Anda di halaman 1dari 17

bp1

Faktor penyebab pemberontakan disintegrasi

1. Berkembangnya ideologi – ideologi yang sangat bertentangan dengan Pancasila seperti Ideologi
komunisme, Ideologi leninisme, Ideologi marxisme, dan Ideologi neoliberalisme.
2. Adanya golongan – golongan maupun kelompok masyarakat yang tidak mengikuti aturan baik
aturan daerah dan negara secara benar dan baik.
3. Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap para pemimpin dan pengelola negara.
4. Norma – norma yang sebelumnya berlaku di masyarakat, menjadi sudah tidak berfungsi lagi
sebagaimana mestinya untuk mencapai cita – cita rakyat.
5. Kurangnya sanksi yang tegas bagi para pelanggara aturan daerah dan negara.
6. Setiap tindakan yang dilakukan masyarakat sudah tidak berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 lagi.
7. Menurunya sikap toleransi dan tenggang rasa antar masyarakat.
8. Terciptanya suasana politik yang tidak kondusif dan tidak sehat sehingga memecah belah rakyatnya.
9. Meningkatknya sikap apatisme dan egoisme.
10. Terjadinya ketidakmerataan baik di bidang pembangunan, pendidikan, dsb.

Pemberontakan DI/TII
Tujuan utama pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) adalah mendirikan negara
dengan dasar syariat Islam di Indonesia. Namun setia daerah juga memiliki tujuan khusus sendiri.
Misalnya, di Aceh, pemberontakan DI/TII bertujuan mengembalikan otonomi provinsi Aceh yang
sebelumnya dihapus dan digabung dengan provinsi Sumatera Utara.

Pembahasan:
Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) adalah pemberontakan yang hendak
mendirikan negara dengan dasar syariat Islam di Indonesia, yang disebut dengan Negara Islam
Indonesia.
Pemberontakan ini dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo pada tahun 1948 dan berusaha
mendirikan negara berpaham Islam di Jawa Barat. Pemberontakan ini kemudian diikuti oleh
pemberontakan serupa di Aceh, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah. Pemberontakan
dikalahkan dengan kombinasi diplomasi di Aceh dan penumpasan oleh TNI.
Persamaan dari setiap pemberontakan daerah DI/TII adalah sama-sama mendukung pemberontakan
Kartosuwiryo dan memproklamirkan gerakannya sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia. Setiap
pemberontakan daerah juga mendukung syariat Islam sebagai dasar negara.
Namun, perbedannya, setiap pemberontakan daerah memiliki pemimpin sendiri-sendiri dan alasan
pemicu pemberontakan.

Pemberontakan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, di Jawa Barat,


Pemberontakan ini dilancarkan mulai tahun 1948. Penyebab pemicu pemberontakan Kartosuwiryo
adalah penolakan Perjanjian Renville, yang menempatkan daerah Jawa Barat di wilayah kekuasaan
Belanda.
Namun demikian, sekembalinya pemerintahan Indonesia ke Jawa Barat, terutama Divisi Siliwangi,
Kartosuwiryo terus melakukan perlawanan dan serangan yang memakan banyak korban.
Kartosuwiryo bahkan memerintahkan percobaan pembunuhan atas Presiden Soekarno pada 30
November 1957 di Peristiwa Cikini. Pemberontakan ini baru berakhir setelah Kartosuwiryo tertangkap
pada Juni 1962

Pemberontakan Daud Beureueh, di Aceh


Pemicu pemberontakan ini adalah dihapusnya provinsi Aceh dan digabungkanya wilayah Aceh dengan
Sumatera Utara. Pemberontakan ini berhasil diselesaikan dengan cara damai setelah dilakukannya
“Musyawarah
Kerukunan Rakyat Aceh" pada bulan Desember 1962, dan dibentuknya kembali Aceh, sebagai provinsi
berstatus daerah istrimewa.

Pemberontakan Amir Fatah, di Jawa Tengah


Pemicu pemberontakan ini adalah kekecewaan Amir Fatah akan dominasi “kaum kiri” (sosialis dan
komunis) di Tegal dan sekitarnya, wilayah basis kekuatan Amir Fatah. Akibatnya, Amir Fatah
memberontak pada tahun 1950. Pemberontakan dipatahkan setelah operasi militer di wilayah
Banyumas mengalahkan pasukan Amir Fatah

Pemberontakan Ibnu Hadjar, di Kalimantan Selatan


Pemicu pemberontakan ini adalah kegagalan para mantan pejuang kemerdekaan asal Kalimantan
Selatan untuk diterima di tentara Indonesia saat itu, APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia
Serikat). Kebanyakan bekas pejuang ini tidak bisa masuk tentara karena tidak bisa baca tulis, termasuk
Ibnu Hadjar sendiri. Mereka juga kecewa dengan adanya bekas tentara KNIL (Tentara Hindia Belanda) di
APRIS.
Ibnu Hadjar membentuk “Kesatuan Rakjat Jang Tertindas” (KRJT), dan menyerbu pos tentara di
Kalimantan Selatan pada bulan Oktober 1950. Pemerintah Indonesia awalnya berupaya menyelesaikan
dengan cara damai, namun Ibnu Hadjar yang sempat tertangkap dan dilepaskan untuk membujuk
pemberontak lain menyerah malah kabur dan meneruskan pemberontakannya.
Pemberontakan ini berhasil dikalahkan dan Ibnu Hadjar menyerah pada Maret 1965.

Pemberontakan Kahar Muzakar, di Sulawesi Selatan


Pemicu pemberontakan ini adalah tuntutan agar para milisi Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS)
yang dipimpin oleh Kahar Muzakkar bisa diterima sebagai tentara. Namun mereka tidak lolos syarat
dinas militer, dan hanya ditempatkan sebagai Corps Tjadangan
Nasional (CTN). Akibatnya, Kahar Muzakkar memberontak dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII
Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953.
Pemberontakan ini berakhir setelah pada 3 Februari 1965, Kahar Muzakkar tertembak mati oleh
pasukan ABRI.

Wilayah Pemberontakan PRRI


Gerakan ini mendapat sambutan dari wilayah Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah, di mana pada
tanggal 17 Februari 1958 kawasan tersebut menyatakan mendukung PRRI.
Bibit-bibit konflik mulai terjadi sejak dikeluarkannya Perda No. 50 tahun 1950 tentang pembentukan
wilayah otonom oleh provinsi Sumatra Tengah waktu itu yang mencakup wilayah provinsi Sumatra
Barat, Riau yang kala itu masih mencakup wilayah Kepulauan Riau, dan Jambi sekarang.[3]
Apra

ALASAN PEMBERONTAKKAN
Pemberontakan APRA diawali dari pembentukan APRIS yang menimbulkan ketegangan antara TNI
dan bekas tentara KNIL ditambah dengan pertentangan politik antara kelompok yang ingin
mempertahankan bentuk negara bagian (yang didukung pihak APRA yang terdiri dari bekas tentara KNIL)
dan kelompok yang menginginkan negara kesatuan (didukung oleh TNI).

Andi Azis

ALASAN PEMBERONTAKKAN
Tujuan pemberontakan Andi Azis adalah untuk mempertahankan keutuhan Negara Indonesia
Timur (NIT).
1) Timbulnya pertentangan pendapat mengenai peleburan Negara bagian Indonesia Timur (NIT)
ke dalam negara RI. Ada pihak yang tetap menginginkan NIT tetap dipertahankan dan tetap
merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS), sedangkan di satu pihak lagi
menginginkan NIT melebur ke negara Republik Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta.
2) Ada perasaan curiga di kalangan bekas anggota" KNIL yang disalurkan ke dalam Angkatan
Perang Republik Indonesia Setikat (APRIS)/TNI. Anggota" KNIL beranggapan bahwa
pemerintah akan menganaktirikannya, sedangkan pada pihak TNI sendiri ada semacam
kecanggungan untuk bekerja sama dengan bekas lawan mereka selama perang kemerdekaan.
3) Menuntut agar pasukan bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas keamanan di Negara
Indonesia Timur.
4) Menentang masuknya pasukan APRIS dari TNI
5) Mempertahankan tetap berdirinya Negara Indonesia Timur.

Penyebab Pemberontakan PKI Madiun

1. Keputusan Perjanjian Renville

1. Demarkasi yakni sebuah garis pembatas atau garis hayal yang di buat oleh Van Mook dari pihak Belanda
Wilayah Indonesia sendiri hanya diakui sebagai wilayah yang tebagi di dalam garis Van Mook atau garis
sebagai batas kekuasaan.
2. Sebelum pembentukan Republik Indonesia Serikat maka Belanda tetap memiliki kedaulatan atas negara
Indonesia.
3. Kedudukan atas RIS akan sejajar dengan kedudukan kerajaan Belanda di dalam Uni Indonesia Belanda
4. RIS akan mencangkup semua bagian dari RI
5. Sementara waktu kerajaan Belanda bisa memberikan penyerahan kekuasan kepada bagian pemerintahan
federal sementara RIS belum terbentuk.

2. Pembentukan FDR

3. Menyerang Kawanan Buruh


4. Perebutan Pimpinan Kekuasaan RI
5. Munculnya Doktrin Baru
6. Penolakan Rasionalisasi Kabinet Hatta
Syarat sbg pahlawan
 WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI;
 Memiliki integritas moral dan keteladanan;
 Berjasa terhadap bangsa dan negara;
 Berkelakuan baik;
 Setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan
 Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun.
Syarat khusus berlaku untuk gelar pahlawan nasional yang diberikan kepada seseorang yang
telah meninggal dunia dan yang semasa hidupnya:

 Pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan
dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta
mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa;
 Tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan;
 Melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan
melebihi tugas yang diembannya;
 Pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa
dan negara;
 Pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau
meningkatkan harkat dan martabat bangsa;
 Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi; dan/atau
 Melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.

Pahlawan daerah (Papua)

 Frans Kaisiepo, Pahlawan Nasional Indonesia, Gubernur Papua


 Johannes Abraham Dimara, Pejuang penyatuan Irian Barat kedalam NKRI
 Marthen Indey, Pahlawan Nasional Indonesia
 Silas Papare, Pejuang penyatuan Irian Barat kedalam NKRI

Perbedaan sistem pemerintahan Presidensial dan sistem pemerintahan Parlementer adalah :

Presidensial = Kepala Negara dan Kepala Pemerintahannya adalah Presiden dan antara lembaga
legislatif dengan eksekutif terpisah.
Parlementer = Kepala Negaranya adalah Raja/Ratu, Perdana Menteri sebagai kepala
pemerintahan, Legislatif dan eksekutif menjadi satu.
SISTEM PRESIDENSIAL
Sistem presidensial adalah sebuah sistem negara republik, dimana dalam kekuasaan
eksekutifnya tidak menjadi satu dengan kekuasaan legislatifnya, selain itu dalam sistem
presidensial pemimpin eksekutifnya dipilih melalui cara pemilihan umum.

Ciri-ciri sistem presidensial adalah :

Kepala Negara = Presiden


Kepala Pemerintahan = Presiden
Kekuasaan Kepala Negara = Pemisahan atau Pembagian
Masa Jabatan Kepala Negara = Maksimal 2 Periode
Masa Jabatan Kepala Pemerintahan = Maksimal 2 Periode
Kekuasaan Negara = Pemisahan atau Pembagian
Pemilihan Kepala Negara = Secara Langsung oleh rakyat atau secara tidak langsung oleh
parlemen
Pemilihan Kepala Pemerintahan = Secara Langsung oleh rakyat atau secara tidak langsung oleh
parlemen
Hubungan Legislatif dengan Eksekutif = Terpisah

SISTEM PARLEMENTER
Sistem Parlementer adalah sistem dimana parlemen memiliki peran yang penting.
Parlemen berwenang dalam mengangkat perdana menterei maupun menjatuhkan pemerintahan
berdasarkan mosi tidak percaya.

Ciri-ciri sistem parlementer adalah :


Kepala Negara = Raja atau Ratu
Kepala Pemerintahan = Perdana Menteri
Kekuasaan Kepala Negara = Hanya Pemisahan
Masa Jabatan Kepala Negara = Seumur Hidup
Masa Jabatan Kepala Pemerintahan = Seumur Hidup
Kekuasaan Negara = Hanya Pemisahan
Pemilihan Kepala Negara = Diwariskan turun temurun berdasarkan UU
Pemilihan Kepala Pemerintahan = Secara Langsung oleh rakyat atau secara tidak langsung oleh
parlemen
Hubungan Legislatif dengan Eksekutif = Menjadi Satu
Hasil kerjanya sbb

1. Mengelompokan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.

2. Memasukan Indonesia menjadi anggota PBB.

3, Dilaksanakannya perundingan masalah Irian Barat dengan pihak Belanda.

4. Memutuskan Wilayah maritim Indonesia.


Keberhasilan :

1. Melakukan pemilu
2. Memperketat impor
3. Memperkenalkan konsep balanced budget
4. Rasionalisasi angkatan bersenjata melalui modernisasi dan pengurangan personil
5. Menekan pengeluaran pemerintah

Kegagalan :

1. Adanya krisis ekonomi karena jatuhnya harga barang ekspor sementara kebutuhan barang impor
terus meningkat
2. Terjadi defisit kas negara karena terjadi penurunan hasil panen sehingga harus mengimpor beras
3. Munculnya gerakan separatisme dan provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa karena
ketidakpuasan alokasi dana ke daerah tertentu yg tidak seimbang
4. Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952
5. Terjadi peristiwa Tanjung Morawa
6. Adanya mosi tidak percaya dari serikat buruh tani

program kerja kabinet Burhanuddin Harahap


Mengadakan perbaikan ekonomi, termasuk di dalamnya keberhasilan pengendalian
harga dengan menjaga agar tidak terjadi inflasi dan sebagainya. Dalam masalah ekonomi,
kabinet ini telah berhasil cukup baik. Dapat dikatakan bahwa kehidupan rakyat semasa
kabinet ini cukup makmur karena harga-harga barang kebutuhan pokok tidak melonjak
naik akibat inflasi.

 Berhasil menyelenggarakan pemilihan umum untuk anggota-anggota DPR.


 Berhasil mengembalikan wibawa pemerintah Republik Indonesia di mata pihak
Angkatan Darat.
Kabinet Ali Sastroamidjojo I

1.Program dalam negeri, anatara lain meningkatkan kemanan dan kemakmuran, serta
segera diselenggarakan pemilihan umum.

2. Pembebasan Irian Barat secepatnya.

3.Program luar negeri, antara lain pelaksanaan politik bebas aktif dan peninjauan
kembali ke persetujuan KMB.

4.Penyelesaian pertikaian politik.

Kabinet Ali Sastroamidjojo II

1. Pembatalan KMB.

2. Perjuangan mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Reupblik Indonesia.

3. Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan ekonomi, keuangan, industri,


perhubunan, pendidikan, serta pertanian.

4. Melaksanakan keputusan Konferensi Asia Afrika.

Program Benteng
Program Benteng adalah kebijakan ekonomi yang diluncurkan pemerintah Indonesia bulan April
1950 dan secara resmi dihentikan tahun 1957. Tujuannya adalah membina pembentukan suatu
kelas pengusaha Indonesia "pribumi" Dr. Soemitro Djojohadikusumo
Program Ali Baba
Sistem ini tercetus pada Kabinet Ali Sastroamijoyo I selama Agustus 1954 - Agustus
1955. Menteri Perekonomian Mr. Iskaq Cokrohadisuryo adalah orang yang
mencetuskannya. Ekonomi Ali Baba merupakan sistem yang terbilang baru pada masa
itu, sekaligus bentuk kerjasama ekonomi antara pengusaha asal Indonesia dengan
pengusaha Tionghoa.

Sistem ekonomi Ali Baba memiliki tujuan untuk memajukan perekonomian


Indonesia. Dengan dilaksanakannya sistem seperti ini, pengusaha lokal memiliki
kewajiban untuk memberikan latihan dan juga tanggung jawab kepada pekerja asal
Indonesia, agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf. Kemudian pemerintah
menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional.
Gunting Syafrudin

Gunting Syafrudin adalah kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Syafrudin


Prawiranegara, Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta II, yang mulai berlaku pada jam 20.00
tanggal 10 Maret 1950.

Kebijakan ini dibuat untuk mengatasi situasi ekonomi Indonesia yang saat itu sedang terpuruk—
utang menumpuk, inflasi tinggi, dan harga melambung. Dengan kebijaksanaan yang kontroversial
itu, Sjafruddin bermaksud sekali pukul menembak beberapa sasaran: penggantian mata uang yang
bermacam-macam dengan mata uang baru, mengurangi jumlah uang yang beredar untuk menekan
inflasi dan dengan demikian menurunkan harga barang, dan mengisi kas pemerintah dengan
pinjaman wajib yang besarnya diperkirakan akan mencapai Rp 1,5 miliar.1950.

Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959


Berikut ini adalah isi dekrit presiden 5 juli 1959:

1. Dibubarkannya Konstituante.
2. Diberlakukannya kembali UUD 1945.
3. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
4. Dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan
Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) yang diberlakuakan dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya.

Seusai Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Keluarnya
Dekrit membuat berakhirnya Demokrasi Liberal dan dimulainya Demokrasi Terpimpin.
Soekarno membentuk Kabinet yang diberi nama Kabinet Kerja.

Kabinet Djuanda dibubarkan digantikan dengan Kabinet Kerja. Kabinet Kerja I ini bertugas pada
periode 10 Juli 1959-18 Februari 1960.

Kabinet Kerja ala Soekarno ini memiliki 3 program yang dikenal dengan Tri Program Kabinet
Kerja yang meliputi:
- Melengkapi sandang pangan rakyat dalam waktu yang singkat,
- Menyelenggarakan keamanan rakyat dan negara serta,
- Melanjutkan perjuangan melawan imperialisme ekonomi dan politik.

Proyek Mercusuar adalah proyek pembangunan monument dan gedung besar, serta
penyelenggaraan kegiatan internasional, yang dilakukan di Indonesia pada masa pemerintahan
Presiden Soekarno dalam periode Demokrasi Terpimpin (1959-1966).

Contohnya adalah pembangunan Stadion Senayan, yang digunakan untuk Asian Games 1962.

Tujuan dari dilakukannya Proyek Mercusuar ini adalah untuk menunjukkan kemajuan Indonesia
ke dunia. Namun pembangunan ini hanya mengejar gengsi saja dan tidak efektif sebagai
kebijakan diplomasi. Malah, proyek ini menghabiskan banyak anggaran negara.

Dilakukannya proyek-proyek Mercusuar oleh Presiden Sukarno, misalnya adalah:

- Pembangunan Gelanggang Olahraga Senayan untuk penyelenggaraan Asian Games 1962


dan untukpenyelenggaraan Games of the New Emerging Forces (Ganefo) 1963,

- Pembangunan Monas (Monumen Nasional)

- Pembangunan Monumen Patung Dirgantara (Patung Pancoran)

- Pembangunan Monumen Patung Selamat Datang (di Bundaran HI)

- Pembangunan gedung DPR/MPR

Pembangunan besar-besaran Proyek Mercusuar ini membuat beban anggaran yang sangat berat.
Proyek ini membuat kondisi ekonomi menjadi semakin berat, karena tidak mengatasi kebutuhan
mendasar rakyat yang memerlukan infrastruktur dan sarana perekonomian seperti jalan dan
pasar.

Akibatnya terjadi krisis ekonomi di Masa Demokrasi terpimpin. Kebutuhan sehari-hari seperti
minyak tanah sulit didapatkan. Inflasi juga meningkat tajam yang menyebabkan harga-harga
menjadi melambung. Kondisi krisis ini memudarkan kepercayaan rakyat terhadap Presiden
Soekarno.

Nasakom
Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (disingkat: Nasakom) adalah konsep politik yang
dicetuskan oleh Presiden Soekarno di Indonesia, serta merupakan ciri khas dari Demokrasi
Terpimpin.
Tujuan

 Untuk mengganti demokrasi liberal yang dianggap tidak stabil untuk negara
Indonesia.
 Untuk meningkatkan kekuasaan presiden pada masa itu yang awalnya
hanya sebatas sebagai kepala negara menjadi pemegang kekuasaan
tertinggi.

 Surat Perintah Sebelas Maret atau Surat Perintah 11


Maret yang disingkat menjadi Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani
oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966.
 Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando
Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang
dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.
 Surat Perintah Sebelas Maret ini adalah versi yang dikeluarkan dari Markas Besar Angkatan
Darat (AD) yang juga tercatat dalam buku-buku sejarah. Sebagian kalangan
sejarawan Indonesia mengatakan bahwa terdapat berbagai versi Supersemar sehingga
masih ditelusuri naskah supersemar yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno di Istana
Bogor.

 Keluarnya Supersemar[sunting | sunting sumber]


 naskah supersemar yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno di Istana
Bogor.
 Supersemar

 Menurut versi resmi, awalnya keluarnya supersemar terjadi ketika pada tanggal 11
Maret 1966, Presiden Soekarno mengadakan sidang pelantikan Kabinet Dwikora yang
disempurnakan yang dikenal dengan nama "kabinet 100 menteri". Pada saat sidang dimulai,
Brigadir Jendral Sabur sebagai panglima pasukan pengawal
presiden' Tjakrabirawa melaporkan bahwa banyak "pasukan liar" atau "pasukan tak dikenal"
yang belakangan diketahui adalah Pasukan Kostrad dibawah pimpinan Mayor Jendral Kemal
Idris yang bertugas menahan orang-orang yang berada di Kabinet yang diduga terlibat G-30-
S di antaranya adalah Wakil Perdana Menteri I Soebandrio.

Tokoh ; Presiden Soekarno, Brigadir Jendral Sabur, Mayor Jendral Kemal


Idris, Soebandrio, Chaerul Saleh, Dr.J. Leimena, Mayor Jendral Soeharto, Brigadir Jendral M.
Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud, Brigadir Jendral Basuki Rahmat, Brigjen Budiono, Mayjend
Sutjipto, Sudharmono, Moerdiono
Program Ekonomi Masa D. Terpimpin

Gunting Syafruddin
Untuk hal demikian ini merupakan sebuah kebijakan ekonomi dengan menerapkan system
pemotongan nilai uang. Caranya dengan memotong semua uang yang bernilai Rp. 2.50 ke atas
hingga nilainya tinggal setengahnya. Kebijakan ini dilakukan mulai diterapkan pada tanggal 20-
03-1950 oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawinegara yang dilakukannya berdasarkan SK
Menteri Nomor 1 PU tanggal 19-03-1950.

Tujuannya untuk menanggulangi deficit anggran sebesar Rp. 5.1 Miliar, dampaknya rakyat kecil
tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2.50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah
dan kelas atas. Dengan kebijakan ini maka dapat mengurangi jumkag uang yang beredar dan
pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman
sebesar Rp 200 juta.

Gerakan Banteng
Dalam hal ini merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah struktur
ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh
Sumitro Djojohadikusumo yang saat itu menjabat sebagai menteri perdagangan. Program ini
bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional
“pembangunan ekonomi Indonesia” dengan program-programnya yang diantaranya seperti:

 Menumbuhkan kelas pengusaha di kalangan bangsa Indonesia.


 Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
 Para pengusaha Indoensia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan
kredit.
 Dan para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi
maju.

Nasionalisasi De Javasche Bank


Dengan seiring meningkatnya rasa nasionalisme, maka pada akhir tahun 1951 pemerintah
Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Yang pada awalnya
terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah
Belanda.

Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Yang
tujuannya ialah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan
penghematan secara drastic. Dalam perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank
menjadi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951
berdasarkan undang-undang No. 24 tahun 1951.
Sistem Ekonomi Ali Baba
Pada system ekonomi Ali Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo yang pada saat itu
menjabat sebagai menteri perekonomian pada kabinet Ali I, tujuan dari program ini diantaranya
yaitu:

 Untuk dapat memajukan pengusaha pribumi.


 Supaya para pengusaha pribumi bekerja sama memajukan ekonomi nasional.
 Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka
merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
 Dan memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya sebuah kerjasama antara pengusaha
pribumi dan non pribumi.

Persaingan Final Ekonomi “Finek”


Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap, dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan
masalah finansial ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh
anak Agung Gde Agung, yang pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana
persetujuan Finek yang berisi diantaranya:

 Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.


 Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
 Hubungan Finek didasarkan pada undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh
perjanjian lain antara kedua belah pihak.

Recana Pembangunan Lima Tahun “RPLT”


Pada masa cabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintah membentuk Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang
pembangunan jangka panjang, dimana biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima
Tahun “RPLT” yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR
pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui
Musyawarah Nasional Pembangunan “Munap”, pembiayaan RPLT diperkirakan 12.5 miliar
rupiah, namun sayangnya RPLT tidak dapat berjalan dengan baik.

pidato Bung Karno, yang dibagi menjadi 5 bagian, yaitu pidato pra-Proklamasi, pidato pada masa
Proklamasi dan Perang Kemerdekaan (1945-1949), pidato pada masa 1950-1958, pidato pada
masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), dan pidato pasca peristiwa G 30 S tahun 1965.

Sidang Umum III MPRS (1965)[sunting | sunting sumber]


Sidang Umum Ketiga MPRS dilaksanakan di Bandung pada tanggal 11 - 16 April 1965. Sidang
Umum Ketiga MPRS menghasilkan empat ketetapan, yaitu:
1. Ketetapan MPRS Nomor V/MPRS/1965 tentang Amanat Politik Presiden/Pemimpin Besar
Revolusi/Mandataris MPRS yang berjudul Berdiri di atas Kaki Sendiri yang lebih dikenal
dengan "Berdikari" sebagai Penugasan Revolusi Indonesia dalam Bidang Politik, Pedoman
Pelaksanaan Manipol dan Landasan Program Perjuangan Rakyat Indonesia;
2. Ketetapan MPRS Nomor VI/MPRS/1965 tentang Banting Stir untuk Berdiri di atas Kaki
Sendiri di Bidang Ekonomi dan Pembangunan;
3. Ketetapan MPRS Nomor VII/MPRS/1965 tentang "Gesuri", "TAVIP" (Tahun Vivere
Pericoloso), "The Fifth Freedom is Our Weapon" dan "The Era of Confrontation" sebagai
Pedoman-pedoman pelaksanakan Manifesto Politik Republik Indonesia;
4. Ketetapan MPRS Nomor VIII/MPRS/1965 tentang Prinsp-prinsip Musyawarah untuk Mufakat
dalam Demokrasi Terpimpin sebagai Pedoman bagi Lembaga-lembaga
Permusyawaratan/Perwakilan.

Politik Pada masa Orde Baru merupakan masa dimana Indonesia memasuki masa demokrasi
Pancasila. Segala kebijakan harus berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 sehingga tidak
terjadinya penyimpangan yang terjadi dalam setiap pengambilan keputusan dan kebijakan,
termasuk kebijakan luar negeri Indonesia. Pada masa Orde Baru dimana masa kepemimpinan
presiden Soeharto Indonesia mengalami kemajuan dalam sektor pembangunan dalam negeri,
penguatan pertanian dan menjadi negara swasembada pangan. Dalam pengambilan keputusan luar
negeri presiden Soeharto tetap menerapkan perinsip politik luar negeri bebas aktif dimana peran
Indonesia dalam dunia Internasional terlihat dan juga Independen (bebas) dalam menentukan
sikap. Pada masa Orde Baru pemerintah Indonesia menerapkan politik luar negeri bebas aktif
secara efektif. Peranan Indonesia pada masa Orde Baru terlihat jelas dengan peran aktif dalam
acara-acara tingkat dunia. Kerjasama diperluas dalam berbagai sektor terutama sektor
perekonomian, Indonesia juga secara cepat memberikan tanggapan akan isu-isu yang muncul
dalam dunia internasional. Politik Luar negeri Indonesia yang bebas aktif pada masa Orde Baru
dapat membawa Indonesia baik di mata dunia. Namun beberapa pihak menilai bahwa pada masa
presiden Soeharto yang jelas anti komunisme hubungan dengan negara-negara komunis tidak
terlalu baik. Kecenderungan hubungan Indonesia pada masa Orde Baru adalah mengarah kepada
negara-negara Barat yang pada masa presiden Soekarno terabaikan.

Faktor Penyebab kemunduran orba


Pada akhir masa orde baru terjadi banyak kekerasan, kasus pelanggaran HAM dimana-mana,
krisis moneter melanda, Kegagalan panen akibat kemarau dahsyat yang belum pernah terjadi
selama lebih dari 50 tahun terakhir. Krisis keuangan yang melanda kawasan Asia pun menambah
deretan masalah yang mendukung runtuhnya pemerintahan rezim orde baru. Beberapa faktor
penyebab runtuhnya orde baru tersebut diantaranya:

1. Krisis Moneter
Krisis keuangan merupakan faktor terpenting yang menjadi sebab rezim orde baru mengalami
keruntuhan, Krisis ini pertama kali melanda wilayah Asia Timur sekitar juli 1997. Yang
menyebabkan terjadinya kepanikan global. Dalam sejarah ASEAN, Thailand merupakan negara
pertama yang mengalami krisis keuangan hingga hampir disebut sebagai negara
bangkrut. Akibat yang timbul dari krisis tersebut menyebabkan pelemahan diberbagai sektor
keuangan termasuk di Indonesia.
Sebelumnya tak ada indikasi krisis tersebut akan sampai ke Indonesia, ini karena inflasi yang
cukup rendah, devisa negara yang dirasa masih cukup besar dan karena nilai surplus berada
dikisaran USD 900 juta. Perkembangan dunia usaha pun masih stabil karena banyaknya investor
yang menanamkan modalnya di Indonesia. Krisis yang menghantam Thailan dan membuat mata
uangnya merosot tajam, tak pelak ini pun ikut mengguncang perekonomian di Indonesia.

Sekitar juli 1997 nilai tukar rupiah yang turun dari angka Rp 2.575 per USD menjadi Rp 2.603
per USD. Justru merosot tajam di angka Rp 5.000 per USD pada akhir desember, dan justru
sangat terpuruk tajam di angka Rp 16000 per USD pada maret 1998. Ini membuat seluruh
masyarakat di indonesia dan seluruh penanam modal merasa panik yang akhirnya membuat
mereka menarik semu saham yang telah ditanam di Indonesia. Keadaan ekonomi yang kacau
menyebabkan masalah dimana-mana stabilitas nasional sungguh terguncang dan kacau.

2. Utang Luar negeri


Ditengah perekonomian yang dilanda krisis, utang dari luar negeri yang dimiliki Indonesia
semakin memperparah kondisi keuangan Indonesia. Walaupun sesesungguhnya utang tersebut
bukanlah utang pemerintah saja namun juga utang yang dimiliki pihak swasta. Utang Indonesia
hingga 6 februari 1998 mencapai USD 63,462 milliar, sedangkan utang yang dimiliki pihak
swasta mencapai USD 73,962 milliar. Dengan melemahnya mata uang rupiah terhadap dollar
Amerika akibat krisis yang melanda Asia Pasifik, utang luar negeri yang dimiliki pemerintah
Indonesia yang kebanyakan menggunakan mata uang tersebut semakin memperburuk keadaan
ekonomi Indonesia dan terjebak alam putaran utang yang seolah tak ada habisnya.

3. Penyimpangan UUD
Menurut UUD 1945, terutama dalam pasal 33 bahwa sistem perekonomian dijalankan dengan
asas demokrasi ekonomi. Namun dalam kenyataannya yang terjadi justru dikusai oleh sebagian
orang saja yakni para konglomerat dan terjadi monopoli ekonomi, atau dengan kata lain sistem
ekonomi yang dijalankan merupakan sistem kapitalis.

4. Pola Pemerintahan Terpusat


Sistem pemerintahan yang terpusat pada satu tempat yakni di Jakarta sebagai pusat pemerintahan
membuat segala pemerintah pusat memegang peranan penting dalam mengatur masyarakat
secara keseluruhan. Namun disisi lain membuat pembangunan tidak merata yang akhirnya
mengakibatkan kesenjangan. Dampaknya seperti yang terjadi di Irian jaya, penduduk lokal
merasa dianak tirikan sebab sumber daya alamnya diambil secara besar-besaran dan di bawa
semua ke pemerintah pusat tanpa meninggalkan manfaat apapun.

Artikel terkait:

 Sejarah MPR
 Sejarah Demokrasi di Dunia
 Konferensi Asia Afrika
 Sejarah Runtuhnya Uni Soviet
5. Masalah Politik
Sistem politik di Indonesia pada masa orde baru yang sarat dengan KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme). Pada masa orde baru, kekuatan politik pun dibatasi. Seperti terlihat pada
penyederhanaan partai politik yang hanya menjadi tiga partai saja yakni PPP, PDI dan Golongan
Karya. Dengan dalih untuk menciptakan stabilitas dan keamanan bangsa dan negara yang lebih
terjaga. Ini menyebabkan banyak aspirasi rakyat yang seolah terbungkam dan secara tidak
langsung wajib menuruti kehendak penguasa tanpa boleh membantah.

Adanya dualisme fungsi ABRI yang menjadi kekuatan utama pemerintahan orde baru. Ini sangat
bertentangan dengan sejarah lahirnya Pancasila yang selama ini di junjung tinggi oleh seluruh
rakyat Indonesia. Misalnya saja ada seorang yang mengkritik kebijakan pemerintah pada masa
orde baru saat itu, konsekuensinya adalah hukuman penjara karena dianggap menciptakan
keresahan dan mengganggu stabilitas negara. Ini hanya upaya pemerintahan untuk tetap menjaga
eksistensinya pada masyarakat.
6. Kepercayaan
Berkurangnya rasa simpati masyarakat akibat praktek-praktek KKN yang seolah dihalalkan oleh
pemerintah tanpa ada rasa sungkan ataupun malu. Krisis ini pun membuat para investor menarik
seluruh modal yang ditanamkan di Indonesia secara besar-besaran yang semakin membuat
Indonesia terjebak dalam krisis berkepanjangan. Aksi-aksi unjuk rasa yang dilakukan kalangan
mahasiswa yang berubah menjadi tragedi kekerasan menghilangkan rasa percaya terhadap
pemerintah yang akhirnya memicu gelombang demonstrasi yang luar biasa menuntut lengsernya
Soeharto.

7. Tragedi Trisakti
Aksi demo yang dilakukan oleh mahasiswa trisakti beserta dosen dan staf kampus yang diikuti
oleh lebih dari 10.000 mahasiswa dan digelar pada 12 mei 1988 yang pada intinya meminta
pemerintah melakukan reformasi disegala bidang baik pemerintahan, ekonomi maupun politik
yang menginginkan diadakannya sidang istimewa MPR. Namun aksi damai ini dinodai dengan
adanya penembakan oleh aparat terhadap empat mahasiswa Trisakti yakni Hendriawan Sie, Heri
Hartanto, Elang Mulya Lesmana, dan Hafidin Royan. Yang memicu aksi kekerasan meluas di
berbagai penjuru wilyah saat itu. Dan semakin membuat Indonesia jatuh terpuruk dalam krisis
yang seolah tanpa akhir, yang menjadi catatan terburuk dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.

Pada pasca reformasi, pemerintah menycanangkan kegiatan pembangunan pertanian


tahun 2005-2009 dilaksanakan melalui tiga program, yaitu: (1) Program peningkatan
ketahanan pangan, (2) Program pengembangan agribisnis, dan (3) Program peningkatan
kesejahteraan petani.

Anda mungkin juga menyukai