Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Saat ini, kebutuhan listrik telah menjadi kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan
listrik sendiri didasari oleh keinginan manusia untuk melakukan aktivitas lebih
mudah dan meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhan listrik
tersebut, Indonesia sebagai negara yang berpenduduk 237 juta jiwa memanfaatkan
berbagai sumber energi [1].
Berdasarkan Statistik Perusahaan Listrik Negara (PLN) tahun 2013, total
produksi listrik di Indonesia sebesar 216.189 GWh, sedangkan total kebutuhan
listrik di Indonesia sudah mencapai 187.541 GWh. Berdasarkan Tabel 1.1,
diketahui bahwa setiap tahunnya kebutuhan listrik Indonesia mengalami
peningkatan dari tahun 2004 sampai 2012,. Pada tahun 2010 hingga 2012, nilai
pertumbuhan kebutuhan listrik per tahunnya rata-rata sebesar 8,94 %, sedangkan
nilai pertumbuhan produksi listrik per tahunnya rata-rata sebesar 9,08 % [2].

Tabel 1.1. Perkembangan Neraca Listrik Domestik Indonesia [2].

1
2

Tabel 1. 2. Bauran Produksi Listrik per Jenis Pembangkit [2].

Dalam produksi listrik tersebut, Indonesia telah memanfaat berbagai macam


pembangkit listrik. Berdasarkan Tabel 1.2, terdapat beberapa pembangkit yang
sudah terbangun dan beroperasi di Indonesia diantaranya PLTA, PLTP, PLTU,
PLTG, PLTGU, PLTD, PLTS, PLTB dengan total produksi 183.366 GWh pada
tahun 2011. Pada tabel tersebut, Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP)
menempati urutan keempat dengan daya produksi rerata dari tahun 2005 sampai
2011 sebesar 8088,01 GWh [2].
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) adalah salah satu sumber
energi alternatif yang memanfaatkan sumber tenaga (panas) dari bawah permukaan
bumi/manifestasinya untuk membangkitkan listrik. PLTP memiliki potensi yang
besar di Indonesia yaitu sebesar 16,5 GW dan kini telah dibangun sebanyak 1343,5
MW [2]. Selain dalam rangka memenuhi kebutuhan eletrifikasi di Indonesia,
pembangunan PLTP gencar dilakukan oleh pemerintah karena Indonesia memiliki
target mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 26% pada tahun 2020. Sebagai
salah satu pembangkit listrik dengan sumber energi alternatif, PLTP juga memiliki
keunggulan pada minimnya limbah dan rendahnya efek rumah kaca yang
dihasilkan.
3

Akan tetapi dalam pengembangan panas bumi di Indonesia, terdapat beberapa


kendala yang memperlambat proses pembangunan PLTP itu sendiri. Kendala
tersebut diantaranya:
1. Harga modal PLTP di Indonesia masih terbilang mahal, hal ini
dikarenakan PLTP letaknya di area pegunungan, aksesibilitasnya rendah,
sehingga perlu pembangunan fasilitas yang lengkap. Harga eksplorasi dan
pemetaan potensi yang mahal dan beresiko gagal tinggi.
2. Masih belum banyak investor yang tertarik mengembangkan PLTP karena
PLTP memiliki resiko kegagalan yang tinggi, biaya investasi tinggi dan
harga penjualan masih terbilang rendah, proses perizinan yang cukup
rumit, dan waktu dari awal pengecekan potensi hingga balik modal sangat
lama.
3. Penolakan dari masyarakat lokal yang diwarnai isu politik setempat. Isu
yang terjadi dari isu keuntungan lokal yang diperoleh baik uang/pekerjaan
atau material lainnya, isu cadangan air sumur dan isu keamanan.
4. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah belum sinergi dalam
pelaksanaan pengembangan Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas
bumi.

Dengan adanya kendala-kendala tersebut, pemerintah telah berusaha dengan


baik melaksanakan kerja sama dengan perusahaan pembangkit yang sudah ada
untuk menciptakan iklim yang baik dalam bisnis panas bumi. Salah satu program
pemerintah untuk menarik banyaknya investor di bidang pertambangan panas bumi
ialah dengan pemberlakuan feed in tariff nasional.
Feed in tariff tahun 2014 menyatakan bahwa harga maksimum untuk jual
beli listrik dari panas bumi diatur berdasarkan wilayah kerjanya. Wilayah ini dibagi
menjadi Wilayah I, II dan III. Wilayah I: Sumatera, Jawa, dan Bali. Wilayah II:
Sulawesi, NTT, NTB, Maluku, Halmahera, Irian Jaya, dan Kalimantan. Wilayah III
adalah wilayah I dan II yang terisolasi dan sebagian besar kebutuhan listriknya
berasal dari pembangkit listrik tenaga bahan bakar minyak. Tabel 1.2. menjabarkan
4

harga maksimum penjualan listrik dari feed in tariff berdasarkan Peraturan Menteri
ESDM no 17 tahun 2014 [3].

Tabel 1.3. Harga Patokan Tertinggi Feed in Tariff Panas Bumi Indonesia [3].

Melalui Feed in Tariff ini diharapkan dapat menarik banyak investor yang
terjun untuk membantu pemerintah membangun PLTP lainnya di seluruh wilayah
kerja yang ada.
Selain itu dengan adanya koordinasi bersama Kementerian Kehutanan,
pemerintah saat ini lebih mempermudah izin pelaksanaan eksplorasi pada WKP
Panas Bumi demi meningkatkan iklim usaha panas bumi.
Berdasarkan segi teknisnya, area pengembangan geothermal terdiri dari dua
bagian utama yaitu lahan uap (steam field) dan pembangkit (PLTP). Lahan uap
adalah bagian dari area pengembangan dimana uap panas bumi dikumpulkan dari
setiap sumurnya dan didistribusikan menuju pembangkit melalui jalur perpipaan,
sedangkan pembangkit (PLTP) adalah bagian dari area pengembangan dimana uap
diproses untuk menghasilkan listrik yang dapat dijual.
Pada umumnya, uap yang diproduksi dari sumur-sumur di Indonesia dalam
bentuk uap kering (superheated steam) atau uap basah. Uap kering adalah jenis uap
yang baik karena dapat menghasilkan listrik lebih banyak dibandingkan uap basah,
karena air bawaannya tidak dimanfaatkan untuk menjadi listrik dan sejauh ini masih
dibuang saja.
5

Untuk dibangkitkan menjadi energi listrik, uap tersebut kemudian dialirkan


melalui jalur perpipaan yang panjang ke area produksi dan proses di PLTP.
Sebelum masuk ke PLTP, uap yang dari sumur berbeda-beda akan disatukan di
header.
Pada awal sistem pembangkitan, uap dipisahkan terlebih dahulu oleh
separator. Separator berfungsi untuk menjaga kualitas uap dari air yang berlebih.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi efek buruk pada instrumen di PLTP seperti
korosi turbin. Setelah melalui separator, uap akan dialirkan ke demister yang
berguna untuk menangkap butiran-butiran air dalam uap agar memastikan uap yang
masuk ke turbin benar-benar kering 100%. Kemudian, uap tersebut masuk ke dalam
turbin untuk diubah dari energi mekanik uap menjadi energi mekanik shaft. Setelah
itu generator akan menerima energi mekanik shaft dan mengubahnya menjadi
energi listrik. Kemudian uap yang telah melalui turbin pun dialirkan menuju
kondenser untuk didinginkan dan dipisahkan dari non condansable gas (NCG)
dengan tarikan sistem ekstraksi gas, lalu didinginkan kembali oleh udara
lingkungan melalui menara pendingin sebelum diinjeksikan kembali ke dalam
bumi. Rangkaian proses tersebut tergambar dalam Gambar 1.1. yang merupakan
rangkaian proses PLTP secara umum di Indonesia.

Gambar.1.1. Diagram Proses PLTP secara Umum di Indonesia [4].


6

Dalam pembangunan sistem PLTP dibutuhkan 5 tahapan, yaitu perencanaan


proyek, desain dasar, desain rinci, spesifikasi kontruksi, pembangunan hingga start
up.
Perencanaan proyek diawali dengan studi potensi panas bumi dari penelitian
terhadap sistem panas bumi dan reservoirnya, kualitas uap, kelayakan terhadap
lingkungannya, kelayakan jalur transmisi listrik yang akan menerima pasokan
listrik dari PLTP dan juga keekonomisan dari sistem PLTP yang akan dibangun.
Setelah itu diadakan studi dasar melalui desain dasar PLTP. Desain dasar
secara teknis berpacu pada keadaan termodinamika yang berlangsung pada proses-
proses di dalam sistem PLTPnya. Pada desain ini akan dibahas mengenai siklus
termodinamikanya, model PLTP, neraca energi dan massa serta memperkirakan
kinerja sistem PLTP yang akan dibangun. Pada intinya, desain ini memberikan
gambaran mengenai sistem yang akan berjalan.
Desain rinci merupakan salah satu langkah penentuan semua spesifikasi
teknis untuk komponen yang diperlukan pada PLTP, misalkan alat proses,
instrumentasi, pengatur transmisi listrik dan juga komponen pelengkap lainnya.
Spesifikasi teknis yang dilakukan adalah analisis penentuan standard, schedule,
jenis, codes, dan juga ukuran yang sesuai pada komponen [5].
Spesifikasi Konstruksi dilakukan untuk menjelaskan teknis desain secara
keseluruhan dan juga pembangunannya. Dalam proyek panas bumi, dilakukan
penjadwalan pembangunan yang teratur dan juga biaya dan rancang bangun
kontruksinya meliputi desain kontrol sistem PLTP, biaya resikonya dan juga analisa
aktivitas PLTPnya [5].

Gambar 1.2. Peta Perencanaan Pembangunan PLTP [5].


7

PLTP termasuk sistem pembangkit termal terbuka dimana sistem ini


menerima energi masukan berupa uap panas dan mengeluarkan energi kembali ke
asalnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu melalui
sumur reinjeksi, secara tidak langsung yaitu melalui sistem pendingin yang
membuang energi ke udara. Sistem PLTP terdiri dari alat proses, dimana proses
termodinamik terjadi. Terdapat perpindahan massa, energi dan kualitas energi
(eksergi) yang dapat diketahui di setiap alatnya. Sehingga dari sini, kita dapat
memodelkan neraca massa, energi dan eksergi dalam suatu model PLTP guna
meninjau apakah sistem PLTP yang dibangun itu sudah merupakan model yang
terbaik.
Dalam penelitian ini akan dianalisis sistem PLTP Unit Pengembangan di
Area Geothermal Kamojang berdasarkan massa dan energinya guna
menggambarkan keadaan dan proses di dalamnya dalam berbagai model
pembebanan dan variasi model NCG. Analisa termodinamika ini berdasarkan pada
hukum termodinamika yang pertama. Selain memberi gambaran proses dan
keadaan dalam berbagai model pembebanan, dilakukan juga analisa performansi
dari nilai efisiensi eksergetik dari sistem PLTP dalam variasi model pembebanan
yang sama. Analisa eksergi ini berdasarkan pada hukum termodinamika kedua yaitu
dengan metode analisis eksergi.
Dalam penelitian kali ini PLTP yang menjadi objek analisa termodinamika
dan permodelannya adalah PLTP Unit Pengembangan milik PT. Pertamina
Geothermal Energy di Area Geothermal Kamojang, Garut, Jawa Barat. PLTP ini
diharapkan dapat dibangun dan menambah pasokan listrik untuk kebutuhan listrik
Jawa – Madura – Bali.

I.2. Perumusan Masalah


Perumusan masalah pada penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Permodelan PLTP dengan sistem ekstraksi gas apakah yang menghasilkan
kinerja paling baik secara termodinamik?
2. Bagaimana pengaruh variasi sistem gas ekstraksi, kadar NCG, model
pembebanan dan suhu lingkungan terhadap kinerja sistem PLTP?
8

3. Bagaimana analisis perkiraan kinerja setiap komponen berdasarkan


analisis eksergi?

I.3. Batasan Masalah


Model sistem PLTP Unit Pengembangan di Area Geothermal Kamojang
yang akan dibangun memiliki kapasitas daya sebesar 35 MW. Sistem PLTP Unit
Pengembangan di Area Geothermal Kamojang dimodelkan dalam kondisi tunak
(steady) dengan laju aliran massa dalam sistem tetap. Data masukan yang digunakan
dalam pemodelan adalah data-data dari PT Pertamina Geothermal Energy dan
beberapa literatur.
Dalam penelitian ini, analisis termodinamik hanya dibatasi dengan membahas
pengaruh variasi kandungan NCG, jenis sistem ekstraksi gas, beban operasional dan
suhu lingkungan terhadap hasil kinerja sistem PLTP. Tiga model sistem ekstraksi
gas yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem dual Steam Jet Ejector (SJE),
dual Liquid Ring Vacuum Pump (LRVP) dan hybrid (SJE – LRVP). Variasi kadar
NCG dimodelkan dari 1%, 2%, 3%, 4% dan 5% dari total laju massa uap yang
masuk ke dalam sistem (laju massa sesaat sebelum masuk turbin). Variasi beban
operasional dari 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%, sedangkan untuk variasi suhu
lingkungan dibatasi pada tinjauan suhu lingkungan 16 sampai 25 oC.
Permodelan menggunakan Cycle Tempo 5.0 dan dalam permodelan ini tidak
dapat dimodelkan pengaruh nilai NCG terhadap nilai entalpi masukan turbin dan
tidak dapat dimodelkan kompresi isotermal pada LRVP.
Penelitian ini tidak akan membahas sistem panas bumi (reservoir) pada bawah
tanahnya, akan tetapi terdapat penjelasan singkat mengenai sistem panas bumi
dalam tujuan untuk membahas adanya pengaruh parameter fisis pada sistem panas
bumi (reservoir) terhadap sistem pembangkitan listrik. Parameter fisis tersebut
disebut dengan kualitas uap. Kualitas uap disini dibatasi hanya pada nilai derajat
kekeringan uap (Steam – Water Ratio) dan kadar NCG yang terkandung di dalam
uap. Pembahasan terkait pengaruh Total Dissolved Solid (TDS) dan reaksi kimiawi
yang terjadi pada uap berada di luar bahasan dari penelitian ini. Selain itu NCG akan
dibatasi hanya pada kadar pada dua jenis gas dengan fraksi massa tertinggi,
9

sedangkan lainnya akan dimasukkan pada jenis gas yang paling tinggi fraksi
massanya.
Batas sistem PLTP yang dikaji terletak tepat pada permukaan dinding pipa
dan dinding komponen dalam sistem PLTP Unit Pengembangan di Area
Geothermal Kamojang. Apabila ada bagian komponen yang terbuka dan
berinteraksi langsung dengan lingkungan maka akan dianggap sistem tersebut
menuju heat sink. Batas sistem pada komponen yang terbuka tersebut adalah fluida
(baik berupa udara, air, uap atau gas/cairan lainnya) yang segaris dengan batas
terluar bagian komponen tersebut. Selain itu pengaruh pressure loss antar alat
proses di dalam sistem PLTP diabaikan karena nilainya terlalu kecil. Lain halnya di
area steam field, pressure loss tidak diabaikan karena sangat berpengaruh kepada
nilai suhu dan kualitas uap sebelum masuk turbin. Dalam penelitian ini pressure
loss tersebut akan dianggap terakumulasi pada titik tertentu (node) pada jalur pipa
tertentu.
Analisis termodinamika yang dikaji meliputi neraca massa, energi dan eksergi
dari sistem PLTP Unit Pengembangan di Area Geothermal Kamojang. Dalam
neraca massa, massa yang keluar di sepanjang jalur perpipaan melalui steam trap
tidak disimulasikan karena jumlahnya yang sangat kecil dibandingkan aliran massa
sistem (uap) sehingga dapat diabaikan. Dalam neraca energi, energi yang hilang ke
lingkungan di sepanjang jalur pipa dan alat proses diabaikan, kecuali pada cooling
tower karena memang proses disana adalah hasil interaksi antara sistem dengan
lingkungan.
Energi dalam sistem PLTP Unit Pengembangan di Area Geothermal
Kamojang terdiri dari eksergi dan anergi. Eksergi adalah sejumlah energi yang
dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan kerja sedangkan anergi adalah sejumlah
energi yang secara alami berada lingkungan akan tetapi tidak dapat dimanfaatkan
untuk menjadi suatu energi kerja apapun oleh manusia.
Dalam analisa eksergi, eksergi yang keluar dari sumur di steam field akan
diasumsikan sebagai eksergi input awal dalam sistem PLTP Unit Pengembangan di
Area Geothermal Kamojang, sedangkan daya keluaran dari generator yang dialirkan
ke sistem distribusi PLN diasumsikan sebagai eksergi keluaran dari sistem PLTP
10

Unit Pengembangan di Area Geothermal Kamojang. Penelitian ini difokuskan pada


analisis massa, energi dan eksergi dengan tidak memandang eksergoekonomiknya.
Jenis eksergi yang digunakan adalah eksergi termomekanik. Dalam evaluasi
sistem PLTP Unit Pengembangan di Area Geothermal Kamojang ini diasumsikan
bahwa nilai eksergi kinetik dan potensial pada jalur perpipaan jauh lebih kecil
daripada nilai eksergi termomekanik dalam suatu proses sehingga dapat diabaikan
nilainya. Nilai kehilangan eksergi yang disebabkan oleh beda potensial di sistem
perpipaan tidak dimasukkan dalam hitungan dikarenakan topografi perpipaan
berbeda-beda, jenis dan ukuran juga sangat variatif.
Pada penelitian ini, eksergi tinjauan sistem adalah eksergi fisika sedangkan
eksergi kimiawi dapat diabaikan. Hal ini dikarenakan sangat kecil kemungkinan
terjadinya proses kimiawi yang terjadi dalam sistem PLTP Unit Pengembangan
Kamojang. Tekanan dan suhu lingkungan yang menjadi acuan analisis eksergi
adalah 0,85 bar dan 20 oC. Terkait dengan penelitian ini lebih lanjut, asumsi dan
batasan tambahan untuk setiap model sistem akan dijelaskan lebih lengkap pada
Bab IV.

I.4. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Mengetahui pengaruh variasi sistem ekstraksi gas, variasi kandungan
NCG, variasi pembebanan dan variasi lingkungan terhadap kinerja sistem
PLTP.
b. Menentukan sistem PLTP dengan sistem ekstraksi gas apa yang
memberikan hasil kinerja terbaik.
c. Mendapatkan data perkiraan kerja komponen berdasarkan analisis eksergi
sistem.

I.5. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan manfaat di bidang
pembangkitan listrik khususnya panas bumi serta memberikan referensi dalam
menentukan jenis PLTP yang tepat dan penjelasan bagaimana pengaruh dari
beberapa variasi model terhadap kinerja sistem PLTP Unit Pengembangan di Area
11

Geothermal Kamojang ke depannya. Selain itu juga dapat menjadi referensi PT


Pertamina Geothermal Energy dalam perencanaan pembangunan PLTP ke
depannya.
12

Anda mungkin juga menyukai