Anda di halaman 1dari 12

ADAB MENUNTUT ILMU

‫سونَهُ َب ْينَ ُه ْم‬ َ َ‫َّللاِ َويَتَد‬


ُ ‫ار‬ ‫اب ه‬ َ َ ‫َّللاِ َيتْلُونَ ِكت‬
‫ت ه‬ِ ‫ت ِم ْن بُيُو‬ ٍ ‫اجت َ َم َع قَ ْو ٌم ِفى َب ْي‬ ْ ‫َو َما‬
‫الر ْح َمةُ َو َحفهتْ ُه ُم ْال َمالَ ِئ َكةُ َوذَ َك َر ُه ُم ه‬
ُ‫َّللا‬ ‫س ِكينَةُ َو َغ ِشيَتْ ُه ُم ه‬
‫ت َعلَ ْي ِه ُم ال ه‬ ْ َ‫ِإاله نَزَ ل‬
‫ِفي َم ْن ِع ْندَه‬
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid)
membaca Kitabullah dan saling mempelajarinya, melainkan akan turun kepada mereka sakinah
(ketenangan), mereka akan dinaungi rahmat, mereka akan dilingkupi para malaikat dan Allah
akan menyebut-nyebut mereka di sisi para makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya” (HR. Muslim
no. 2699).

Makna dari ُ‫“ َو َحفَّتْ ُه ُم ا ْل َمالَئِكَة‬mereka akan dilingkupi para malaikat“, dijelaskan oleh Al Mula Ali
Al Qari:

‫ِير ْال ُمؤْ نَ ِة ِبال ه‬


َ ‫س ْعي ِ فِي‬
‫طلَ ِب ِه‬ ُ ‫َم ْعنَاهُ ْال َمعُونَةُ َوت َ ْيس‬
“Maknanya mereka akan ditolong dan dimudahkan dalam upaya mereka menuntut ilmu”
(Mirqatul Mafatih, 1/296).

Diantara sekian banyak nikmat Allah yang telah kita rasakan, ada satu nikmat yang
melandasi datangnya nikmat-nikmat yang lain, yaitu ilmu. Sebab dengan ilmu, seseorang akan
dapat memahami berbagai hal dan karena ilmu juga, seseorang akan mendapatkan kedudukan
yang lebih tinggi di sisi Allah, juga di kalangan manusia. Terutama jika disertai dengan
keimanan dan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Baik dia seorang budak atau orang
merdeka; seorang bawahan atau atasan; seorang rakyat jelata ataupun para raja.

 Memurnikan niat hanya untuk Allah dalam menutudan mencari ilmu


 Cara agar ikhlas dalam menuntut ilmu
1. Mengetahui bahwa menutut ilmu itu perintah Allah dan RasulNya
2. Niatkan untuk mengusir kebodohan dari diri sendiri dan orang lain
3. Niatkan untuk menjaga agama
4. Niatkan untuk mengamlkan
 Tanda ikhlas

o Membuahkan ilmu yang bermanfaat


َ ‫ فَك‬،‫اب أ َ ْرضًا‬
‫َان ِم ْن َها‬ َ ‫ص‬َ َ ‫ير أ‬ ِ ‫ َك َمث َ ِل الغَ ْي‬،‫َّللاُ ِب ِه ِم َن ال ُهدَى َوال ِع ْل ِم‬
ِ ِ‫ث ال َكث‬ َّ ‫َمث َ ُل َما بَعَثَنِي‬
َ ِ‫ْب ال َكث‬
‫ير‬ َ ‫ت الك َََلَ َوالعُش‬ ِ َ‫ قَبِل‬،ٌ‫نَ ِقيَّة‬
ِ َ ‫ فَأ َ ْنبَت‬،‫ت ال َما َء‬

“Permisalan petunjuk dan ilmu yang Allah utus diriku dengan membawa keduanya sebagaimana
permisalan hujan lebat yang membasahi bumi. Diantara tanah yang diguyur air hujan, ada
tanah yang subur, yang menyerap air sehingga dapat menumbuhkan tetumbuhan dan
rerumputan yang lebat” (HR. Bukhari)

o Mengamalkan ilmu

‫سأ َ َل … َوع َْن ِع ْل ِم ِه فِي َم فَعَ َل‬ َ ‫ََل ت َ ُزو ُل قَ َد َما‬


ْ ُ‫ع ْب ٍد يَ ْو َم ال ِقيَا َم ِة َحتَّى ي‬
“Tidak akan bergeser dua telapak kaki hamba di hari kiamat sampai ia
ditanya,(salah satunya) tentang ilmunya, apa yang sudah dia amalkan?”

Ketika seseorang memiliki niat yang ikhlas dalam menuntut ilmu, maka ia akan mengerti
bahwa ilmu yang ia cari bukanlah tujuan akhir, tetapi bekal dia untuk beramal sehingga ia akan
berusaha mengamalkan setiap ilmu yang ia miliki. Adapun orang yang niatnya rusak, maka
mengamalkan ilmu bukanlah tujuan yang hendak ia capai. Oleh karena itu, Al Khatib Al
Baghdadi rahimahullah mengatakan, “Seseorang tidak dianggap berilmu selama ia tidak
mengamalkan ilmunya” (Iqtidhaa-ul ‘Ilmi Al ‘Amal hal. 18, dinukil dari Tsamaratul ‘Ilmi Al
‘Amal, hal. 45)

o Terus memperbaiki niat


Orang yang merasa telah ikhlas dalam menuntut ilmu merupakan ciri tidak
ikhlasnya ia dalam menuntut ilmu. Orang yang ikhlas justru terus memperbaiki dirinya
dan meluruskan niatnya dalam setiap amalannya dan tidak merasa dirinya telah ikhlas.
 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

َ‫ضا ِمن‬
ً ‫يب ِب ِه َع َر‬
َ ‫ص‬ ‫َم ْن ت َ َعله َم ِع ْل ًما ِم هما يُ ْبتَغَى ِب ِه َو ْجهُ ه‬
ِ ُ‫َّللاِ َع هز َو َج هل الَ َيت َ َعله ُمهُ ِإاله ِلي‬
‫ف ْال َجنه ِة يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة‬
َ ‫الدُّ ْنيَا لَ ْم يَ ِج ْد َع ْر‬

Siapa menuntut ilmu yang seharusnya ditujukan hanya mengharap wajah Allâh ‘Azza Wa Jalla,
namun ternyata ia tidak menuntut ilmu kecuali untuk mendapatkan sedikit dari kenikmatan
dunia, maka ia tidak akan mencium bau Surga pada hari Kiamat.

(HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban, Shahîh ath-Targhib, no. 105)

 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mewanti-wanti :

ِ ‫ف ِب ِه ُو ُجوهَ النه‬
‫اس‬ ْ َ‫سفَ َها َء أ َ ْو ي‬
َ ‫ص ِر‬ ُّ ‫ى ِب ِه ال‬ ِ ‫ى ِب ِه ْالعُلَ َما َء أ َ ْو ِليُ َم‬
َ ‫ار‬ ِ ‫ب ْال ِع ْل َم ِليُ َج‬
َ ‫ار‬ َ َ‫طل‬ َ ‫َم ْن‬
َ ‫َّللاُ النه‬
‫ار‬ ‫إِلَ ْي ِه أ َ ْد َخلَهُ ه‬

Siapa menuntut ilmu untuk menandingi para ulama, atau mendebat orang-orang bodoh, atau
memalingkan pandangan-pandangan manusia kepadanya, maka Allâh akan memasukkannya ke
neraka. (HR. At-Tirmidzi, Shahîh at-Targhîb, no. 106)

 Sebagaimana yang dikatakan ‘Amr, “Barangsiapa yang mengatakan dirinya


adalah orang yang berilmu, maka dia adalah orang yang bodoh”. Ibnu Rajab
mengatakan, “Orang yang jujur akan merasa takut dirinya tertimpa
kemunafikan dan takut mengalami su-ul khatimah” (lihat Fadhlu ‘Ilmis Salaf
‘alal Khalaf, hal. 30-31)
 Sufyan Ats Tsauriy berkata,

‫ي‬
‫ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي ألنها تتقلب عل ه‬

“Aku tidaklah pernah mengobati sesuatu yang lebih berat daripada memperbaiki
niatku. Karena niatku dapat terus berbolak-balik.”
o Semakin tunduk dan takut kepada Allah Ta’ala.

‫َّللاَ ِم ْن ِعبَا ِد ِه ا ْلعُلَ َما ُء‬


َّ ‫إِنَّ َما يَ ْخشَى‬

“Sesungguhnya yang yang takut kepada Allah diantara para hamba-Nya hanyalah orang yang
berilmu” (QS. Fathir : 28)

o Membenci pujian dan ketenaran

َ ‫علَّ َمهُ َوقَ َرأ َ ا ْلقُ ْر‬


َ‫ فَ َما ع َِم ْلت‬:‫ قَا َل‬،‫ فَأُتِ َي ِب ِه فَعَ َّرفَهُ نِعَ َمهُ فَعَ َرفَ َها‬،‫آن‬ َ ‫ َو‬،‫َو َر ُج ٌل تَعَلَّ َم ا ْل ِع ْل َم‬
َ ‫علَّ ْمتُهُ َوقَ َرأْتُ فِيكَ ا ْلقُ ْر‬
‫ َولَ ِكنَّكَ تَعَلَّ ْمتَ ا ْل ِع ْل َم‬، َ‫ َكذَ ْبت‬: ‫ قَا َل‬،‫آن‬ َ ‫ َو‬،‫تَعَلَّ ْمتُ ا ْل ِع ْل َم‬: ‫فِي َها؟ قَا َل‬
‫علَى َو ْج ِه ِه‬
َ ‫ب‬ ُ َ‫ ث ُ َّم أ ُ ِم َر بِ ِه ف‬،‫ فَقَ ْد قِي َل‬،‫ئ‬
َ ‫س ِح‬ َ ‫ َوقَ َرأْتَ ا ْلقُ ْر‬،‫ عَا ِل ٌم‬:‫ِليُقَا َل‬
ٌ ‫ ُه َو قَ ِار‬:‫آن ِليُقَا َل‬
‫َحتَّى أ ُ ْل ِق َي ِفي النَّ ِار‬

“Seseorang yang menuntut ilmu, mengajarkannya, dan membaca Al Qur’an. Lalu ia


didatangkan dan dipaparkan kepadanya segala nikmat yang telah ia raih, lantas ia
mengakuinya. Lalu ia ditanya, “Apa yang sudah kamu lakukan terhadap nikmat tersebut?”. Ia
menjawab, “Aku menuntut ilmu juga mengajarkannya, aku juga membaca Al Qur’an karena-
Mu”. Lalu dikatakan padanya, “Kamu dusta! Kamu itu menuntut ilmu supaya dijuluki sebagai
orang yang berilmu! Kamu juga membaca Al Qur’an karena ingin dikenal sebagai qari! Dan
kamu pun telah mendapatkannya!”. Lalu orang tadi diseret di atas wajahnya lalu dilempar ke
neraka” (HR. Muslim)

o Semakin tawadhu’ di hadapan manusia


Ibnu Rajab mengatakan, “Di antara tanda orang yang memiliki ilmu yang bermanfaat adalah ia
tidak memandang dirinya memiliki status atau kedudukan khusus. Hatinya membenci
rekomendasi dan sanjungan orang. Ia juga tidak takabbur di hadapan orang lain” (Fadhlu
‘Ilmis Salaf ‘alal Khalaf, hal. 31)
 Mengetahui keutamaan dan pentingnya ilmu syar’i

1. lmu Menyebabkan Dimudahkannya Jalan Menuju Surga

Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ط ِر ْيقًا ِإلَى ْال َجنه ِة‬ َ ،‫س ِف ْي ِه ِع ْل ًما‬


َ ‫س هه َل هللاُ لَهُ ِب ِه‬ ُ ‫ط ِر ْيقًا َي ْلت َ ِم‬
َ ‫سلَ َك‬
َ ‫َم ْن‬

“Barang siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu padanya, Allah akan memudahkan baginya
jalan menuju surga.” (HR. Muslim).

2. Ilmu Adalah Warisan Para Nabi

Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh hadits,

،‫ َولَ ِك ْن َو هرث ُ ْوا ْال ِع ْل َم‬،‫َارا َو َال د ِْرهَا ًما‬


ً ‫اء َو ِإ هن ْاأل َ ْنبِيَا َء لَ ْم يُ َو ِ ِّرث ُ ْوا ِد ْين‬ ِ َ‫ا َ ْلعُلَ َما ُء َو َرثَةُ ْاأل َ ْنبِي‬
‫فَ َم ْن أ َ َخذَهُ أ َ َخذَ ِب َحظٍ ِّ َوا ِف ٍر‬

“Para ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar
ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu. Maka dari itu, barang siapa mengambilnya, ia telah
mengambil bagian yang cukup.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah; dinyatakan
shahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6297).

3. Ilmu Akan Kekal Dan Akan Bermanfaat Bagi Pemiliknya Walaupun Dia Telah
Meninggal

Disebutkan dalam hadits,

‫ أ َ ْو َولَ ٍد‬،‫ أ َ ْو ِع ْل ٍم يُ ْنتَفَ ُع ِب ِه‬،ٍ‫ار َية‬ َ :ٍ‫ط َع َع َملُهُ ِإ هال ِم ْن ث َ َالث‬


ِ ‫صدَقَ ٍة َج‬ َ َ‫ان ا ْنق‬
ُ ‫س‬ ِ ْ ‫ات‬
َ ‫اْل ْن‬ َ ‫ِإذَا َم‬
ُ‫عو َله‬ ُ ‫صا ِلحٍ َي ْد‬
َ
“Jika seorang manusia meninggal, terputuslah amalnya, kecuali dari tiga hal: sedekah jariyah,
ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang berdoa untuknya” (HR. Muslim).

4. Kesaksian Allah Ta’ala Kepada Orang-Orang Yang Berilmu

ُ ‫َّللاُ أَنههُ َال ِإ َٰلَهَ ِإ هال ُه َو َو ْال َم َالئِ َكةُ َوأُولُو ْال ِع ْل ِم قَائِ ًما ِب ْال ِق ْس ِط ۚ َال ِإ َٰلَهَ ِإ هال ُه َو ْال َع ِز‬
‫يز‬ ‫ش ِهدَ ه‬ َ
.‫ْال َح ِكي ُم‬

5. Allah Tidak Memerintahkan Nabi-Nya Meminta Tambahan Apa Pun Selain Ilmu

Allah berfirman:

‫َوقُ ْل َربِّ ِ ِز ْد ِني ِع ْل ًما‬

“Dan katakanlah,‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu“. (QS. Thaaha [20] : 114). Ini
dalil tegas diwajibkannya menuntut ilmu.

5. Faham Dalam Masalah Agama Termasuk Tanda-Tanda Kebaikan


Dari Mu’awiyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِ ‫َّللاُ ِب ِه َخي ًْرا يُفَ ِقِّ ْههُ ِفى ال ِد‬


‫ِّين‬ ‫َم ْن يُ ِر ِد ه‬

“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan
memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim No. 1037).

Yang dimaksud faqih dalam hadits bukanlah hanya mengetahui hukum syar’i, tetapi lebih dari
itu. Dikatakan faqih jika seseorang memahami tauhid dan pokok Islam, serta yang berkaitan
dengan syari’at Allah. Demikian dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin
dalam Kitabul ‘Ilmi (hal. 21).

6. Yang Paling Takut Pada Allah Adalah Orang Yang Berilmu

Hal ini bisa direnungkan dalam ayat,


‫َّللاَ ِم ْن ِعبَا ِد ِه ْالعُلَ َما ُء‬
‫إِنه َما يَ ْخشَى ه‬

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sesungguhnya yang paling takut pada Allah dengan takut
yang sebenarnya adalah para ulama (orang yang berilmu). Karena semakin seseorang mengenal
Allah Yang Maha Agung, Maha Mampu, Maha Mengetahui dan Dia disifati dengan sifat dan
nama yang sempurna dan baik, lalu ia mengenal Allah lebih sempurna, maka ia akan lebih
memiliki sifat takut dan akan terus bertambah sifat takutnya.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:
308).

Para ulama berkata,

‫من كان باهلل اعرف كان هلل اخوف‬

“Siapa yang paling mengenal Allah, dialah yang paling takut pada Allah”.

7. Orang yang berilmu termasuk salah satu ulil umri

“Hai orang orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul dan Ulil Amri diaantara kalian”

8. Termasuk salah satu anjuran Rasulullah untuk iri terhadapnya.


9. Orang Yang Berilmu Dikecualikan Dari Laknat Allah

dari Abu Hurairah (wafat th. 57 H) radhi-yallaahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

.‫أَالَ ِإ هن الدُّ ْنيَا َم ْلعُ ْونَةٌ َم ْلعُ ْو ٌن َما فِ ْي َها ِإ هال ِذ ْك ُر هللاِ َو َما َو َاالهُ َو َعا ِلـ ٌم أ َ ْو ُمت َ َع ِلِّ ٌم‬

“Ketahuilah, sesungguhnya dunia itu dilaknat dan dilaknat apa yang ada di dalamnya, kecuali
dzikir kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya, orang berilmu, dan orang yang mempelajari
ilmu.’”

10. Orang Yang Berilmu Akan Allah Angkat Derajatnya


ٍ ‫َّللاُ الهذِينَ آ َمنُوا ِم ْن ُك ْم َوالهذِينَ أُوتُوا ْال ِع ْل َم دَ َر َجا‬
..‫ت‬ ‫… يَ ْرفَعِ ه‬

(QS. Al-Mujadilah [58]: 11).

Allah Subhanahu wa Ta ‘ala berfirman,

‫ير‬
ِ ‫س ِع‬
‫ب ال ه‬ ْ َ ‫َوقَالُوا لَ ْو ُكنها نَ ْس َم ُع أ َ ْو نَ ْع ِق ُل َما ُكنها فِي أ‬
ِ ‫ص َحا‬

“Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu)
niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”. (QS. Al-Mulk
: 10).

11. Ilmu adalah cahaya yang bisa menerangi kegelapan


12. Menuntut Ilmu Adalah Jihad Di Jalan Allah Dan Orang Yang Menuntut Ilmu
Laksana Mujahid Di Jalan Allah Ta’ala

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

َ ‫َم ْن دَ َخ َل َم ْس ِجدَنَا َهذَا ِل َيت َ َعله َم َخي ًْرا أ َ ْو ِليُ َع ِلِّ َمهُ َكانَ َك ْالـ ُم َجا ِه ِد فِ ْي‬
ُ‫ َو َم ْن دَ َخلَه‬،ِ‫س ِب ْي ِل هللا‬
.ُ‫ْس لَه‬َ ‫اظ ِر ِإلَى َما لَي‬ ِ ‫ِلغَي ِْر ذَ ِل َك َكانَ َكالنه‬

“Barangsiapa yang memasuki masjid kami ini (masjid Nabawi) dengan tujuan mempelajari
kebaikan atau mengajarkannya, maka ia laksana orang yang berjihad di jalan Allah Ta’ala. Dan
barangsiapa yang memasukinya dengan tujuan selain itu, maka ia laksana orang yang sedang
melihat sesuatu yang bukan miliknya.”

Allah telah memberikan banyak kenikmatan, jika tidak kita gunakan untuk mempelajari
firman-firmannya maka kita akan menjadi salah satu orang yang menyatakan dan Allah abadikan
dalam surat Al-Mulk ayat 10 di atas. Semoga Allah memberikah taufiq dan hidayah-Nya kepada
kita untuk bisa menuntut ilmu dan mengamalkannya sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam . Aamiin.
 Semagnat dan memiliki keinginan yang kuat dalam perjalanan menuntut ilmu

Menuntut ilmu itu berat. Perlu berbekal minat yang kuat untuk dapat meraih ilmu. Karena,
sebenarnya gerak-gerik manusia dinahkodai oleh minat yang bersemayam hatinya. Kalau
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, membahasakan minat sebagai cinta. Hampir tidak
berbeda, antara minat dan cinta. Beliau pernah menuliskan nasehat yang sangat terkenal,

‫وأصل كل فعل وحركة في العالم من الحب واْلرادة فهو أصل كل فعل ومبدؤه‬

Sumber semua tindakan di alam ini adalah cinta dan keinginan. Dialah asal semua perbuatan
dan juga prinsipnya. (Lihat : Qoidah Fil Mahabbah 2/193. Dikutip dari kitab Mughnil Murid
Jami’ As-syuruh Li Kitab At Tauhid 1/2098)

Tak ada minat yang besar atau rasa haus ilmu yang mendalam, perjuangan seorang dalam
menuntut ilmu tak akan bisa bertahan lama. Ia akan cepat kandas. Ibarat pepatah,

Hangat-hangat tahi ayam…

Bagaimana Menumbuhkan Minat Tinggi dalam Menuntut Ilmu?

Syaikh Sholih Al Ushoimi -hafidzohullah- menjelaskan kiatnya, bahwa seorang akan dapat
menumbuhkan minat yang besar dalam belajar, jika dia melakukan tiga hal ini :

Pertama, semangat juang yang tinggi, dalam meraih segala yang manfaat di dunia dan akhirat.

Kedua, meminta pertolongan kepada Allah agar disukseskan dalam menuntut ilmu.

Ketiga, tidak patah semangat untuk terus berjuang meraih mimpinya.

Tiga hal ini, terkumpul dalam satu sabda yang mulia Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,

…‫ج ْز‬
َ ‫ت َ ْع‬ ‫ َوا ْست َ ِع ْن ِب ه‬، ‫ص َعلَى َما يَ ْنفَعُ َك‬
َ‫اَّللِ َوال‬ ْ ‫احر‬
ِ
“Semangatlah dalam meraih sesuatu yang bermanfaat bagi dirimu, mohonlah pertolongan kepada
Allah dan jangan lemah (mudah putus asa)!”

(HR. Muslim, no. 2664, dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu)

Pesan ini telah dibuktikan oleh para ulama. Sehingga kita dapati petuah-petuah indah dari lisan
mereka yang menguatkan hadis di atas.

Diantaranya Al-Junaid rahimahullah pernah berpetuah,

‫ وإن لم ينله كله نال بعضه‬،‫ما طلب أحد شيئا بجد وصدق إال ناله‬

“Tidaklah seseorang berjuang meraih sesuatu dengan kesungguhan dan kejujuran, melainkan dia
akan dapat memperolehnya. Jika dia tidak dapat meraih seluruhnya, dia akan dapat meraih
sebagiannya.”

Dan, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah juga pernah berpesan dalam kitab Al-Fawaid,

‫ أشرقت األرض بنور‬،‫ وردفه قمر العزيمة‬،‫إذا طلع نجم الهمة في ظالم ليلة البطالة‬
‫ربها‬

“Jika telah terbit ‘bintang’ semangat di gelapnya malam, ditemani oleh ‘rembulan’ tekad, niscaya
keduanya dapat menyinari dunia dengan cahaya Tuhannya.”

Belajar dari Kisah Menuntut Ilmu Para Ulama

Mereka orang-orang yang unggul dalam ilmu dan takwa itu, ternyata hasil dari perjuangan yang
tidak ringan. Siang dan malam tanpa kenal lelah dan putus asa, mereka berjuang mendapatkan
ilmu. Bukti bahwa ambisi mereka besar dalam menuntut ilmu.

Berikut kisah-kisah manusia hebat itu yang ditulis oleh guru kami Syaikh Sholih Al Ushoimi -
hafidzohullah- dalam buku beliau : Khulashoh Ta’dhiimil Ilmi :
 Kisah Imam Ahmad rahimahullah, di masa kecil, sebelum fajar subuh tiba, Ibunya
menyiapkan perlengkapan belajar putra kesayangannya sebelum menghadiri pengajian
para ulama di masanya. Sambil memakaikan baju sang anak, Ibu Imam Ahmad berpesan,

‫حتى يؤذن الناس أو يصبحوا‬

“Tunggulah di masjid (tempat kajian), sampai orang-orang mengumandangkan azan subuh atau
melakukan sholat subuh.

 Khotib al-Baghdadi pernah membaca seluruh isi kitab Shohih Bukhari, di hadapan guru
beliau Ismail Al Hurri, selama 3 pertemuan. Dua diantaranya di dua malam hari, dimulai
dari Maghrib sampai subuh. Kemudian pertemuan ketiga, dari siang hari sampai tiba
waktu Maghrib. Lalu dilanjutkan kembali dari Maghrib sampai subuh.
 Abu Muhammad bin Tabban di awal masa belajarnya, beliau menggunakan seluruh
malam untuk belajar. Sampai Ibu beliau melarang membaca di malam hari, karena
sayang dan ibanya. Abu Muhammad lantas menuruti perintah ibunya. Namun, sebelum
tidur, beliau menyembunyikan lampu sentir di dalam mangkuk besar. Kemudian saat dia
sudah tertidur beberapa saat dan sang Bunda sudah terlelap tidur, beliau nyalakan lampu
itu untuk belajar kembali.

Syaikh Sholih Al Ushoimi -hafidzohullah- menutup kisah-kisah indah di atas dengan ungkapan
yang sangat berkesan,

‫ وال تكن شاب‬،‫ وهامة هامته فوق الثريا سامقة‬،‫فكن رجال رجله على الثرى ثابتة‬
‫ فإن همة الصادق ال تشيب‬،‫البدن أشيب الهمة‬

“Jadilah kamu orang yang kakinya menginjak di muka bumi, akan tetapi cita dan mimpinya
setinggi bintang kejora. Jangan menjadi anak muda yang hanya muda fisiknya, namun tua
semangatnya. Sesungguhnya, tekad yang jujur itu, tidak akan pernah menua (meskipun fisik
sudah menua).”

 Berdo’a kepada Allah agar senantiasa memberikan taufik dalam menimba ilmu
 Senantiasa menghadiri majlis-majlis ilmu

Anda mungkin juga menyukai