Anda di halaman 1dari 24

RANCANGAN STRUKTUR KAYU I

PERENCANAAN KONSTRUKSI KUDA-KUDA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebahagian Syarat-syarat


KurikulumSemester V Jurusan Teknik Sipil
Politeknik Negeri Lhokseumawe

Disusun Oleh :

Nuzul Fadila
NIM 1722401020

Teknik Sipil
Konstruksi Bangunan Gedung

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE

2019

13
14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Uraian Umum

Konstruksi kuda-kuda kayu adalah suatu bahan konstruksi yang tersusun dari
bagian rangka batang kayu yang berfungsi sebagai penahan beban yang bekerja pada
konstruksi tersebut dalam satu kesatuan, yaitu semua batang-batang yang menyusun
kerangka batang saling bekerja sama untuk menahan beban yang bekerja. Batang-
batang tersebut mengalami dua jenis gaya, yaitu gaya tekan dan gaya tarik. Untuk
mengetahui besar dan jenis gaya yang bekerja pada masing-masing batang dapat
digunakan metode ritter, cremona atau penentuan keseimbangan pada titik buhul.

1.2 Dasar Masalah

Konstruksi kuda-kuda mempunyai syarat-syarat yang tidak boleh berubah


bentuk strukturnya sebagai pendukung utama fungsi atap yaitu melindungi penghuni
sekaligus bangunan itu sendiri dari faktor cuaca yang dapat merusak seperti hujan,
angin dan juga terik matahari, untuk itu dipilih susunan bentuk atap yang sering
dijumpai.

Syarat dari konstruksi kuda-kuda yang telah dibuat apalagi dipergunakan


tidak boleh berubah bentuk. Untuk mengatasi hal tersebut maka dipilih bentuk-bentuk
segitiga sehingga menjadi bentuk atap yang didukung kuda-kuda melalui gording
sedapat mungkin diterima tepat pada titik buhul sehingga bentuk konstruksi rangka
batang dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan.
15

1.3 Keuntungan dan Kerugian

Untuk keuntungan dan kerugiannya dari kayu sebagai bahan konstruksi dapat
dipersingkat sebagai berikut :

1. Keuntungannya antara lain :


- Mudah dikerjakan
- Mudah diganti
- Kayu mempunyai kekuatan yang tinggi dan berat rendah
- Kayu mempunyai daya tahan tinggi terhadap pengaruh kimia dan listrik
2. Kerugian antara lain :
- Sifat kurang homogen dengan cacat-cacat alam seperti arah serat yang
berbentuk menamoang, spiral dan diagonal, mata kayu dan sebagianya.
- Kayu dapt memuai dan menyusut dengan perubahan-perubahan
kelembaban dan pada pembebanan waktu yang terlalu lama suatu balok
akan terdapat lendutan yang relatif besar
- Beberapa kayu bersifat kurang awet dalam keadaan-keadaan tertentu.
Dalam perhitungan perencana perlunya pengeringan kayu, penggunaan teknik
pengawetan dan sebagainya. Salah satu sifat kayu yang sering dikemukakan sebagai
suatu kerugian besar dibandingkan dengan baja dan beton adalah kayu dapat terbakar.
Biasanya terdapat penyimpangan-penyimpangan dari ketentuan dan syarat-
syarat yang berlaku, tetapi penyimpangan-penyimpangan ini diusahakn sekecil
mungkin sehingga konstruksi secara teknis dapat dipertanggung jawabkan. Karena
penyimpangan pada umumnya disebabkan oleh keadaan bahan misalnya ukuran
panjangnya dalam mendesain bentuk dari kuda-kuda kayu yang akan kita rencanakan.
Adapun dalam rancangan kuda-kuda kayu ini, perhitungan kuda-kuda
menggunakan bahan dari kayu Seumantok, Kelas kuat I dan alat sambung Baut,
bentang 5 m, kemiringan 50°, dan jarak kuda-kuda 0,975 m.
16

BAB II
DASAR TEORI

2.1 Kuda‐Kuda
Kuda-kuda adalah suatu konstruksi yang tersusun dari bagian rangka
batang baja atau kayu yang berfungsi sebagai penahan beban yang bekerja
pada konstruksi tersebut dalam satu kesatuan, yaitu semua batang-batang yang
menyusun kerangka batang saling bekerja sama dalam satu kesatuan untuk
menahan beban yang bekerja. Batang-batang tersebut mengalami dua jenis
gaya, yaitu gaya tekan dan gaya tarik (hisap). Untuk mengetahui jenis dan
besarnya gaya yang bekerja pada masing-masing batang dapat digunakan
metode Cremona.
Dalam perhitungan kuda-kuda penyelesaiannya tidak terlepas dari
teori-teori dan rumus-rumus yang berkaitan dengan pembebanan, sambungan,
tegangan dan ketelitian dalam perhitungannya. Sebelum memasuki tahap
perhitungan, terlebih dahulu ditentukan besarnya beban yang bekerja pada
konstruksi kuda-kuda tersebut. Perhitungan didasarkan pada besarnya beban
tersebut,sehingga konstruksi dapat mendukung beban yang aman.

2.2 Pembebanan
Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG)
1983, struktur suatu bangunan harus direncanakan menurut kekuatannya
terhadap pembebanan-pembebanan oleh beban mati, beban hidup dan beban
angin. Untuk konstruksi kuda-kuda tidak dipengaruhi oleh beban gempa.
Kombinasi pembebanan yang harus ditinjau dalam perencanaan kuda-
kuda adalah beban tetap dan beban sementara. Adapun yang dimaksud dengan
17

pembebanan tetap adalah beban mati di tambah dengan beban hidup,


sedangkan pembebanan sementara adalah penjumlahan beban mati ditambah
dengan beban hidup ditambah pula dengan beban angin. Dalam perencanaan
diambil beban yang paling maksimum.

2.2.1 Beban Mati


Beban mati adalah beban yang berasal dari beban sendiri pembentuk
konstruksi dan bagian bagian lain yang menyatu dengan pembentuk
konstruksi tersebut. Menurut PPIUG 1983 bab I ayat I, yang dimaksud dengan
beban mati adalah berat semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap
termasuk semua unsur ditambah penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin
serta peralatan tetap yang merupakan bagian-bagian yang tak terpisahkan dari
bagian gedung tersebut.

2.2.2 Beban Hidup


Menurut PPIUG bab I ayat 2, yang dimaksud dengan beban hidup
adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu
gedung dan didalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari
barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama
masa pakai dari gedung tersebut, sehingga mengakibatkan perubahan
pembebanan pada lantai tersebut, pada bagian atap, beban hidup dapat
merupakan beban yang berasal dari air hujan baik dari genangan maupun dari
akibat tumpukan jatuhnya air hujan. Beratnya air hujan ditentukan dengan
rumus :

P = (40-0.85α) (kg/m2) ……………………………………………... (2.1)

2.2.3 Beban Angin


18

Menurut PPIUG 1983 bab I ayat 3, yang dimaksud dengan beban angin
adalah semua beban yang bekerja pada gedung yang disebabkan oleh
selisihnya tekanan udara. Beban angin yang bekerja pada atap baik berupa
angin tekan (positif) dalam perencanaan dianggap tegak lurus terhadap bidang
kelandaian atap dan beban angin hisap, adalah beban yang bekerja menarik
bidang yaitu tegak lurus terhadap kemiringan atap, beban angin hisap
biasanya dianggap beban negatif.
Besarnya beban angin tekan maupun beban angin hisap dihitung
berdasarkan hasil perkalian antara tekanan angin tiup dengan koefisien angin
yang telah ditentukan. Tekanan angin minimum yang disyaratkan dalam
PPIUG 1983, 25 kg/m2, kecuali daerah yang jauhnya 5 km dari pantai harus
diambil 40 kg/m2. Tekanan angin tiup harus dihitung dengan menggunakan
rumus :
V
P = ( kg/m2 ) ................................................................................ (2.2)
16
Dimana :
V = Kecepatan angin (m/det2)
P = Beban Angin (kg/m2)

Koefisien angin untuk bangunan tertutup atap segitiga dengan sudut


kemiringan α adalah :
1. Untuk bidang-bidang atap dipihak angin :
α < 65° Koefisien ....................................................... ( + 0,22 α -0,4 )
65°< α< 90° Koefisien ............................................................. ( + 0,9 )
2. Untuk semua bidang dibelakang angin, kecuali yang vertikal menghadap
angin:
α Koefisien ................................................................................ ( -0,4 )
3. Untuk semua bidang atap vertikal dibelakang angin yang manghadap
angin:
19

α Koefisien ............................................................................... ( +0,4 )

2.3 Tegangan dan Lendutan yang Diizinkan


Tegangan yang diizinkan untuk semua kelas kayu diperlihatkan pada
lampiran tabel, tegangan yang terlampir pada tabel tersebut hanya untuk mutu
kayu A dan untuk kayu B harga tegangan dapat dikalikan 0,70

2.3.1 Pengaruh Keadaan Konstruksi dan Sifat Muatan Tegangan


Tegangan –tegangan yanga diperkenankan harus digandakan dengan
faktor berikut :
1. Faktor 2/3
 Untuk Konstruksi yang selalu terendam air
 Untuk konstruksi yang tidak terlindung, dan kemungkinan besar kadar
legas tinggi
2. Faktor 5/6
 Untuk Konstruksi yang tidak terlindung, tetapi kayu dapat mengering
dengan cepat
3. Faktor 5/4
 Untuk bagian konstruksi yang tegangannya diakibatkan oleh muatan tetap
dan muatan angin
 Untuk bagian konstruksi yang tegangannya diakibatkan oleh muatan tetap
dan muatan tidak tetap.

2.3.2 Lendutan yang Diizinkan


20

Lendutan yang diizinkan pada gording adalah sebagai berikut :


f = 1/200 x L………………...…………………………………. (2.3)
Dimana
f = Lendutan yang diizinkan (cm)
L = Panjang gording (cm)

Sedangkan lendutan yang timbul pada gording akibat beban merata


dan terpusat adalah :
5 q x .L4 1 Px.L3
fytb = x  x …………...……………………. (2.4)
384 El x 48 El x
Dimana :
fytb = Lendutan yang timbul terhadap sumbu x dan sumbu y
q = Beban terbagi rata, dalam (kg/m)
P = Beban terpusat, (kg)
L = Panjang batang, (m)
E = Modulus elasitas kayu, (kg/cm2)
I = Momen inersia (cm4)
Lendutan total yang terjadi pada gording adalah :

f = ( fx) 2  ( fy) 2 …………………………………………… (2.5)

2.4 Elemen Konstruksi


Adapun yang dimaksud dengan elemen konstruksi adalah :
1. Batang Tekan
2. Batang Tarik
2.4.1 Batang Tekan
Pada batang yang menahan tegangan tekan dalam perhitungan tidak
dipengaruhi oleh pelemahan alat sambung. Tetapi apabila pada batang
tersebut terdapat lubang yang tidak tertutup, dihitung sebagai perlemahan.
21

Pengaruh tekuk adalah yang sangat mempengaruhi selain hal


tersebut diatas. Faktor tekuk (ω) sangat dipengaruhi oleh panjang batang
dan bahan itu sendiri. Besar faktor tekuk terdiri dari dua batang, tunggal
dan ganda.
Tabel Kelas Kuat Kayu
Sumber : PKKI 1979

a. Batang tunggal

Ix = 1/12 b. h3 (cm) ………………………….………. (2.6)


Iy = 1/12 b3. h (cm) …………………………………. (2.7)
ix min = Ix/Fbr (cm) …………………………………. (2.8)
iy min = Iy/Fbr (cm) …………………………………. (2.9)
λx = lk/ix min ……………………………………..... (2.10)
λy = lk/iy min ………………………………...……. (2.11)

Diantara harga λ x atau λ y diambil yang terbesar dalam


menentukan nilai faktor tekuk (ω)sehingga :
σ ytb = Px ω, dalam (kg/cm2) ≤ σ tk …..…..………………….. (2.12)
Dimana :
σ ytb = Tegangan yang timbul (kg/cm2)
22

Fbr = Luas penampang bruto (cm2)


Ix = Momen Inersia pada sumbu x (cm4)
Iy = Momen Inersia pada sumbu y (cm4)
Lk = Panjang kritis (cm)
ω = Faktor tekuk (non dimensi)
λ = Angka kelangsingan (non dimensi)

b b

ix min = Ix / Fbr dan iy min = Iy / Fbr , (cm) ………………….. (2.13)


λx = Lk/ ix dan λ y = Lk/iy ……………………………... (2.14)
Sehingga :
Px
σ ytb = ≤ σ tk, (kg/cm2) ……………………………………... (2.15)
Fbr

2.4.2 Batang Tarik


Pada batang-batang tarik dan bagian-bagian yang dibebani dengan
tegangan lentur, perlemahan-perlemahan akibat lubang alat-alat penyambung
dan lainnya harus dipertimbangkan dan diteliti. Besarnya pengurangan luas
tiap alat sambung adalah sebagai berikut:
23

1. 0 % = Untuk sambungan dengan perekat


2. 10 % - 15 % = Untuk sambungan dengan paku
2. 15 % - 20 % = Untuk sambungan dengan baut dan sambungan gigi
2. 20 % = Untuk sambungan dengan kokot boldog dan pasak kayu.

Dengan memperhitungkan pengurangan luas maka tegangan tarik yang


timbul adalah sebagai berikut :
σ ytb = P/Fn , Dalan (kg/cm2) ……………..……………… (2.16)
Dimana :
σ ytb = Tegangan yang timbul, (kg/cm2)
P = Gaya yang bekerja pada batang, (kg)
Fn = Luas penampang netto, (cm2)
Fn = 0,8 . Fbr
Fbr = Luas penampang bruto
2.5 Sambungan Pada Kayu
Didalam konstruksi kayu yang meminta perhatian besar adalah tempat-
tempat sambungan, karena sambungan selalu merupakan titik terlemah pada
suatu konstruksi.
Alat sambung kayu banyak sekali jenisnya, antara lain baut, paku, kokot
bulldog, pasak cincin, geka, split ring, alligator, bufa, perekat dan lain
sebagainya. Namun pada perencanaan kuda-kuda ini penulis mengunakan baut
sebagai alat sambung.
Menurut PKKI NI 5 1961, beberapa persyaratan sambungan baut pada kayu
adalah sebagai berikut :
1. Alat penyambung baut harus dibuat dari baja St. 37 atau dari besi yang
mempunyai kekuatan paling sedikit seperti baja St. 37

2. Lubang baut harus dibuat secukupnya saja dan kelonggaran tidak boleh lebih
dari 1,3 mm
24

3. Garis tengah baut paling sedikit harus 10 mm (3/8”), sedang untuk tumpang
satu maupun tumpang dua dengan tebak kayu lebih besar dari pada 8 cm harus
dipakai baut dengan garis tengah paling kecil 12,7 mm (1/2”).

4. Baut harus disertai plat ikutan yang tebalnya minimum 0,3 d dan maksimum 5
mm dengan garis tengah 3 d, dimana d = garis tengah baut.

5. Sambungan dengan baut dibagi 3 golongan menurut kekuatan kayu yaitu


golongan I, II, III. Agar sambungan dapat memberi hasil kekuatan yang
sebaik-baiknya, hendaklah λ b = b/d diambil dari angka-angka yang tertera
dibawah ini :

a. Golongan I

Sambungan tumpang satu

S = 50 d b1 (1 - 0,60 sin α) atau λb = 4,8 ………………………... (2.17)


S = 250 d2 (1 - 0,35 sin α) …………….. ………………………... (2.18)
Sambungan bertampang dua
S = 125 d b3 (1 - 0,60 sin α) atau λb = 3,8 ..……………………... (2.19)
S = 250 d b1 (1 - 0,60 sin α) atau ………………………………... (2.20)
S = 480 d2 (1 - 0,35 sin α) atau ………..………………………... (2.21)

b. Golongan II

Sambungan tumpang satu


S = 40 d b1 (1 - 0,60 sin α) atau λb = 5,4 ………………………... (2.22)
S = 215 d2 (1 - 0,35 sin α) …………….. ………………………... (2.23)

Sambungan bertampang dua


S = 100 d b3 (1 - 0,60 sin α) atau λb = 4,3 ..……………………... (2.24)
S = 200 d b1 (1 - 0,60 sin α) atau ………………………………... (2.25)
S = 430 d2 (1 - 0,35 sin α) atau ……………………………..…... (2.26)
25

c. Golongan III
Sambungan tumpang satu
S = 25 d b1 (1 - 0,60 sin α) atau λb = 6,8 ………………………... (2.27)
S = 170 d2 (1 - 0,35 sin α) …………….. ………………………... (2.28)

Sambungan bertampang dua


S = 60 d b3 (1 - 0,60 sin α) atau λb = 5,7 ..……………………... (2.29)
S = 120 d b1 (1 - 0,60 sin α) atau ……………………………….... (2.30)
S = 340 d2 (1 - 0,35 sin α) atau ………..……………………….... (2.31)

Dimana :
S = Kekuatan sambungan (kg)
α = Sudut antara arah gaya dan arah serat kayu
b3 = Tebal kayu tengah (cm)
b1 = Tebal kayu tepi (cm)
d = Garis tengah baut (cm)

Dari tiap-tiap golongan yang diambil adalah harga yang terkecil, yang
termasuk golongan I adalah kayu kelas kuat I ditambah dengan rasamala.
Yang termasuk golongan II adalah semua kayu dengan kayu kelas kuat II.
Yang termasuk golongan III adalah semua kayu dengan kayu kelas kuat III.

6. Jika pada sambungan tumpang satu, salah satu batasnya dari besi (baja) atau
pada sambungan bertumpang dua pelat-pelat penyambung dengan besi (baja),
Maka harga S dinaikkan 25 %

7. Apabila baut tersebut digunakan pada konstruksi yang selalu terendam air,
maka dalam perhitungan kekuatannya dikalikan dengan 2/3. apabila baut
digunakan pada konstruksi yang tidak terlindung, maka kekuatannya harus
26

dikalikan dengan 5/6. dan apabila dipergunakan pada konstruksi yanga


mengalami sementara , maka kekuatannya harus dikalikan 5/4.

Penempatan baut pada sambungan harus memenuhi persyaratan yang


ditetapkan pada PPKI (1961). Banyaknya baut yang digunakan untuk tiap batang
kuda-kuda dapat dihitung dengan rumus :
P
n = (Sambungan tidak menerus)………...……………………... (2.32)
S
P 2  P1
n= (Sambungan menerus)……...…...……………............. (2.33)
S
dimana
n = Jumlah Baut (buah)
P = Gaya batang tekan/tarik yang bekerja (kg)
P1 = Gaya batang tarik yang bekerja (kg)
P2 = Gaya batang tekan yang bekerja (kg)
27

BAB III
PERHITUNGAN RANGKA KUDA-KUDA KAYU

Diketahui Kuda-Kuda Seperti Tergambar :


Data :
Panjang bentang (L) : 5 m
H : 3,0m
Kayu Kelas I : Bj (0,67)gr/cm3
Alat sambung : Baut
Sudut : 50°

3.1 Perhitungan Panjang Batang Pada Kerangka Kuda-Kuda


Sesuai dengan gambar perhitungan, batang-batang yang membentuk kerangka
kuda-kuda terbagi atas beberapa bentuk diantaranya, yaitu :
28

1) Ketinggian Kuda-Kuda
H = ½ (L) x tg𝛼
= ½ (5 m) x tg (50°)
= 2,5 x 1,19
= 2,97 m
2) Mencari Panjang Batang Horizontal
H3 = 1 m
H1, H2 = H4, H5= L/4 = 5⁄4= 1,25 m

3) Mencari Panjang Atas Kaki Kuda-Kuda

D1, D2, D3 = D4, D5, D6=√(𝐻)2 + 1⁄2 (𝐿)2

= √(2,97)2 + 1⁄2 (5)2

= 4,617m

Mencari masing-masing batang atas kaki kuda-kuda :


1,25
D1 = D6 =cos 50⁰= 1,953 m

2,5
D2 = D5 = cos 50⁰= 3,90 – (D1) = 1,947 m

3,75
D3 = D4 = cos 50⁰= 5,85 – (D1+D2) = 1,95 m

4) Mencari Panjang Batang Diagonal


D7 = D14
C2 = a2 + b2 – 2ab cos α
C2 = H12 + D1 – 2 (H1) (D1) cos 50
C2 = 12 + 1,9532 – 2 (1) (1,953) cos 50
C = √2,32 = 1,52 m
29

1
D8, D9 = D12, D13 = √2 (𝐵𝑡𝑔 𝐻1 + 𝐻2)2 + (𝐻)2

1
= √2 (1,25 + 1,25)2 + (3)2
= 3,48 m

1
D10 = D11 = √2 (𝐵𝑡𝑔 𝐻1 + 𝐻2 + 𝐻3)2 + (𝐻)2

1
= √2 (1,25 + 1,25 + 1,25)2 + (3)2
=4m

Tabel 3.1 Hasil Perhitungan Panjang Batang


Panjang Jumlah Jumlah Panjang
No. Batang Batang Batang Batang
(m) (btg) (m)
1 2 3 4 5
1 H1 = H2 = H3 1,25 2 2,5
2 H4 1 1 1
3 H5 = H6 = H7 1,25 2 2,5
4 D1 = D6 1,95 2 3,9
5 D2 = D5 1,94 2 3,8
6 D3 = D4 1,95 2 3,9
7 D7 = D14 1,25 2 2,5
D8, D9 = D12,
8 3,48 4 13,92
D13
9 D10 = D11 4 2 8
Total 18,07 19 42,02

3.2 Perencanaan Gording


Gording direncanakan dari kayu kelas I dengan ukuran 8/12 cm dan Berat Jenis
(BJ) kayu adalah 0,98 gr/cm3diletakkan diatas kaki kuda-kuda sehingga:

Panjang kaki kuda-kuda (1/2 bentang) = D1 + D2 + D3


= 1,953+ 1,947 + 1,95
= 5,85 m
30

Jumlah gording direncanakan adalah 12 buah. Jadi, untuk ½ bentangan kuda-


𝟓,𝟖𝟓
kuda menjadi 5 buah sehingga jarak antar gording adalah = = 0,975 m
𝟔
3.3 Analisa Pembebanan Gaya Dalam
3.3.1 Perhitungan Beban Mati
1. Berat Penutup Atap
Direncanakan penutup atap menggunakan material seng (spandek BJLS 30).
Menurut PPIUG-1983, berat penutup atap seng (spandek) tanpa gording per
m2 bidang atap adalah 10 kg/m2. Jarak gording yang direncanakan = 0,975 m.
Maka q’= 0,975 m x 10 kg/m2
= 9,75 kg/m2

2. Berat Sendiri Gording (8/12)


Direncanakan gording menggunakan kayu kelas I (Kayu Seumantok), ukuran
gording yang digunakan 8/12 cm, berat jenis kayu kelas I adalah 0,98 gr/cm3.

Berat gording = 0,08 m x 0,12 m x 980 kg/m3= 9,408kg/m3


Jadi, berat gording + berat atap = 9,408 kg/m3 + 9,75 kg/m2 = 19,158 kg/m
qx = q cos α = 19,158 cos 50° = 12,26 kg/m
qy = q sin α = 19,158 sin 50° = 14,56 kg/m

Momen yang timbul apabila dianggap menerus :


Mx = 1/8 x qx x L2 = 1/8 x 12,26 x (3,5)2 = 18,77 kg.m
My = 1/8 x qy x L2 = 1/8 x 14,56 x (3,5)2 = 22,29 kg.m

3.3.2 Perhitungan Beban Hidup


Berdasarkan PPIUG-1983, beban hidup pusat yang bekerjaditengah bentang
diperhitungkan sebesar P = 100 kg
Px = P cos α = 100 cos 50° = 64 kg/m
Py = P sin α = 100 sin 50° = 76 kg/m
Mx = ¼ x Px x L = ¼ x 64 x (3,5) = 56 kg.m
My = ¼ x Py x L = ¼ x 76 x (3,5) = 66,5 kg.m
3.3.3 Beban Hidup Terbagi Rata
31

Berdasarkan PPIUG-1983, muatan air hujan permeter persegi bidang datar


dapat ditentukan dengan rumus :
(40 – 0,8α) kg/m2 = (40 – 0,8 x 50°) = 0 kg/m2

Beban air hujan yang diterima oleh gording :


q = 0 kg/m2 x 0,863 m = 0 kg/m
qx = q cos α = 0 cos 50° = 0 kg/m
qy = q sin α = 0 sin 50° = 0 kg/m
Mx = 1/8 x qx x L2 = 1/8 x 0 x (3,5)2 = 0 kg.m
My = 1/8 x Py x L2 = 1/8 x 0 x (3,5)2 = 0 kg.m

3.3.4 Perhitungan Beban Angin


1) Angin Tekan
Berdasarkan PPIUG-1983 koefisien angin tekan untuk sudut α ≤ 65° maka
dipakai rumus :
(0,02α - 0,4 ) = 0,02 (50°) – 0,4 = 0,6
qx = 0,6 x 0,975 m x 40 kg/m2 = 23,4 kg/m
qy = 0
Mx = 1/8 x qx x L2 = 1/8 x 23,4 x (3,5)2 = 35,831 kg.m
My = 0

2) Angin Hisap
Berdasarkan PPIUG – 1983 koefisien angina hisap sebesar -0,4
qx = -0,4 x 0,97 m x 40 kg/m2 = -15,52 kg/m
qy = 0
Mx = 1/8 x qx x L2 = 1/8 x (-15,52) x (3,5)2 = -23,76 kg.m
My = 0
Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Momen Mx Dan
My
32

Beban Hidup Beban Angin Beban


Beban
Terpusa Terbagi Sementar
No Mome Mati Tekan Hisap Tetap
t Rata a
. n
(kg.m) (kg.m) (kg.m) (kg.m (kg.m (kg.m) (kg.m)
) )
a b c d e f g c+d c+d+f
35,83
1. Mx 18,77 56 0 -15,52 74,77 87,454
1
2. My 22,29 66,5 0 0 0 88,79 88,79

3.4 Pendimensian Gording


Gording direncanakan dari kayu Seumantok dengan ukuran 8/12 cm
Ix = 1/12 x b x h3 = 1/12 x 8 cm x (12 cm)3 = 1152 cm4
Iy = 1/12 x b3 x h = 1/12 x (8 cm)3x (12 cm) = 512 cm4
Wx = 1/6 x b x h2 = 1/6 x 8 cm x (12 cm)2 = 192 cm3
Wy= 1/6 x b2 x h = 1/6 x (8 cm)2 x 12 cm = 128 cm3

3.5 PerhitunganPendimensian Gording


A. Kontrol Keamanan
Digunakan kayu Seumantok, maka didapatkan :

a.  lt = 150 kg/cm2
b. σ tk|| = σ tr|| = 130 kg/cm2

c.  tk  = 40 kg/cm2

d.  // = 20 kg/cm2
e. Konstruksi terlindung () = 1
f. Muatan tetap (δ) = 1
g. Muatan tidak tetap (δ) = 5/4
Kontrol Tegangan dilakukan terhadap dua jenis kombinasi beban, yaitu :
1. Kombinasi Primer
Jadi tegangan yang di ijinkan adalah :

 = 150 x β x δ= 150 x 1 x 1= 150 kg/cm2


lt

Mx = 74,77 kg.m = 7,477 kg.cm


My = 88,79 kg.m = 8879 kg.cm
Ukuran kayu untuk gording dipakai 8/12
Wx = 1/6 bh² = 1/6.(8).12² = 192 cm³
Wy = 1/6 b²h = 1/6.(8)².12 = 128 cm³

Tegangan Lentur yang timbul akibat beban tetap :


M M
 lt // ytb  x  y
Wx Wy
7,477 kg.cm 8879 kg.cm
= +
192 cm³ 128 cm³
= 6,939 kg/cm2

 lt // ytb   lt = 69,39 kg/cm2<150 kg/cm2……………………(Aman)

2. Kombinasi Sekunder
Tegangan yang diijinkan adalah :

 lt = 150 x β x δ
= 150 x 1 x 5/4
= 187,5 kg/cm2

Mx = 108,708kg.m = 8745,4 kg.cm


My = 60,844 kg.m = 8879 kg.cm

Ukuran kayu untuk gording dipakai 8/12


Wx = 1/6 bh² = 1/6.(8).12² = 192 cm³
Wy = 1/6 b²h = 1/6.(8)².12 = 128 cm³

Tegangan Lentur yang timbul akibat beban sementara :

16
17

M x M y 8745,4 kg.cm 8879 kg.cm


 // ytb   = 192 cm³ + 128 cm³ =114,908 kg/cm2
Wx Wy
_
 lt // ytb   lt // = 114,908 kg/cm2<187,50 kg/cm2………………….(Aman)

B. Kontrol Lendutan
Digunakan kayu seumantok, dengan Modulus Elastisitas kayu
(E) = 150.000kg/cm2
1
fizin = x l = 1/200 x 350 cm = 1,75 cm
200
Momen inersia gording 8/12 cm
Ix = 1/12 bh³ = 1/12 (8) 12³ = 1152 cm4
Iy = 1/12 b³h = 1/12 (8)³ 12 = 512 cm4

a. Akibat Beban Mati


qx = 18,77 kg/m= 0,1877 kg/cm
qy = 22,29 kg/m = 0,2229 kg/cm
Ix= 1152 cm4
Iy = 512 cm4

Jadi lendutan yang timbul adalah:

5 q x .l 4 5 0,1877(350 4 )
fx  x  x = 0,2122 cm
384 E.I x 384 150000.(1152)

4
5 q y .l 5 0,2229(350 4 )
fy  x  x = 0,3866 cm
384 E.I y 384 150000.(512)

b. Akibat Beban Hidup


 Beban Terpusat
Px =56 kg/m = 0,56 kg/cm
Py =66,5 kg/m = 0,665 kg/cm
Ix= 1152 cm4
18

Iy = 512 cm4

Jadi lendutan yang timbul adalah:


1 Px .l 3 1 0,56(3503 )
fx  x  x = 0,002 cm
48 E.I x 48 150000.(1152 )
3
1 Py .l 1 0,665 (3503 )
fy  x  x = 0,003 cm
48 E.I y 48 150000.(512 )

c. Akibat Beban Angin


qx =35,831 kg/m = 0,3583 kg/cm
qy =0

Jadi lendutan yang timbul adalah:


5 q x .l 4 5 0,3583(350 4 )
fx  x  x = 0,404 cm
384 E.I x 384 150000.(1152)
4
5 q y .l 5 0(350 4 )
fy  x  x = 0 cm
384 E.I y 384 150000.(512)

1. Lendutan yang terjadi terhadap sumbu x-x


ƒx = ƒx beban mati + ƒx beban hidup + ƒx beban angin
= 0,2122 + 0,002 + 0,404 = 0,6664 cm

2. Lendutan yang terjadi terhadyap sumbu y-y


ƒy = ƒy beban mati + ƒy beban hidup + ƒy beban angin
= 0,3866 + 0,003 + 0 = 0,3896 cm

Lendutan maksimum yang terjadi pada gording adalah:

fx  fy
2 2
fmaks=

= (0,6664) 2  (0,3896) 2
= 0,7718 cm
= 0,7718 cm<1,75 cm
...…..……….........…………..(Aman)
19

3.6 Perhitungan Pembebanan


Data-data yang didapatkan antara lain:
1. Panjang bentang =5m
2. Tinggi kuda-kuda =3m
3. Jarak antar kuda-kuda = 3,5 m
4. Jarak antar gording = 0,975 m
5. Panjang kaki kuda-kuda ½ bentang = 45,85 m

3.6.1 Beban Mati (DL)


1. Penutup Atap
Penutup atap digunakan seng dengan beratnya = 10 kg/m2.
Luas bidang atap yang diterima kuda-kuda = 2 x 5,8 x 3,5
= 40,6 m2
Maka berat atap = 40,6 m2  10 kg/m2 = 406 kg

a) Beban Gording
a. Jarak gording = 0,975 m
b. Jumlah gording 1 kuda-kuda = 23 btg
c. Jarak kuda-kuda = 3,5 m
d. Ukuran kayu gording = 8/12 cm
e. Berat jenis kayu kering = 0,98 gr/cm³

Maka berat gording = (0,08 x 0,12) x 3,5 x (0,98x103) x 23 btg= 728,064


kg

Anda mungkin juga menyukai