Anda di halaman 1dari 36

LBM 6

“GANGGUAN JALAN”

STEP 7

1. Mengapa pada pasien mengalami tremor pada 1 anggota gerak saat istirahat ?

o FISIOLOGI GERAK

System ekstra piramida

a. Fisiologi
Susunan ekstrapiramidal, terdiri atas komponen-komponen, yakni :

- Korpus striatum
- Globus palidus
- Inti-inti talamik
- Nukleus subtalamikus
- Substansia nigra
- Formasio retikularis batang otak
- Serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan, yakni area 4, 6,
dan 8
Komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan yang lain oleh
akson masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan yang
melingkar, yang dikenal dengan sirkuit. Oleh karena korpus striatum merupakan
penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan
tersebut dinamakan sirkuit striatal.

Lintasan sirkuit itu dibagi menjadi :

 Sirkuit striatal prinsipal (utama)


Tersusun atas 3 rantai :

a. Hubungan segenap neokorteks dengan korpus striatum serta globus


palidus.
b. Hubungan korpus striatum / globus palidus dengan talamus
c. Hubungan talamus dengan korteks area 4, dan 6
 Sirkuit striatal asesorik (penunjang)
a. Sirkuit striatal asesorik ke-1
Merupakan sirkuit yang menghubungkan korpus striatum-
golbus palidus-talamus-striatum

b. Sirkuit striatal asesorik ke-2


Lintasan yang melingkari globus palidus-korpus
subtalamikus-globus palidus

c. Sirkuit striatal asesorik ke-3


Dibentuk oleh hubungan yang melingkari striatum-
substansia nigra-striatum

Susunan ekstrapiramidal yang dibentuk oleh sirkuit striatal utama dan


penunjang terintegrasi dalam susunan sensorik dan motorik sehingga memiliki
sistem “input” dan “output”.

Data dari luar yang masuk dalam sirkuit striatal adalah terutama impuls
ascendens non-spesifk yang disalurkan melalui ‘difuse ascending reticular system ’
atau lintasan spinotalamik multisinaptik dan impuls proprioseptif yang diterima oleh
serebelum. Data yang diterima oleh serebelum disampaikan ke talamus juga (melalui
brakium konyungtivum). Inti talamus yang menerima adalah nukleus ventralis
lateralis talami dan nukleus ventralis anterior talami. Kedua lintasan yang
memasukkan data eksteroseptif itu dikenal sebagai sistem “input ” sirkuit striatal.

Sistem “output” sirkuit striatal : lintasan yang menyalurkan impuls hasil


pengolahan sirkuit striatal ke motoneuron. Impuls yang telah diterima disalurkan ke
area 4, dan 6 melalui globus palidus dan inti-inti talamik dan pesan-pesan striatal itu
disampaikan kepada nukleus ruber, formasio retikularis untuk akhirnya ditujukan
kepada motoneuron. Tercakup juga adalah lintasan nigrokolikular dan nigroretikular.
Pesan striatal disampaikan ke kolikulus superior dan formasio retikularis untuk
kemudian ditujukan ke motoneuron yang mengatur gerakan kepala sesuai dengan
gerakan / posisi kedua bola mata.

Di tingkat kornu anterius terdapat sirkuit ‘gamma loop ’ yaitu, hubungan


neuronal yang melingkari alfa motoneuron – ‘muscle spindle ’ – gama / alfa
motoneuron. Melalui sistem ‘gamma loop’ itu tonus otot disesuaikan dengan pola
gerakan tangkas yang diinginkan.

Neuro transmitter (reseptor) :


Neurotransmitter pada ganglia basalia

 Acetylcholine (ach)
Neurotransmitter yang diproduksi di ujung serabut postganglionar saraf
simpatetik yang menyaraf kelenjar keringat dan ujung saraf motorik perifer yang
bersinaps di ‘motor end plate’

 Dopamin
 ‘gamma aminobutyric acid’ (gaba)
 Serotonin

Neurologi Klinis Dasar. Prof. DR. Mahar Mardjono. Dian Rakyat.

Dalam menjalankan fungsi motoriknya, inti motorik sel piramid kortek


serebri memberikan perintah langsung kepada inti motorik di medula spinalis secara
langsung melalui traktus piramidalis / secara tidak langsung melalui traktus ekstra
piramidalis.

Ganglia basalis bersama serebelum dan talamus akan memberi pengaruh


melalui traktus ekstrapiramidalis sehingga gerakan otot yang muncul akan menjadi
lebih halus, terarah, dan terprogram.

Pengaturan neurotransmiter pada ganglia basalis

Kelompok inti yang tergabung di dalam ganglia basalis berhubungan satu


sama lain melalui neurotransmiter ( NT ) yang berbeda antara lain:
• DA (dopamin) : NT jalur nigrostriatum dan jalur balik striatonigral. D1 :
EKSITASI  LANGSUNG , D2 : INHIBISI  TDK LANGSUNG
• Glutamat ( Glut )
NT eksitasi.

NT jalur dari korteks ke striatum / dari talamus ke korteks / korteks ke


medula spinalis

NT jalur dari STN ke Gpe dan Gpi

• GABA
NT inhibisi.

NT semua jalur keluaran dari kelompok inti di GB kecuali STN

• AK (asetilkolin) : NT jalur asalnya dari inti pedunkulo pontis ke striatum.


o PATOFISIOLOGI GERAK
Hilangnya ketangkasan gerakan voluntar (namun dengan utuhnya tenaga
muskular), terdapat pada : ganglia basalia, dan serebelum

 Ganglia basalia
Ganglia basalia dapat dianggap sebagai suatu sistem untuk
mengubah ‘output’ motorik karena kawasan itu menerima ‘input ’nya dari
daerah-daerah motorik kortikal dan ‘output ’nya ditujukan kembali kepada
daerah-daerah motorik kortikal melalui talamus.

Korpus striatum yang dihubungi oleh neuron-neuron substansia


nigra itu sebagian terdiri dari neuron-neuron dopaminergik dan sebagian
yang kolinergik. Di antara kedua komponen itu terdapat keseimbangan yang
dinamik. Bilamana kondisi dopaminergik striatal lebih unggul daripada
kondisi kolinergik striatal, yang berarti bahwa di dalam striatum terdapat
jumlah dopamin yang jauh lebih banyak daripada jumlag Ach (acetylcholine),
maka timbulah sindrom yang menyerupai korea Huntington, suatu gerakan
berlebihan dan tidak bertujuan, yang tidak dapat dikendalikan.

Pada penyakit parkinson, baik idiopatik maupun yang simptomatik,


konsentrasi dopamin di dalam korpus striatum dan substansia nigra sangat
mengurang, sehingga kondisi di korpus striatum lebih kolinergik daripada
dopaminergik. Menurunnya jumlah dopamin dan zat metabolismenya yang
dinamakan ‘homovanillic acid’ (HVA) di kedua bangunan itu berkorelasi
secara relevan dengan derajat kemusnahan neuron di substansia nigra pars
kompakta.

 Serebelum
Serebelum mengurusi soal regulasi atau pengelolaan tonus otot,
koordinasi gerakan dan pengelolaan sikap berikut masalah berjalan.

Keseimbangan tubuh yang terganggu pada manusia terlihat apabila


ia cenderung jatuh ke depan, belakang atau samping sewaktu berdiri.
Apabila ia berjalan gaya berjalannya sempoyongan yang dapat disertai
dengan perasaan pusing atau berputar-putar.

Diskoordinasi antara gerakan otot-otot pernapasan, otot-otot pita


suara dan lidah bermanifestasi pada pengucapan kata-kata dalam kalimat
yang tersendat-sendat, kurang jelas, dan banyak kata-kata yang ‘tertelan ’.
Serta gangguan artikulasi kata-kata dan gangguan irama berbicara (disartria).

Neurologi Klinis Dasar. Prof. DR. Mahar Mardjono. Dian Rakyat.

Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit perkinson terjadi karena penurunan kadar
dopamin akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta (SNc) sebesar 40-50%
yang disertai dengan inklusi sitoplasmik eosinoflik (Lewy Bodies) dengan penyebab
multifaktor.
Substansia nigra (sering disebut sebagai black subtance), adalah suatu regio kecil diotak
(brain stem) yang terletak sedikit keatas medula spinalis. Bagian ini yang menjadi pusat
kontrol/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan neurotransmiter yang
berfungsi untuk mengatur seluruh pergerakan. Sel – selnya menghasilkan neurotransmiter
yang disebur dopamin, yang berfungsi untuk mengatur seluruh pergerakan otot dan
keseimbangan badan yang dilakukan oleh sistem saraf pusat. Dopamin diperlukan untuk
komunikasi elektrokimia antara sel – sel neuron di otak terutama dalam mengatur
pergerakan, keseimbangan dan reflek postural, serta kelancaran komunikasi (bicara). Pada PP
sel – sel neuron di SNc mengalami degenerasi, sehingga produksi dopamin menurun,
akibatnya semua fungsi neuron di SSP menurun dan menghasilkan kelambanan gerak
(bradikinesia), kelambanan dalam bicara dan berfkir (bradifrenia), tremor dan kekakuan.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed.V. EGC
Tremor dapat didefnisikan sebagai gerakan bergetar involunter dan ritmis yang disebabkan oleh
kontraksi otot berlawanan secara bergantian yang sinkron dan irregular. Kualitas ritmis tersebut
membedakan tremor dari gerakan involunter lain. Keterlibatan otot agonis dan antagonis
membedakan tremor dari klonus. 1
Dua kategori umum dari tremor ialah fsiologis (normal) dan patologik (abnormal). Tremor
fsiologis merupakan fenomena normal, yang muncul pada semua grup otot yang berkontraksi dan
berlangsung selama keadaan bangun dan bahkan pada fase-fase tidur tertentu. Pergerakan yang
terjadi sangat halus sehingga hampir tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Umumnya deteksi
dilakukan dengan menggunakan instrumen khusus. Kisaran frekuensinya antara 8-13 Hz. Pada orang
dewasa, frekuensi dominan adalah 10 Hz dan kurang pada anak-anak dan orang tua. Beberapa
hipotesis telah dikemukakan untuk menjelaskan tremor fsiologi. Salah satu hipotesis tradisional
menyebutkan bahwa tremor merupakan refleksi vibrasi pasif jaringan tubuh yang dihasilkan oleh
aktivitas mekanik dari jantung (ballistocardiogram). Tentu saja itu bukanlah penjelasan keseluruhan
dari tremor fsiologis. Seperti yang dikemukakan oleh Marsden, beberapa faktor tambahan (seperti
input spindle, sinyal yang tidak menyatu pada motor neuron, dan frekuensi resonansi natural dan
inersia otot dan struktur lain) mungkin memegang peranan lebih besar. 1
Tremor abnormal tertentu (seperti variasi metabolik dari tremor postural atau aksi, dan paling
tidak satu tipe dari tremor familial) disebut sebagai tremor fsiologis yang berlebihan ( enhanced
physiologic tremor). 1
Tremor abnormal atau patologik, seperti yang dimaksud jika menggunakan kata ‘tremor ’ dalam
kondisi klinis, mempengaruhi grup otot tertentu dan muncul hanya pada saat keadaan bangun. Grup
otot yang dipengaruhi ialah bagian distal anggota gerak (terutama jari dan tangan), bagian proksimal
anggota gerak (lebih jarang), kepala, lidah, rahang, atau pita suara, dan batang tubuh (jarang).
Frekuensi paling sering adalah 4-7 Hz, atau sekitar setengah dari frekuensi tremor fsiologis. Pada
orang yang terkena, frekuensi tersebut terbagi rata pada semua bagian yang terkena. Dengan
menggunakan electromyography (EMG) dan alat perekam mekanik, tremor abnormal dibagi
berdasarkan frekuensinya, hubungan dengan postur anggota gerak dan pergerakan volunter, pola
aktivitas EMG (synchronous or alternating) pada grup otot lawannya, dan respon terhadap obat-
obatan tertentu.1

Tremor Parkinson/Tremor Istirahat1


Merupakan tremor ritmis dan kasar dengan frekuensi 3-5 Hz. Dengan EMG, tremor ini
dikarakterisasi dengan ledakan (burst) aktivitas yang bergantian antara grup otot yang berlawanan.
Tremor ini paling sering ditemukan pada satu atau kedua tangan dan telapak tangan, dan lebih jarang
ditemukan pada kaki, rahang,bibir, atau lidah. Tremor ini muncul saat anggota gerak berada pada
sikap istirahat, ditekan atau berkurang oleh pergerakan volunter, paling tidak sementara, kemudian
muncul kembali segera setelah anggota gerak menemukan posisi istirahat yang baru. Karena alasan
itulah, Tremor Parkinson disebut juga sebagai tremor istirahat, untuk membedakannya dengan
tremor postural-aksi.
Mempertahankan lengan pada sikap istirahat atau menjaganya tetep diam pada posisi lain
membutuhkan tingkat kontraksi otot tertentu, meskipun sedikit. Jika tangan yang mengalami tremor
benar-benar rileks, seperti saat lengan disokong penuh di pergelangan tangan dan siku, tremor
biasanya menghilang. Meskipun demikian, pasien jarang mencapai keadaan ini. Biasanya mereka
mempertahankan keadaan kontraksi tonik ringan pada tubuh dan otot proksimal anggota gerak. Di
bawah kondisi istirahat total, seperti di semua fase tidur kecuali fase paling ringan, tremor
menghilang, seperti juga terjadi pada kebanyakan tremor abnormal kecuali palatal dan myoklonus
ocular.
Tremor Parkinson memiliki bentuk fleksi-ekstensi atau abduksi-adduksi jari-jari atau tangan serta
pronasi-supinasi tangan dan telapak tangan. Fleksi-ekstensi jari-jari dengan kombinasi adduksi-
abduksi ibu jari menghasilkan tremor klasik pill-rolling. Tremor tersebut berlanjut ketika pasien
berjalan kaki, tidak seperti tremor esensial, dan awalnya menjadi lebih jelas atau berlebihan selama
berjalan kaki. Saat kaki juga terkena, tremor memiliki bentuk gerakan fleksi-ekstensi kaki, kadang
lutut. Di rahang dan bibir, tremor terlihat sebagai gerakan naik dan turun, serta gerakan mengerut,
yang berturut-turut. Kelopak mata, jika tertutup, menjadi berkedut ritmis (blepharoclonus) dan lidah,
saat menjulur, dapat bergerak keluar masuk mulut dengan tempo yang sama dengan tremor di
bagian tubuh lain.
Efek roda pedati, yang dilihat pemeriksa pada gerakan pasif ektremitas (negro’s sign), tidak
spesifk pada penyakit Parkinson. Frekuensi tremor ini konstan selama periode yang lama tetapi
amplitudonya bervariasi. Stres emosional memperbesar amplitudo dan mungkin menambahkan
efek enhanced physiologic atau tremor esensial. Tremor Parkinson hanya mengganggu sangat sedikit
gerakan-gerakan volunter. Sebagai contoh, pasien dengan tremor memungkinkan untuk mengangkat
gelas penuh air, mendekatkannya ke bibir, dan menghabiskan isinya tanpa menumpahkan setetes air
pun.
Tremor istirahat paling sering merupakan manifestasi dari sindrom Parkinson, baik variasi
idiopatik seperti yang dideskripsikan James Parkinson atau tipe drug-induced. Pada tipe yang
idiopatik, tremor biasanya relatif gentle dan terbatas pada otot-otot distal, hampir selalu asimetris,
dan awalnya unilateral. Tremor tipe Parkinson juga dapat ditemukan pada orang tua tanpa akinesia,
rigiditas, atau wajah seperti topeng. Pasien dengan familial (wilsonian) atau degenerasi
hepatocerebral didapat dapat pula menunjukkan tremor tipe Parkinson, biasanya bercampur dengan
tremor ataksia dan abnormalitas motorik ekstrapiramidal lainnya.
Pada observasi umum pasien dengan tremor, baik tipe Parkinson, postural, atau intens,
Narabayashi telah mencatat pelepasan ledakan ritmis dari aktivitas kumpulan sel pada nucleus
intermedius ventralis di thalamus (juga pada medial pallidum dan subthalamic nucleus) sinkron
dengan irama tremor. Neuron yang menyalurkan ledakan sinkron tersebut diatur somatotopikal dan
berespon pada impuls kinestetik dari otot dan sendi yang terlibat pada tremor. Lesi stereotaxic pada
tempat-tempat tersebut menghilangkan tremor. Efektiftas lesi thalamus mungkin karena interupsi
dari proyeksi pallidothalamic dan dentatothalamic atau interupsi proyeksi dari thalamus
ventrolateral ke premotor korteks, karena impuls yang bertanggung jawab untuk tremor cerebellum
dimediasi oleh traktus kortikospinal lateralis.
Dasar anatomi yang tepat tentang tremor Parkinson belum diketahui. Pada penyakit Parkinson,
lesi yang terlibat terletak pada substansia nigra. Meskipun demikian, pada binatang, lesi
eksperimental di substansia nigra tidak menimbulkan tremor, tidak pula lesi pada bagian
striatopallidal dari ganglia basal. Selain itu, tidak semua pasien dengan lesi substansia nigra memiliki
tremor, pada beberapa pasien hanya mengalami bradikinesia dan rigiditas.
Ward dan teman-temannya berhasil menginduksi tremor mirip tremor Parkinson pada monyet
dengan membuat lesi pada ventromedial tegmentum di midbrain, kaudal dari red nucleus dan dorsal
dari substansia nigra. Ward memberikan postulat bahwa interupsi dari serat desenden pada tempat-
tempat tersebut membebaskan mekanisme bergetar pada batang otak bawah. Hal ini diasumsikan
melibatkan invervasi anggota gerak melalui jalur retikulospinal. Kemungkinan alternatif adalah lesi
pada ventromedial tegmentum menginterupsi brachium conjunctivum atau proyeksi tegmental-
thalamic atau anggota gerak desenden dari pedunkulus cerebellum superior, yang memiliki fungsi
sebagai sambungan mekanisme umpan balik dentatoreticularcerebellar.
Ropper, Allan H. dan Robert H. Brown. Adams and Victor’s Principles of Neurology. Ed. Ke-8. USA:
The McGraw-Hill Companies, 2005: 80-3.
Lumbantobing, S. M. Gangguan Gerak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2005: 47.
Mumenthaler, Mark dan Heinrich Mattle. Neurology. Ed. Ke-4. Jerman: Georg Thieme Verlag, 2004:
270-1.
2. Mengapa didapatkan gejala sulit memulai gerakan serta lambat cara berjalan ?

Dalam keadaan fsiologis, untuk menghasilkan gerakan motorik impuls dari korteks
harus melewati sejumlah sirkuit di ganglia basal. Proyeksi kortikal memasuki ganglia
basal melalui striatum dan keluar melalui Globus Pallidus internus (GPi) dan
Substansia Nigra pars reticularis (SNr). Sedang Globus Palidus eksternus (GPe) dan
Nukleus Subtalamik (STN) memiliki efek eksitatorik terhadap GPi dan SNr. Dengan
adanya proyeksi dopaminergik, maka efek eksitatorik terhadap GPi dan SNr ini
dihambat melalui reseptor D1 di striata, sehingga memfasilitasi terbentuknya
gerakan motorik kortikal yang sempurna dan inhibisi gerakan-gerakan yang tidak
perlu. Pada keadaan patofsiologis kekurangan dopamin inhibitorik menyebabkan
disinhibisi efek eksitatorik STN terhadap GPi dan SNr, akibatnya terjadi gangguan
gerakan motorik dan munculnya gerakan-gerakan yang tidak perlu (tremor).

 Serebelum
Serebelum mengurusi soal regulasi atau pengelolaan tonus otot, koordinasi
gerakan dan pengelolaan sikap berikut masalah berjalan.
Keseimbangan tubuh yang terganggu pada manusia terlihat apabila ia
cenderung jatuh ke depan, belakang atau samping sewaktu berdiri. Apabila ia
berjalan gaya berjalannya sempoyongan yang dapat disertai dengan perasaan
pusing atau berputar-putar.
Diskoordinasi antara gerakan otot-otot pernapasan, otot-otot pita suara dan
lidah bermanifestasi pada pengucapan kata-kata dalam kalimat yang
tersendat-sendat, kurang jelas, dan banyak kata-kata yang ‘tertelan’. Serta
gangguan artikulasi kata-kata dan gangguan irama berbicara (disartria).
Neurologi Klinis Dasar. Prof. DR. Mahar Mardjono. Dian Rakyat.

3. Apakah terdapat hubungan dg riwayat stroke 1 th lalu ?


Penderita Stroke akan Alami Perkinson
Perkinson merupakan penyakit yang terkait dengan adanya gangguan cairan
pada otak manusia, sehingga menyebabkan terjadinya getaran-getaran pada anggota
tubuh terutama tangan dan kaki, sehingga mereka yang mengalami perkinson akan
terganggu produktivitasnya.
Menurut Dr Banon SpS dari Nusantara Medical Center, gejala Parkinson
berlaku secara diam-diam dan kebanyakan penderita tidak menyadari mereka
menghadapi masalah ini. Biasanya, pasangan (suami atau isteri) adalah orang
pertama menyadari gejala ini.
Selama ini Parkinson dikenali sebagai penyakit orang tua. Namun begitu
penyebabnya masih belum diketahui secara tepat, tetapi dipercayai ada kaitan rapat
dengan keturunan, dan hampir 10 persen penderita mewarisinya daripada keluarga
mereka. Namun 90 persen lagi masih misteri, walaupun demikian penyakit ini ada
kaitan dengan faktor alam sekitar, terutama kandungan racun serangga dan racun
yang terkandung dalam makanan.
Saat ini kita juga cukup prihatin dengan semakin mudanya seseorang terkena
perkinson, yaitu usia 30 tahun ke atas, padahal dahulu perkinson diderita oleh orang
yang berusia di atas 50 tahun, kalau dilihat statistik ini terlihat kalau stress juga
sangat mempengaruhi timbulnya penyakit perkinson. Satu hal yang
mengherankanternyata Individu yang suka minum kopi atau teh mempunyai risiko
lebih rendah mendapat Parkinson
Penyakit Parkinson yang gejalanya banyak terjadi pada orang tua, sebenarnya
dapat diobati, sehingga penderitanya dapat hidup normal dan baik kembali
seandainya mendapatkan perawatan yang baik dan tepat. Perawatan yang tepat
menjadi sangat penting agar penderita tidak cepat putus asa atau merasa rendah diri
karena pengidap penyakit Parkinson, karena masih ada peluang untuk menjalani
kehidupan secara sempurna.
Terkait stroke
Meski sama-sama merupakan gangguan pada fungsi otak, namun perkinson
terjadi karena penurunan hormon yang ada di dalam otak, sedangkan stroke terjadi
karena adanya penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah yang ada di otak.
Biasanya mereka yang terkena stroke akan mengalami perkinson, yaitu tangan, kaki
atau badan bergetar, gangguan pergerakan tidak normal (dyskinesia) kepala, tangan
dan kaki bergoyang seperti menari dan serangan bermula pada sebelah badan.
Penyakit ini akan bertambah buruk jika pesakit mengalami tekanan perasaan.
http://www.yastroki.or.id/read.php?id=301
(Yayasan Stroke Indonesia)

4. Mengapa stape gait ataxia (+) ? intepretasinya ?

5. mengapa didapat kegagalan refleks postural ?

6. Mengapa didapat bradikinesia dan rigiditas (+) ?

Rigiditas merupakan gejala yang menonjol pada penyakit ganglia basal, seperti
Parkinson (tahap lanjut), penyakit Wilson, degenerasi striatonigral, palsy supranuklir
progeresif, intoksikasi obat neuroleptik dan kalsinosis ganglia basal. Patofsiologi
rigiditas pada penyakit Parkinson masih belum diketahui secara pasti. Namun
pendapat lama mengemukakan adanya gangguan pada refleks regang (long latency
stretch reflex).

Ketidakseimbangan Antara Dopamin Dg Kolinergik


 dopamin lebih dominan dari kolinergik  hiperkinesia
 Dopamin “inhibitor” lebih rendah dari kolinergik “lawan inhibitor ”  hipokinesia
 gejala parkinson : kedipan lamban, wajah topeng.

 Rigiditas
pada penyakit parkinson disebabkan oleh peningkatan tonus otot secara
involunter yang dapat melibatkan seluruh kelompok otot, yaitu otot-otot tubuh
maupun anggota gerak, fleksor maupun ekstensor. Rigiditas bukan merupakan
gejala yang dirasakan pasien, tetapi merupakan temuan di dalam pemeriksaan,
yaitu adanya tahanan dalam gerakan pasif pada persendian (fenomena roda
pedati).
 Spastisitas
yang memperlihatkan kecepatan gerak karena peningkatan tonus dan adanya
tahanan pada lingkup gerak sendi (fenomena pisau lipat), dan biasanya
berhubungan dengan reflek patologis dan kelemahan anggota gerak.

7. Apakah hubungan riwayat sosek dg keluhan ?


http://books.google.co.id/books?id=-
8fn_73yc6cC&pg=PA100&lpg=PA100&dq=hubungan+riwayat+keluarga+dengan+parkinson&source
=bl&ots=yMgMz50roI&sig=x4BxikZ2MLCP_B35jz3eqFaq5wc&hl=id&sa=X&ei=4nL4UKKmJNHprQfjs
4CoCA&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false

8. Apakah ada hubungan umur dg keluhan ?

Incidence of Parkinson’ s Disease: Variation by Age, Gender, and


Race/Ethnicity

Abstract

The goal of this study was to estimate the incidence of Parkinson’s disease by age, gender,
and ethnicity. Newly diagnosed Parkinson’s disease cases in 1994 –1995 were identifed
among members of the Kaiser Permanente Medical Care Program of Northern California, a
large health maintenance organization. Each case met modifed standardized
criteria/Hughes diagnostic criteria as applied by a movement disorder specialist. Incidence
rates per 100,000 person-years were calculated using the Kaiser Permanente membership
information as the denominator and adjusted for age and/or gender using the direct method
of standardization. A total of 588 newly diagnosed (incident) cases of Parkinson ’s disease
were identifed, which gave an overall annualized age- and gender-adjusted incidence rate of
13.4 per 100,000 (95% confdence interval (CI): 11.4, 15.5). The incidence rapidly increased
over the age of 60 years, with only 4% of the cases being under the age of 50 years. The rate
for men (19.0 per 100,000, 95% CI: 16.1, 21.8) was 91% higher than that for women (9.9 per
100,000, 95% CI: 7.6, 12.2). The age- and gender-adjusted rate per 100,000 was highest
among Hispanics (16.6, 95% CI: 12.0, 21.3), followed by non-Hispanic Whites (13.6, 95% CI:
11.5, 15.7), Asians (11.3, 95% CI: 7.2, 15.3), and Blacks (10.2, 95% CI: 6.4, 14.0). These data
suggest that the incidence of Parkinson’s disease varies by race/ethnicity .

http://aje.oxfordjournals.org/content/157/11/1015.full

9. Apakah ada hubungan TD dg keluhan ?

Case-control study of risk of Parkinson's disease in relation


to hypertension, hypercholesterolemia, and diabetes in
Japan
Abstract

This case-control study investigated the associations of a history of hypertension,


hypercholesterolemia, and diabetes mellitus with the risk of Parkinson's disease (PD) in Japan.
Included were 249 cases within 6 years of onset of PD. Controls were 368 inpatients and outpatients
without a neurodegenerative disease. Data on the vascular risk factors and confounders were
obtained from a self-administered questionnaire. The vascular risk factors were defned based on
drug treatment. Adjustment was made for sex, age, region of residence, pack-years of smoking, years
of education, leisure-time exercise, body mass index, dietary intake of energy, cholesterol, vitamin E,
alcohol, and cofee and the dietary glycemic index. The proportions of hypertension,
hypercholesterolemia, and diabetes mellitus prior to the onset of PD were 23.7%, 9.6%, and 4.0%,
respectively, in cases. Hypertension, hypercholesterolemia, and diabetes mellitus were signifcantly
associated with a decreased risk of PD: the adjusted ORs were 0.43 (95% CI: 0.29-0.64), 0.58 (95% CI:
0.33-0.97), and 0.38 (95% CI: 0.17-0.79), respectively. No signifcant diferences were observed in the
association of vascular risk factors with the risk of PD between men and women. We found evidence
of signifcant inverse associations of hypertension, hypercholesterolemia, and diabetes mellitus
with the risk of PD in Japan. Further well-designed investigations of the association of vascular risk
factors with the risk of PD are needed, particularly large-scale prospective studies in Asia.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20347450
http://books.google.co.id/books?
id=LhzANK2oLfoC&pg=PA182&lpg=PA182&dq=hubungan+riwayat+keluarga+dengan+parkinson&so
urce=bl&ots=8KVsynWo-y&sig=XOVrG0e-_q4hOBy4yu-
Nsu5WXwU&hl=id&sa=X&ei=4nL4UKKmJNHprQfjs4CoCA&redir_esc=y#v=onepage&q=hubungan
%20riwayat%20keluarga%20dengan%20parkinson&f=false

How do people inherit Parkinson disease?


Most cases of Parkinson disease occur in people with no apparent family history of the
disorder. These sporadic cases may not be inherited, or they may have an inheritance pattern
that is unknown.

Among familial cases of Parkinson disease, the inheritance pattern differs depending on the
gene that is altered. If the LRRK2 or SNCA gene is involved, the disorder is inherited in an
autosomal dominant pattern, which means one copy of an altered gene in each cell is
sufficient to cause the disorder. In most cases, an affected person has one parent with the
condition.

If the PARK2, PARK7, or PINK1 gene is involved, Parkinson disease is inherited in an


autosomal recessive pattern. This type of inheritance means that two copies of the gene in
each cell are altered. Most often, the parents of an individual with autosomal recessive
Parkinson disease each carry one copy of the altered gene but do not show signs and
symptoms of the disorder.

When genetic alterations modify the risk of developing Parkinson disease, the inheritance
pattern is usually unknown.

http://ghr.nlm.nih.gov/condition/parkinson-disease
10. DD ?

PARKINSON
o DEFINISI

Suatu kelainan fungsi otak yang disebabkan oleh proses degeneratif


progresif sehubungan dengan proses menua di sel substansia nigra pars kompakta
(SNc) dan karakteristik ditandai dengan tremor saat istirahat, kekakuan otot dan
sendi (rigiditas), kelambanan gerak dan bicara (bradikinesia), dan instabilitas posisi
tegak (postural instability)

Penyakit parkinson adalah bagian dari parkinsonism secara patologis


ditandai oleh degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars compcta
disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinoflik yang disebut Lewy bodies.

Parkinsonism (sindrom parkinson) : suatu sindrom yang ditandai dengan


oleh tremor saat istirahat, kekakuan, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural
akibat penurunan kadar dopamin dengan berbagai macam sebab

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed.V. EGC

o ETIOLOGI

Belum diketahui secara pasti

a. Faktor genetik
Ditemukan 3 gen yang menjadi penyebab gangguan degenerasi protein
dan mengakibatkan protein tidak beracun tak dapat didegenerasi di
ubiquitinproteasomal pathway. Kegagalan degenerasi ini menyebabkan
peningkatan apoptosis di sel-sel SNc  meningkatan kematian sel neuron di SNc.
Ini yang mendasari terjadinya PP sporadic yang bersifat familial. Disini kadar sub
unit alfa dari proteasome 20S menurun secara bermakna pada sel neuron SNc
pada PP dibandingkan dengan orang normal. Dan juga didapatkan penurunan
sekitar 40% 3 komponen (chymotriptic, trytic dan postacidic) dari proteasome
26Spada sel neuron SNc penderita PP

b. Faktor lingkungan
 Bahan-bahan beracun, seperti : carbon disulfde, manganese, dan pelarut
hidrokarbon
 Pasca ensefalitis
 Pestisida / herbisida
 Terpapar pekerjaan terutama zat kimia seperti logam dan bahan-bahan cat
 Kafein
 Alkohol
 Diet tinggi protein
 Merokok
 Trauma kepala
 Depresi dan stres

c. Umur (proses menua)


Proses menua merupakan faktor resiko yang mempermudah terjadinya
proses degenerasi di SNc. Tetapi memerlukan penyebab lain untuk bisa menjadi
penyakit parkinson.

d. Ras
Lebih tinggi pada kulit putih dibandingkan kulit hitam

e. Cedera kranioserebral
Belum jelas. Lebih pada sindrom parkinson (akibat trauma kepala,
infeksi, dan tumor di otak)

f. Sters emosional

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed.4. EGC

o KLASIFIKASI
 Parkinsonisme primer
 Parkinsonisme sekunder, karena :
a. Pasca ensefalitis virus
b. Pasca infeksi lain, misalnya siflis meningovaskular, tuberculosis,
aterosklerosis.
c. Iatrogenic atau terinduksi obat, misalnya obat – obat golongan fenotiazin,
reserpin, tetrabenazin .
d. Toksik, misalnya karena intoksikasi karbonmonoksida, karbondisulfda,
mangan, sianida.
e. Lain – lain, misalnya karena perdarahan serebral petekial pasca trauma
yang berulang – ulang pada petinju, infark lakunar, tumor serebri,
hipoparatiroid, kalsifkasi.
 Sindrom paraparkinson

Arif Mansjoer, dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI.

 Primer / idiopatik
- penyebab tidak diketahui
- sebagian besar merupakan penyakit Parkinson
- ada peran toksi yang berasal dari lingkungan
- ada peran factor genetic, bersifat sporadis

 Sekunder / akuisita
- timbul setelah terpapar suatu penyakit / zat
- infeksi dan pasca infeksi otak (ensefalitis)
- terpapar kronis oleh toksin seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-
tetrahydropyridine (MPTP), Mn (mangan), CO (karbon monoksida), sianida
dan lain-lain
- efek samping obat penghambat reseptor dopamine (sebagian besar obat anti
psikotik) dan obat yang menurunkan cadangan dopamine (reserpin)
- pasca strok (vaskular)
- lain-lain : hipotiroid, hipoparatiroid, tumor / trauma otak, hidrosefalus
bertekanan normal

 Sindrom Parkinson plus


Gejala parkinson timbul bersama gejala neurologi lain seperti :
progressive supraneural palsy, multiple system atrhophy, cortical-basal
ganglionic degeneration, Parkinson-dementia-ALS complex of guam,
progressive palidal atrophy, difuse Lewy body disease (DLBD)

 Kelainan degeneratif diturunkan (heredodegenerative disorders)


Gejala parkinsonism menyertai penyakit-penyakit yang diduga
berhubungan dengan penyakit neurologi lain yang factor keturunan
memegang peran sebagai etiologi, seperti : penyakit alzheimer, penyakit
wilson, penyakit hutington. Demensia frontotemporal pada kromosom 17q21,
X-linked dystonia parkinsonism.

a. primer
 penyakit parkinson idiopatik
 parkinsonism-plus sindrom
- supranuklear palsy progresiva

- degenerasi olivoponto serebeler

- sindroma-shy drager

- degenerasi striatonigral

- guamanian parkinson–amyotropik lateral sklerosis dementia


komplek
- degenerasi sistema motorik azorean

b. metabolik sekunder
 penyakit wilson’s
 degenerasi hepatoserebral nonwilsonian kronik
 sidroma hallervorden-spatz
 sindrom fahr’s

c. infeksi
 postencepalitis
 paraencepalitis
d. toksik
 ireversibel
- karbon monoksida/ karbon/ keracunan disilfda (anoksik)

- mangan

- analog meperidin (MPTP)

 reversibel
- reserpine

- phenothiazine dan neuroleptik butyrophenon dan anti mimeti


(termasuk metoclopramide)
- alpha-methyldopa

e. pseudoparkinsonism
 arteriosklerosis
 normal pressure hydrocephalus
 lesi massa (tumor, subdural hematoma)
 sindroma tremor

o PATOGENESIS

Substansia nigra (black substance), adalah suatu regio kecil di otak yang
terletak sedikit di atas medula spinalis. Bagian ini menjadi pusat kontrol / koordinasi
dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan neurotransmitter yang disebut
dopamin, yang berfungsi untuk mengatur seluruh pergerakan otot dan
keseimbangan badan yang dilakukan oleh sistem saraf pusat. Dopamin diperlukan
untuk komunikasi elektrokikia antara sel-sel neuron di otak teruatam dalam
mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta kelancaran
komunikasi (bicara). Pada penyakit parkinson sel-sel neuron di SNc mengalami
degenerasi, sehingga prosuksi dopamin menurun, akibatnya semua fungsi neuron di
SSP menurun dan menghasilkan kelambanan gerak (bradikinesia), kelambanan bicara
dan berpikir (bradifrenia), tremor, dan kekakuan (rigiditas)
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed.4. EGC

a. Kelainan Metabolisme
b. Eksitotoksisitas
c. Stres Oksidatif
d. Faktor Genetik
e. Alpha-synucleinprotein yg dtemukan dlm jml besar di jung akson prasinaps pd
otak sehat, terutama di traktus dan bulbusolfaktorius di hypothalamus dan SN
f. Kegagalan UPS (Ubiquitin Proteasome System)
g. Raksi radang (inflamasi)
Terjadi karena penurunan kadar dopamine akibat kematian neuron disubstansia nigra pars
compacta (SNc) sebesar 40-50% yang disertai dengan inklusi sitoplasmik eosinoflik (Lewy
bodies) dengan penyebab multifaktorial.

Substansia nigra  suatu region kecil diotak yang terletak sedikit diatas medulla spinalis 
yang menjadi pusat control / koordinasi dari seluruh pergerakan yang akan menghasilkan
neurotransmitter yang disebut dopamine (untuk mengatur seluruh pergerakan otot dan
keseimbangan badan yang dilakukan oleh system saraf pusat)  dopamine diperlukan untuk
komunikasi elektrokimia antara sel2 neuron diotak terutama dalam mengatur pergerakan,
keseimbangandan reflek postural serta klelancaran komunikasi / bicara

Pada PP sel2 neuron di SNc mengalami degenerasi  sehingga produksi dopamine


menurun akibatnya semua fungsi neuron di SSP menurun dan menghasilkan kelambanan
gerak (bradikinesia) , kelambanan bicara dan berfkir (bradifrenia), tremor, kekakuan
(rigiditas)

Yang mendasari proses degenerasi neuron SNc adalah stress oksidatif menyebabkan
terbentuknya formasi oksiradikal  menumpuk  tidak dapat didegradasi oleh ubiquitin-
proteasomal pathway sehingga sel2 SNc mati

Mekanisme patogenik yang perlu dipertimbangkan antara lain :

a. efek lain dr stress oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal dgn NO yang
menghasilkan peroxynitric radical
b. kerusakan mitokondria sebagai akibat penurunan produksi ATP dan akumulasi
elektron2 yang memperburuk stress oksidatif, akirnya menghasilkan peningkatan
apoptosis dan kematian sel
c. perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra , memproduksi sitokin yang memicu
apoptosis sel2 SNc

o PATOFISIOLOGI

Teori ketidakseimbangan saraf dopaminergik dangan saraf kolinergik

Korpus striatum selain menerima persarafan dopaminergik yang datang dari substansia nigra, juga
dipersaraf oleh saraf kolinergik dengan asetilkolin ( AKA ) sebagai neurotransmiternya, pengaruh dari
striatum terhadap fungsi motorik korteks ditentukan oleh kegiatan kedua saraf tersebut.

Bila mana kegiatan dopaminergik meningkat dan atau kegiatan kolinergik menurun maka pengaruh
dopaminergik akan dominan shg timbullah gejala hiperkinesia, sebaliknya jika kegiatan dopaminergik
menurun dan atau kolinergik meningkat maka pengaruh kolinergik akan dominan shg timbullah
gejala hipokinesia ( sindroma parkinson )

2. Teori ketidakseimbangan jalur langsung dan jalur tidak langsung,

Baik jalur langsung maupun tidak langsung keduanya akan bermuara ke GPi / SNr dan salanjutnya
dari sini akan mengeluarkan output menuju talamus dan korteks, bila masukan dari keduanya
seimbang maka outputnyapun akan seimbang pula sehingga tidak timbul kelainan gerakan motorik.

Akan tetapi manakala terjadi hiperaktif jalur langsung atau hipoaktif jalur tak langsung maka output
dari GPi dan SNr ke arah talamo korteks akan menurun maka akan terjadi gerakan hiperkinesia.
Sebaliknya jika terjadi hipoaktifitas jalur langsung dan hiperaktifitas jalur tak langsung maka
keluaran dari Gpi dan SNr akan meningkat maka terjadi gerakan hipokinesia / sindroma parkinson.

o MANIFESTASI KLINIS

Umum

1. Gejala mulai pada satu sisi (hemiparkinsonism)


2. Tremor saat istirahat
3. Tidak didapatkan gejala neurologis lain.
4. Tidak dijumpai kelainan laboratorium dan radiologi
5. Perkembangan lambat
6. Respon terhadap levodopa cepat dan dramatis
7. Reflek postural tidka dijumpai pada awal penyakit

Khusus

Gejala motorik pada Penyakit Parkinson

1. Tremor :
• Laten
• Tremor saat istirahat
• Tremor yang bertahan saat istirahat
• Tremor saat gerak disamping adanya tremor istirahat

2. Rigiditas

3. Akinesia/Bradikinesia
• Kedipan mata berkurang
• Wajah seperti topeng
• Hipofonia (suara kecil)
• Liur menetes
• Akathisia/Takhikinesia (gerakan cepat yang tak terkontrol)
• Mikrografa: tulisan semakin mengecil
• Cara berjalan : langkah kecil-kecil
• Kegelisahan motorik (sulit duduk atau berdiri)
4. Hilangnya reflek postural (lost of postural reflexes) Gambaran motorik lain
• Distonia
• Distonia pagi hari biasa pada ibu jari
• Hemidistonia
• Rasa kaku
• Sulit memulai gerak
• Rasa kaku saat berjalan dan berputar mengikuti garis
• Rasa kaku pada berbagai kegiatan lain (bicara: palilalia) dan menulis
• Suara monoton
• Oculogyric crises spasme berupa elevasi mata, atau kombinasi elevasi mata
dan kepala

o DIAGNOSIS

Ditandai oleh bradikinesia yang timbul lambat, tonus otot otot yang
meningkat dan tremor istirahat yang bersifat asimetris, kasar (3-7siklus perdetik) dan
menghilang bila otot berelaksasi total. Perlambatan gerakan volunteer ditemukan
terutama pada awal gerakan berjalan, memutar badan dan mikrografa. Ekspresi
facial menurun, bicara monoton, volume bicara kecil, dan kedipan mata berkurang.
Postur tubuh kaku, pasien berjalan lambat dengan langkah kecil-kecil, dengan
ayunan lengan berkurangdan keseimbangan postural menurun.

Derajad penyakit Parkinson berdasarkan klasifkasi Hoehn dan Yahr

Stadium Klinis

1 Unilateral, ekspresi wajah berkurang , posisi fleksi lengan yang terkena ,


tremor, ayunan lengan berkurang

Bilateral, postur membungkuk kedepan, gaya jalan lambat dengan langkah


2
kecil2, sukar membalikkan badan

Gangguan gaya berjalan menonjol, terdpat ketidakstabilan postural


3
Disabilitasnya jelas, berjalan terbatas tanpa bantuan, lebih cenderung jatuh
4
Hanya berbaring atau duduk dikursi roda, tidak mampu berdiri/ berjalan
5 meskipun dibantu, bicara tidak jelas, wajah tanpa ekspresi, jarang berkedip
 Umum : 1. Gejala mulai pada 1 sisi (hemiparkinsonism), 2. Tremor saat
istirahat, 3. Tidak didapatkan gejala neurologis lain, 4. Tidak dijumpai kelainan
laboratorik dan radiologic, 5. Perkembangan lambat, 6. Respon terhadap
levodopa cepat dan dramatis, 7. Gg. Reflek posturaltidak dijumpai pada awal
penyakit.
 Khusus : gejala motorik pada penyakit Parkinson (TRAP) :
- Tremor : 1. Laten, 2. Saat istirahat, 3. Bertahan saat istirahat, 4. Saat gerak
disamping adanya tremor saat istirahat
- Rigiditas.
- Akinesia / bradikinesia : 1. Kedipan mata berkurang , 2. Wajah seperti
topeng, 3. Hipofonia (suara kecil), 4. Air liur menetes, 5. Akatisia/
takikinesia (gerakan cepat tidak terkontrol), 6. Mikrofrafa (tulisan
semakin kecil), 7. Cara berjalan : langkah kecil2, 8. Kegelisahan motorik
(sulit duduk atau berdiri)
- Hilangnya reflek postural. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan
sejumlah criteria : 1. Klinis, 2. Menurut Koller, 3. Menurut Gelb.

KRITERIA DIAGNOSIS KLINIS

Didapatkan 2 dari 3 tanda cranial gg. Motorik :

 Tremor
 Rigiditas
 Bradikinesia, atau 3 dari 4 tanda motorik :
- tremor

- rigiditas

- bradikinesia

- ketidakstabilan postural

KRITERIA DIAGNOSIS KLINIS MODIFIKASI

 Diagnosis possible (mungkin) : adanya salah satu gejala: termor, rigiditas,


akinesia/ bradikinesia, gg. Reflex postural.
Tanda2 minor yang membantu kearah diagnosis klinis possible: Myerson sign,
menghilang atau berkurangnya ayunan lengan, reflex menggenggam.
 Diagnosis probable (kemungkinan besar) :
 Diagnosis defnit (pasti) : setiap kombinasi 3 dari4 gejala; pilihan lain : setiap
2 dengan 1 dari 3 gejala pertama terlihat asimetris

KRITERIA DIAGNOSIS KOLLER

 Didapati 2 dari 3 tanda cardinal gg.motorik: tremor istirahat atau gg.refleks


postural , rigiditas, bradikinesia yang berlangsung 1 tahun atau lebih
 Respon terhadap terapi levodopa yg diberikan samapi perbaikan sedang
(minimal 1.000mg/ hari selama 1 bulan), dan lama perbaikan 1 tahun / lebih

KRITERIA DIAGNOSIS GELB

 Diagnosis possible (mungkin) : adanya 2 dr 4 gejala cardinal (resting tremor,


bradikinesia, rigiditas, onset asimetrik).
Tidak ada gambaran yang menuju kearah diagnosis lain termasuk halusinasi
yang tidak berhubungan dengan obat, demensia, supra nuclear gaze palsy
atau disotonom. Mempunyai respon yg terbaik terhadap levodopa atau
agonis dopamine.

 Diagnosis probable (kemungkinan besar) : terdapat 3 dr 4 gejala cardinal,


tidak ada gejala yang mengarah kediagnosis lain dalam 3 tahun, terdapat
respon yang baik terhadap levodopa atau agonis dopamine.
 Diagnosis defnite (pasti) : seperti probable disertai dengan pemeriksaan
histopatologis yang positif.

a. Pemeriksaan khusus  tanda khusus :

Tanda khusus “ Meyerson's sign “ :

• Tidak dapat mencegah mata berkedip-kedip bila daerah glabela diketuk


berulang.
• Ketukan berulang (2 x/detik) pada glabela membangkitkan reaksi
berkedip-kedip (terus menerus)
b. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan bila ada indikasi, antara lain


dengan melakukan pemeriksaan:

– Neuroimaging : CT-SCAN, MRI, PET


– Laboratorium (Penyakit Parkinson sekunder) : Patologi anatomi,
pemeriksaan kadar bahan Cu (Wilson's disease, prion (Bovine
spongiform encephalopathy)

c. Penilaian Kemajuan Pengobatan

Stadium penyakit dan kemajuan pengobatan diukur dengan


menggunakan Skala Terpadu Penilaian Penyakit Parkinson/STP3 (Unified
Parkinson Disease Rating Scale/UPDRS

Kriteria diagnostik (Kriteria Hughes):

Possible :

Terdapat salah satu gejala utama:


 Tremor istirahat
 Rigiditas
 Bradikinesia
 Kegagalan refleks postural

Probable

Bila terdapat kombinasi dua gejala utama (termasuk kegagalan


refleks postural) atau satu dari tiga gejala pertama yang tidak
simetris (dua dari empat tanda motorik)

Definite

Bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala atau dua


gejala dengan satu gejala lain yang tidak simetris (tiga tanda
kardin al) Bila semua tanda-tanda tidak jelas sebaiknya dilakukan
 Criteria diagnostic menurut hughes
pemeriksaan ulangan beberapa bulan kemudian.
 Tanda khusus : tidak dapat mencegah mata berkedip (meyerson ’s sign)
 Pemeriksaan penunjang : mri, ct-scan, parkinson sekunder lab  penyakit
wilson (peningkatan kadar cuprum)
o TERAPI
 Terapi Medikamentosa
a. Obat yang mengganti Dopamine (Levodopa, Carbidopa)
b. Agonis Dopamine (Bromocriptine, Pergolide, Prsmipexole, Ropinirol)
c. Antikolinergik (Benztropin, Triheksifenidil, Biperiden)
d. Penghambat Monoamin oksidase/MAO (Selegiline)
e. Amantadin
f. Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT (Tolcapone, Entacapone)

 Terapi Pembedahan
a. Terapi ablasi lesi di otak
Termasuk dalam kategori ini adalah Thalamotomy dan Pallidotomy.
Pada prosedur ini dilakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan
menggunakan kauterisasi. Tidak ada instrument apapun yang dipasang di
otak setelah penghancuran tersebut.

b. Terapi stimulasi otak dalam (deep brain stimulation, DBS)


Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak
yang dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit
dada seperti alat pemacu jantung.

c. Transplantasi otak (brain grafting)


Menggunakan graft sel otak janin atau Autologous adrenal.

 Terapi Rehabilitasi
Latihan fsioterapi yang dilakukan meliputi latihan gelang bahu
dengan tongkat, latihan ekstensi truncus, latihan Frenkle untuk berjalan dengan
menapakkan kaki pada tanda – tanda di lantai, latihan isometric untuk otot
kuadrisep femoris, dan otot ekstensor panggul agar memudahkan menaiki
tangga dan bangkit dari kursi.

Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian AKS pasien,


pengkajian lingkungan tempat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan
dipakai berbagai macam strategi, antara lain :

a. Strategi kognitif  untuk menarik perhatian penuh/ konsentrasi, bicara


jelas dan tidak cepat, mampu menggunakan tanda – tanda verbal
maupun visual dan hanya melakukan satu tugas kognitif maupun
motorik.
b. Strategi gerak  seperti bila akan berbelok saat berjalan gunakan
tikungan yang agak lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin
memungut sesuatu dilantai.
c. Strategi keseimbangan  melakukan AKS dengan duduk atau berdiri
dengan kedua kaki terbuka lebar dan dengan berpeganggan pada
dinding. Hindari eskalator atau pintu berputar. Saat berjalan ditempat
ramai atau lantai tidak rata harus konsentrasi penuh jangan bicara atau
melihat sekitar.
Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : FKUI.
o KOMPLIKASI

 Hipokinesia : Atrof/kelemahan otot sekunder, kontraktur sendi,


 Deformitas : kifosis, skoliosis Gangguan Fungsi Luhur Afasia, Agnosia, Apraksia
 Gangguan Postural : Perubahan kardio-pulmonal, ulkus dekubitus, jatuh
 Gangguan Mental : Gangguan pola tidur, emosional, gangguan seksual, depresi,
bradifrenia, psikosis, demensia
 Gangguan Vegetate : Hipotensi Postural, inkontinensia urine, gangguan keringat
 Gangguan Akibat Efek Samping Obat

CHOREA ATHETOSIS
1. Defnisi
2. Etiologi
3. epidemiologi
4. klasifkasi
5. Patogenesis
6. Patofsiologi
7. Manifestasi klinis
8. Penegakan diagnosis
9. komplikasi
10. penatalaksanaan

TUMOR OTAK (di daerah pengatur motorik)


1. Defnisi
2. Etiologi
3. epidemiologi
4. klasifkasi
5. Patogenesis
6. Patofsiologi
7. Manifestasi klinis
8. Penegakan diagnosis
9. komplikasi
10. penatalaksanaan

STEP 4

Anda mungkin juga menyukai