Anda di halaman 1dari 14

Afandi, Perbandingan Praktik Praperadilan dan Pembentukan Hakim Pemeriksa Pendahuluan 93

PERBANDINGAN PRAKTIK PRAPERADILAN DAN PEMBENTUKAN


HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN DALAM
PERADILAN PIDANA INDONESIA*
Fachrizal Afandi**

Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang


Jalan M.T. Haryono, No. 169 Malang, Jawa Timur

Abstract
This article aims to identify and analyze the conception and practice of the object pre-trial expansion
in Indonesia based on several court verdicts and the second is to compare pretrial in the Code of
Criminal Procedure Law that prevail and Preliminary Examining Judge in the draft of Criminal Procedure
Code. The research shows that pre-trial authority  expansion can be understood as a judicial authority
effort to check the investigator or prosecutor in upholding the code of criminal procedure. Hence, when
comparing the pretrial procedure and the Preliminary Examining Judge.
Keywords: pretrial, law enforcement, preliminary examining judge.

Intisari
Tulisan bertujuan untuk melakukan analisis praktik perluasan obyek praperadilan di Indonesia dan
melakukan perbandingan praperadilan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
dengan HPP dalam rancangan KUHAP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik perluasan
kewenangan praperadilan dapat dipahami sebagai upaya kekuasaan yudisial menguji keabsahan upaya
paksa yang dilakukan oleh penyidik. Meskipun demikian, dengan kewenangan yang masih terbatas dan
sifatnya yang pasif, praperadilan dipandang kurang efektif dalam mengawasi upaya paksa yang dilakukan
aparat penegak hukum.
Kata Kunci: pra peradilan, penegakan hukum, hakim pemeriksa pendahuluan.

Pokok Muatan
A. Pendahuluan ....................................................................................................................................... 94
B. Metode Penelitian .............................................................................................................................. 95
C. Pembahasan ....................................................................................................................................... 96
1. Perluasan Kewenangan Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia ........................ 96
2. Perluasan Obyek Praperadilan dalam Beberapa Putusan Pengadilan .......................................... 98
3. Lembaga Praperadilan vis a vis Pembentukan Lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan .......... 101
D. Kesimpulan ........................................................................................................................................ 104

*
Hasil Penelitian Hasil Penelitian DPP SPP BPPK FH UB yang didanai oleh BOPTN Kemenristek Dikti Tahun Anggaran 2015.
**
Alamat Korespondensi: fachrizal@ub.ac.id atau fachrizal.afandi@gmail.com
94 MIMBAR HUKUM Volume 28, Nomor 1, Februari 2016, Halaman 93-106

A. Pendahuluan yang memperluas kewenangan praperadilan


Perbincangan hangat tentang perlunya dalam melakukan uji keabsahan upaya paksa di
penguatan pengawasan pada keabsahan tindakan luar ketentuan yang termaktub dalam KUHAP.5
oleh lembaga peradilan yang mengemuka akhir- Bahkan terakhir yang menjadi kontroversial adalah
akhir ini salah satunya dipicu oleh penyalah gunaan putusan pra peradilan Pengadilan Negeri Jakarta
wewenang dalam melakukan upaya paksa yang Selatan yang memeriksa dan memutus keabsahan
berujung pada adanya dugaan “kriminalisasi” penetapan tersangka yang dilakukan oleh Komisi
(malicious prosecution) yang dilakukan oleh oknum Pemberantasan Korupsi terhadap Komisaris
aparat penegak hukum.1 Jenderal Polisi Budi Gunawan.6
Satu-satunya lembaga yang kita kenal Tak lama berselang, Mahkamah Konstitusi
sejak tahun 1981 melalui Undang-Undang Nomor Republik Indonesia melalui putusan Nomor
8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang 21/PUU-XII/2014 memperluas kewenangan
Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk menguji praperadilan dalam Pasal 77 KUHAP termasuk juga
keabsahan upaya paksa yang dilakukan oleh aparat dalam memeriksa dan memutus sah atau tidaknya
penegak hukum secara terbatas adalah lembaga penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan.
praperadilan.2 Meskipun dalam perjalanannya Putusan Mahkamah Konstitusi ini menimbulkan
lembaga praperadilan dianggap kurang efektif harapan baru utamanya bagi para pencari keadilan
dalam menjamin hak asasi warga negara yang untuk dapat melakukan uji keabsahan upaya paksa
berhadapan dengan kekuasaan represif oknum dari oknum penegak hukum. Hal yang menunjukkan
aparat penegak hukum.3 adanya perkembangan hukum di masyarakat yang
Riset yang dilakukan oleh Institute for menginginkan adanya perluasan kewenangan
criminal Justice Reform (ICJR) pada tahun 2014 praperadilan dalam melakukan pengawasan yudisial
di beberapa kota di Indonesia menunjukkan atas tindakan-tindakan yang berpotensi melanggar
bahwa dari data yang didapat hampir 85 persen Hak Asasi Manusia dalam sistem peradilan pidana
gugatan praperadilan ditolak oleh pengadilan Indonesia.
negeri dengan berbagai macam alasan.4 Hambatan- Sejatinya jauh sebelum penerapan lembaga
hambatan dalam pemeriksaan praperadilan yang praperadilan, sistem peradilan pidana di Indonesia
mengakibatkan kurangnya realisasi hak-hak asasi telah mengenal lembaga hakim komisaris yang
khususnya terkait implementasi habeas corpus memiliki tugas mengawasi upaya paksa yang
dalam lembaga praperadilan menjadikan lembaga dilakukan oleh aparat penegak hukum sebagaimana
ini dipandang kurang efektif dalam melakukan diatur dalam Reglement op de Strafvoerdering
pengawasan tindakan aparat lembaga peradilan. (RV). Namun pilihan menggunakan Herziene
Di sisi lain seiring dengan berjalannya Indische Reglement (HIR) dengan Staatsblad No.
waktu dapat ditemukan terdapat beberapa putusan 44 Tahun 1941 sebagai hukum acara yang berlaku
praperadilan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak Indonesia merdeka mengakibatkan lembaga

1
Muhammad Khairur Rasyid, “Kontras Gelar Perkara Terbuka Korban Kriminalisasi”, http://Jatim.Metrotvnews.Com/Read/2015/09/15/431457/
Kontras-Gelar-Perkara-Terbuka-Korban-Kriminalisasi, diakses 12 Oktober 2015.
2
Pasal 1 ke 10 jo Pasal 77 KUHAP membatasi kewenangan pra peradilan hanya dalam hal memeriksa dan memutus sah atau tidaknya suatu
penangkapan dan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, dan permintaan ganti kerugian atau
rehabilitasi.
3
Anonim, “Penelitian KHN: Praperadilan Mengandung Banyak Kelemahan”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b29bab9ef3a7/
penelitian-khn-praperadilan-mengandung-banyak-kelemahan, diakses 12 Oktober 2015.
4
Anggara, et al., 2014, Praperadilan di Indonesia: Teori, Sejarah dan Praktiknya, Institute for Criminal Justice Reform, Jakarta, hlm. 64.
5
Anonim, “Metamorfosis Wajah Praperadilan”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt55716335453cd/metamorfosis-wajah-prapera­
dilan, diakses 25 September 2015.
6
Anonim, “Putusan Praperadilan Komjen BG Kontroversial MA Harus Berani Mengujinya”, http://news.detik.com/berita/2841011/putusan-
praperadilan-komjen-bg-kontroversial-ma-harus-berani-mengujinya, diakses 12 Oktober 2015.
Afandi, Perbandingan Praktik Praperadilan dan Pembentukan Hakim Pemeriksa Pendahuluan 95

ini tidak dikenal dan tidak ada model pengawasan dan kelebihan konsep lembaga praperadilan jika
horizontal yang dapat melakukan uji keabsahan dibandingkan konsep lembaga Hakim Pemeriksa
upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak Pendahuluan sebagai lembaga pengawas horizontal
hukum sampai diberlakukannya KUHAP pada dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum
tahun 1981.7 Acara Pidana rencananya akan dibahas ulang dalam
Usaha memasukkan lembaga Hakim Program Legislasi Nasional periode pemerintahan
komisaris dalam KUHAP ini sebenarnya pernah Presiden Joko Widodo ini.10
diajukan dalam Rancangan Undang-undang
Hukum Acara Pidana tahun 1974 oleh Prof. Oemar B. Metode Penelitian
Seno Adjie, S.H., yang saat itu menjabat sebagai Untuk menjawab permasalahan yang
Menteri Kehakiman. Konsep hakim komisaris dikemukakan pada bagian sebelumnya, penelitian
ini mirip dengan konsep yang pernah ada dalam ini dilakukan dengan pendekatan hukum normatif,
Reglement op de Strafvoerdering. Namun sayang yaitu dengan cara melakukan penelaahan kritis
dalam perkembangannya, gagasan hakim komisaris dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka dan
tersebut kemudian dianulir oleh Sekretariat dokumen-dokumen hukum yang relevan dengan isu
Negara yang kemudian diganti dengan lembaga praperadilan dan hakim pemeriksa pendahuluan.
praperadilan.8 Peneliti mendekati permasalahan yang
Pada tahun 2012 yang lalu konsep lembaga diteliti setidaknya dengan tiga pendekatan, pertama
Hakim Komisaris muncul kembali dalam RUU pendekatan konseptual (conseptual approach),
KUHAP yang dibahas Dewan Perwakilan Rakyat kedua pendekatan perundang-undangan (statue
dengan nama yang berbeda yaitu Hakim Pemeriksa approach), dan terakhir pendekatan kasus (case
Pendahuluan. Munculnya kembali konsep lembaga approach). Pendekatan konseptual dilakukan
hakim komisaris/hakim pemeriksa pendahuluan dengan mengkaji beberapa konsep hukum terkait
ini dapat dipahami sebagai bentuk keinginan model pengawasan horizontal dalam sistem
pembuat undang-undang untuk lebih memperkuat peradilan pidana yang telah dikaji dan diteliti oleh
pelembagaan pengawasan horizontal upaya paksa para akademisi hukum pidana dalam beberapa
yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Hal literatur.11 Pendekatan ini digunakan untuk
yang pada gilirannya diharapkan akan memiliki mempermudah peneliti dalam memahami konteks
impilikasi besar pada perlindungan hak asasi permasalahan. Konsep-konsep seperti konsep
manusia warga negara yang sedang berhadapan perlindungan Hak Asasi Manusia dalam sistem
maupun berkonflik dengan hukum.9 peradilan pidana dan konsep pengawasan penegakan
Dari berbagai latar berlakang di atas, hukum akan dijadikan bahan hukum sekunder yang
setidaknya ada dua isu utama yang diteliti dalam akan membantu peneliti dalam melakukan analisa
penelitian ini, yakni: Pertama, terkait konsepsi dan permasalahan. Selanjutnya pendekatan perundang-
praktik perluasan obyek pra peradilan di Indonesia undangan (statue approach) dilakukan dengan
berdasarkan beberapa putusan pengadilan yang telah cara menganalisis dan mengevaluasi peraturan
berkekuatan hukum tetap. Kedua tentang kelemahan perundang-undangan termasuk aturan pelaksana

7
Loebby Loeqman, 1987, Pra Peradilan di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm 47-48.
8
Andi Hamzah dan R.M. Surachman, 2015, Pre-Trial Justice and Discretionary Justice dalam KUHAP Berbagai Negara, Sinar Grafika,
Jakarta hlm. 36-40.
9
Istilah berhadapan dan berkonflik dengan hukum ini penulis adaptasi dari Pasal 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana. Kedua diksi ini menurut penulis mewakili status warga negara yang terlibat dalam sistem peradilan pidana.
10
Moyang Kasih Dwimerdeka, “36 RUU Lama Kembali Masuk Prolegnas 2015”, http://nasional.tempo.co/read/news/2015/02/03/078639666/36-
ruu-lama-kembali-masuk-prolegnas-2015, diakses 25 September 2015.
11
Johni Ibrahim, 2007, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Malang, hlm. 306.
96 MIMBAR HUKUM Volume 28, Nomor 1, Februari 2016, Halaman 93-106

teknis yang mengikat penegak hukum dalam praperadilan bersifat limitatif yang terbatas hanya
mekanisme pengawasan horizontal dalam sistem pada apa yang diuraikan dalam Pasal 1 angka 10
peradilan pidana.12 Terakhir, peneliti akan berusaha dan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
mempertajam jawaban permasalahan dengan 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
melakukan studi kasus (cases study approach) Pidana. Hal yang juga senada dengan ketentuan
dengan mempelajari beberapa putusan praperadilan Pasal 9 ayat (4) ICCPR yang menyatakan bahwa
yang memperluas kewenangan objek praperadilan.13 pengadilan dapat memutuskan penundaan mengenai
keabsahan penahanannya dan memerintahkan
C. Pembahasan pembebasan apabila penahanan itu tidak sah, untuk
1. Perluasan Kewenangan Praperadilan alasan-alasan yang sama seperti mengenai jangka
dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia waktu penahanan yang harus dibatasi dengan ketat,
Loebby Loeqman mendefinisikan Sistem orang yang ditangkap atau ditahan harus diberi
Peradilan Pidana sebagai suatu rangkaian antara hak untuk membawa pengaduannya kepada sidang
unsur atau faktor yang saling terkait satu dengan pengadilan.17
lainnya sehingga menciptakan suatu mekanisme Secara rinci, jika dirunut sesuai dengan
sedemikian rupa sehingga sampai tujuan dari sistem ketentuan yang termaktub dalam KUHAP kewe­
tersebut yaitu untuk mencapai suatu masyarakat nangan Praperadilan adalah wewenang Pengadilan
yang terbebas dari kejahatan.14 Negeri untuk memeriksa dan memutus:22
Pada dasarnya sebagai negara yang tatap a. Sah/tidaknya penangkapan, penahan­
mempertahankan sebagian besar hukum kolonial an, penghentian penyidikan atau
Belanda, Indonesia menganut sistem peradilan peng­hentian penuntutan (kecuali
ter­
hadap penyampingan perkara
pidana inquisitorial. Namun sejak diberlakukannya
untuk kepentingan umum oleh Jaksa
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Agung);18 (Pasal 77);
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, b. Ganti kerugian dan/atau rehabilitasi
sistem peradilan pidana Indonesia memiliki bagi seorang yang perkara pidananya
beberapa konsep dan prinsip sistem adversarial dihentikan pada tingkat penyidikan
atau penuntutan;19
dalam pengaturannya.15 Salah satu konsep sistem c. Sah atau tidaknya benda yang disita
adversarial yang digunakan dalam KUHAP adalah sebagai alat bukti;20
konsep pra peradilan yang merupakan adopsi dari d. Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka
konsep Habeas Corpus Act (1679) yang lahir di atau ahli warisnya atas penangkapan
atau penahanan serta tindakan lain
Inggris.16
tanpa alasan yang berdasarkan
Praperadilan merupakan satu mekanisme undang-undang atau karena kekeliruan
hukum acara pidana yang dapat ditempuh untuk mengenai orang atau karena kekeliruan
menguji keabsahan tindakan aparat penegak hukum. mengenai hukum yang diterapkan
yang perkaranya tidak diajukan ke
Secara normatif diyakini bahwa objek kewenangan

12
Ibid., hlm. 301.
13
Ibid., hlm. 321.
14
Loebby Loeqman, 2002, Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Hukum Acara Pidana (HAP), Datacom, Jakarta, hlm. 19.
15
Robert R Strang, “More Adversarial, But Not Completely Adversarial: Reformasi of the Indonesian Criminal Procedure Code”, Fordham
International Law Journal, Vol. 32, Nomor 188, Tahun 2008.
16
M. Yahya Harahap, 2007, Pembahasan dan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Penyidikan dan Penuntutan), Sinar Grafika, Jakarta, hlm.
69.
17
A.C.’t Hart, et al., Hukum Acara Pidana (dalam Prespektif Hak Asasi Manusia), LBH Jakarta, Jakarta, hlm. 38.
18
Lebih lanjut lihat Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor
76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209).
19
Ibid.
20
Lebih lanjut lihat Pasal 82 ayat (1) dan (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209).
Afandi, Perbandingan Praktik Praperadilan dan Pembentukan Hakim Pemeriksa Pendahuluan 97

PN;21 Selain soal penetapan tersangka pada tahun


e. Permintaan rehabilitasi oleh tersangka 2010 hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga
atas penangkapan atau penahanan
pernah membuat putusan yang menerobos Pasal
tanpa alasan berdasarkan undang-
undang atau kekeliruan mengenai 77 KUHAP. Hakim mengabulkan permohonan
orang atau hukum yang diterapkan praperadilan atas penanganan perkara yang berlarut-
yang perkaranya tidak diajukan ke PN. larut. Dalam amarnya Hakim memerintahkan
Namun demikian semangat praperadilan jaksa segera melimpahkan perkara dengan
sebagai lembaga untuk melindungi hak asasi argumentasi bahwa ketidakjelasan proses yang
manusia warga negara yang berhadapan atau berlangsung selama bertahun-tahun mengakibatkan
berkonflik dengan hukum mengilhami beberapa ketidakpastian hukum.25
putusan pengadilan negeri yang memperluas obyek Kontroversi perluasan obyek praperadilan ini
pemeriksaan praperadilan tidak hanya terbatas pada akhirnya dilegitimasi oleh Mahkamah Konstitusi
ketentuan Pasal 1 angka 10 dan Pasal 77 KUHAP. (MK) melalui Putusan Nomor 21/PUU-XII/2014
Salah satu contohnya adalah putusan Penga­ yang memperluas kewenangan praperadilan
dilan Negeri Jakarta Selatan pada November 2012 dalam Pasal 77 KUHAP dengan menambahkan
silam yang mengabulkan permohonan praperadilan kewenanganan praperadilan dalam memeriksa dan
tersangka kasus korupsi bioremediasi, Bachtiar memutus sah atau tidaknya penetapan tersangka,
Abdul Fatah. Hakim Suko Harsono menyatakan penggeledahan dan penyitaan. Putusan ini juga
penetapan tersangka tidak sah, tetapi menolak memperjelas definisi bukti permulaan, bukti
mengabulkan permintaan pemohon agar penyidikan permulaan yang cukup, dan bukti yang cukup dalam
dihentikan.23 Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1)
Putusan serupa yang kontroversial adalah KUHAP dengan dimaknai minimal dua alat bukti
putusan praperadilan yang diputuskan oleh Hakim sesuai Pasal 184 KUHAP.26
Sarpin Rizaldi yang menyatakan ketidak absahan Dasar pertimbangan MK dalam putusan ini
penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan adalah karena KUHAP tidak memiliki check and
Korupsi kepada Komisaris Jendral Polisi Budi balance system atas tindakan penetapan tersangka
Gunawan. Beberapa pihak menilai putusan pra­ oleh penyidik yang disebabkan tidak adanya
peradilan ini merupakan suatu kekeliruan yang nyata mekanisme pengujian atas keabsahan perolehan alat
dan melebihi kewenangannya, karena kewenangan bukti.27 Hakikat keberadaan pranata praperadilan
untuk mengisi kekosongan hukum acara atau adalah bentuk pengawasan dan mekanisme
membuat pengaturan tentang penyelesaian suatu keberatan terhadap proses penegakan hukum yang
soal yang belum diatur dalam hukum acara termasuk terkait erat dengan jaminan perlindungan hak asasi
menafsirkan pelaksanaan hukum acara itu ada di manusia. Namun dalam perjalanannya, lembaga
Mahkamah Agung.24 praperadilan tidak mampu menjawab permasalahan
yang ada dalam proses pra-ajudikasi karena dibatasi

21
Lebih lanjut lihat Pasal 95 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209).
22
Lebih lanjut lihat Pasal 97 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209).
23
Anonim, “Hakim Perintahkan Jaksa Bebaskan Karyawan Chevron”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50b4e182d6856/hakim-
perintahkan-jaksa-bebaskan-karyawan-chevron, diakses 3 November 2015.
24
Junaedi, “Pesan Pembaruan Hakim Sarpin”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54f68621c3210/pesan-pembaruan-hakim-sarpin-
broleh--junaedi--sh-msi-llm-, diakses 3 November 2015.
25
Anonim, “Lagi, Hakim perluas Objek Praperadilan”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cd2decce98cf/hakim-perluas-objek-
praperadilan-, diakses 3 November 2015.
26
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 perihal Pengujian Materil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana terhadap UUD.
27
Ibid., hlm. 104-108.
98 MIMBAR HUKUM Volume 28, Nomor 1, Februari 2016, Halaman 93-106

secara limitatif oleh ketentuan Pasal 1 angka tindakan Penuntut Umum dalam
10 juncto Pasal 77 huruf a KUHAP. proses penuntutan adalah merupakan
tindakan upaya paksa, karena telah
MK berpendapat dimasukkannya keabsahan
menempatkan atau menggunakan label
penetapan tersangka sebagai objek pranata pra­ “Pro Justisia ” pada setiap tindakan.
peradilan adalah agar perlakuan terhadap seseorang […]segala tindakan Penyidik dalam
dalam proses pidana memperhatikan tersangka proses penyidikan dan segala tindakan
sebagai manusia yang mempunyai harkat, martabat, Penuntut Umum dalam proses
penuntutan yang belum diatur dalam
dan kedudukan yang sama di hadapan hukum. Pasal 77 jo. Pasal 82 ayat (1) jo. Pasal
Penetapan tersangka adalah bagian dari proses 95 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP,
penyidikan yang di dalamnya kemungkinan terdapat ditetapkan menjadi objek praperadilan
tindakan sewenang-wenang dari penyidik yang dan lembaga hukum yang berwenang
menguji keabsahan segala tindakan
termasuk dalam perampasan hak asasi seseorang.28
Penyidik dalam proses penyidikan dan
2. Perluasan Obyek Praperadilan dalam segala tindakan Penuntut Umum dalam
Beberapa Putusan Pengadilan proses penuntutan adalah Lembaga
Berikut akan diuraikan beberapa putusan Praperadilan;
[…]terkait langsung dengan permo­
Pengadilan Negeri berhasil didapat peneliti yang
honan Pemohon, karena “Penetapan
memperluas kewenangan praperadilan yang akan Tersangka” merupakan bagian dari
diuraikan berdasarkan perluasan obyeknya; rangkaian tindakan Penyidik dalam
a. Penetapan Tersangka proses penyidikan, maka lembaga
Terkait dengan obyek praperadilan hukum yang berwenang menguji
dan menilai keabsahan “Penetapan
berupa uji keabsahan penetapan tersangka, Tersangka” adalah Lembaga Prapera­
salah satu yang kontroversial dan menjadi dilan.29
perbincangan hangat adalah putusan Penga­
Dari beberapa pertimbangan di atas,
dilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 04/Pid.
jelas bahwa hakim memaknai upaya paksa
Prap/2015/PN.Jkt.Sel. dengan pemohon
sebagai tindakan apapun yang dilakukan
Budi Gunawan dan dengan termohon Komisi
oleh penyidik dan atau penuntut umum yang
Pemberantasan Korupsi (KPK). Putusan ini
dilakukan dalam koridor label “pro-justitia”.
menyatakan penetapan tersangka atas Kom­
Luasnya definisi upaya paksa pro yustisia
jen Budi Gunawan oleh KPK adalah tidak
ini mengakibatkan tidak hanya penetapan
sah dan tidak berdasar atas hukum.
tersangka yang dapat diuji oleh praperadilan
Hal yang menarik putusan ini
namun juga dapat dimaknai sebagai segala
diputuskan sebelum Mahkamah Konstitusi
tindakan yang memasuki dan melanggar
memperluas obyek praperadilan. Jika ditilik
ranah privat warga negara termasuk
dari pertim­bangannya nampak jelas bahwa
pemblokiran rekening, pemasangan police
putusan ini memperluas juga definisi upaya
line dan tindakan lain.
paksa tidak hanya terbatas pada ketentuan
b. Pelepasan Police Line atas Fasilitas
Pasal 77 KUHAP. Lebih lengkap berikut isi
Umum
pertim­bangan hukumnya yang menyatakan
Sama dengan putusan praperadilan
bahwa:
yang diuraikan sebelumnya, putusan
[…]segala tindakan Penyidik dalam Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 04/
proses penyidikan dan segala
pid.Pra/2013/PN.JKT.BAR dengan pemohon
28
Lulu Hanifah, “MK: Penetapan Tersangka Masuk Lingkup Praperadilan”, http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.
Berita&id=10796#.VjLpPBArK8U, diakses 3 November 2015.
29
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel perihal Pra Peradilan Budi Gunawan.
Afandi, Perbandingan Praktik Praperadilan dan Pembentukan Hakim Pemeriksa Pendahuluan 99

Harjadi Jahja dan Santoso Sitorus dan dengan fasilitas penunjang satuan rumah susun
termohon Kepolisian Republik Indonesia apartemen sipil (Fasum) yang dilakukan
ini diputus sebelum MK memperluas penyitaan berupa penyegelan dengan garis
kewenangan praperadilan hingga soal uji polisi di lantai dasar tower (apartemen sipil
keabsahan penggeledahan dan penyitaan. kepada pemohon dan untuk kembali dapat
Putusan ini memperluas objek praperadilan digunakan sebagaimana mestinya oleh
hingga soal keabsahan penyitaan dan soal penghuni sebagaimana Undang-undang yang
yang lebih teknis yaitu pemasangan police berlaku.30
line. Amar putusan praperadilan ini menun­
Perkara ini bermula saat Kepolisian jukkan bahwa selain hakim memperluas
Resort Metro Jakarta Barat melakukan obyek kewenangan praperadilan dalam
penyitaan dengan memberikan garis polisi hal penyitaan, juga memasukkan tindakan
(Police Line) di ruang-ruang fasilitas umum pemasangan segel (police line) sebagai
Rumah Susun yang terletak di apartemen Slipi tindakan yang dapat diuji oleh praperadilan.
tanpa memberikan lampiran ataupun salinan Padahal jika dilihat dalam Peraturan Kapolri
apapun termasuk Berita Acara Penyitaan Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara dan
kepada penghuni rumah susun terkait tujuan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis
penyitaan untuk membuat terang suatu Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara dan
perkara pidana. Selanjutnya pemohon sebagai Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti
pengurus perhimpunan penghuni Rumah Kepada Laboratorium Forensik Kepolisian
Susun Apartemen Slipi melakukan gugatan Negara Republik Indonesia, pemasangan
praperadilan atas tindakan yang dilakukan police line sejatinya tidak ditujukan untuk
oleh penyidik Kepolisian tersebut di atas melakukan tindakan penyitaan. Police line
dikarenakan pemohon merasa dirugikan dipasang untuk kepentingan pengamanan
karena tidak dapat lagi menggunakan fasilitas Tempat Kejadian Perkara demi pemeriksaan
umum tersebut. barang bukti.31 Meskipun demikian, dalam
Dalam putusannya hakim menyatakan putusannya hakim berpandangan pemasangan
bahwa tindakan Kepolisian yang melakukan police line tersebut merugikan kepentingan
penyitaan terhadap ruang-ruang fasilitas pemohon dan harus dinyatakan sah melalui
penunjang satuan rumah susun (fasum) lembaga praperadilan.
apartemen sipil adalah tidak sah dan oleh c. Penyitaan, Penggeledahan dan Pem­
karenanya hakim memerintahkan kepada blokiran Rekening
Kepolisian agar melepas/menyerahkan Berbeda dengan 2 (dua) putusan
ruang-ruang fasilitas penunjang satuan praperadilan sebelumnya, putusan yang
rumah susun (fasum) yang menyegel pintu akan dibahas dalam poin 3 ini diputus pasca
masuk serta mencabut garis polisi penyitaan putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014.
diruang serbaguna tersebut saat itu juga Peneliti menemukan putusan MK tersebut
setelah putusan dibacakan; terakhir hakim nampaknya tidak hanya berimplikasi pada
juga memutuskan untuk mengembalikan perluasan obyek praperadilan terbatas pada
kekuasaan, kewenangan atas ruang-ruang penetapan tersangka, penggeledahan dan

30
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 04/pid.Pra/2013/PN.JKT.BAR perihal praperadilan Harjadi Jahja dan Santoso Sitorus.
31
Lihat Pasal 22, 34, 38 dan 96 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti Kepada Laboratorium
Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 311).
100 MIMBAR HUKUM Volume 28, Nomor 1, Februari 2016, Halaman 93-106

penyitaan namun juga berimplikasi pada Dalam kasus ini nampaknya dasar
tindakan lain yang dilakukan oleh penyidik hakim menyatakan penetapan tersangka tidak
kepada tersangka. sah adalah karena termohon KPK tidak dapat
Dalam Putusan Pengadilan Negeri menunjukan ditemukannya minimal 2 (dua)
Jakarta Selatan Nomor 32/Pid.Prap/2015/ alat bukti yang sah sesuai amar putusan MK
PN.Jkt.Sel dengan Pemohon Dr. H. Ilham tersebut di atas. Ketidak absahan penetapan
Arief Sirajuddin, MM, dan dengan termohon tersangka oleh termohon KPK ini menurut
Komisi Pembertantasan Korupsi (KPK) hakim berimplikasi pada apapun tindakan
selain memutus tentang keabsahan penetapan penyidik selanjutnya, hal ini tercermin dalam
tersangka, penyitaan dan penggeledahan, pertimbangan berikut:
hakim memperluas kewenangan praperadilan Menimbang bahwa oleh karena
hingga dalam hal pengujian keabsahan penyitaan telah dilakukan berdasarkan
pemblokiran rekening. Lebih lanjut berikut proses pemeriksaan perkara aquo.
Bahwa bukti P-8, P-10, P-11, P-12
uraian pertimbangannya:
dan P-13 disita sehubungan dengan
Menimbang bahwa TERMOHON perkara a quo dan ternyata dalam
sampai dengan surat Perintah pertimbangan hukum a quo karena
Penyidikan kedua bukti T-6, tidak tidak ditemukan alat bukti permulaan
dapat menunjukan bukti awal yang sah minimal 2 (dua) alat bukti sah, dan
minimal 2 (dua) alat bukti, berdasarkan keterangan saksi Pemohon
a) Termohon tidak dapat menun­ menerangkan bahwa dokumen yang
jukan bukti Berita Acara Peme­ disita tidak dikuasai oleh saksi. Bahwa
riksaan saksi yang ada tanda pro penyitaan yang sah harus memuat
justisianya. keterangan mengenai pemilik atau
b) Termohon tidak dapat mengaju­ yang menguasai barang yang disita dan
kan bukti surat harus ada tanda tangan dari pemilik
c) Termohon tidak dapat menun­ atau yang menguasai barang tersita,
jukan bukti telah dilakukan pe­ maka Hakim Pengadilan Negeri
me­riksaan calon tersangka yang berpendapat terhadap penyitaan dan
ada pro justisianya. penggeledahannyapun dalam perkara
d) Termohon tidak dapat menun­ a quo menjadi tidak sah.34
jukan telah ditemukan bukti Menimbang bahwa oleh karena
petunjuk bukti adanya petunjuk penetapan Pemohon sebagai tersang­
menurut hukum acara tindak ka oleh Termohon dinyatakan ti­
pidana korupsi. dak sah maka pemblokiran No.
e) Termohon tidak dapat menun­ Re­ke­ning Bank Mega Cabang
jukan adanya bukti pemeriksaan Makasar 085.0020.44433402.267
saksi ahli yang telah didengar atas nama Pemohon No. Rek
pendapat ahli yang ada pro 02.0020.44433402.267.00.99881.
justicianya.32 Bank Sulsel atas nama Pemohon
Menimbang bahwa oleh karena No Rek 130201204007 dan Bank
penetapan Tersangka tidak memenuhi Sulawesi selatan atas mana Pemohon
syarat tentang ditemukan 2 alat bukti Rek.130.201.20717.1 Pemohon oleh
sah pada tahap penyidikan maka Termohon yang sehubungan dengan
Pengadilan Negeri berpendapat pene­ perkara ini diyatakan tidak sah.35
tapan Pemohon sebagai tersangka oleh
Pemohon tidak sah menurut hukum.33 Dari beberapa pertimbangan di

32
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 32/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel Perihal Pra Peradilan Ilham Arief Sirajuddin.
33
Ibid.
34
Ibid.
35
Ibid.
Afandi, Perbandingan Praktik Praperadilan dan Pembentukan Hakim Pemeriksa Pendahuluan 101

atas, nampak jelas bahwa penyitaan dan pengawasan horizontal dalam sistem peradilan
penggeledahan yang dilakukan oleh termohon pidana yaitu:37
KPK menjadi tidak sah dikarenakan dasar a. Kewenangan praperadilan hanya ber­
sifat Post Factum
penyidikan berupa penetapan tersangka
Meski hakim praperadilan dapat
tidak dilakukan berdasarkan 2 (dua) alat menyatakan sah tidaknya penangkapan,
bukti yang sah. Adapun yang menjadikan penahanan, penghentian penyidikan
kasus ini menarik, hakim juga menyatakan atau penghentian penuntutaan dan
tindakan pemblokiran rekening sebagai lainnya, kewenangan ini terbatas
setelah upaya paksa dilakukan, dengan
bagian dari upaya paksa yang bisa diuji kata lain kewenangan praperadilan
di lembaga praperadilan. Oleh karenanya, bukan pada saat hal-hal itu akan
hakim berpendapat bahwa tindakan upaya dilakukan. Sehingga, kedudukan ha­
paksa berupa pemblokiran dinyatakan tidak kim praperadilan dalam fase praaju­
dikasi menjadi tidak efektif untuk
sah atas dasar ketidakabsahan penetapan
memberikan perlindungan terhadap
tersangka. kekuasaan penyidik yang besar
3. Lembaga Praperadilan vis a vis Pemben­ dan keliru dijalankan karena faktor
tukan Lembaga Hakim Pemeriksa Penda­ peraturan perundang-undangan.
b. Pengujian upaya paksa hanya terbatas
huluan
pada review administratif
Riset yang dilakukan oleh Institute for Dalam praktiknya, praperadilan hanya
Criminal Justice Reform menemukan bahwa ketidak menguji syarat-syarat upaya paksa
jelasan pengaturan hukum acara praperadilan yang bersifat formal administratif.
mengkibatkan sebagian besar hakim memahami Hakim hanya memerhatikan ada atau
tidak adanya kelengkapan surat dan
mekanisme pembuktian dalam praperadilan tunduk sama sekali tidak menguji dan menilai
pada hukum acara perdata yang mengutamakan syarat materiilnya. Padahal syarat
kebenaran formal berupa dokumen dan atau surat- materiil inilah yang menentukan sese­
surat formal.36 orang dapat dikenakan upaya paksa.
c. Sikap hakim yang cenderung pasif
Salah satu contohnya dapat ditemui dalam
dalam praperadilan
pertimbangan putusan praperadilan Pengadilan Dalam menggunakan kewenangannya,
Negeri Jakarta selatan, hakim menegaskan hakim pada praperadilan bersikap pasif,
percampuran mekanisme sidang peradilan perdata yang hanya dapat dipergunakan jika
ada permohonan. Hakim praperadilan
dan pidana dalam sidang praperadilan. Hal ini
menunggu adanya permohonan dari
nampak dalam pertimbangan hakim dalam putusan para pemohon yang merasa haknya
No. 04/Pid.Pra/2009/PN. Jkt. Sel yang menyatakan: dilanggar atau dirugikan atas tindakan
Menimbang, bahwa gugatan praperadilan hukum yang dilakukan oleh penyidik
adalah perkara pidana dengan mekanisme atau penuntut umum dan permohonan
perdata, oleh karena itu gugatan praperadilan ganti kerugian
yang diajukan adalah ke pengadilan negeri d. Gugurnya praperadilan yang meng­
yang wilayah hukumnya meliputi tempat hilangkan hak tersangka
kedudukan hukum dari termohon. Menurut banyak teoritis, ketentuan
tersebut tidak mencerminkan keadilan,
Selain hal tersebut di atas, ICJR mencatat karena dengan demikian tindakan
beberapa kelemahan praperadilan yang sangat yang dilakukan oleh pejabat yang
bersangkutan tidak bisa diketahui
berpengaruh pada efektifitas dan optimalisasi
sah menurut hukum ataukah tidak.
lembaga praperadilan sebagai satu-satunya lembaga Meskipun Hakim berwenang melaku­

36
Anggara et al., Op.cit., hlm. 82.
37
Ibid., hlm. 89-94.
102 MIMBAR HUKUM Volume 28, Nomor 1, Februari 2016, Halaman 93-106

kan penahanan, namun ia tidak bisa (HPP) yang jika dicermati konsep ini memiliki
diajukan praperadilan. Oleh karena tugas serta wewenang yang lebih luas dan
itu, jika ada permintaan pemeriksaan
lengkap terhadap upaya paksa yang dilakukan
praperadilan terhadap seorang Hakim,
haruslah ditolak dengan surat biasa oleh aparat penegak hukum dalam tahap pra-
di luar sidang (SEMA No. 14 Tahun ajudikasi jika dibandingkan dengan KUHAP
1983). saat ini. Jika dilakukan perbandingan, terdapat
e. Masalah manajemen perkara prapera­ beberapa kelebihan dan kekurangan baik dalam
dilan dan ketepatan waktu praperadilan
Jangka waktu yang terbatas hanya 7 pengaturan lembaga Praperadilan dalam Undang-
(tujuh) hari, dimana putusan harus Undang Nomor 8 Tahun 1981 KUHAP jo. Putusan
dijatuhkan paling lambat dalam waktu MK Nomor 21/PUU-XII/2014 maupun Hakim
tersebut tidak diimbangi dengan Pemeriksa Pendahuluan (HPP) yang ada dalam
manajemen perkara di pengadilan yang
konsep RUU KUHAP (draft 11 Desember Tahun
baik dikarenakan berbagai macam
factor termasuk keengganan aparat 2012).39
penyidik/penuntut umum untuk datang Pertama, soal kedudukan dan kewenangan,
menghadiri sidang praperadilan. sesuai dengan namanya praperadilan dalam
Memperhatikan beberapa kelemahan pra­ KUHAP berarti sebelum atau yang mendahului
pe­radilan tersebut di atas, Badan Pembinaan kegiatan peradilan. Oleh sebab itu, Praperadilan
Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM belum masuk kegiatan peradilan itu sendiri atau
menyatakan bahwa penyusunan RKUHAP sebagai tidak masuk kepada substansi perkara pidana.
pengganti dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun Dalam menggunakan kewenangannya tersebut
1981 dilakukan dengan mendasarkan kepada tiga diatas, hakim praperadilan bersikap pasif dimana
pokok persoalan, yaitu: Pertama, bagaimana kewenangan yang dimiliki hakim Praperadilan
upaya menguatkan dan mengimplementasikan hanya dapat dipergunakan apabila ada permohonan.
perlindungan hukum terhadap hak asasi bagi Dalam konsep RKUHAP 2012, kedudukan
seseorang yang diduga melakukan suatu perbuatan Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP) terletak
pidana pada setiap tahapan proses peradilan pidana diantara penyidik dan penuntut umum di satu
dan tidak mengurangi hak hukum tersangka/ pihak dan hakim di lain pihak). Wewenang Hakim
terdakwa yang telah ada. Kedua, bagaimana Pemeriksa Pendahuluan lebih luas dan lebih
mewujudkan proses peradilan yang adil bagi lengkap daripada lembaga praperadilan.40 HPP
tersangka/terdakwa dalam proses peradilan pidana memiliki tugas untuk menilai jalannya penyidikan
dan menempatkannya sebagai kewajiban negara dan penuntutan dan wewenang lain yang ditentukan
yang berkorelasi dengan hak mutlak bagi tersangka/ dalam RKUHAP. 41
terdakwa yang tidak boleh dikurangi, dan bagaimana Pasal 111 ayat (1) RKUHAP menguraikan
mewujudkan keadilan sedini mungkin bagi orang kewenangan HPP yang berwenang menetapkan
yang dirugikan akibat adanya pelanggaran hukum atau memutuskan:
pidana.38 a. sah atau tidaknya penangkapan, pena­
Oleh sebab itu dalam RKUHAP 2012 model hanan, penggeledahan, penyitaan, atau
penyadapan;
pengawasan horizontal lembaga prapradilan diganti
b. pembatalan atau penangguhan pena­
dengan konsep Hakim Pemeriksa Pendahuluan han­an;

38
Mudzakkir, et al., 2011, Hakim Komisaris dalam Sistem Peradilan di Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, hlm. 41.
39
Komite Masyarakat Sipil untuk Pembaharuan KUHAP, “Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Draft 11 Desember 2012”,
http://icjrid.files.wordpress.com/2012/12/r-kuhap.pdf, diakses 12 Oktober 2015.
40
Supriyadi Widodo Eddyono dan Erasmus Napitupulu, 2014, Prospek Hakim Pemeriksa Pendahuluan dalam Pengawasan Penahanan dalam
Rancangan KUHAP, Institute for Criminal Justice Reform, Jakarta, hlm. 30.
41
Penjelasan Pasal 111 ayat (3) RKUHAP.
Afandi, Perbandingan Praktik Praperadilan dan Pembentukan Hakim Pemeriksa Pendahuluan 103

c. bahwa keterangan yang dibuat oleh HPP memiliki tanggungjawab yang sangat besar
tersangka atau terdakwa dengan me­ pada tahap pendahuluan pemeriksaan perkara
lang­gar hak untuk tidak memberat­kan
pidana.
diri sendiri;
d. alat bukti atau pernyataan yang Kedua, soal hukum acara. Proses beracara
diperoleh secara tidak sah tidak dapat Praperadilan tidak diatur secara rinci tegas dalam
dijadikan alat bukti; KUHAP. Berdasarkan riset ICJR yang dikemukakan
e. ganti kerugian dan/atau rehabilitasi pada bagian sebelumnya, hakim praperadilan
untuk seseorang yangditangkap atau
ditahan secara tidak sah atau ganti cenderung memahami bahwa hukum acara perdata
kerugian untuk setiap hak milik yang lah yang menjadi dasar pemeriksaan obyek
disita secara tidak sah; praperadilan, sehingga sebagian besar hakim hanya
f. tersangka atau terdakwa berhak untuk mendasarkan kepada kebenaran formil berupa
atau diharuskan untuk didampingi oleh
kelengkapan dokumen atau berkas dan didukung
pengacara;
g. bahwa penyidikan atau penuntutan oleh pemeriksaan saksi dengan durasi maksimal
telah dilakukan untuk tujuan yang pemeriksaan 7 (tujuh) hari. Sedangkan proses
tidak sah; beracara untuk HPP sudah diatur secara lebih rinci,
h. penghentian penyidikan atau peng­
dalam Pasal 112 RKUHAP dinyatakan bahwa:
hentian penuntutan yang tidak berda­
sarkan asas oportunitas; (1) Hakim Pemeriksa Pendahuluan mem­
i. layak atau tidaknya suatu perkara untuk berikan keputusan dalam waktu paling
dilakukan penuntutan ke pengadilan; lambat 2 (dua) hari terhitung sejak
j. pelanggaran terhadap hak tersangka menerima permohonan sebagaimana
apapun yang lain yang terjadi selama dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2).
tahap penyidikan. (2) Hakim Pemeriksa Pendahuluan mem­
berikan keputusan atas permohonan
HPP memiliki tugas dan wewenang yang berdasarkan hasil penelitian salinan
lebih luas dan lebih lengkap terhadap tindakan- dari surat perintah penangkapan,
tindakan penegak hukum pada pemeriksaan penahanan, penggeledahan, penyitaan,
penyadapan, atau catatan lainnya yang
pendahuluan. Berbeda dengan praperadilan yang
relevan.
pasif, Selain secara pasif menerima permohonan (3) Hakim Pemeriksa Pendahuluan dapat
dari tersangka atau penasihat hukumnya atau dari mendengar keterangan dari tersangka
penuntut umum, HPP secara aktif dapat memutuskan atau penasihat hukumnya, penyidik,
hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 atau penuntut umum.
(4) Apabila diperlukan, Hakim Pemeriksa
ayat (1) RKUHAP atas inisiatifnya sendiri, kecuali Pendahuluan dapat meminta kete­
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rangan dibawah sumpah dari saksi
huruf I RKUHAP.42 yang relevan dan alat bukti surat yang
Dilihat dari luasnya kewenangan dan relevan.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud
penggunaan wewenang yang dimiliki oleh HPP
dalam Pasal 111 ayat (2) tidak menunda
tersebut, secara konseptual dapat dinyatakan bahwa proses penyidikan.
jaminan perlindungan hukum terhadap hak asasi
Sekilas nampak bahwa hukum acara HPP
tersangka/terdakwa lebih kuat dan lebih lengkap
lebih baik daripada hukum acara praperadilan, HPP
di bandingkan dengan ketentuan pada praperadilan
selain meneliti dokumen dalam rangka mencari
dalam KUHAP yang saat ini berlaku. Penggunaan
kebenaran materiil dapat juga meminta keterangan
wewenang yang dimiliki oleh HPP yang bersifat
dari tersangka atau penasihat hukumnya, penyidik,
aktif atau atas inisiatif sendiri menunjukkan bahwa
atau penuntut umum bahkan juga dapat meminta

42
Pasal 111 ayat (3) RKUHAP.
104 MIMBAR HUKUM Volume 28, Nomor 1, Februari 2016, Halaman 93-106

keterangan di bawah sumpah kepada saksi yang kekuasaan yudisial dalam melakukan pengawasan
relevan. Namun demikian, durasi waktu yang uji keabsahan upaya paksa yang dilakukan oleh
dibatasi hanya 2 (dua) hari nampaknya akan menjadi penyidik dan penuntut yang tidak terbatas pada
kendala yang serius jika HPP benar-benar ingin ketentuan Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 77 KUHAP.
melakukan proses pencarian kebenaran materiil Hakim praperadilan dari beberapa putusan yang
melalui alat bukti yang lain. Alih-alih mencari dianalisis oleh peneliti pada bab sebelumnya,
alat bukti lain yang relevan, HPP hampir dapat nampaknya memandang perlu penguatan perlin­
dipastikan hanya akan mengandalkan kelengkapan dungan hak azasi manusia warga negara melalui
berkas formil dalam melakukan penilaian keabsahan perluasan obyek upaya paksa yang dapat diuji oleh
tindakan aparat penegak hukum mengingat durasi lembaga praperadilan.
yang sangat pendek. Perluasan kewenangan praperadilan seba­
Ketiga, soal putusan dan upaya hukum. Me­ gai implikasi dari putusan MK Nomor 21/
nge­nai upaya hukum, Putusan HPP adalah putusan PUU-XII/2014 yang memberikan kewenangan
yang bersifat final yang tidak dapat dilakukan praperadilan untuk menguji keabsahan penetapan
upaya hukum. Hal ini berbeda dengan putusan tersangka dapat dipahami sebagai sebuah terobosan
hakim Praperadilan yang dalam praktiknya bisa yang baik. Namun ketidak jelasan hukum acara
dilakukan banding untuk putusan praperadilan praperadilan khusus masalah ini mengakibatkan
terkait penghentian penyidikan atau penuntutan lembaga praperadilan dalam proses pembuktiannya
dan bahkan dalam beberapa kasus dapat dilakukan berpotensi terlalu jauh masuk dan ikut menguji
upaya hukum Peninjauan Kembali.43 Penetapan atau pokok perkara yang harusnya baru diuji di proses
putusan Hakim Pemeriksa Pendahuluan tidak dapat pembuktian di persidangan. Oleh karenanya, pera­
diajukan upaya hukum banding atau kasasi.44 Hal turan pemerintah yang mengatur hukum acara
ini menurut peneliti merupakan kelemahan, karena praperadilan penting untuk segera dibuat.
kewenangan yang besar yang dimiliki oleh HPP Dengan segala kelebihan dan kekurangannya
sangat rawan untuk disalah gunakan. Seyogyanya sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, lem­
ada mekanisme uji terakhir yang dilakukan oleh baga praperadilan terbukti kurang efektif dalam
lembaga peradilan yang setingkat atau dua tingkat menjalankan fungsi pengawasan dalam sistem
diatasnya untuk tetap dapat menguji isi putusan peradilan pidana Indonesia, hal inilah yang men­
HPP. dorong pembuat Undang-Undang dalam beberapa
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
D. Kesimpulan Pidana (RKUHAP) untuk memasukkan kembali
Sebelum Mahkamah Konstitusi (MK) menja­ konsep Lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan
tuhkan putusan Nomor 21/PUU-XII/2014 sejatinya (HPP) yang secara aktif memiliki kewenangan lebih
terdapat beberapa putusan hakim praperadilan dalam melakukan pengawasan terhadap aparat
yang juga telah yang memperluas kewenangan dalam sistem peradilan pidana. HPP ini diharapkan
praperadilan dalam Pasal 77 Kitab Undang- dapat lebih menjamin hak asasi manusia warga
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Perluasan negara yang berhadapan dan atau yang berkonflik
kewenangan ini dapat dipahami sebagai upaya dengan hukum di masa mendatang.

43
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun
2013 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan menyatakan bahwa PK terhadap praperadilan diperbolehkan jika ditemukan
indikasi penyelundupan hukum.
44
Pasal 122 RKUHAP.
Afandi, Perbandingan Praktik Praperadilan dan Pembentukan Hakim Pemeriksa Pendahuluan 105

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku B. Artikel Jurnal


Anggara, et al., 2014, Praperadilan di Indonesia: Strang, Robert R, “More Adversarial, But Not
Teori, Sejarah dan Praktiknya, Institute for Completely Adversarial: Reformasi of the
Criminal Justice Reform, Jakarta. Indonesian Criminal Procedure Code”,
Atmasasmita, Romli, 2011, Sistem Peradilan Fordham International Law Journal, Vol. 32,
Pidana Kontemporer, Kencana Prenada No. 188, 2008.
Media Group, Jakarta.
Biro Hukum, 1981, Undang-Undang Hukum C. Internet
Acara Pidana dan Proses Pembahasannya, Anonim, “Penelitian KHN: Praperadilan
Departemen Penerangan RI, Jakarta. Mengandung Banyak Kelemahan”,
Eddyono, Supriyadi Widodo dan Napitupulu, h t t p : / / w w w. h u k u m o n l i n e . c o m / b e r i t a /
Erasmus, 2014, Prospek Hakim Pemeriksa baca/lt4b29bab9ef3a7/penelitian-khn-
Pendahuluan dalam Pengawasan Penahanan praperadilan-mengandung-banyak-
dalam Rancangan KUHAP, Institute for kelemahan, diakses 12 Oktober 2015.
Criminal Justice Reform, Jakarta. Anonim, “Metamorfosis Wajah Praperadilan”,
Harahap, M Yahya, 2007, Pembahasan dan http://www.hukumonline.com/berita/baca/
Permasalahan dan Penerapan KUHAP lt55716335453cd/metamorfosis-wajah-
(Penyidikan dan Penuntutan), Sinar Grafika, praperadilan, diakses 25 September 2015.
Jakarta. Anonim, “Putusan Praperadilan Komjen
Hamzah, Andi dan Surachman, 2015, Pre-Trial BG Kontroversial MA Harus Berani
Justice and Discretionary Justice dalam Mengujinya”, http://news.detik.com/berita/
KUHAP Berbagai Negara, Sinar Grafika, 2841011/putusan-praperadilan-komjen-bg-
Jakarta. kontroversial-ma-harus-berani-mengujinya,
Hart, A.C.’t, et al., Hukum Acara Pidana (dalam diakses 12 Oktober 2015.
Prespektif Hak Asasi Manusia), LBH Jakarta, Anonim, “Hakim Perintahkan Jaksa
Jakarta . Bebaskan Karyawan Chevron”, http://
Ibrahim, Johni , 2007, Teori dan Metodologi w w w. h u k u m o n l i n e . c o m / b e r i t a / b a c a /
Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media lt50b4e182d6856/hakim-perintahkan-jaksa-
Publishing, Malang. bebaskan-karyawan-chevron, diakses 3
Loeqman, Loebby, 1987, Pra Peradilan di November 2015.
Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta. Anonim, “Lagi, Hakim Perluas Objek Praperadilan”,
________, 2002, Hak Asasi Manusia (HAM) dalam http://www.hukumonline.com/berita/baca/
Hukum Acara Pidana (HAP), Datacom, lt4cd2decce98cf/hakim-perluas-objek-
Jakarta. praperadilan-, diakses 3 November 2015.
Mulyadi, Lilik, 2007, Hukum Acara Pidana Junaedi, “Pesan Pembaruan Hakim Sarpin”,
Normatif, Teoritis, Praktik, dan Pemasa­lah­ http://www.hukumonline.com/berita/baca/
annya, Alumni, Bandung. lt54f68621c3210/pesan-pembaruan-hakim-
Mudzakkir, et al., 2011, Hakim Komisaris dalam sarpin-broleh--junaedi--sh-msi-llm-, diakses
Sistem Peradilan di Indonesia, Badan 3 November 2015.
Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta. Komite Masyarakat Sipil untuk Pembaharuan
KUHAP, “Rancangan Kitab Undang-undang
106 MIMBAR HUKUM Volume 28, Nomor 1, Februari 2016, Halaman 93-106

Hukum Acara Pidana Draft 11 Desember E. Putusan Pengadilan


2012”, http://icjrid.files.wordpress.com/­ Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor
2012/­12/r-kuhap.pdf, diakses 12 Oktober 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel perihal Pra
2015 Peradilan Budi Gunawan.
Lulu Hanifah, “MK: Penetapan Tersangka Masuk Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 04/
Lingkup Praperadilan”, pid.Pra/2013/PN.JKT.BAR perihal prapera­
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/ dilan Harjadi Jahja dan Santoso Sitorus.
index.php?page=web.Berita&id=10796#. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
VjLpPBArK8U, diakses 3 November 2015. Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang
Muhammad Khairur Rasyid, “Kontras Gelar Perkara Tata Cara dan Persyaratan Permintaan
Terbuka Korban Kriminalisasi”, http://Jatim. Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat
Metrotvnews.Com/Read/2015/09/15/431457/ Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminal­
Kontras-Gelar-Perkara-Terbuka-Korban- istik Barang Bukti Kepada Laboratorium
Kriminalisasi, diakses 12 Oktober 2015. Forensik Kepolisian Negara Republik Indo­
Moyang Kasih Dwimerdeka, “36 RUU Lama Kembali nesia (Berita Negara Republik Indonesia
Masuk Prolegnas 2015”, http://nasional.tempo. Tahun 2009 Nomor 311).
co/read/news/2015/02/03/078639666/36- Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor
ruu-lama-kembali-masuk-prolegnas-2015, 32/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel Perihal Pra
diakses 25 September 2015. Peradilan Ilham Arief Sirajuddin.
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun
D. Peraturan Perundang-Undangan 2014 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun
(KUHAP) (Lembaran Negara Republik 2013 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Bagi Pengadilan.
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3209). F. Lain-Lain
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (RKUHAP) Tahun 2014.

Anda mungkin juga menyukai