STEP 7
Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir
dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.1 Bilirubin
berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran
eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme
lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase.3,4,11,14,16,25
Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan
bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.1,9
Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan
enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan
organ lain.3,4,9 Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi
bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase.3,9 Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat
dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. 9,18
Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut
dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate
glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam
kanalikulus empedu.1,4,9,25 Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi
akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya.3,9,18
Hasan, R., Alatas, H., 2000, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 3, Cetakan 9,
Jakarta, hal 1102-1105
i. Produksi :
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada
sistem retikuloendotelial. Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatos
lebih tinggi daripada bayi yang lebih tua. Satu gr hemoglobin dapat
menghasilkan 35mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang
bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo, yang bersifat tidak larut dalam
air tetapi larut dalam lemak.
ii. Transportasi :
Bilirubin indirek kemudian dicta oleh albumin. Sel parenkim hepar mempunyai
cara selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer
melalui membran sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Didalam sel
bilirubin akan terikat pada ligandin dan sebagian kecil pada glutation S-
transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses 2 arah, tergantung
dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam
hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit dikonjugasi dan
diekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligandin mengikat
bilirubin sedangkan albumin tidak. Pemberian fenobarbital mempertinggi
konsentrasi ligandin dan memberi tempat pengikatan yang lebih banyak untuk
bilirubin.
iii. Konjugasi :
Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronide
walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronide
transferase merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide. Ada 2
enzim yang terlibat dalam síntesis bilirubin diglukoronide. Pertama-tama ahila
uridin difosfat glukoronide transferase (UDPG) yang mengkatalisasi
pembentukan bilirubin monoglukoronide. Síntesis dan ekskresi diglukoronide
terjadi di membran kanlikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan
hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresi langsung ke dalam
empedu tanpa konjugasi misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar.
iv. Ekskresi :
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi direk yang larut dalam air dan
diekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usu
bilirubin direk ini tidak diabsorbsi, sebagian kescil bilirubin direk dihidrolisis
menjadi bilirubin indirek dan direabsorbsi. Siklus ini disebut siklus
enterohepatis.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Perinatologi, dalam Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak 3. FKUI. Jakarta. 1985.
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:
Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur
lebih pendek.
Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase,
UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) -> penurunan ambilan bilirubin
oleh hepatosit dan konjugasi.
Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim ->
glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat disebabkan oleh
faktor/keadaan:
1. Peningkatan produksi :
- Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat
pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
- Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol
(steroid).
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang
dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, Toksoplasmosis,
Siphilis.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Perinatologi, dalam Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak 3. FKUI. Jakarta. 1985.
4. Klasifikasi ikterus
Klasifikasi ikterus
Untuk mengklasifikasikannya dilihat dari gejala-gejalanya yaitu:
Ikterus Fisiologis (ringan)
Timbul kuning pada umur >24 jam sampai <14 hari
Kuning tidak sampai telapak tangan / telapak kaki
Ikterus fisiologis tidak berbahaya, penanganannya bayi dijemur setiap pagi antara jam 7 - 9
pagi selama 30 - satu jam. Tingkatkan frekuensi pemberian ASI, minimal 8 - 12 kali
sehari. Jika dirasakan sudah cukup menyusuinya, sebaiknya perhatikan
apakah bayi benar-benar menghisap atau hanya mengempeng saja. Bila dirasakan ada
masalah dalam menyusui segera lakukan konsultasi di klinik laktasi terdekat. Bila gejala
masih tampak hingga >14 hari segera periksakan ke dokter.
Ikterus Patologis (berat)
Timbul kuning pada hari pertama (<24 jam) setelah lahir, atau
Kuning ditemukan pada umur lebih dari 14 hari, atau
Kuning sampai telapak tangan / telapak kaki, atau
Tinja berwarna pucat
Jika tidak segera ditangani, kadar bilirubin terus meningkat sehingga dapat meracuni otak,
terjadinya kerusakan saraf yang dapat menyebabkan cacat seperti tuli, pertumbuhan
terhambat atau kelumpuhan otak besar atau bahkan dapat menyebabkan kematian
Surjono A. Hiperbilirubinemia pada neonatus:pendekatan kadar bilirubin bebas.
Berkala Ilmu Kedokteran 1995;27:43-6.
Martin CR, Cloherty JP. Neonatal Hyperbilirubinemia. In: Cloherty JP, Eichenwald
EC, Stark AR, editors. Manual of Neonatal Care, 5th edition.
a. Faktor Maternal
b. Faktor Perinatal
c. Faktor Neonatus
Prematuritas
Faktor genetik
Polisitemia
Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
Rendahnya asupan ASI
Hipoglikemia
Hipoalbuminemia
Ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Dan membagi tubuh bayi baru lahir
dalam lima bagian bawah sampai tumut, tumit-pergelangan kaki dan bahu pergelanagn
tangan dan kaki seta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan.
Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk ditempat yang tulangnya
menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain. Kemudian penilaian
kadar bilirubin dari tiap-tiap nomor disesuaikan dengan angka rata-rata didalam
gambar di bawah ini :
Aterm Prematur
HBsAg: Hasil yang negatif mengindikasikan orang tersebut belum pernah terpapar
terhadap virus atau tengah pulih dari infeksi hepatitis akut dan telah berhasil bebas
dari virus (atau jika ada maka itu infeksi yang tersembunyi). Nilai positif (reaktif)
mengindikasikan sebuah infeksi aktif namun tidak mengindikasikan apakah virus
itu bisa ditularkan atau tidak.
Bayi yang terinfeksi virus hepatitis B berisiko mengalami penyakit hati kronis.
Namun, penularan virus dapat dicegah dengan vaksinasi segera, maksimal 12 jam
setelah dilahirkan. Ibu dengan HBsAg positif berpeluang 90 persen menularkan
virus hepatitis B ke bayi. Sementara ibu dengan HBsAg negatif (hepatitis tersamar)
berpeluang menularkan sekitar 40 persen
patogenesis terjadinya toksisitas bilirubin pada otak. Sejauh ini dari hasil-hasil
penelitian yang telah dilakukan, belum dapat ditetapkan dengan pasti berapa kadarbilirubin yang
dapat menyebabkan efek neurotoksik. Hansen dan Ostrow dalam penelitiannya menjelaskan
konsep toksisitas bilirubin pada neuron dengan menggunakan tikus Gunn ikterik. Toksisitas
bilirubin pada otak berhubungan dengan bilirubin indirek bebas/ tidak terikat albumin (Bf).
Bilirubin indirek bebas ini memiliki pH fisiologis, dapat berdifusi melewati sawar darah otak
utuh dan secara pasif dapat menembus membran sel otak.
Bilirubin indirek yang terikat albumin dapat masuk ke otak bila kadar bilirubin
melewati kapasitas buffer darah-jaringan, atau terjadi peningkatan permeabilitas otak terhadap
bilirubin karena terbukanya sawar darah otak. Konsep ini membantumenjelaskan mengapa tidak
semua neonatus dengan hiperbilirubinemia mengalami toksisitas otak, dan toksisitas otak dapat
juga terjadi pada konsentrasi bilirubin yang ’rendah’. Terbukanya sawar darah otak dapat
disebabkan antara lain oleh : asfiksia, asidosis, hipoksia, hipoperfusi, hipoosmolaritas,
infeksi/sepsis, hipoglikemia, trauma kepala, prematuritas dan sebagainya.
membuat ikatan dengan albumin Bilirubin yang telah masuk ke dalam otak akan menyebabkan
toksisitas neuronal
melalui mekanisme :
air serta aliran ion sel yang selanjutnya mengganggu proses kehidupan sel.
menyebabkan kematian sel otak dan peningkatan eksitabilitas sel otak. Sel-sel
aktivitas enzim kinase tersebut yaitu CaM kinase II, yang merupakan salah
neurotransmiter, perubahan konduktansi ion yang diatur oleh kalsium dan juga
dinamika neuroskeletal.
Semua proses toksisitas bilirubin tersebut menyebabkan nekrosis dan apoptosis neuron. Nekrosis
neuron terjadi segera setelah adanya ’injury’ (immediately cell death), sedangkan apoptosis
terjadi lebih lambat (delayed cell death). Rodrigues dalam penelitiannya mendapatkan bahwa
toksisitas bilirubin dapat sebabkan apoptosis. Pada proses apoptosis terjadi interaksi bilirubin
dengan membran neuron, yang menyebabkan terjadinya perubahan permeabilitas sehingga
terjadi kerusakan membran akibat peningkatan polaritas lemak dan gangguan urutan protein
dalam sistesis protein. Didalam otak kerentanan terhadap efek toksisitas bilirubin bervariasi
menurut tipe sel, kematangan otak dan metabolisme otak.
agregasi bilirubin, dan efek bilirubin terhadap neuron pada tingkat molekuler sejauh ini masih
dalam tahap-tahap penelitian.41 Bilirubin yang dimurnikan dengan kadar BIS serendah-
rendahnya 160 μmol/L (ikterus fisiologis yang memberat terjadi pada kadar bilirubin diatas
ambang ini : 104–291 μmol/L atau 7-17 mg/dL), dapat memicu apoptosis pada neuron otak tikus
yang dikultur, dan menghambat uptake glutamat oleh astrosit. Maka didapatkan kerusakan pada
neuron dan juga astrosit, yang terjadi pada kadar BIS yang mendekati kadar yang relevan dengan
kadar BTS yang dijumpai pada neonatus dengan ensefalopati bilirubin dini. Penelitian-penelitian
yang dilakukan pada neuron-neuron progenitor imatur juga masih dalam taraf penelitian,namun
diharapkan dapat memberikan pandangan lebih jauh ke patogenesis kelainankelainanneurologis
yang dipicu oleh bilirubin yang terjadi pada otak imatur.
nada tinggi (high pitch cry), mata tidak dapat bergerak ke atas
dari :18,48,51
dan spastisitas
IQ dapat normal pada sebagian besar anak, namun sebagian kecil dapat
Beberapa penelitian melaporkan bahwa proses kronik ini dapat terjadi pada usia 4
bulan-14 tahun.18,48,51
neurologis yang ringan, ganggguan pendengaran dan neuropati auditori. Gejala dapat
50
pula terdeteksi beberapa tahun kemudian, sehingga sulit membuat korelasi antara
tingkat batang otak atau saraf tepi. Fungsi telinga tengah tetap normal. Keadaan ini
(BAER). Gangguan BAER telah dapat terlihat pada anak dengan hiperbilirubinemia
<20 mg/dL (16-20 mg/dL), dan umumnya membaik setelah di lakukan terapi sinar.
Keadaan ini membuktikan bahwa bilirubin telah masuk ke dalam otak pada kadar
yang lebih rendah dari kadar yang biasa menyebabkan ensefalopati bilirubin
akut
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
dapatdisebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus
neonatorumdapat dibagi :
1. Produksi yang berlebihanHal ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya padahemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas
darah Rh, AB0, golongan darahlain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat
disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar,akibat asidosis, hipoksia dan
infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoroniltransferase (sindrom criggler-
Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein.Protein Y dalam hepar yang berperan
penting dalam “uptake” bilirubin ke selhepar.
3. Gangguan transportasiBilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian
diangkat ke hepar.Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat,sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel
otak.
4. Gangguan dalam ekskresiGangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar
atau diluar hepar.Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksidalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab
lain.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl.
Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di
Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan
untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko
Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
Fototerapi Intensif :
- Sumber cahaya: cahaya alami pagi hari, cahaya putih, cahaya biru, neon fluoresen
biru khusus, lampu halogen tungten, selimut serabut optik, dioda yang
memancarkan cahaya galium nitrida.
- Daerah permukaan: maksimal, lepas semua pakaian kecuali popok, popok juga
dapat dilepas. Mata ditutup.
- Hidrasi
- Enteritis
- Hipertermia
- Dehidrasi
- Kelainan kulit
- Gangguan minum
- Kerusakan retina
11. Adakah hub. Pemberian asi pd kondisi bayi?
Ikterus dini
Bayi yang mendapat ASI eksklusif dapat mengalami ikterus. Ikterus ini disebabkan
oleh produksi ASI yang belum banyak pada hari hari pertama. Bayi mengalami
kekurangan asupan makanan sehingga bilirubin direk yang sudah mencapai usus
tidak terikat oleh makanan dan tidak dikeluarkan melalui anus bersama makanan.
Di dalam usus, bilirubin direk ini diubah menjadi bilirubin indirek yang akan
diserap kembali ke dalam darah dan mengakibatkan peningkatan sirkulasi
enterohepatik. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan dan jangan diberi air
putih atau air gula. Untuk mengurangi terjadinya ikterus dini perlu tindakan sebagai
berikut :
bayi dalam waktu 30 menit diletakkan ke dada ibunya selama 30-60 menit
posisi dan perlekatan bayi pada payudara harus benar
berikan kolostrum karena dapat membantu untuk membersihkan mekonium
dengan segera. Mekonium yang mengandung bilirubin tinggi bila tidak segera
dikeluarkan, bilirubinnya dapat diabsorbsi kembali sehingga meningkatkan kadar
bilirubin dalam darah.
bayi disusukan sesuai kemauannya tetapi paling kurang 8 kali sehari.
jangan diberikan air putih, air gula atau apapun lainnya sebelum ASI keluar karena
akan mengurangi asupan susu.
monitor kecukupan produksi ASI dengan melihat buang air kecil bayi paling kurang
6-7 kali sehari dan buang air besar paling kurang 3-4 kali sehari.
Ikterus karena ASI
Iketrus karena ASI pertama kali didiskripsikan pada tahun 1963. Karakteristik
ikterus karena ASI adalah kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7
hari pertama, berlangsung lebih lama dari ikerus fisiologis yaitu sampai 3-12
minggu dan tidak ada penyebab lainnya yang dapat menyebabkan ikterus. Ikterus
karena ASI berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan
biasanya akan timbul ikterus pada setiap bayi yang disusukannya. Selain itu, ikterus
karena ASI juga bergantung kepada kemampuan bayi mengkonjugasi bilirubin
indirek (misalnya bayi prematur akan lebih besar kemungkinan terjadi ikterus).
Penyebab ikterus karena ASI belum jelas tetapi ada beberapa faktor yang
diperkirakan memegang peran, yaitu :
terdapat hasil metabolisme hormon progesteron yaitu pregnane3-α 20 betadiol di
dalam ASI yang menghambat uridine diphosphoglucoronic acid (UDPGA)
peningkatan konsentrasi asam lemak bebas yang nonesterified yang menghambat
fungsi glukoronid transferase di hati
peningkatan sirkulasi enterohepatik karena adanya peningkatan aktivitas ß
glukoronidase di dalam ASI saat berada dalam usus bayi.
defek pada aktivitas uridine diphosphate-glucoronyl transferase (UGT1A1) pada
bayi homozigot atau heterozigot untuk varian sindrom Gilbert.
Tata laksana
Pada hiperbilirubinemia, bayi harus tetap diberikan ASI dan jangan diganti dengan
air putih atau air gula karena protein susu akan melapisi mukosa usus dan
menurunkan penyerapan kembali bilirubin yang tidak terkonyugasi. Pada keadaan
tertentu bayi perlu diberikan terapi sinar. Transfusi tukar jarang dilakukan pada
ikterus dini atau ikterus karena ASI. Indikasi terapi sinar dan transfusi tukar sesuai
dengan tata laksana hiperbilirubinemia.
Yang perlu diperhatikan pada bayi yang mendapat terapi sinar adalah sedapat
mungkin ibu tetap menyusui atau memberikan ASI yang diperah dengan
menggunakan cangkir supaya bayi tetap terbangun dan tidak tidur terus. Bila gagal
menggunakan cangkir, maka dapat diberikan dengan pipa orogastrik atau
nasogastrik, tetapi harus segera dicabut sehingga tidak mengganggu refleks isapnya.
Kegiatan menyusui harus sering (1-2 jam sekali) untuk mencegah dehidrasi, kecuali
pada bayi kuning yang tidur terus, dapat diberikan ASI tiap 3 jam sekali. Jika ASI
tidak cukup maka lebih baik diberikan ASI dan PASI bersama daripada hanya PASI
saja.
Ikterus dini yang menetap lebih dari 2 minggu ditemukan pada lebih dari 30% bayi,
sehingga memerlukan tata laksana sebagai berikut :
1. jika pemeriksaan fisik, urin dan feses normal hanya diperlukan observasi saja.
2. dilakukan skrining hipotiroid
3. jika menetap sampai 3 minggu, periksa kadar bilirubin urin, bilirubin direk dan
total.
Manajemen dan penyimpanan ASI
Pada ikterus dini dan ikterus karena ASI diperlukan manajemen ASI yang benar.
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan tanpa diberikan apa-apa selain ASI.
Pemberian ASI eksklusif akan berhasil bila terdapat perlekatan yang erat. Bayi
disusui segera setelah lahir, sering menyusui dan memerah ASI.
Perlekatan yang baik bila sebagian besar areola masuk ke mulut bayi, mulut bayi
terbuka lebar, dan bibir bawah terputar ke bawah. Pada ikterus karena ASI yang
‘terpaksa’ harus menghentikan ASI untuk sementara, sebaiknya diberikan pengganti
ASI dengan tidak menggunakan dot, tapi menggunakan sendok kecil atau cangkir.
ASI harus sering diperah dan disimpan dengan tepat terutama pada ibu yang
bekerja. Berikut adalah cara menyimpan ASI yang diperah:
1. ASI yang telah diperah dan belum diberikan dalam waktu 30 menit, sebaiknya
disimpan dalam lemari es.
2. ASI dapat disimpan selama 2 jam dalam lemari es dengan menggunakan kontainer
yang bersih, misalnya plastik
3. ASI yang diperah harus tetap dingin terutama selama dibawa transportasi.
4. ASI yang tidak digunakan selama 48 jam, sebaiknya didinginkan di freezer dan
dapat disimpan selama 3 bulan.
5. Sebaiknya diberi label tanggal pada ASI yang diperah, sehingga bila akan digunakan,
ASI yang awal disimpan yang digunakan.
6. Jangan memanaskan ASI dengan direbus, cukup direndam dalam air hangat. Juga
jangan mencairkan ASI beku langsung dengan pemanasan, pindahkan dahulu ke
lemari es pendingin agar mencair baru dihangatkan
Dengan manajemen ASI yang benar diharapkan bayi dapat diberikan ASI secara
eksklusif sekalipun mengalami ikterus.
kterus yang berhubungan dengan pemberian air susu ibu.Diperkirakan 1 dari setiap
200 bayi aterm, yang menyusu, memperlihatkan peningkatan bilirubin tak
terkonjugasi yang cukup berarti antara hari ke 4-7kehidupan, mencapai konsentrasi
maksimal sebesar 10-27 mg/dl, selama mingguke 3. Jika mereka terus disusui,
hiperbilirubinemia secara berangsur-angsur akanmenurun dan kemudian akan
menetap selama 3-10 minggu dengan kadar yanglebih rendah. Jika mereka
dihentikan menyusu, kadar bilirubin serum akanmenurun dengan cepat, biasanya
kadar normal dicapai dalam beberapa hari.Penghentian menyusu selama 2-4 hari,
bilirubin serum akan menurun dengancepat, setelah itu mereka dapat menyusu
kembali, tanpa disertai timbulnyakembali hiperbilirubinemia dengan kadar tinggi,
seperti sebelumnya. Bayi initidak memperlihatkan tanda kesakitan lain dan
kernikterus tidak pernahdilaporkan. Susu yang berasal dari beberapa ibu
mengandung 5 -diol dan asamlemak rantai panjang, βα, 2α-pregnan-3β tak-
teresterifikasi, yang secarakompetitif menghambat aktivitas konjugasi glukoronil
transferase, pada kira-kira70% bayi yang disusuinya. Pada ibu lainnya, susu yang
mereka hasilkanmengandung lipase yang mungkin bertanggung jawab atas
terjadinya ikterus.Sindroma ini harus dibedakan dari hubungan yang sering diakui,
tetapi kurangdidokumentasikan, antara hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi, yang
diperberatyang terdapat dalam minggu pertama kehidupan dan menyusu pada ibu
Ada suatu kondisi yang biasa disebut breastmilk jaundice (sakit kuning karena ASI). Tak
ada yang tahu pasti penyebab breastmilk jaundice. Untuk mendiagnosa hal ini, bayi
paling tidak sudah berusia satu minggu, yang menarik adalah, banyak bayi yang
mengalamibreastmilk jaundice juga mengalami kuning fisiologis yang berlebihan. Bayi
harus mengalami kenaikan berat badan yang baik, hanya dengan menyusu, buang air
besarnya banyak dan sering, urinnya jernih, dan secara umum dalam keadaan baik
(lihat lembar informasi tentang “Apakah Bayi Saya Mendapatkan Cukup ASI?” dan lihat
juga video clip di website nbci.ca). Dalam keadaan tersebut, bayi dikatakan sakit kuning
karena ASI, walaupun, kadang, infeksi pada urin atau kelenjar tiroidnya tidak berfungsi
dengan baik, seperti halnya sedikit penyakit yang lebih jarang lainnya, dapat
menunjukkan gejala yang sama. Breastmilk jaundice mengalami puncaknya pada hari ke
10-21, namun dapat berlanjut hingga dua sampai tiga bulan. Breastmilk jaundice
merupakan sesuatu yang normal. Jarang, kalaupun pernah, yang menyebabkan
menyusui harus dihentikan. Sangat jarang dibutuhkan perawatan apapun, seperti
fototerapi. Menyusui seharusnya tidak dihentikan “untuk menentukan diagnosis”. Jika
bayi benar-benar dalam keadaan baik dengan menyusu saja, tak ada alasan
apapun untuk menghentikan menyusui atau memberi tambahan asupan, meskipun
asupan tersebut diberikan dengan alat bantu menyusui. Pemikiran bahwa ada yang
salah dengan bayi sakit kuning datang dari fakta bahwa pemberian susu formula pada
bayi adalah model yang kita anggap sebagai cara pemberian makan yang normal pada
bayi dan kita menyamaratakannya dengan ibu menyusui dan bayi ASI. Cara berfikir ini
nyaris universal di antara para tenaga kesehatan, dan benar-benar pemikiran yang
terbalik. Jadi, bayi yang diberi susu formula jarang sakit kuning setelah minggu pertama
kehidupannya, dan kalaupun terjadi, pasti ada sesuatu yang salah. Oleh sebab itu, bayi
yang disebut mengalami breastmilk jaundice dianggap perlu diperhatikan dan “sesuatu
harus dilakukan”. Bagaimanapun, menurut pengalaman kami, sebagian besar bayi
yang disusui secaraeksklusif yang benar-benar sehat dan mengalami kenaikan berat
badan yang baik masih mengalami sakit kuning pada lima sampai enam minggu
pertama dalam kehidupannya, atau bisa lebih. Sebenarnya, seharusnya pertanyaannya
adalah apakah normal atau tidak jika tidak sakit kuning dan apakah jika tidak sakit
kuning ada yang perlu kita khawatirkan? Jangan berhenti menyusui, bagi bayi yang
mengalami “breastmilk” jaundice.
Kadar bilirubin yang lebih tinggi dan lebih lama dari sakit kuning biasa dapat terjadi
karena bayi tidak mendapatkan cukup ASI. Hal ini dapat disebabkan karena produksi
ASI membutuhkan waktu lebih lama daripada biasanya (tapi jika bayi menyusu dengan
baik dalam beberapa hari pertama seharusnya hal ini bukanlah masalah), atau karena
kebiasaan di rumah sakit yang membatasi menyusui, atau karena, biasanya, pelekatan
bayi tidak baik sehingga bayi tidak mendapatkan cukup ASI yang tersedia (lihat lembar
informasi Apakah Bayi Saya Mendapatkan Cukup ASI? Dan juga lihat video klip di
website nbci.ca). Ketika bayi mendapatkan sedikit ASI, buang air besar cenderung
menjadi sedikit dan jarang karena bilirubin yang berada di usus bayi terserap kembali
ke dalam darah dan bukannya dibuang saat buang air besar. Sudah jelas, cara terbaik
untuk mencegah “sakit kuning karena tidak mendapat cukup ASI” adalah dengan mulai
menyusui dengan benar (lihat lembar informasi Menyusui-Mengawali dengan
Benar/Breastfeeding-Starting Out Right).Bagaimanapun, yang pasti, pendekatan awal
untuk bayi sakit kuning karena tidak mendapatkan cukup ASI bukanlah dengan
menghentikan bayi menyusu atau dengan memberinya susu botol (lihat lembar
informasi Protokol untuk Mengatur Asupan ASI/Protocol to Manage Breastmilk
Intake). Jika bayi menyusu dengan baik, menyusu lebih sering sudah cukup untuk
menurunkan kadar bilirubin, meskipun sebenarnya tak ada yang benar-benar perlu
dilakukan. Jika bayi menyusu kurang baik, membantu bayi melekat dengan lebih baik
dapat membuat bayi menyusu lebih efektif dan mendapatkan lebih banyak ASI.
Menekan payudara agar bayi mendapatkan lebih banyak ASI juga dapat membantu
(lihat lembar informasi Penekanan Payudara/Breast Compression). Jika pelekatan dan
penekanan payudara saja tidak berhasil, alat bantu menyusui dapat digunakan untuk
memberi tambahan asupan (lihat lembar informasi Alat Bantu Menyusu/Lactation
Aid). Lihat juga lembar informasi Protokol untuk Mengatur Asupan ASI/Protocol to
Manage Breastmilk Intake. Lihat juga video di situs nbci.ca untuk membantu
menggunakan Protokol tersebut dengan menunjukkan bagaimana membantu pelekatan
bayi, bagaimana mengetahui apakah bayi mendapat cukup ASI, bagaimana
menggunakan penekanan, dan informasi lainnya tentang menyusui.
1. Terjadi kernikterus, yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokampus,
nucleus merah didasar ventrikel IV.
5. Kematian.
Infeksi pada bayi baru lahir sering ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih seringditemukan
pada bayi yang lahir dirumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir diluar rumah
sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan atau imunitas transplasenta terhadapkuman
yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi terpapar dengan kuman yang juga berasal
dari orang lain dan terhadap kuman dari orang lain.Infeksi pada neonatus dapat melalui
beberapa cara. Blanc membaginya dalam 3golongan, yaitu :
1. Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itumelalui batas
plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi melaluisirkulasi umbilikus
dan masuk ke janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini ialah :
2. Infeksi Intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain.Mikroorganisme
dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketubah
pecah lama ( jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayilebih dari 12 jam ),
mempunyai peranan penting terhadap timbulnya plasentisitas danamnionitik. Infeksi
dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh misalnya pada partuslama dan
seringkali dilakukan manipulasi vagina. Infeksi janin terjadi dengan inhalasilikuor yang
septik sehingga terjadi pneumonia kongenital selain itu infeksi dapatmenyebabkan
septisemia. Infeksi intranatal dapat juga melalui kontak langsung dengankuman yang
berasal dari vagina misalnya blenorea dan ” oral trush ”.
3. Infeksi Pascanatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang berakibatfatal
terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat atauakibat
perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang. Infeksi pasacanatalini
sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitassekali
karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi mendapatinfeksi
dengan kuman yang sudah tahan terhadap semua antibiotika sehingga pengobatannya
sulit.
Diagnosa infeksi perinatal sangat penting, yaitu disamping untuk kepentingan bayi
itusendiri tetapi lebih penting lagi untuk kamar bersalin dan ruangan perawatan
bayinya.Diagnosis infeksi perianatal tidak mudah. Tanda khas seperti yang terdapat
bayi yang lebihtua seringkali tidak ditemukan. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan
dengan observasi yangteliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti dan
akhirnya dengan pemeriksaan fisisdan laboratarium seringkali diagnosis didahului oleh
persangkaan adanya infeksi, kemudian berdasarkan persangkalan itu diagnosis dapat
ditegakkan dengan permeriksaan selanjutnya.Infeksi pada nonatus cepat sekali
menjalar menjadi infeksi umum, sehingga gejalainfeksi lokal tidak menonjol lagi.
Walaupun demikian diagnosis dini dapat ditegakkan kalaukita cukup wasdpada
terhadap kelainan tingkah laku neonatus yang seringkali merupakantanda permulaan
infeksi umum. Neonatus terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam pertama dan
bayi tersebut tidak menderita penyakit atau kelaianan kongenital tertentu, namuntiba –
tiba tingkah lakunya berubah, hendaknya harus selalu diingat bahwa kelainan
tersebutmungkin sekali disebabkan oleh infeksi. Beberapa gejala yang dapat
disebabkan diantaranyaialah malas, minum, gelisah atau mungkin tampak letargis.
Frekuensi pernapasan meningkat, berat badan tiba – tiba turun, pergerakan kurang,
muntah dan diare. Selain itu dapat terjadiedema, sklerna, purpura atau perdarahan,
ikterus, hepatosplehomegali dan kejang. Suhu tubuhdapat meninggi, normal atau dapat
pula kurang dari normal. Pada bayi BBLR seringkaliterdapat hipotermia dan sklerma.
Umumnya dapat dikatakan bila bayi itu ” Not Doing Well ”kemungkinan besar ia
menderita infeksi.Pembagian infeksi perinatal.Infeksi pada neonatus dapat dibagi
menurut berat ringannya dalam dua golongan besar, yaitu berat dan infeksi ringan.1.
Infeksi berat ( major in fections ) : sepsis neonatal, meningitis, pneumonia,
diareepidemik, plelonefritis, osteitis akut, tetanus neonaturum.2. Infeksi ringan ( minor
infection ) : infeksi pada kulit, oftalmia neonaturum, infeksiumbilikus ( omfalitis ),
moniliasis
Menegakkan kemungkinan infeksi pada bayi baru lahir sangat penting, terutama pada bayi
BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan angkakematian yang
tinggi. Disamping itu, gejala klinis infeksi pada bayi tidak khas. Adapungejala yang perlu
mendapat perhatian yaitu :
- Malas minum
- Bayi tertidur
- Tampak gelisah
- Pernapasan cepat
- Panas badan bervariasi yaitu dapat meningkat, menurun atau dalam batas normal
- Pada pemeriksaan mungkin dijumpai : bayi berwarna kuning, pembesaran hepar, purpura
(bercak darah dibawah kulit) dan kejang-kejang
- Terjadi edema
- sklerema
17. Mengapa ditemukan bayi Nampak kuning pada wajah pd hari ke-2 ?
Ikterus pada neonatus dapat bersifat fisiologis dan patologis. Ikterusfisiologis adalah
ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis,
kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakanatau mempunyai potensi menjadi
kernicterus dan tidak menyebabkan suatumorbiditas pada bayi. Ikterus patologis ialah
ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai
yang disebuthiperbilirubinemia.
Ikterus Fisiologis
Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusatadalah sebesar 1-
3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5mg/dl/24 jam; dengan
demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanyamencapai puncaknya antara
hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnyamenurun sampai kadarnya lebih
rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan.Ikterus akibat perubahan ini
dinamakan ikterus “fisiologis” dan diduga sebagaiakibat hancurnya sel darah merah
janin yang disertai pembatasan sementara padakonjugasi dan ekskresi bilirubin oleh
hati.Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung samaatau sedikit
lebih lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada umumnya
mengakibatkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antarahari ke 4-7, pola yang
akan diperlihatkan bergantung pada waktu yang diperlukanoleh bayi preterm
mencapai pematangan mekanisme metabolisme ekskresi.
Ikterus Patologis
oInfeksi
oHiperosmolaritas darah5.Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari
(pada NCB) atau >14 hari (pada NKB).
IKTERIK NEONATORUM
Definisi
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan
bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari5 mg/dl
dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional darihepar, sistem
biliary, atau sistem hematologi. Ikterus dapat terjadi baik karena peningkatan
bilirubin indirek (unconjugated) dan direk (conjugated).
Klasifikasi
Ikterus pada neonatus dapat bersifat fisiologis dan patologis. Ikterusfisiologis
adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar
patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakanatau mempunyai
potensi menjadi kernicterus dan tidak menyebabkan suatumorbiditas pada bayi.
Ikterus patologis ialah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar
bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebuthiperbilirubinemia.
Ikterus Fisiologis
Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusatadalah
sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5mg/dl/24
jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanyamencapai
puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnyamenurun
sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan.Ikterus
akibat perubahan ini dinamakan ikterus “fisiologis” dan diduga sebagaiakibat
hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara
padakonjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.Diantara bayi-bayi prematur,
kenaikan bilirubin serum cenderung samaatau sedikit lebih lambat daripada pada
bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada umumnya mengakibatkan kadar
yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antarahari ke 4-7, pola yang akan diperlihatkan
bergantung pada waktu yang diperlukanoleh bayi preterm mencapai pematangan
mekanisme metabolisme ekskresi.
bilirubin. Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke 5-7
dankadang-kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10.Diagnosis ikterus fisiologik
pada bayi aterm atau preterm, dapatditegakkan dengan menyingkirkan penyebab
ikterus berdasarkan anamnesis dan penemuan klinik dan laboratorium. Pada
umumnya untuk menentukan penyebabikterus jika:1.Ikterus timbul dalam 24 jam
pertama kehidupan.2.Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari
5 mg/dl/24 jam.3.Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm
dan lebih besar dari 14 mg/dl pada bayi preterm.Ikterus persisten sampai melewati
minggu pertama kehidupan, atau5.Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl.
Ikterus Patologis
Kernicterus
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat
perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum,talamus,
nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel IV.
Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar,letargi, kejang,
tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan
opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus,kejang, atetosis
yang disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian padanada tinggi, gangguan
bicara dan retardasi mental
Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
dapatdisebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus
neonatorumdapat dibagi :
1. Produksi yang berlebihanHal ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya padahemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas
darah Rh, AB0, golongan darahlain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat
disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar,akibat asidosis, hipoksia dan
infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoroniltransferase (sindrom criggler-
Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein.Protein Y dalam hepar yang berperan
penting dalam “uptake” bilirubin ke selhepar.
3. Gangguan transportasiBilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian
diangkat ke hepar.Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat,sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel
otak.
4. Gangguan dalam ekskresiGangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar
atau diluar hepar.Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksidalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab
lain.
Manifestasi Klinis
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari.Bayi baru
lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl atau
100 mikro mol/L (1 mg mg/dl = 17,1 mikro mol/L). salah satu cara pemeriksaan
derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana dan mudah adalahdengan
penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada
tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada, lutut dan lain-
lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning.Penilaian kadar bilirubin
pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengantabel yang telah
diperkirakan kadar bilirubinnya.
Penatalaksanaan
I. Pendekatan menentukan kemungkinan penyebabMenetapkan penyebab ikterus
tidak selamanya mudah dan membutuhkan pemeriksaan yang banyak dan mahal,
sehingga dibutuhkan suatu pendekatankhusus untuk dapat memperkirakan
penyebabnya. Pendekatan yang dapatmemenuhi kebutuhan itu yaitu menggunakan
saat timbulnya ikterus seperti yangdikemukakan oleh Harper dan Yoon 1974, yaitu
:A. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertamaPenyebab ikterus yang terjadi pada 24
jam pertama menurut besarnyakemungkinan dapat disusun sebagai berikut :-
Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.- Infeksi intrauterin (oleh virus,
toksoplasma, lues dan kadang-kadang bakteri).- Kadang-kadang oleh defisiensi G-6-
PD.Pemeriksaan yang perlu diperhatikan yaitu :
− Kadar bilirubin serum berkala
− Darah tepi lengkap
− Golongan darah ibu dan bayi
− Uji coombs
− Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD, biakan darah atau biopsihepar
bila perlu.
Infeksi Neonatorum
Definisi
Infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir ada dua yaitu:
early infection (infeksidini) dan late infection (infeksi lambat). Disebut infeksi dini karena
infeksi diperoleh darisi ibu saat masih dalam kandungan sementara infeksi lambat adalah
infeksi yangdiperoleh dari lingkungan luar, bisa lewat udara atau tertular dari orang lain.
Adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri
dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau air kemih.
Etiologi
Pola kuman penyebab sepsis tidak selalu sama antara 1 RS dengan RS yang lain. Perbedaan
tersebut terdapat pula antar suatu negara dengan negara lain. Perbedaan pola kuman ini
akan berdampak terhadap pemilihan antibiotik yang dipergunakan pada pasien. Perbedaan
pola kuman mempunyai kaitan pula dengan prognosa serta komplikasi jangka panjang
yang mungkin diderita bayi baru lahir.
Hampir sebagian besar kuman penyebab di negara berkembang adalah kuman gram
negatif berupa kuman enterik seperti Enterobakter sp, Klebsiella sp dan Coli sp. Sedangkan
di Amerika utara dan eropa barat 40% penderita terurama disebabkan oleh Streptokokus
grup B. Selanjutnya kuman lain seperti Coli sp, Listeria sp dan Enterovirus ditemukan
dalam jumlah yang lebih sedikt.
Patogenesis
Infeksi pada bayi baru lahir sering ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih seringditemukan
pada bayi yang lahir dirumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir diluar rumah
sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan atau imunitas transplasenta terhadapkuman
yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi terpapar dengan kuman yang juga berasal
dari orang lain dan terhadap kuman dari orang lain.Infeksi pada neonatus dapat melalui
beberapa cara. Blanc membaginya dalam 3golongan, yaitu :
1. Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itumelalui batas
plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi melaluisirkulasi umbilikus
dan masuk ke janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini ialah :
a). Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia, cytomegalicinclusion ;(b).
Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues ) ;(c). Bakteri jarang sekali dapat melalui
plasenta kecuali E. Coli dan listeriamonocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi
melalui infeksi plasenta.Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya janin
mendapattuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion tersebut.
2. Infeksi Intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain.Mikroorganisme dari
vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketubah pecah
lama ( jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayilebih dari 12 jam ),
mempunyai peranan penting terhadap timbulnya plasentisitas danamnionitik. Infeksi
dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh misalnya pada partuslama dan seringkali
dilakukan manipulasi vagina. Infeksi janin terjadi dengan inhalasilikuor yang septik
sehingga terjadi pneumonia kongenital selain itu infeksi dapatmenyebabkan septisemia.
Infeksi intranatal dapat juga melalui kontak langsung dengankuman yang berasal dari
vagina misalnya blenorea dan ” oral trush ”.
3. Infeksi Pascanatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang berakibatfatal
terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat atauakibat
perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang. Infeksi pasacanatalini
sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitassekali
karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi mendapatinfeksi
dengan kuman yang sudah tahan terhadap semua antibiotika sehingga pengobatannya
sulit.
Diagnosa infeksi perinatal sangat penting, yaitu disamping untuk kepentingan bayi
itusendiri tetapi lebih penting lagi untuk kamar bersalin dan ruangan perawatan
bayinya.Diagnosis infeksi perianatal tidak mudah. Tanda khas seperti yang terdapat bayi
yang lebihtua seringkali tidak ditemukan. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan
observasi yangteliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti dan akhirnya dengan
pemeriksaan fisisdan laboratarium seringkali diagnosis didahului oleh persangkaan
adanya infeksi, kemudian berdasarkan persangkalan itu diagnosis dapat ditegakkan
dengan permeriksaan selanjutnya.Infeksi pada nonatus cepat sekali menjalar menjadi
infeksi umum, sehingga gejalainfeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian
diagnosis dini dapat ditegakkan kalaukita cukup wasdpada terhadap kelainan tingkah laku
neonatus yang seringkali merupakantanda permulaan infeksi umum. Neonatus terutama
BBLR yang dapat hidup selama 72 jam pertama dan bayi tersebut tidak menderita penyakit
atau kelaianan kongenital tertentu, namuntiba – tiba tingkah lakunya berubah, hendaknya
harus selalu diingat bahwa kelainan tersebutmungkin sekali disebabkan oleh infeksi.
Beberapa gejala yang dapat disebabkan diantaranyaialah malas, minum, gelisah atau
mungkin tampak letargis. Frekuensi pernapasan meningkat, berat badan tiba – tiba turun,
pergerakan kurang, muntah dan diare. Selain itu dapat terjadiedema, sklerna, purpura atau
perdarahan, ikterus, hepatosplehomegali dan kejang. Suhu tubuhdapat meninggi, normal
atau dapat pula kurang dari normal. Pada bayi BBLR seringkaliterdapat hipotermia dan
sklerma. Umumnya dapat dikatakan bila bayi itu ” Not Doing Well ”kemungkinan besar ia
menderita infeksi.Pembagian infeksi perinatal.Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut
berat ringannya dalam dua golongan besar, yaitu berat dan infeksi ringan.1. Infeksi berat (
major in fections ) : sepsis neonatal, meningitis, pneumonia, diareepidemik, plelonefritis,
osteitis akut, tetanus neonaturum.2. Infeksi ringan ( minor infection ) : infeksi pada kulit,
oftalmia neonaturum, infeksiumbilikus ( omfalitis ), moniliasis
Menegakkan kemungkinan infeksi pada bayi baru lahir sangat penting, terutama pada bayi
BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan angkakematian yang
tinggi. Disamping itu, gejala klinis infeksi pada bayi tidak khas. Adapungejala yang perlu
mendapat perhatian yaitu :
- Malas minum
- Bayi tertidur
- Tampak gelisah
- Pernapasan cepat
- Panas badan bervariasi yaitu dapat meningkat, menurun atau dalam batas normal
- Pada pemeriksaan mungkin dijumpai : bayi berwarna kuning, pembesaran hepar, purpura
(bercak darah dibawah kulit) dan kejang-kejang
- Terjadi edema
- sklerema
2.4. Patogenesis
Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena
terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan
beberapa faktor anti infeksi dari cairan amnion.19
Infeksi pada neonatus dapat terjadi antenatal, intranatal dan pascanatal. Lintas infeksi
perinatal dapat digolongkan sebagai berikut:
Infeksi antenatal pada umumnya infeksi transplasenta, kuman berasal dari ibu, kemudian
melewati plasenta dan umbilikus dan masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi bayi.
Infeksi bakteri antenatal antara lain oleh Streptococcus Group B. Penyakit lain yang dapat
melalui lintas ini adalah toksoplasmosis, malaria dan sifilis. Pada dugaan infeksi
tranplasenta biasanya selain skrining untuk sifilis, juga dilakukan skrining terhadap
TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes).
Infeksi lintas jalan lahir ialah infeksi yang terjadi pada janin pada saat melewati jalan lahir
melalui kulit bayi atau tempat masuk lain. Pada umumnya infeksi ini adalah akibat kuman
Gram negatif yaitu bakteri yang menghasilkan warna merah pada pewarnaan Gram dan
kandida. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak
terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang
dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan.
Infeksi pascanatal pada umumnya akibat infeksi nosokomial yang diperoleh bayi dari
lingkungannya di luar rahim ibu, seperti kontaminasi oleh alat-alat, sarana perawatan dan
oleh yang merawatnya. Kuman penyebabnya terutama bakteri, yang sebagian besar adalah
bakteri Gram negatif. Infeksi oleh karena kuman Gram negatif umumnya terjadi pada saat
perinatal yaitu intranatal dan pascanatal
Bila paparan kuman ini berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi respons tubuh
yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi
akan memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung dari
perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda. Oleh karena itu, pada
penatalaksanaan selain pemberian antibiotika, harus memperhatikan pula gangguan fungsi
organ yang timbul akibat beratnya penyakit
1. penatalaksanaan
- suportif
monitoring cairan, elektrolit dan glukosa, berikan koreksi jika tjd hipovolemia,
hiponatremia, hipoglikemia.
- kausatif
Setelah didapatkan hasil biakan dan uji sensitivitas, diberikan antibiotik yg sesuai. Terapi
dilakukan selama 10-14 hr. Bila terjadi meningitis antibiotik diberikan selamA 14-21 HR
DG DOSIS SESUI MENINGITIS