Skenario 1
PENURUNAN KESADARAN
STEP 1
STEP 2
STEP 3
GDS - ↔ 200
HbAIC – 6,5%
STEP 4
Cairan:
a. Ekstraselular
b. Intraselular
c. Intertisial
Faktor resiko DM:
a. Obesitas
b. Urbinitas
c. Tidak dapat diubah: keluarga
d. dapat diubah: jarang olahraga
Ketika terjadi lipolisis asam lemak bebas akan direduksi oleh hepar
(ketogenesis) dan menghasilkan keton yang berpengaruh pada terjadinya
asidosis metabolik.
2. Penegakan diagnosis
Ditegakkan atas dasar pemriksaan kadar glukosa darah, pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan plasma darah vena.
a. Gejala klasik : Poliuria, polidipsia, polifagia.
b. Gejala non klasik : Badan lemah, mata kabur, mual muntah.
c. Pemeriksaan fisik : Edema,kulit kering, turgor kulit dapat
menurun.
d. Pemeriksaan penunjang : Tes glukosa darah sewaktu (GDP) atau
glukosa darah puasa (GDP) atau tes TTGO glukosa 2 jam tes urinalisis.
3. Tatalaksana
a. Hidup sehat→ GDS & GDP
b. Obat obatan (Metformin)
1 Terdapat dalam konsentrasi yang tinggi di dalam usus dan hati,
secara cepat dikeluarkan melalui ginjal
2 Dosis 3x1 bisa sebelum makan, saat makan atau setelah makan
3 Mekanisme kerja menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya
terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin
dan menurunkan produksi glukosa hati
4 Metformin meningkatkan pemakaian glukosa sehingga
menurunkan glukosa darah dan hambat absorpsi glukosa di usus
sesudah asupan makanan
5 Diberikan oral, metformin akan mencapai kadar tertinggi dalam
darah setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh
denagn waktu paruh 2,5 jam
c. Kombinasi insulin dengan metformin
Kemampuannya mengurangi resistensi insulin, mencegah penambahan
berat badan dan memperbaiki profil lipid
4
d. Manajemen DM
1 Edukasi: edukasi tentang penyakitnya, tentang faktor resiko, tentang
penyebab, tentang gejala yang akan muncul, tentang pengobatan dan
obat dan akibat apa saja yang akan muncul jika tidak minum obat
dengan baik
2 TNM: Makanlah lebih sedikit kalori mengurangi makanan setiap 500
kalori setiap hari
3 Jasmani: latihan secara rutin, jeda waktu olahraga tidak boleh lebih
dari dua hari, latihan secara teratur dan dimulai dari yang ringan seperti
jogging, bersepeda santai dan berenang
4 Obat
e. Farmakologi:
1 Pemeriksaan GCS.
2 CAB.
3 Infus NaCL 0,9%.
4. Kompikasi diabetes militus
a. Gagal jantung
b. Gagal ginjal
c. Makrovaskular→ jantung dan cerebral
d. Mikrovaskular→ ginjal
e. Ketoasidosis diabetic (KAD)
Ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa yang tinggi (300-600 mg/dl)
disertai tanda dan gejala asidosis dan plasma keton positif kuat,
osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/ml)
f. Status hiperglikemi hiperosmolar (SHH)
Terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dl) tanpa
tanda gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380
mOs/ml)
5
MIND MAP
Tatalaksana Klasifikasi
Anamnesi PF PP
Komplikasi Patofisiologi
Akut Kronik
s
STEP 5
1. Patofisiologi DM
2. Penegakan Diagnosis
3. Tatalaksana DM
4. Komplikasi DM
STEP 6
Belajat Mandiri
STEP 7
1. Patofisiologi
Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses filtrasi
yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan glukosa
dalam darah masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis
osmotik yang ditandai dengan pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria).
Banyaknya cairan yang keluar menimbulkan sensasi rasa haus (polidipsia).
Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi insulin menyebabkan
kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi sehingga menimbulkan
rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai kompensasi terhadap
kebutuhan energi. Penderita akan merasa mudah lelah dan mengantuk jika
tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energi tersebut.1
Patofisiologi DM type 2
7
Otot dan hati yang mengalami resistensi insulin menjadi penyebab utama
DM tipe 2 Kegagalan sel beta pankreas untuk dapat bekerja secara optimal
juga menjadi penyebab dari DM tipe 2. DM tipe 2 adalah jenis DM yang
paling umum diderita olehpenduduk di Indonesia. Kombinasi faktor risiko,
resistensi insulin dan sel-sel tidak menggunakan insulin secara efektif
menyebabkan DM tipe 2. Resistensi insulin pada otot dan hati serta kegagalan
sel beta pankreas telah dikenal sebagai patofisiologikerusakan sentral dari
DM tipe 2.Kegagalan sel beta pada DM tipe 2 diketahui terjadi lebih dini dan
lebih berat daripada sebelumnya. Otot, hati, sel beta dan organ lain seperti
jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin),
sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi
glukosa), dan otak (resistensi insulin) ikut berperan dalam menimbulkan
terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe2 .DM tipe 2 pada tahap
awal perkembangannya tidak disebabkan oleh gangguan sekresi insulin dan
jumlah insulin dalam tubuh mencukupi kebutuhan (normal), tetapi
disebabkan oleh sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon
insulin secara normal.2
2. Penegakan diagnosis
Anamnesis
Penegakan diagnosis dilakukan dengan adanya 3 gejala klasik DM tipe II:2
a) Poliuria (sering buang air kecil)
b) Polidipsia (mudah haus)
c) Polifagia (mudah lapar)
d) Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas 2
traktus urogenitalis yang tidak cepat sembuh. Selain itu pada anamnesis juga
perlu ditanyakan mengenai pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya
secara lengkap termasuk terapi gizi medis, penyuluhan tentang perawatan
DM secara mandiri, pengobatan yang telah dijalani termasuk obat yang
digunakan serta program latihan jasmani. Pada pemeriksaan hasil
laboratorium terdahulu perlu ditanyakan riwayat pemeriksaan HbA1c dan
hasil pemeriksaan kusus yang berkaitan dengan diagnosis DM tipe II.Adanya
riwayat komplikasi akut seperti ketoasidosis diabetikum, hiperosmolar non
ketotik, hiperglikemia dan hipoglikemia setelah pemberian terapi diabetes.
Serta perlu ditanyakan tentang pola hidup, budaya sosial ekonomi serta
adanya riwayat keluarga yang menderita DM tipe II dan riwayat diabetes
gestasional.2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
terakhir kali makan. Dengan pemeriksaan gula darah sewaktu sudah dapat
menegakan diagnosis DM tipe II. Apabila kadar glukosa darah sewaktu ≥
200 mg/dl (plasma vena) maka penderita tersebut sudah dapat disebut DM.
Pada penderita ini tidak perlu dilakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa.
Tes dilakukan bila ada kecurigaan DM. Pasien makan makanan yang
mengandung 100gr karbohidrat sebelum puasa dan menghentikan
merokok serta berolahraga. Glukosa 2 jam Post Prandial menunjukkan DM
bila kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl, sedangkan nilai normalnya ≤ 140.
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl
tetapi < 200 mg/dl.
glukosa terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200
mg/dl; dan 3) Toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl disebut diabetes melitus.
Pemeriksaan HbA1c 2
Kategori HbA1c 30 2
Penegakan Diagnosis
Penentuan tipe dan subtype HLA, tipe dan titer antibodi dalam sirkuasi
yang ditujukan untuk pulau pulau langerhans, anti GAD (glutamic Acid
Decarboxilase), cell mediated immunity pada sel endokrin terhadap
pankreas dapat digunakan untuk penilaian proses diabetogenik.2
12
a. Gejala klasik + gula darah sewaktu ≥ 200mg/dl (11,1 mmol/L). Gula darah
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir.
b. Gejala klasik + gula darah puasa ≥ 126 mg/dl (7.0 mmol/L). Gula darah
puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
c. Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl (11,1 mmol/L). TTGO
dilakukan dengan standar WHO menggunakan beban glukosa setara 75
gram anhidrus yang dilarutkan dalam air.
13
3. Tatalaksana DM
lemak dalam diet sehari hari. Lemak akan menyebabkan insulin sulit untuk
mengizinkan glukosa masuk ke sel tubuh, sehingga tubuh akan lebih banyak
memproduksi insulin. Keadaan seperti ini menyebabkan tubuh tidak sanggup
untuk menambah produksi insulin yang diperlukan, maka terjadilah penyakit
diabetes. Hindari makanan yang di goreng dan jauhi makanan juckfood dan
fastfood serta seperti makanan kue-kue kering dan makanan yang berlemak
tinggi lainnya. Mengenai penggunaan bumbu garam, MSG, kecap, dan bahan
perasa lainnya dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.3
Standar yang diajukan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi
baik. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress
akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan barat badan
idaman. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman
dikali kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg
BB untuk wanita).Kemudain ditambah dengan kebutuhan kalori untuk
aktivitas (10-30% untuk atlet dan pekerja berat dapat lebih banyak lagi, sesuai
dengan kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya). Makanan sejumlah
kalori terhitung dalam 3 porsi besar untuk makanan pagi (20%), siang (30%),
dan sore (25%) serta 2- 3 porsi (makanan ringan, 10-15%) di antaranya Ada
beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori
basal yang besarnya 2530 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi
bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, stres
metabolik dan berat badan.3
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:
1) Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori basal perhari untukperempuan sebesar 25
kal/kgBB sedangkan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB.
2) Umur
a. Pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk
setiap dekade antara 40 dan 59 tahun.
b. Pasien usia diantara 60 dan 69 tahun, dikurangi 10%.
16
b) Lemak
o Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan
tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
o Komposisi yang dianjurkan: lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori.
lemak tidak jenuh ganda < 10 %. selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.
o Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging
berlemak dan susu fullcream.
o Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200 mg/hari.3
c) Protein
o Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi.
o Sumber protein yang baik adalah ikan,udang, cumi, daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,kacang-
kacangan, tahu dan tempe.
o Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan
protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan
energi, dengan 65% diantaranya bernilai biologik tinggi. Kecuali
pada penderita DM yang sudah menjalani hemodialisis asupan
protein menjadi 1-1,2 g/kg BB perhari.3
d) Natrium
o Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan
orang sehat yaitu <2300 mg perhari.
o Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan
pengurangan natrium secara individual.
o Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan
bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.3
e) Serat
o Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari
kacangkacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat.
19
a) Farmakologi
Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan :
4. Komplikasi DM
a. Hiperglikemi
a) Definisi
Salah satu kendala dalam laporan mengenai insidensi,
epidemiologi dan angka kematian KAD adalah belum ditemukannya
kesepakatan tentang definisi KAD. Sindroma ini mengandung triad
yang terdiri dari hiperglikemia, ketosis dan asidemia. Konsensus
diantara para ahli dibidang ini mengenai kriteria diagnostik untuk
KAD adalah pH arterial < 7,3, kadar bikarbonat < 15 mEq/L, dan
kadar glucosa darah > 250 mg/dL disertai ketonemia dan ketonuria
moderate.5
SHH pertama kali dilaporkan oleh Sament dan Schwartz pada
28
b) Epidemiologi
c) Patogenesis
d) Faktor Pencetus
Krisis hiperglikemia pada diabetes tipe 2 biasanya terjadi karena
ada keadaan yang mencetuskannya. Faktor pencetus krisis
hiperglikemia ini antara lain :5
1. Infeksi : meliputi 20 – 55% dari kasus krisis hiperglikemia
dicetuskan oleh Infeksi. Infeksinya dapat berupa :
PneumoniaInfeksi traktus urinarius Abses Sepsis Lain-lain.
2. Penyakit vaskular akut: Penyakit serebrovaskuler Infark miokard
akut Emboli paru Thrombosis V.Mesenterika
3. Trauma, luka bakar, hematom subdural.
4. Heat stroke
5. Kelainan gastrointestinal: Pankreatitis akut Kholesistitis akut
Obstruksi intestinal
6. Obat-obatan : Diuretika Steroid Lain-lain
e) Diagnosis
Presentasi klinik
f) Pemeriksaan Laboratorik
h) Terapi cairan:
Terapi Insulin
pertama, periksa dulu status hidrasi; jika baik, infus insulin dapat
digandakan tiap jam sampai tercapai penurunan glukosa yang stabil
antara 50 dan 75 mg/jam dicapai.
Ketika glukosa plasma mencapai 250 mg/dl untuk KAD atau
300 mg/dl untuk SHH, mungkin dosis insulin perlu diturunkan
menjadi 0.05–0.1 unit· kg-1· h-1 ( 3–6 units/jam), dan dextrose (
5–10%) ditambahkan pada cairan intravena. Sesudah itu, dosis
insulin atau konsentrasi dextrose perlu disesuaikan untuk
memelihara rata-rata kadar glukosa sampai asidosis pada KAD atau
status mental dan hyperosmolaritas pada SHH membaik.5
Ketonemia biasanya lebih lama hilang dibandingkan dengan
hiperglikemia. Pengukuran ß-OHB dalam darah secara langsung
adalah metoda yang lebih disukai untuk pemantauan KAD. Metoda
Nitroprusside hanya mengukur aseton dan asam acetoacetic.
Bagaimanapun, ß-OHB, asam yang paling banyak dan paling kuat
pada KAD, tidaklah terukur dengan metoda nitroprusside. Selama
therapy, ß-OHB dikonversi ke asam asetoacetik, yang membuat para
klinisi percaya bahwa ketosis memperburuk keadaan. Oleh
karena itu, penilaian benda keton dari urin atau serum dengan
metoda nitroprusside tidak digunakan sebagai suatu indikator
terapi.5
Selama terapi untuk KAD atau SHH, darah harus diperiksa tiap
2–4 jam untuk memeriksa elektrolit serum, glukosa, urea-N,
creatinine, osmolaritas, dan pH vena ( untuk DKA). Biasanya,
analisa gas darah tidak perlu dilakukan berulang-ulang ; pH vena
(pada umumnya 0.03 unit lebih rendah dari pH arteri) dan gap anion
dapat diikuti, untuk memonitor resolusi asidosis.5
Pada KAD yang ringan, insulin reguler baik secara subkutan
maupun intramuskular tiap jam adalah sama efektif seperti
pemberian intravena dalam menurunkan glukosa darah dan benda
keton . Pertama-tama diberikan dosis dasar sebanyak 0.4–0.6
units/kg bb, separuh sebagai suntikan bolus intravena, dan setengah
36
secara subkutan atau intramuskular . Sesudah itu, 0.1 unit· kg-1· h-1
insulin reguler diberi secara subkutan atau intramuscular.5
Kriteria untuk resolusi KAD meliputi kadar glukosa < 200 mg/dl,
bikarbonat serum > 18 mEq/l, dan pH vena > 7.3. Bila KAD
membaik, dan pasien masih NPO (Nothing Per Oral), insulin
intravena yang kontinyu dan penggantian cairan dilanjutkan dan
ditambah dengan suplemen insulin subcutan sesuai kebutuhan tiap 4
jam.5
Ketika pasien sudah bisa makan, jadwal multiple-dose harus
dimulai menggunakan kombinasi insulin kerja pendek/singkat
dengan insulin kerja menengah atau lama untuk mengendalikan
glukosa plasma. Pemberian insulin intravena tetap diberikan untuk
1–2 jam setelah regimen campuran insulin dimulai untuk
memastikan hormon insulin plasma cukup. Suatu penghentian
mendadak insulin intravena dengan penundaan insulin subcutan
akan memperburuk keadaan; oleh karena itu, perlu diberikan
insulin intravena dan inisiasi subkutan secara bersamaan.5
Pasien yang telah diketahui menderita diabetes dapat diberikan
insulin dengan dosis seperti sebelum mereka terkena serangan KAD
atau SHH dan jika dibutuhkan dilakukan penyesuaian. Pada pasien
diabetes yang baru, total insulin awal mungkin berkisar antara 0.5–
1.0 unit· kg - 1· day-1, dibagi menjadi sedikitnya dua dosis dalam
bentuk campuran insulin kerja pendek dan panjang sampai mencapai
suatu dosis optimal yang diinginkan.Akan tetapi perlu diingat bahwa
dosis insulin ini sangat individual. Pada akhirnya, ada penderita-
penderita DM tipe 2 yang bisa diberi obat antihiperglikemia oral
dan pengaturan diit. 5
Kalium
Bikarbonat
Fosfat
makanan manis yang juga tinggi lemak (seperti es krim) dapat > 100
mg/dL) monitor kadar glukosa secara reguler.4
6) Setelah poin no (5) dilakukan 3 kali berturut-turut hasil GDS > 100
mg/dl, lakukan pemantauan GDS setiap 4 jam dengan protokol no (5).
7) Bila GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale
setiap 6 jam: GDS < 200 mg/dl, jangan berikan insulin GDS 200-250
mg/dl, berikan 5 unit insulin GDS 250-300 mg/dl, berikan 10 unit
insulin GDS 300-350 mg/dl, berikan 15 unit insulin GDS > 350 mg/dl,
berikan 20 unit insulin.
8) Bila hipoglikemia belum teratasi, pertimbangka pemberian antagonis
insulin, seperti: Deksametason 10 mg IV bolus, dilanjutkan 2 mg tiap 6
jam dan Manitol 1,5-2 g/KgBB IV setiap 6-8 jam. Cari penyebab lain
penurunan kesadaran.
c. Komplikasi kronik
1. Komplikasi Mikrovaskular
a) Retinopati diabetik
Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang
progresif yang merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan
kebocoran protein-protein serum dalam jumlah besar.
Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam
korpus vitreum yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi maka
bisa terjadi perdarahan masif yang berakibat penurunan penglihatan
mendadak. Hal tersebut pada penderita DM bisa menyebabkan
kebutaan.6
42
b) Nefropati diabetik
Nefropati diabetik adalah penyebab utama penyakit ginjal
stadium akhir di seluruh dunia dan berhubungan dengan
peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Manifestasi klinis awal
adalah mikroalbuminuria. Setelah terdeteksi adanya
mikroalbuminuria, laju perkembangan dari penyakit ginjal stadium
akhir dan penyakit kardiovaskular dapat ditunda oleh manajemen
tekanan darah, glukosa, dan lipid.6
Nefropati diabetik ditandai dengan albuminura menetap > 300
mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan
dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria akibat
hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus.6
Nefropati diabetik juga sering didefinisikan sebagai sebuah
sindroma klinis yang ditandai dengan albuminuria persisten (> 300
mg / d atau > 200 mcg / min) yang dikonfirmasi sedikitnya 2 kali
berturut-turut dalam 3-6 bulan terpisah, adanya penurunan laju
filtrasi glomerolus (LFG). Progresi umum dari mikroalbuminuria
menjadi nefropati menyebabkan banyak yang menganggap
mikroalbuminuria sebagai tanda nefropati tahap awal. Kelainan
ginjal sering terjadi sekunder pada penderita diabetes yang lama
terutama penderita diabetes tipe I. Secara klinis nefropati diabetik
ditandai dengan adanya peningkatan proteinuria yang progresif,
penurunan LFG, hipertensi, dan risiko tinggi untuk menderita
penyakit kardiovaskular.6
Perjalanan alamiah nefropati diabetik merupakan sebuah
proses dengan progresivitas bertahap setiap tahun. Diabetes fase
awal ditandai dengan hiperfiltrasi glomerulus dan peningkatan
LFG. Hal ini berhubungan dengan peningkatan perkembangan sel
dan ekspansi ginjal, yang mungkin dimediasi oleh hiperglikemia.
Mikroalbuminuria biasanya terjadi setelah 5 tahun menderita
penyakit Diabetes tipe 1 sedangkan nefropati yang ditandai dengan
ekskresi protein urin lebih dari 300 mg/hari, biasanya terjadi dalam
43
2. Komplikasi Makrovaskular
b) Stroke
Aterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas kedua
tersering pada penderita diabetes. Kira-kira sepertiga penderita
stroke juga menderita diabetes. Stroke lebih sering timbul dan
dengan prognosis yang lebih serius untuk penderita diabetes.
Akibat berkurangnya aliran atrteri karotis interna dan arteri
vertebralis timbul gangguan neurologis akibat iskemia, berupa:
1) Pusing, sinkop
2) Hemiplegia: parsial atau total
3) Afasia sensorik dan motorik
4) Keadaan pseudo-dementia.6
c) Penyakit pembuluh darah
Proses awal terjadinya kelainan vaskuler adalah adanya
aterosklerosis, yang dapat terjadi pada seluruh pembuluh darah.
Apabila terjadi pada pembuluh darah koronaria, maka akan
meningkatkan risiko terjadi infark miokar, dan pada akhirnuya
terjadi payah jantung. Kematian dapat terjadi 2-5 kali lebih besar
pada diabetes disbanding pada orang normal. Risiko ini akan
meningkat lagi apabila terdapat keadaan keadaan seperti
dislipidemia, obes, hipertensi atau merokok. Penyakit pembuluh
darah pada diabetes lebih sering dan lebih awal terjadi pada
penderita diabetes dan biasanya mengenai arteri distal (di bawah
lutut). Pada diabetes, penyakit pembuluh darah perifer biasanya
terlambat didiagnosis yaitu bila sudah mencapai fase IV. Faktor
factor neuropati, makroangiopati dan mikroangiopati yang disertai
infeksi merupakan factor utama terjadinya proses gangrene
diabetik. Pada penderita dengan gangrene dapat mengalami
amputasi, sepsis, atau sebagai factor pencetus koma, ataupun
kematian.6
45
DAFTAR PUSTAKA