Anda di halaman 1dari 4

TUGAS STUDI MANDIRI

PERMASALAHAN PENDIDIKAN IPA TERPADU DAN UPAYA


DALAM MENGATASINYA

RATNAH

I2E018022

IPA terpadu telah menjadi program pembelajaran dan telah dilaksanakan di berbagai
sekolah.IPA terpadu di tingkat SMP memberikan dasar yang kuat bagi pendidikan sains di
tingkat selanjutnya, jika fondasi pengetahuan IPA terpadu tidak baik, siswa tidak akan
menunjukkan minat dalam pelajaran sains inti (biologi, kimia dan fisika) di SMA. kemudian,
banyak tantangan yang dihadapi dalam menerapkan pembelajaran tersebut. Masalah yang
umum ditemukan adalah :

1) Guru IPA terpadu masih sedikit jumlahnya. Guru yang saat ini mengajar, mempunyai
latar belakang yang berbeda dengan tugas mengajarnya.

2) Beberapa layanan pelatihan guru tidak efektif.

3)Fasilitas laboratorium kurang memadai dan banyak guru tidak terlatih dalam
mengajarkan metode ilmiah baik di laboratorium dalam ruang maupun di alam sekitar

4) Fasilitas penunjang pembelajaran yang kurang memadai.

Berdasarkan pengalaman mengajar saya di SMP 2 Wera di Kabupaten Bima ditemukan


sejumlah kendala:

1. Sarana belajar seperti laboratorium kurang lengkap


2. Motivasi belajar siswa rendah
3. Buku pelajaran yang menunjang PBM kurang tersedia
4. Kompetensi guru yang kurang memadai, sehingga guru mengalami kesukaran
dalam mengaitkan konsep antar subdisiplin dalam IPA
5. jumlah siswa melampaui kapasistas kelas
6. alokasi waktu yang tidak efektif. Jam pelajaran yang tercakup ke dalam bidang
kajian IPA berkurang, padahal muatan kurikulum IPA cukup banyak.
Kemudian didukung oleh penelitian-penelitian lain yaitu Jamaludin dkk (2015:23)
melakukan penelitian deskriptif menggunakan kuisioner terhadap 10 guru fisika SMP dari 10
sekolah sekecamatan Sojol Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Responden dipilih dari
SMP yang memiliki laboratorium IPA dan tidak memiliki laboratorium IPA. Berdasarkan
hasil penelitian praktikum menggunakan KIT fisika masih sangat jarang dilakukan. Hal ini
disebabkan: 1) Intensitas pelatihan laboratorium untuk guru kurang. 2) Pemahaman guru
terhadap konsep dan penggunaan alat laboratorium masih rendah. 3) Guru belum mampu
merancang LKS sendiri. 4) Praktikum cukup memakan waktu sedangkan materi IPA cukup
padat sehingga guru lebih memilih metode ceramah. 5) Tidak ada laboran yang membantu
praktikum.
Hasil penelitian terkait terhadap 46 guru IPA SMP di Pekan Baru Riau, diungkapkan
oleh Yennita, dkk (2012:1-6). 37% guru IPA berasal Pendidikan Fisika dan 48% berasal dari
Pendidikan Biologi. Mata pelajaran IPA (baik fisik,kimia maupun biologi) pada sebagian
besar sekolah diajarkan oleh guru yang sama. Kualifikasi guru IPA di Pekan Baru kurang
sesuai dengan tugas mengajarnya. Bekal pengetahuan guru untuk mengajar IPA masih belum
memadai. Hal itu dirasakan terutama oleh guru berlatar belakang Pendidikan Biologi namun
harus mengajar fisika maupun kimia begitu juga sebaliknya. Selanjutnya menurut Yennita
dkk (2012) 39% responden mengatakan bahwa pengetahuan praktikum masih kurang.
Keterampilan guru IPA fisika menggunakan berbagai peralatan laboratorium masih rendah
sebab guru-guru tidak pernah mengikuti pelatihan laboratorium dalam kurun 5 tahun terakhir.
Yennita dkk (2012) mengutip hasil penelitian Jeperis (2009) dan Sumintono (2010), sebagai
berikut: Guru IPA SMP tidak mempunyai latar belakang pendidikan IPA, alokasi waktu
untuk fisika kurang dibandingkan dengan banyaknya materi dan praktikum yang dituntut oleh
kurikulum, ruangan yang terbatas, tidak tersedia laboratorium IPA maupun alat-alat
praktikum di sekolah, keterampilan laboratorium guru rendah dan pihak sekolah tidak
menyediakan laboran.
Masalah lain yang cukup krusial adalah penataan konsep IPA terpadu dalam kurikulum
yang tidak berurutan. Konsep sains seharusnya diajarkan mulai dari materi dikenal ke yang
tidak diketahui dan dari yang sederhana menuju yang kompleks. Jika hal ini diabaikan siswa
akan kesulitan untuk memahami konsep-konsep yang diajarkan.Perencanaan kurikulum IPA
terpadu menggunakan pendekatan spiral (atau konsentris). Konsep-konsep yang akan
diajarkan dalam pendekatan ini, disusun sedemikian rupa sehingga seluruh materi habis
dalam tiga tahun. Urutan ini bersifat progressional dalam hal kedalaman, pelajaran terus
dimatangkan selama bertahun-tahun pada jenjang-jenjang berikutnya.Temuan isi kurikulum
berdasarkan hasil investigasi menunjukkan banyak topik yang harus disajikan secara
berjenjang, diberikan langsung di kelas 1 saja, kelas 2 saja atau kelas 3 saja. Misalnya sistem
saraf dan sistem reproduksi, tidak diperkenalkan pada tahun ke 2 tiba-tiba disajikan di tahun
ke 3. Perencana kurikulum seharusnya memperkenalkan materi itu di tahun ke 2, melalui
pendekatan scientific siswa akan terbantu untuk mendalami topik yang kembali hadir di tahun
ke 3.
Kurikulum IPA terpadu menekankan pada pembelajaran sains sebagai proses,
pencapaian pengetahuan harus berpusat pada siswa.Perencana kurikulum baru, harus
menentukan metode pengajaran yang akan diadopsi dalam mengelola materi.Guru harus
menggunakan strategi pengajaran lain, bukan hanya ceramah dan diizinkan menggunakan
strategi yang sesuai. Siswa harus memperoleh keterampilan laboratorium dan pengalaman
lapangan yang memadai dalam IPA terpadu. Hal ini bertujuan untuk memudahkan
pemahaman materi, dan dinyatakan dengan jelas dalam silabus. Selain itu pengembang
kurikulum juga harus memberikan topik yang memiliki relevansi langsung kepada
masyarakat.Kegiatan laboratorium penting dalam meningkatkan pemahaman tentang aspek-
aspek tertentu dari sifat sains. Kegiatan ini mendorong pengembangan intelektual dan
konseptual dalam sains. Khususnya mengembangkan sikap positif terhadap IPA. Kegiatan
laboratorium menjadi unsur penting dalam pengembangan kemampuan memecahkan masalah
tertentu. Belajar melalui strategi laboratorium memperluas dan memperkuat pembelajaran
teoritis. Alam adalah guru besar IPA; mengajak siswa ke lapangan akan memberikan
pengalaman kontekstual tentang organisme-organisme di lingkungan mereka. Pengalaman
lapangan tersebut sangat dianjurkan, jika kerja ilmiah tidak memungkinkan dalam batas-batas
laboratorium.

Upaya mengatasi berbagai permasalahan dalam pelaksanaan IPA terpadu dilakukan


dalam bentuk:
1. Penyiapan guru adalah masalah yang sangat penting untuk diperhatikan. Guru
membutuhkan pelatihan agar memahami IPA terpadu dan terampil untuk
mengajarkannya sesuai kaidah sains. Kemampuan tersebut diperoleh dari
pendidikan dan latihan yang relevan dengan bidang yang akan diajarnya.
2. Agar pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu berjalan sesuai tujuan kurikulum
diperlukan dukungan sarana seperti buku yang menunjang PBM, laboratorium yang
fungsional dan alokasi waktu yang sesuai. Terutama agar siswa memperoleh
pengalaman bekerja ilmiah (inkuiri).
3. Mengembangkan metode pembelajaran untuk meningkatkan kepercayaan diri dan
tingkat pemahaman konten IPA terpadu calon guru mengajar untuk melatih
keterampilan ilmiah (sains sebagai proses dan sikap) siswa, berpikir kritis, berpikir
kreatif (mampu menyelesaikan masalah dalam kehidupannya).
4. Mengembangkan kemampuan meneliti agar mampu memecahkan masalah dan
membimbing siswanya bereksprerimen.
5. Melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat untuk mengatasi keterbatasan alat
dan bahan praktikum serta mengembangkan media atau lab virtual untuk daerah-
daerah yang terbatas sarana laboratoriumnya.
6. Pemerintah harus meningkatkan kesejahteraan guru, meningkatkan status profesi
guru dan menyediakan insentif yang sesuai. Hal ini akan mendorong generasi muda
menjadi guru IPA terpadu yang berpengalaman dan berdedikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Jamaludin, Kade dan Nurjanah. (2015). Analisis Pelaksanaan Praktikum Menggunakan


KIT IPA Fisika di SMP Sekecamatan Donggala. Ejournal Pendidikan Fisika
Tadulako. Vol.3 No.1 (2015). 23-38.

Yennita, Sukmawati & Zulirfan. (2012). Hambatan Pelaksanaan Praktikum IPA


Fisika yang Dihadapi Guru SMP Negeri di Kota Pekanbaru. Jurnal Pendidikan
Universitas Riau. Volume 3 No.1.2012, 1-11.

Anda mungkin juga menyukai