumber daya manusia posyandu,
peningkatan sistem informasi posyandu dan mengkoordinasikan kegiatan teknis di posyandu.
Sedangkan untuk Dinas Teknis di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Peningkatan kualitas
pelayanan di posyandu dilakukan dengan peningkatan intensitas dan kualitas pelayanan teknis oleh
Dinas Teknis di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, seperti Dinas Kesehatan, BP3APKKB,
Dinas Pendidikan, Dinas UMKM, Badan Ketahanan Pangan, Dinas pertanian, dll.
Bagi Organisasi Kemasyarakatan melaksanakan peran dalam upaya peningkatan kinerja posyandu
sesuai dengan misi organisasinya. Peran organisasi kemasyarakatan dalam pengembangan posyandu
dikoordinasikan oleh pokjanal/pokja posyandu yang dilakukan secara berjenjang.
Untuk Dunia usaha dengan Corporate Social Responsibility (CSR) nya membantu pengembangan
posyandu di Jawa Barat, berkenaan dengan pengembangan sarana dan prasarana, sumber daya
manusia dan pendanaan kegiatan posyandu. Peran dunia usaha dalam pengembangan posyandu di
koordinasikan secara berjenjang oleh pokjanal/pokja posyandu.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar. A (2004). Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di Masa Datang, disampaikan Pada
Pertemuan Advokasi Program Perbaikan Gizi Menuju Keluarga Sadar Gizi, di Hotel Sahid Jaya,
Jakarta.
Clark, Kenneth B and Hopkins Jeannette, 1969, A Relevant War Against Poverty, A study of
Community Action Program and Observable Social Change, New York, Harper and Row Publisher.
Depkes RI (2000). Panduan Penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) Balita Bagi Petugas Kesehatan.
Jakarta.
Dit Bina Gizi Masyarakat, IDAI, Unicef (2002). Penataan Kurang Protein di Puskesmas dan Rumah
Tangga. Diakses dari www.gizi.net
.................(2002). Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta.
Faqih, Mansour, 1993, Paradigma ORNOP Indonesia: Studi Kasus Gerakan Sosial di Indonesia,
Laporan Study, Jakarta, P3M.
Suartawan IP, dkk (1995). Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Balita Terhadap Kartu Menuju
Sehat di Posyandu Pekambingan, Denpasar.
Tim Pengelola Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) Tingkat Pusat. (2000). Buku Kader Usaha
Perbaikan Gizi Keluarga. Jakarta, UNICEF.
Daftar riwayat hidup singkat penulis
Ilham Gemiharto, adalah Staf Pegajar Prodi Manajemen Komunikasi Fikom Unpad dan peneliti
pada Puslit KPK Unpad. Saat ini tengah menyelesaikan program S3 pada Program Pascasarjana
Fisip Unpad.
Diah Fatma Sjoraida adalah Staf Pengajar Prodi Humas Fikom Unpad dan peneliti Puslit KPK
Unpad. Saat ini tengah menyelesaikan program S3 pada Program Pascasarjana Fisip npad.