Anda di halaman 1dari 18

Daerah Aliran Sungai (disingkat DAS, bahasa Inggris: drainage basin) ialah suatu kawasan yang dibatasi

oleh titik-titik tinggi di mana air yang berasal dari air hujan yang jatuh, terkumpul dalam kawasan
tersebut. Guna dari DAS adalah menerima, menyimpan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya
melalui sungai.

Air Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah air yang mengalir pada suatu kawasan yang dibatasi oleh titik-titik
tinggi di mana air tersebut berasal dari air hujan yang jatuh dan terkumpul dalam sistem tersebut.[1]

Air pada DAS merupakan aliran air yang mengalami siklus hidrologi secara alamiah. Selama
berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke
permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah berhenti tersebut, air tersebut akan
tertahan (sementara) di sungai, danau/waduk, dan dalam tanah sehingga akan dimanfaatkan oleh
manusia atau makhluk hidup.[1]

Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk (terserap) ke dalam tanah
(infiltrasi), sedangkan air yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung sementara dalam
cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention) untuk kemudian mengalir di atas permukaan
tanah ke tempat yang lebih rendah (runoff), untuk selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan
tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah. Apabila
tingkat kelembaban air tanah telah cukup jenuh maka air hujan yang baru masuk ke dalam tanah akan
bergerak secara lateral (horizontal) untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke
permukaan tanah (subsurface flow) yang kemudian akan mengalir ke sungai.[1]

Batas wilayah DAS diukur dengan cara menghubungkan titik-titik tertinggi di antara wilayah aliran sungai
yang satu dengan yang lain.

Masalah Sunting

Masalah-masalah DAS di Indonesia Sunting

Banjir

Produktivitas tanah menurun

Pengendapan lumpur pada waduk

Saluran irigasi
Proyek tenaga air

Penggunaan tanah yang tidak tepat (perladangan berpindah, pertanian lahan kering dan konservasi yang
tidak tepat)

Metode perhitungan banyaknya hujan di DAS Sunting

Metode Isohyet, yaitu garis dalam peta yang menghubungkan tempat-tempat yang memiliki jumlah
curah hujan yang sama selama periode tertentu. Digunakan apabila luas tanah lebih dari 5000 km²

Metode Thiessen, digunakan bila bentuk DAS memanjang dan sempit (luas 1000–5000 km²)

Daerah-daerah DAS Sunting

Hulu sungai, berbukit-bukit dan lerengnya curam sehingga banyak jeram.

Tengah sungai, relatif landai,terdapat meander. Banyak aktivitas penduduk.

Hilir sungai, landai dan subur. Banyak areal pertanian.

Macam-macam DAS Sunting

DAS dibedakan menjadi dua, yakni:

DAS gemuk: DAS jenis ini memiliki daya tampung yang besar, adapun sungai yang memiliki DAS seperti
ini cenderung mengalami luapan air yang besar apabila terjadinya hujan di daerah hulu.

DAS kurus: DAS jenis ini bentuknya sempit, sehingga daya tampungnya pun kecil. Manakala hujan turun
di daerah hulu, tidak terjadi luapan air yang tidak terlalu hebat.

Bentuk-bentuk DAS Sunting

Bentuk DAS ada tiga jenis, yaitu:

Bentuk Bulu Ayam: DAS bentuk bulu ayam memiliki debit banjir sekuensial dan berurutan. Memerlukan
waktu yang lebih pendek untuk mencapai mainstream. Memiliki topografi yang lebih curam daripada
bentuk lainnya.[1]

Bentuk Kipas: DAS berbentuk kipas memiliki debit banjir yang terakumulasi dari berbagai arah sungai dan
memiliki waktu yang lebih lama daripada bentuk bulu ayam untuk mencapai mainstream. Memiliki
topografi yang relatif landai daripada bulu ayam.[1]

Bentuk parallel / Kombinasi: DAS bentuk kombinasi memiliki debit banjir yang terakumulasi dari berbagai
arah sungai di bagian hilir. Sedangkan di bagian hulu sekuensial dan berurutan.[1]
Sungai yang merupakan kenampakan permukaan Bumi yang berupa perairan yang mengalir, ternyata
memiliki berbagai macam pola aliran sungai. Macam- macam pola aliran sungai ini nantinya akan terlihat
dari arus sungai tersebut atau ke arah manakah air sungai mengalir yang akhirnya akan bermuara ke laut.
Adapun beberapa macam pola aliran sungai antara lain sebagai berikut:

Pola Aliran Sungai Dendritik

Pola Aliran Sungai DendritikPola aliran sungai yang pertama adalah pola aliran sungai dendritik. Apabila
kita melihat penampang daun dengan urat- uratnya, maka kita akan melihat pola aliran sungai ini. Ya,
Pola aliran sungai Dendritik ini menyerupai penampang pada daun. Sehingga kita akan melihat bahwa
sungai induk ini memiliki percabangan yang menuju ke segala arah. Secara umum, pola aliran sungai
yang seperti ini dikontrol oleh litologi yang bersifat homogen. Pola aliran sungai ini memiliki tekstur
sungai yang dikontrol oleh jenis-jenis batuannya.

Tekstur sungai ini diartikan sebagai panjang sungai per satuan luas wilayah. Misalnya adalah sungai yang
mengali di atas batuan yang kurang resisten terhadap erosi akan membentuk tekstur sungai yang rapat,
sementara pada pada batuan yang resisten terhadap erosi akan membentuk tekstur sungai yang
renggang. Resistensi batuan terhadap erosi ini akan sangat mempengaruhi proses pembentukan alur-
alur sungai, yakni batuan yang tidak resisten cenderung lebih mudah ter-erosi membentuk alur- alur
sungai.

Pola Aliran Sungai Radial

radialJenis pola aliran sungai yang selanjutnya adalah pola aliran sungai radial. Seperti halnya namanya,
pola aliran sungai radial merupakan pola aliran sungai yang sifatnya menyebar ke segala arah. Sehingga
sungai yang memiliki pola aliran ini memiliki satu pusat yang akan menyebarkan alirannya ke segala arah.
Sebagai contoh adalah mata air di gunung yang menyebarkan airnya ke segala arah.

Contoh lainnya yang mengikuti pola aliran sungai radial adalah kawah/ magma yang ada di puncak
gunung. Pola magma ini terbentuk mengikuti bentukan muka bumi yang cembung, yang merupakan asal
mula sungai konsekuen. Pola aliran sungai radial juga dapat ditemukan pada bentukan bentangan-
bentangan kubah.

Pola Aliran Sungai Radial Sentripetal


Radial SentrifugalPola aliran sungai selanjutnya adalah pola aliran sungai radial sentripetal. Pola aliran
sungai ini sama- sama bernama radial, hanya saja ada tambahan sentripetral. Meskipun namanya sama,
namun pola aliran sungai ini justru merupakan kebalikan dari pola aliran sungai radial. Jika di aliran
sungai radial, mata air justru berupa cembung yang mengalir ke segala arah, nah di radial sentripetal ini
justru mata air akan menuju ke satu arah.

Jadi bisa dikatakan bahwa pola aliran sungai redial sentripetal ini aliran sungai menuju ke satu titik,
seperti menuju ke sebuah cekungan besar atau depresi. Daerah yang banyak dijumpai aliran sungai
seperti ini biasanya adalah di bagian barat serta barat laut Amerika Serikat. Secara berproses, pola aliran
sungai ini dapat berkembang membentuk pola annular. Pola annular sendiri merupakan pola yang pada
awalnya adalah aliran radial setripetal namun selanjutnya muncul sungai obsekuen, sungai subsekuen
yang sejajar serta sungai resekuen.

Pola Aliran Sungai Rektangular

RectangularSecara umum, sungai yang memiliki pola aliran rektangular inialirannya dikontrol oleh
struktur geologi, seperti struktur rekahan dan juga patahan. Sungai yang memiliki pola aliran rektanguler
ini biasanya terjadi pada struktur batuan beku. Sungai dengan pola aliran rektangular ini biasanya
bentuknya lurus mengikuti arah patahan. Ciri- ciri sungai dengan pola aliran ini adalah bentuk sungainya
tegak lurus dan merupakan kumpulan dari saluran- saluran air yang mengikuti pola dari struktur geologi
tersebut. Pola aliran sungai rectangular ini pada umumnya berkembang pada batuan yang resisten
terhadap erosi yang tipenya mendekati seragam namun dikontrol oleh rekahan dua arah yang memiliki
sudut yang saling tegak lurus. Cabang- cabang dari sungai dengan aliran ini pada umumnya membentuk
sudut tumpul dengan sungai utamanya atau sungai induknya.

Pola Aliran Sungai Trellis

Pola Aliran Sungai TrellisTrellis biasanya kita kenal dengan pagar. Memang benar, seperti namanya, pola
aliran sungai trellis ini adalah sungai yang alirannya menyerupai pagar yang dikontrol oleh struktur
geologi berupa lipatan sinklin dan antiklin. Sungai dengan pola aliran trellis ini memiliki ciri- ciri oleh
kumpulan saluran- saluran air yang membentuk pola sejajar yang mengalir mengikuti arah kemiringan
lereng serta tegak lurus terhadap saluran utamanya. Saluran utama pada sungai ini biasanya searah
dengan sumbu lipatan.
Pola aliran trellis ini mengandung perpaduan antara sungai konsekuen dan subsekuen. Pola aliran trellis
ini juga dapat terbentuk di sepanjang lembah yang paralel pada sabuk pegunungan lipatan. Di wilayah ini
sungai akan banyak yang melewati lembah untuk bergabung dengan saluran utamanya yang pada
akhirnya akan menuju muara sungai.

Pola Aliran Sungai

Pola aliran sungai adalah persebaran air yang ada di satu daerah dan daerah lain memiliki perbedaan.
Tidak ada sungai yang memiliki bentuk yang sama, hingga dapat disimpulkan bahwa pola aliran sungai
dapat berubah-ubah bentuknya sesuai karaktersitik yang mendukung. Namun memiliki suatu kesamaan
pola yang dapat dikaji dalam ilmu geografi cabang hidrologi.

Pengertian Pola Aliran Sungai

Pola aliran sungai merupakan sistem jaringan sungai yang secara keseluruhan membentuk cabang pada
setiap daerah aliran yang dilaluinya. Bentuk pola aliran sungai ini bermacam–macam. Setiap pola aliran
memiliki keunikan masing-masing. Perbedaan bentuk pola aliran sungai dapat kita temukan pada faktor
– faktor berikut ini.

Faktor yang membentuk pola aliran sungai

Berikut inilah beberapa faktor yang menjadi pendorong wilayah dan perwilayahan memiliki pola aliran
sungai, antara lain;

Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng tempat sungai berada mengakibatkan dampak pada bentuk pola alirannya. Semakin
curam lereng tersebut maka aliran sungai akan tidak beraturan. Sebaliknya jika lereng dangkal maka pola
aliran sungai menjadi teratur. Kemiringan lereng menjadi akibat pembentukan sebuah pola aliran sungai
dikarenakan struktur lereng membawa dampak yang besar bagi suatu pola aliran sungai.

Perbedaan Jenis Batuan


Batuan memiliki sifat yang keras tapi mampu dihancurkan dengan tetesan air secara terus menerus.
Begitu juga batuan yang berada di dasar sungai. Batuan yang terkena air sungai lama-kelamaan akan
mengikis dan membentuk pola aliran sungai. Hal tersebut juga mengakibatkan tingkat kedalaman pada
sungai. Batuan yang tersedimentasi di dasar sungai mengakibatkan sungai menjadi dangkal.

Struktur Batuan

Pada perbedaan jenis batuan adalah faktor pendorong terbentuknya daerah aliran sungai yang dikaji dari
dasarnya. Namun struktur batuan mempengaruhi bentuk pola aliran sungai pada permukaan. Semakin
kompleks struktur batuannya maka pola aliran sungai semakin teratur. Struktur batuan di permukaan
aliran sungai mendukung kesuburan dari tanah sekitar daerah aliran sungai. Tanah yang terbentuk adalah
tanah alluvial.

Gerakan Lempeng Tektonik

Gerakan yang terjadi pada jenis tektonik lempeng perut bumi menghasilkan kenampakan alam yang
terjadi pada kerak bumi. Hal ini tidak hanya terjadi pada kenampakan daratan saja. Tetapi juga
berpengaruh pada bentuk pola aliran sungai. Gerakan lempeng tektonik berakibat buruk pada pola aliran
sungai karena gerakan yang terjadi dapat menjadikan penyumbatan pada sungai bagian hulu.
Kemungkinan besar yang terjadi adalah erosi tanah.

Geologi dan Morfologi daerah aliran sungai

Geologi adalah ilmu yang mempelajari tentang pembentukan permukaan bumi dilihat dari struktur
pembentukannya. Sedangkan morfologi adalah ilmu yang mempelajari pembentukan permukaan bumi
yang dilihat dari proses pembentukannya. Kedua objek ilmu geografi ini menjadi faktor pembentukan
pola aliran sungai karena objek pembentukan yang terjadi. Geologi dan morfologi saling berkaitan dan
tidak dapat dipisahkan.

Macam Pola Aliran Sungai

Adapun untuk macam-macam dalam pola aliran sungai dan penjelasan beserta gambarnya adalah
sebagai berikut;
Pola Dendritis

Pola dendritis merupakan pola aliran sungai yang bentuknya bercabang memiliki banyak anak sungai lalu
bermuara di aliran utama yang disebut sungai induk dengan bentuk yang tidak teratur. Bentuk pada
cabang anak sungai ini beragam ada yang berbentuk lancip, tumpul, dan siku-siku. Keberadaan pola
aliran sungai dendritis dapat ditemukan di daerah batuan sedimen (batuan beku).

Keberadaan pola dendritis dapat ditemui di daerah lereng Gunung Merapi, lereng Gunung Agung, lereng
Gunung Lawu, lereng Gunung Slamet, lereng Gunung Gede, lereng Gunung Rinjani, dan lereng Gunung
Arjuna.

Pola Pinate

Pola aliran sungai pinate merupakan bentuk yang lebih kompleks dari pola aliran sungai dendritis. Pola
aliran sungai pinate memiliki karakteristik yang anak sungai atau cabangnya berbentuk sejajar dengan
induk sungai.

Pola aliran sungai pinate memiliki muara pada induk sungai yang berbentuk sudut lancip. Sudut lancip
pada pola aliran sungai pinate mewakili lereng dengan tingkat kecuraman yang tinggi. Keberadaan pola
aliran sungai pinate dapat ditemukan di lereng Gunung Sinabung, lereng Gunung Kerinci, dan lereng
Gunung Tandikat.

Pola Trellis
Pola aliran sungai trellis merupakan sungai yang menunjukkan letak pararel sekunder. Maksutnya adalah
pola aliran sungai trellis ini berada pada lipatan sinklinal dan antiklinal. Anak sungai atau cabang sungai
pada pola aliran sungai tellis tergabung secara tegak.

Struktur morfologi pada aliran sungai trellis adalah adalah berada pada lipatan. Kenampakan pola aliran
sungai trellis dapat ditemui di Bukit Barisan, Pegunungan Tengger, Pegunungan Ijen, Aceh, Lampung,
Lembang, Yogyakarta, dan Nusa Tenggara.

Pola Barbed

Pola aliran sungai barbed adalah pola aliran sungai yang terdapat di daerah hulu dan mengalir dengan
aliran yang sempit. Pada pola aliran sungai barbed anak sungai atau cabang sungainya bergabung pada
sungai utama disertai dengan sudut lancip menuju arah hulu. Pola aliran sungai barbed terbentuk karena
pembajakan arus sungai.

Karakteristik pola aliran sungai barbed berbentuk tanduk atau gunting yang sedang terbuka.
Kenampakan pola aliran sungai barbed dapat ditemukan di Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara.

Pola Rectanguler

Pola aliran sungai rectangular merupakan pola aliran sungai dimana sungai induk dengan cabang –
cabangnya atau anak-anaknya berbelok dengan sudut siku–siku. Pembentukan pola aliran sungai
rectangular karena adanya sistem retakan atau sistem patahan. Pola aliran sungai rectangular dapat
ditemukan di Aceh, Lampung, Lembang, Yogyakarta, dan Nusa Tenggara.
Pola Deranged

Pola aliran sungai deranged merupakan pola aliran sungai yang bentuknya tidak teratur. Pola aliran
sungai deranged biasa terdapat pada danau atau rawa-rawa. Pola aliran sungai deranged arusnya keluar
masuk rawa-rawa atau danau. Anak-anak sungai atau cabang sungainya pendek-pendek. Kenampakan
pola aliran sungai deranged hanya dapat ditemukan di sekitar danau dan rawa-rawa.

Pola Memusat (Centrepetal)

Pola aliran sungai memusat atau sentripetal merupakan pola aliran sungai yang berada di daerah
cekungan kawah atau di daerah depresi. Pola aliran sungai memusat antau sentripetal memiliki aliran
dari lereng menuju ke arah cekungan. Pola aliran sungai memusat atau sentripetal dapat ditemukan di
daerah cekungan.

Pola Radial

Pola aliran sungai radial merupakan suatu pola aliran sungai yang menyebar dari puncak gunung menuju
ke lereng gunung. Pola aliran sungai radial ini bersifat membawa lahar dingin ketika gunungapi sedang
mengalami erupsi. Pola aliran sungai radial dapat ditemukan di lereng Gunung Dempo, Gunung Slamet,
dan Gunung Rinjani.

Pola Sejajar
Pola aliran sungai sejajar merupakan sebuah pola aliran sungai yang aliran sungainya berada tegak lurus
saling sejajar. Pola aliran sungai sejajar biasa terdapat di lereng gunung yang memiliki tingkat kecuraman
yang tinggi.

Pola Anular (Melingkar)

Pola aliran sungai anular atau melingkar adalah pola aliran sungai yang berada di sekitar struktur kubah
suatu gunung. Pola aliran sungai anular atau melingkar bentuknya menyerupai cicin. Pola ini terdapat di
lereng gunung dengan tingkat kecuraman yang tinggi.

Pola Teranyam (Braided)

Pola aliran sungai teranyam atau braided merupakan pola aliran sungai yang terbentuk karena aliran
sungai terbagi. Fenomena ini berasal dari gangguan aliran sungai (arus) seperti pengendapan aliran
sungai yang berada di tengah. Bisa saja endapan tersebut adalah salah satu bawaan arus sungai dari
aliran arus sebelumnya.

Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS)

Suatu “daerah aliran sungai” atau DAS adalah sebidang lahan yang menampung air hujan dan
mengalirkannya menuju parit, sungai dan akhirnya bermuara ke danau atau laut. Istilah yang juga umum

digunakan untuk DAS adalah daerah tangkapan air (DTA) atau catchment atau watershed. Batas DAS
adalah

punggung perbukitan yang membagi satu DAS dengan DAS lainnya (Gambar 1).

Gambar 1. Skema sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS).

Gambar 1. Skema sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS).


Karena air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah sepanjang lereng maka garis
batas sebuah DAS adalah punggung bukit sekeliling sebuah sungai. Garis batas DAS tersebut merupakan
garis khayal yang tidak bisa dilihat, tetapi dapat digambarkan pada peta.

Batas DAS kebanyakan tidak sama dengan batas wilayah administrasi. Akibatnya sebuah DAS bisa berada
pada lebih dari satu wilayah administrasi. Ada DAS yang meliputi wilayah beberapa negara (misalnya DAS
Mekong), beberapa wilayah kabupaten (misalnya DAS Brantas), atau hanya pada sebagian dari suatu
kabupaten.

Tidak ada ukuran baku (definitif) suatu DAS. Ukurannya mungkin bervariasi dari beberapa hektar sampai
ribuan hektar. DAS Mikro atau tampungan mikro (micro catchment) adalah suatu cekungan pada bentang
lahan yang airnya mengalir pada suatu parit. Parit tersebut kemungkinan mempunyai aliran selama dan
sesaat sesudah hujan turun (intermitten flow) atau ada pula yang aliran airnya sepanjang tahun
(perennial flow). Sebidang lahan dapat dianggap sebagai DAS jika ada suatu titik penyalur aliran air
keluar dari DAS tersebut.

Sebuah DAS yang menjadi bagian dari DAS yang lebih besar dinamakan sub DAS; merupakan daerah
tangkapan air dari anak sungai.

DAS dapat dibagi ke dalam tiga komponen yaitu: bagian hulu, tengah dan hilir. Ekosistem bagian hulu
merupakan daerah tangkapan air utama dan pengatur aliran. Ekosistem tengah sebagai daerah
distributor dan pengatur air, sedangkan ekosistem hilir merupakan pemakai air. Hubungan antara
ekosistem-ekosistem ini menjadikan DAS sebagai satu kesatuan hidrologis. Di dalam DAS terintegrasi
berbagai faktor yang dapat mengarah kepada kelestarian atau degradasi tergantung bagaimana suatu
DAS dikelola.

Di pegunungan, di dataran tinggi dan dataran rendah sampai di pantai dijumpai iklim, geologi, hidrologi,
tanah dan vegetasi yang saling berinteraksi membangun ekosistem.

Setiap ekosistem di dalam DAS memiliki komponen hidup dan tak-hidup yang saling berinteraksi.
Memahami sebuah DAS berarti belajar tentang segala proses-proses alami yang terjadi dalam batas
sebuah DAS.
Sebuah DAS yang sehat dapat menyediakan:

Unsur hara bagi tumbuh-tumbuhan

Sumber makanan bagi manusia dan hewan

Air minum yang sehat bagi manusia dan makhluk lainnya

Tempat berbagai aktivitas manusia dan hewan

Beberapa proses alami dalam DAS bisa memberikan dampak menguntungkan kepada sebagian kawasan
DAS tetapi pada saat yang sama bisa merugikan bagian yang lain. Banjir di satu sisi memberikan
tambahan tanah pada dataran banjir tetapi untuk sementara memberikan dampak negatif kepada
manusia dan kehidupan lain.

Sumber: Fahmudin Agus dan Widianto (2004). “Petunjuk Praktik Konservasi Tanah Pertanian Lahan
Kering “. Bogor: World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia. Hal 3 – 4

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Apa yang Dimaksud dengan DAS?

Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh punggungpunggung bukit yang
menampung air hujan dan mengalirkannya melalui saluran air, dan kemudian berkumpul menuju suatu
muara sungai, laut, danau atau waduk.

Apa yang dimaksud dengan pengelolaan DAS?

Pada daerah aliran sungai terdapat berbagai macam penggunaan lahan, misalnya hutan, lahan pertanian,
pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS mempunyai berbagai fungsi sehingga perlu dikelola.

Pengelolaan DAS merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, petani dan pemerintah
untuk memperbaiki keadaan lahan dan ketersediaan air secara terintegrasi di dalam suatu DAS.
Dari namanya, ‘DAS’ menggambarkan bahwa ‘sungai’ atau ‘air’ merupakan faktor yang sangat penting
dalam pengelolaan DAS karena air menunjang kehidupan berbagai makhluk hidup di dalamnya.

Apa saja masalah pada DAS?

Masalah pada DAS yang utama berhubungan dengan jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas) air.

Air sungai menjadi berkurang (kekeringan) atau menjadi terlalu banyak (banjir) menggambarkan jumlah
air.

Air sungai yang bersih menjadi keruh karena erosi dan hanyutnya zat beracun dari daerah perindustrian
atau pertanian menggambarkan mutu air.

Apa tujuan pengelolaan DAS?

Pengelolaan DAS bertujuan untuk:

Mengkonservasi tanah pada lahan pertanian.

Memanen/menyimpan kelebihan air pada musim hujan dan memanfaatkannya pada musim kemarau.

Memacu usahatani berkelanjutan dan menstabilkan hasi l panen melalui perbaikan pengelolaan sistem
pertanian.

Memperbaiki keseimbangan ekologi (hubungan tata air hulu dengan hilir, kualitas air, kualitas dan
kemampuan lahan, dan keanekaragaman hayati).

Bagaimana Mengelola DAS?

Sebelum mengelola DAS perlu diketahui beberapa hal:

Apa yang ada di dalam DAS (apa potensi DAS)?

Apa masalah yang ada di dalam DAS?

Apa yang kita inginkan dari pengelolaan DAS?

Apa yang bisa diperbaiki/dirubah?


Bagaimana cara memperbaikinya?

Apa dampak perbaikan tersebut terhadap masyarakat yang ada di dalam DAS?

Dengan menjawab pertanyaan tersebut di atas, akan terbentuk ‘visi (pandangan ke depan) tentang
pengelolaan DAS. Tanpa memahami ‘visi’, maka tujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan
kualitas

DAS menjadi tidak jelas.

Contoh jawaban dari pertanyaan tersebut

Potensi DAS: Kemiringan lahan rata-rata 40%, curah hujan tahunan 2200 mm, kesuburan sedang, luas
DAS 22,000 ha, jumlah penduduk 50,000 jiwa. DAS digunakan untuk pertanian tanaman semusim secara
intensif.

Masalah: Air sungai makin berlumpur dan banjir lebih sering terjadi dibandingkan dengan ketika lahan
masih berupa hutan.

Tujuan pengelolaaan: Air sungai bersih kembali dan banjir terkendali

Perbaikan yang mungkin dilakukan: Perubahan pola tanam menjadi tanaman tahunan atau campuran
tanaman tahunan dengan tanaman semusim dan pembuatan embung.

Perubahan yang mungkin terjadi: Kekeruhan air sungai dan banjir berkurang, air untuk minum ternak
dan menyiram tanaman tersedia lebih lama karena adanya embung.

Komponen-komponen dalam pengelolaan DAS

Pengelolaan dan konservasi lahan pertanian

Pembuatan dan pemeliharaan saluran air, bangunan terjunan air dan sebagainya.

Peningkatan penutupan lahan melalui penerapan teknik agroforestri, hutan rakyat, hortikultura buah-
buahan, penanaman hijauan pakan ternak dan perikanan darat.

Pemeliharaan tebing sungai

Pengembangan infrastruktur yang sesuai, misalnya pembangunan sarana irigasi.

Hutan dan hubungannya dengan pengelolaan DAS

Hutan mempunyai peranan penting dalam mengkonservasi DAS. Dengan semakin berkurangnya hutan,
maka timbul berbagai masalah dalam pengelolaan DAS, karena hutan mempunyai sifat:
Meredam tingginya debit sungai pada musim hujan, dan berpotensi memelihara kestabilan aliran air
sungai pada musim kemarau

Mempunyai serasah yang tebal sehingga memudahkan air meresap ke dalam tanah dan mengalirkannya
secara perlahan ke sungai. Selain itu, lapisan serasahnya juga melindungi permukaan tanah dari gerusan
aliran permukaan sehingga erosi pada tanah hutan sangat rendah.

Mempunyai banyak pori makro dan pipa di dalam tanah yang memungkinkan pergerakan air secara
cepat ke dalam tanah.

Karena sifat-sifat hutan yang mengutungkan tersebut, maka hutan perlu dipertahankan. Apabila hutan
sudah terlanjur dibuka (terutama pada bagian DAS yang peka erosi), penggunaan lahannya perlu
diusahakan supaya mendekati bentuk hutan. Sistem agroforestri pada dasarnya ditujukan untuk
mengembalikan

berbagai fungsi hutan. (J. Ruijter dan F. Agus April 2004).

Pengelolaan DAS

Dalam mengelola sumberdaya lahan suatu DAS perlu diketahui apa yang menjadi masalah utama DAS.
Masalah DAS pada dasarnya dapat dibagi menjadi:

a. Kuantitas (jumlah) air

Banjir dan kekeringan

Menurunnya tinggi muka air tanah

Tingginya fluktuasi debit puncak dengan debit dasar.

b. Kualitas air

Tingginya erosi dan sedimentasi di sungai

Tercemarnya air sungai dan air tanah oleh bahan beracun dan berbahaya

Tercemarnya air sungai dan air danau oleh hara seperti N dan P (eutrofikasi)

Masalah ini perlu dipahami sebelum dilakukan tindakan pengelolaan DAS. Sebagai contoh, apabila
masalah utama DAS adalah kurangnya debit air sungai untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik
tenaga air (PLTA), maka penanaman pohon secara intensif tidak akan mampu meningkatkan hasil air.
Seperti telah diterangkan terdahulu, pohon-pohonan mengkonsumsi air lebih tinggi dibandingkan
dengan tanaman pertanian semusim dan tajuk pohon-pohonan mengintersepsi sebagian air hujan dan
menguapkannya kembali ke udara sebelum mencapai permukaan tanah.

Apabila masalah utama suatu DAS adalah kerawanan terhadap banjir maka teknik yang dapat ditempuh
adalah dengan mengusahakan agar air lebih banyak meresap ke dalam tanah di hulu dan di bagian
tengah DAS. Usaha ini dapat ditempuh dengan menanam pohon dan/atau dengan tindakan konservasi
sipil teknis seperti pembuatan sumur resapan, rorak dan sebagainya.

Apabila yang menjadi masalah DAS adalah tingginya sedimentasi di sungai maka pilihan teknik konservasi
yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki fungsi filter dari DAS.

Peningkatan fungsi filter dapat ditempuh dengan penanaman rumput, belukar, dan pohon pohonan atau
dengan membuat bangunan jebakan sedimen (sediment trap). Apabila menggunakan metode vegetatif,
maka penempatan tanaman di dalam suatu DAS menjadi penting. Penanaman tanaman permanen pada
luasan sekitar 10% saja dari luas DAS, mungkin sudah sangat efektif dalam mengurangi sedimentasi ke
sungai asalkan tanaman tersebut ditanam pada tempat yang benar-benar menjadi masalah, misalnya
pada zone riparian (zone penyangga di kiri kanan sungai).

Apabila suatu DAS dihutankan kembali maka pengaruhnya terhadap tata air DAS akan memakan waktu
puluhan tahun. Pencegahan penebangan hutan jauh lebih penting dari pada membiarkan penebangan
hutan dan menanami kembali lahan gundul dengan pohonpohonan.

Lagipula apabila penanaman pohon dipilih sebagai metode pengatur tata air DAS, penanamannya harus
mencakup sebagian besar wilayah DAS tersebut. Jika hanya 20- 30% dari wilayah DAS ditanami,
pengaruhnya terhadap tata air mungkin tidak nyata.

Penyebaran tanaman kayu-kayuan secara merata dalam suatu DAS tidak terlalu memberikan arti dalam
menurunkan sedimentasi. Tabel 4.1 memberikan ringkasan masalah DAS dan alternatif teknologi yang
dapat dipilih untuk mengatasinya.
Sumber: Fahmudin Agus dan Widianto (2004). “Petunjuk Praktik Konservasi Tanah Pertanian Lahan
Kering “. Bogor: World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia. Hal 26-28

Teknologi Pengelolaan DAS

Permasalahan pokok yang mungkin dijumpai di dalam DAS adalah erosi dan degradasi lahan, kekeringan
dan banjir, penurunan kualitas air sungai, dan pendangkalan sungai, danau atau waduk. Pemilihan
teknologi untuk pengelolaan DAS tergantung pada sifat DAS yang mencakup tanah, iklim, sungai, bukit
dan masyarakat yang ada di dalamnya. Oleh sebab itu tidak ada resep umum yang bisa diberikan dalam
memecahkan permasalahan DAS.

Pertimbangan pemilihan teknologi itu adalah tercapainya sasaran konservasi lahan dan meningkatnya
kesejahteraan masyarakat yang ada di dalamnya. Berikut ini disampaikan prinsip-prinsip tindakan yang
harus dilaksanakan dalam pengelolaan DAS sehingga masyarakat dapat memilih teknologi yang sesuai:

Penggunaan lahan harus disesuaikan dengan sifat dan kemampuan lahan bersangkutan. Tanah yang
berlereng curam, misalnya lebih curam dari 40%, tidak aman bila digunakan secara intensif untuk
tanaman semusim. Penuntun praktis kriteria kesesuaian lahan diberikan di dalam buku Djaenuddin et al.
(2003). Di dalam buku tersebut diuraikan tanaman apa yang cocok ditanam pada lahan tertentu.

Memaksimalkan penutupan tanah dengan menggunakan tanaman penutup, karena dengan banyaknya
tajuk dan seresah tanaman, akan semakin terlindung permukaan tanah dari terpaan air hujan dan makin
terbentuk jaringan penyaring erosi.

Mempertahankan sebanyak mungkin air hujan pada tempat di mana air tersebut jatuh, sehingga
mengurangi aliran permukaan.

Mengalirkan kelebihan air permukaan dengan kecepatan yang aman ke kolam-kolam penampung untuk
digunakan kemudian.

Menghindari terbentuknya parit (gully) dan menghambatnya (menyumbat) dengan sumbat parit (gully
plug) pada interval yang sesuai untuk mengendalikan erosi dan pengisian kembali air tanah

Memaksimalkan produktivitas lahan per satuan luas, per satuan waktu, dan per satuan volume air.

Meningkatkan intensitas pertanaman dengan tanaman sela dan menata pola pergiliran tanaman.

Menstabilkan sumber penghasilan dan mengurangi resiko kegagalan selama terjadinya penyimpangan
iklim (terlalu sedikit atau terlalu banyak hujan).
Meningkatkan/memperbaiki infrastruktur yang dapat membantu kelancaran distribusi, pemasaran, dan
penyimpanan hasil pertanian.

Untuk daerah beriklim kering, kegiatan terutama ditujukan untuk meningkatkan penyimpanan air tanah
melalui peningkatan kapasitas infiltrasi dan simpanan air di permukaan tanah melalui pembuatan sumur,
rorak atau embung penampung air.

Sisa tanaman perlu dikembalikan ke permukaan tanah baik secara langsung misalnya dalam bentuk
mulsa atau dalam bentuk kompos.

Tindakan konservasi tanah harus disesuaikan dengan keadaan sosial ekonomi setempat (misalnya status
pemilikan tanah, tenaga kerja, penghasilan rumah tangga). Tindakan konservasi yang mudah diterima
petani adalah tindakan yang memberi keuntungan jangka pendek dalam bentuk peningkatan hasil panen
dan peningkatan pendapatan, terutama untuk petani yang status penguasaan lahannya tidak tetap.

Kegiatan konservasi yang akan diterapkan seharusnya dipilih oleh petani dengan fasilitasi penyuluh.
Petani paling berhak mengambil keputusan untuk kegiatan yang akan dilakukan pada lahan mereka.

Jangan melakukan tindakan konservasi kalau belum dimengerti apa masalah yang akan dipecahkan dan
apa manfaat tindakan tersebut.

Permasalahan pokok yang dijumpai dalam DAS adalah:

degradasi lahan (erosi)

penurunan kualitas air

kekeringan dan banjir

pendangkalan sungai, danau atau (perubahan debit sungai) waduk oleh sedimen

Anda mungkin juga menyukai