Anda di halaman 1dari 46

BAYIKU KUNING

STEP 7

1. Bagaimana metabolism bilirubin?

Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir
dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.1 Bilirubin
berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran
eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme
lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase.3,4,11,14,16,25
Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan
bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.1,9

Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan
enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan
organ lain.3,4,9 Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi
bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase.3,9 Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat
dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. 9,18

Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan


ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin.3,11,16 Bilirubin yang terikat dengan
albumin serum ini tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel
hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat nontoksik.

Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin


akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel
membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein
ikatan sitotoksik lainnya.Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang
tak terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis.

Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut
dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate
glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam
kanalikulus empedu.1,4,9,25 Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi
akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya.3,9,18

Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam kandung


empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feces.1,9,25
Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat
diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh
enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari
saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut sirkulasi enterohepatik.

Hasan, R., Alatas, H., 2000, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 3, Cetakan 9,
Jakarta, hal 1102-1105

Proses pembentukan bilirubin :

i. Produksi :
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada
sistem retikuloendotelial. Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatos
lebih tinggi daripada bayi yang lebih tua. Satu gr hemoglobin dapat
menghasilkan 35mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang
bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo, yang bersifat tidak larut dalam
air tetapi larut dalam lemak.
ii. Transportasi :
Bilirubin indirek kemudian dicta oleh albumin. Sel parenkim hepar mempunyai
cara selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer
melalui membran sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Didalam sel
bilirubin akan terikat pada ligandin dan sebagian kecil pada glutation S-
transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses 2 arah, tergantung
dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam
hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit dikonjugasi dan
diekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligandin mengikat
bilirubin sedangkan albumin tidak. Pemberian fenobarbital mempertinggi
konsentrasi ligandin dan memberi tempat pengikatan yang lebih banyak untuk
bilirubin.

iii. Konjugasi :
Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronide
walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronide
transferase merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide. Ada 2
enzim yang terlibat dalam síntesis bilirubin diglukoronide. Pertama-tama ahila
uridin difosfat glukoronide transferase (UDPG) yang mengkatalisasi
pembentukan bilirubin monoglukoronide. Síntesis dan ekskresi diglukoronide
terjadi di membran kanlikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan
hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresi langsung ke dalam
empedu tanpa konjugasi misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar.

iv. Ekskresi :
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi direk yang larut dalam air dan
diekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usu
bilirubin direk ini tidak diabsorbsi, sebagian kescil bilirubin direk dihidrolisis
menjadi bilirubin indirek dan direabsorbsi. Siklus ini disebut siklus
enterohepatis.

v. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus :


Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12
minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu, pada
inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai
untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat
pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke likuor amnion belum
diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mucosa saluran nafas
dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatos diduga sama
besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi Sangay
terbatas. Demikian kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian
hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah
melalui placenta ke sirkulasi ibu dan disekresi oleh hepar ibunya. Dalam
keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatos dapat terjadi
kumulasi bilirubin indirek sampai 2mg%. Hal ini menunjukkan bahwa
ketidakmampuan fatus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatos. Pada
masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal
ini beakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru
lahir karena fungsí hati belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungís
hepar akibat hipokasi, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil
transferase atau kekurangan glucosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat
meninggi. Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada
kadar albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya
rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indirek yang bebas itu
dapat meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas
inilah yang dapat melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan
kernicterus dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek
mencapai 20mg% pada umumnya capacitas maksimal pengikatan bilirubin oleh
neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah tercapai.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Perinatologi, dalam Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak 3. FKUI. Jakarta. 1985.

2. Apa saja kemungkinan yang menyebabkan kulit kuning?

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:

 Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur
lebih pendek.
 Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase,
UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) -> penurunan ambilan bilirubin
oleh hepatosit dan konjugasi.
 Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim ->
glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat disebabkan oleh
faktor/keadaan:

 Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD,


sferositosis herediter dan pengaruh obat.
 Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin.
 Polisitemia.
 Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir.
 Ibu diabetes.
 Asidosis.
 Hipoksia/asfiksia.
 Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik.

1. Peningkatan produksi :

- Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian


golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.

- Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.

- Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat
pada bayi Hipoksia atau Asidosis .

- Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).

- Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol
(steroid).

- Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat


misalnya pada berat badan lahir rendah.

- Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.

2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada


Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.

3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang
dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, Toksoplasmosis,
Siphilis.

4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.

5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Perinatologi, dalam Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak 3. FKUI. Jakarta. 1985.

3. Apakah di scenario tjd ikterus pd bayi fisiologis/patologis?


Ikterus patologis pd bayi premature?

4. Klasifikasi ikterus

Klasifikasi ikterus
Untuk mengklasifikasikannya dilihat dari gejala-gejalanya yaitu:
Ikterus Fisiologis (ringan)
 Timbul kuning pada umur >24 jam sampai <14 hari
 Kuning tidak sampai telapak tangan / telapak kaki
Ikterus fisiologis tidak berbahaya, penanganannya bayi dijemur setiap pagi antara jam 7 - 9
pagi selama 30 - satu jam. Tingkatkan frekuensi pemberian ASI, minimal 8 - 12 kali
sehari. Jika dirasakan sudah cukup menyusuinya, sebaiknya perhatikan
apakah bayi benar-benar menghisap atau hanya mengempeng saja. Bila dirasakan ada
masalah dalam menyusui segera lakukan konsultasi di klinik laktasi terdekat. Bila gejala
masih tampak hingga >14 hari segera periksakan ke dokter.
Ikterus Patologis (berat)
 Timbul kuning pada hari pertama (<24 jam) setelah lahir, atau
 Kuning ditemukan pada umur lebih dari 14 hari, atau
 Kuning sampai telapak tangan / telapak kaki, atau
 Tinja berwarna pucat
Jika tidak segera ditangani, kadar bilirubin terus meningkat sehingga dapat meracuni otak,
terjadinya kerusakan saraf yang dapat menyebabkan cacat seperti tuli, pertumbuhan
terhambat atau kelumpuhan otak besar atau bahkan dapat menyebabkan kematian
Surjono A. Hiperbilirubinemia pada neonatus:pendekatan kadar bilirubin bebas.
Berkala Ilmu Kedokteran 1995;27:43-6.
Martin CR, Cloherty JP. Neonatal Hyperbilirubinemia. In: Cloherty JP, Eichenwald
EC, Stark AR, editors. Manual of Neonatal Care, 5th edition.

5. Faktor Resiko ikterus (etiologi)

Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:

a. Faktor Maternal

 Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)


 Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
 Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
 ASI

b. Faktor Perinatal

 Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)


 Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

c. Faktor Neonatus

 Prematuritas
 Faktor genetik
 Polisitemia
 Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
 Rendahnya asupan ASI
 Hipoglikemia
 Hipoalbuminemia

Surjono A. Hiperbilirubinemia pada neonatus:pendekatan kadar bilirubin bebas.


Berkala Ilmu Kedokteran 1995;27:43-6.
Martin CR, Cloherty JP. Neonatal Hyperbilirubinemia. In: Cloherty JP, Eichenwald
EC, Stark AR, editors. Manual of Neonatal Care, 5th edition.
6. Px metode Kramer  Intepretasi dari Kramer 1?

Ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Dan membagi tubuh bayi baru lahir
dalam lima bagian bawah sampai tumut, tumit-pergelangan kaki dan bahu pergelanagn
tangan dan kaki seta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan.

Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk ditempat yang tulangnya
menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain. Kemudian penilaian
kadar bilirubin dari tiap-tiap nomor disesuaikan dengan angka rata-rata didalam
gambar di bawah ini :

Tabel hubungan kadar bilirubin dengan ikterus

Derajat Daerah Ikterus Perkiraan kadar Bilirubin (rata-


rata)
Ikterus

Aterm Prematur

1 Kepala sampai leher 5,4 -

2 Kepala, badan sampai 8,9 9,4


dengan umbilicus

3 Kepala, badan, paha, 11,8 11,4


sampai dengan lutut

4 Kepala, badan, 15,8 13,3


ekstremitas sampai
dengan tangan dan
kaki
5 Kepala, badan, semua
ekstremitas sampai
dengan ujung jari

Penentuan derajat ikterus menurut pembagian zona tubuh (menurut KRAMER)


− Kramer I. Daerah kepala(Bilirubin total 5 7 mg)
− Kramer II daerah dada pusat(Bilirubin total 7 10 mg%)
− Kramer III Perut dibawah pusat s/d lutut(Bilimbin total 10 13 mg)
− Kramer IV lengan s/d pergelangan tangan tungkai bawah s/d
pergelangan kaki(Bilirubin total 13 17 mg%)
− Kramer V s/d telapak tangan dan telapak kaki(Bilirubin total >17 mg%)

(Buku Ajar Neonatologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008)

Kenapa ikterus paling ringan di mulai dari kepala lebih dulu?

7. Hubungan HbSAg ibu (-) dg imunisasi hepatitis B pd bayinya?

HBsAg: Hasil yang negatif mengindikasikan orang tersebut belum pernah terpapar
terhadap virus atau tengah pulih dari infeksi hepatitis akut dan telah berhasil bebas
dari virus (atau jika ada maka itu infeksi yang tersembunyi). Nilai positif (reaktif)
mengindikasikan sebuah infeksi aktif namun tidak mengindikasikan apakah virus
itu bisa ditularkan atau tidak.

Bayi yang terinfeksi virus hepatitis B berisiko mengalami penyakit hati kronis.
Namun, penularan virus dapat dicegah dengan vaksinasi segera, maksimal 12 jam
setelah dilahirkan. Ibu dengan HBsAg positif berpeluang 90 persen menularkan
virus hepatitis B ke bayi. Sementara ibu dengan HBsAg negatif (hepatitis tersamar)
berpeluang menularkan sekitar 40 persen

Pemberian imunisasi HB pada bayi berdasarkan


status HBsAg ibu pada saat melahirkan, sebagai
berikut:5,11
1. Bayi lahir dari ibu dengan status HBsAg yang tidak
diketahui.
Diberikan vaksin rekombinan (10 mg) secara
intramuskular, dalam waktu 12 jam sejak lahir.
Dosis ke dua diberikan pada umur 1-2 bulan dan
dosis ke tiga pada umur 6 bulan. Apabila pada
pemeriksaan selanjutnya diketahui HbsAg ibu
positif, segera berikan 0,5 ml imunoglobulin anti
hepatitis (HBIG) (sebelum usia 1 minggu).
2. Bayi lahir dari ibu dengan HBsAg positif.
Dalam waktu 12 jam setelah lahir, secara bersamaan
diberikan 0,5 ml HBIG dan vaksin rekombinan
secara intramuskular di sisi tubuh yang berlainan.
Dosis ke dua diberikan 1-2 bulan sesudahnya, dan
dosis ke tiga diberikan pada usia 6 bulan.
3. Bayi lahir dari ibu dengan HBsAg negatif.
Diberikan vaksin rekombinan secara intramuskular
pada umur 2-6 bulan. Dosis ke dua diberikan 1-2
bulan kemudian dan dosis ke tiga diberikan 6 bulan
setelah imunisasi pertama.
Bayi prematur, termasuk bayi berat lahir rendah,
tetap dianjurkan untuk diberikan imunisasi,6 sesuai
dengan umur kronologisnya dengan dosis dan jadwal
yang sama dengan bayi cukup bulan. 5,8,9,13 Tabel 1
memperlihatkan pola pemberian imunisasi pada bayi
prematur atau bayi berat lahir rendah.7
Pemberian vaksin HB pada bayi prematur dapat
juga dilakukan dengan cara di bawah ini:13
1. Bayi prematur dengan ibu HBsAg positif harus
diberikan imunisasi HB bersamaan dengan HBIG
pada 2 tempat yang berlainan dalam waktu 12 jam.
Dosis ke-2 diberikan 1 bulan kemudian, dosis ke-
3 dan ke-4 diberikan umur 6 dan 12 bulan.
2. Bayi prematur dengan ibu HBsAg negatif
pemberian imunisasi dapat dengan :
a. Dosis pertama saat lahir, ke-2 diberikan pada
umur 2 bulan, ke-3 dan ke-4 diberikan pada
umur 6 dan 12 bulan. Titer anti Hbs diperiksa
setelah imunisasi ke-4.
b. Dosis pertama diberikan saat bayi sudah
mencapai berat badan 2000 gram atau sekitar
umur 2 bulan. Vaksinasi HB pertama dapat
diberikan bersama-sama DPT, OPV (IPV)
dan Haemophylus influenzae B (Hib). Dosis
ke-2 diberikan 1 bulan kemudian dan dosis
ke-3 pada umur 8 bulan. Titer antibodi
diperiksa setelah imunisasi ke-3.

(Buku Ajar Neonatologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008)

8. Intepretasi dari APGAR score 8-9-10?

9. Mengapa terjadi kenaikan suhu bayi pada hari ke 3?

Kekhawatiran utama akibat hiperbilirubinemia adalah potensi efek neurotoksiknya, walaupun


dapat juga terjadi jejas pada sel-sel lainnya. Hal ini masih merupakan masalah yang signifikan
meskipun telah ada kemajuan-kemajuan dalam perawatan bayi dengan hiperbilirubinemia.
Sebuah penelitian terhadap kasus-kasus ensefalopati bilirubin klasik di Amerika Serikat dan
beberapa negara lainnya, serta laporan-laporan terbaru tentang neuropati auditorik akibat
hiperbilirubinemia tanpa tanda-tanda ensefalopati bilirubin klasik, menggarisbawahi perlunya
pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana ikterus terjadi pada 60% bayi baru lahir yang
berisiko untuk terjadinya hiperbilirubinemia dan menyebabkan kerusakan otak permanen. Hal ini
penting karena dengan pemahaman yang baik dapat dilakukan tindakan pencegahan kerusakan
tersebut.Ensefalopati bilirubin terjadi pada 8%, 33% dan 73% dari bayi aterm yang memiliki
kadar bilirubin total 19-24, 25-29 dan 30-40 mg/dL, secara berurutan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat risiko ensefalopati bilirubin yang meningkat dengan meningkatnya
kadar bilirubin.18,35 Akhir-akhir ini dilaporkan ensefalopati bilirubin klasik mulai muncul lagi,
sebagian disebabkan pemulangan dari rumah sakit yang terlalu dini (sebelum tercapainya kadar
bilirubin puncak alami pada bayi) dan sebagian karena makin longgarnya kriteria terapi yang
diberikan. Hal ini mengakibatkan muncul kekhawatiran tentang berapa kadar bilirubin yang
’aman’. Peningkatan kadar BIS membuat bayi berisiko mengalami ensefalopati bilirubin, yang
merupakan salah satu penyebab kerusakan otak pada masa bayi. Terdapat bukti bukti bahwa
peningkatan kadar bilirubin yang moderat sekalipun tetap membuat bayi berisiko mengalami
kelainan-kelainan kognitif, persepsi, motorik dan auditorik. Penelitian-penelitian prospektif
terkontrol telah mengungkapkan adanya gangguan neurologis dan kognitif pada anak-anak yang
mengalami peningkatan kadar bilirubin pada masa bayinya. Penelitian pada bayi aterm, seperti
yang dilaporkan the National Collaborative Perinatal Project, telah mendeteksi adanya hubungan
antara hiperbilirubinemia dalam kadar yang ’rendah’ yang umumnya tidak diterapi dengan gejala
sisa neurologis dan motorik ringan. Kadar bilirubin yang dahulu dianggap aman ternyata bisa
membahayakan. Berdasarkan penelusuran pustaka, sebagian literatur menyatakan bahwa
hiperbilirubinemia derajat sedang pada bayi aterm sehat mungkin tidak aman untuk otaknya.

2.2.5. Toksisitas bilirubin pada otak

Hiperbilirubinemia dan sawar darah otak merupakan 2 faktor penting didalam

patogenesis terjadinya toksisitas bilirubin pada otak. Sejauh ini dari hasil-hasil

penelitian yang telah dilakukan, belum dapat ditetapkan dengan pasti berapa kadarbilirubin yang
dapat menyebabkan efek neurotoksik. Hansen dan Ostrow dalam penelitiannya menjelaskan
konsep toksisitas bilirubin pada neuron dengan menggunakan tikus Gunn ikterik. Toksisitas
bilirubin pada otak berhubungan dengan bilirubin indirek bebas/ tidak terikat albumin (Bf).
Bilirubin indirek bebas ini memiliki pH fisiologis, dapat berdifusi melewati sawar darah otak
utuh dan secara pasif dapat menembus membran sel otak.

Bilirubin indirek yang terikat albumin dapat masuk ke otak bila kadar bilirubin

melewati kapasitas buffer darah-jaringan, atau terjadi peningkatan permeabilitas otak terhadap
bilirubin karena terbukanya sawar darah otak. Konsep ini membantumenjelaskan mengapa tidak
semua neonatus dengan hiperbilirubinemia mengalami toksisitas otak, dan toksisitas otak dapat
juga terjadi pada konsentrasi bilirubin yang ’rendah’. Terbukanya sawar darah otak dapat
disebabkan antara lain oleh : asfiksia, asidosis, hipoksia, hipoperfusi, hipoosmolaritas,
infeksi/sepsis, hipoglikemia, trauma kepala, prematuritas dan sebagainya.

Walaupun faktor-faktor yang menyebabkan toksisitas bilirubin pada neuron

belum sepenuhnya dimengerti, dapat dikemukakan beberapa faktor yang

mempengaruhi antara lain :


􀂃 Konsentrasi albumin serum

􀂃 Kapasitas albumin untuk mengikat bilirubin

􀂃 Sawar darah otak

􀂃 Kerentanan sel otak terhadap efek toksik bilirubin

􀂃 Tingkat maturasi neonatus

􀂃 Kadar bilirubin bebas dalam serum

􀂃 Pengaruh beberapa obat, seperti Sulfonamid yang dapat berkompetisi

membuat ikatan dengan albumin Bilirubin yang telah masuk ke dalam otak akan menyebabkan
toksisitas neuronal

melalui mekanisme :

1. Menghambat enzim-enzim mitokondria dan fosforilasi oksidatif

Mitokondria merupakan ’pusat tenaga’, yaitu organel sel yang berfungsi

mengubah energi dari makanan menjadi ATP (fosforilasi oksidatif) dengan

bantuan enzim-enzim seperti : Suksinat dehidrogenase, Gliserol 3-fosfat

dehidrogenase, dan lain-lain. Dengan dihambatnya aktivitas enzim-enzim ini

oleh bilirubin, menyebabkan tidak diproduksinya ATP sel yang selanjutnya

berakibat kematian sel.

2. Menghambat sintesis protein

Bilirubin merusak sintesis protein sel otak.

3. Memiliki afinitas yang tinggi terhadap membran fosfolipid

Bilirubin memiliki afinitas yang tinggi terhadap fosfolipid, yang merupakan

unsur lipid utama membran sel, sehingga akan mempengaruhi keseimbangan

air serta aliran ion sel yang selanjutnya mengganggu proses kehidupan sel.

4. Inhibisi metabolisme neurotransmiter

5. Memperlambat aktivitas ion kalsium dan CaM kinase II (Calmodulin


dependent protein kinase II)

Ion kalsium merupakan unsur regulator penting dalam berbagai proses

intrasel. Homeostasis ion kalsium merupakan mekanisme utama yang

menyebabkan kematian sel otak dan peningkatan eksitabilitas sel otak. Sel-sel

otak menggunakan protein-protein pembuffer ion kalsium untuk

mempertahankan kadar kalsium intrasel yang rendah. Calmodulin merupakan

protein pengikat ion kalsium. Interaksi ion kalsium-calmodulin terlibat dalam

pengaturan berbagai enzim kinase. Dari percobaan-percobaan terhadap tikus

Gunn yang ikterik ditunjukkan bahwa bilirubin menghambat salah satu

aktivitas enzim kinase tersebut yaitu CaM kinase II, yang merupakan salah

satu bahan yang dibutuhkan dalam proses fosforilasi, yang berakibat

terganggunya mekanisme homeostasis kalsium. CaM kinase II dianggap

berhubungan dengan berbagai fungsi neuron penting seperti : pelepasan

neurotransmiter, perubahan konduktansi ion yang diatur oleh kalsium dan juga

dinamika neuroskeletal.

Semua proses toksisitas bilirubin tersebut menyebabkan nekrosis dan apoptosis neuron. Nekrosis
neuron terjadi segera setelah adanya ’injury’ (immediately cell death), sedangkan apoptosis
terjadi lebih lambat (delayed cell death). Rodrigues dalam penelitiannya mendapatkan bahwa
toksisitas bilirubin dapat sebabkan apoptosis. Pada proses apoptosis terjadi interaksi bilirubin
dengan membran neuron, yang menyebabkan terjadinya perubahan permeabilitas sehingga
terjadi kerusakan membran akibat peningkatan polaritas lemak dan gangguan urutan protein
dalam sistesis protein. Didalam otak kerentanan terhadap efek toksisitas bilirubin bervariasi
menurut tipe sel, kematangan otak dan metabolisme otak.

Kemajuan-kemajuan dalam memahami afinitas bilirubin terhadap albumin,

agregasi bilirubin, dan efek bilirubin terhadap neuron pada tingkat molekuler sejauh ini masih
dalam tahap-tahap penelitian.41 Bilirubin yang dimurnikan dengan kadar BIS serendah-
rendahnya 160 μmol/L (ikterus fisiologis yang memberat terjadi pada kadar bilirubin diatas
ambang ini : 104–291 μmol/L atau 7-17 mg/dL), dapat memicu apoptosis pada neuron otak tikus
yang dikultur, dan menghambat uptake glutamat oleh astrosit. Maka didapatkan kerusakan pada
neuron dan juga astrosit, yang terjadi pada kadar BIS yang mendekati kadar yang relevan dengan
kadar BTS yang dijumpai pada neonatus dengan ensefalopati bilirubin dini. Penelitian-penelitian
yang dilakukan pada neuron-neuron progenitor imatur juga masih dalam taraf penelitian,namun
diharapkan dapat memberikan pandangan lebih jauh ke patogenesis kelainankelainanneurologis
yang dipicu oleh bilirubin yang terjadi pada otak imatur.

2.2.6. Manifestasi Klinis Hiperbilirubinemia

I. Ensefalopati bilirubin akut

Bentuk akut ini terdiri atas 3 tahap :

􀂃 Tahap I (1–2 hari pertama) : refleks hisap lemah, letargi, hipotonia,

kejang (terutama pada bayi yang sangat kuning).

􀂃 Tahap II (pertengahan minggu pertama) : hipertonia bergantian dengan

hipotonia, opistotonus, spasme otot ekstensor, peningkatan tonus otot

punggung, dan ekstensor leher (retrocollis), demam, menangis dengan

nada tinggi (high pitch cry), mata tidak dapat bergerak ke atas

(gangguan upward gaze) dan terlihat gejala setting sun.

􀂃 Tahap III (setelah minggu pertama) : hipertonia.

Pada fase akut, dapat disertai gangguan Brainstem Auditory Evoked

Response (BAER) dan kelainan pada pemeriksaan Magnetic

Resonance Imaging (MRI).

II. Ensefalopati bilirubin kronik

Gejala–gejala klinis dari ensefalopati birubin kronik yang klasik (Kernicterus)

berkorelasi dengan temuan–temuan patologis yang spesifik. Sekuele klasik dari

hiperbilirubinemia neonatal yang berlebihan membentuk sebuah tetrad yang terdiri

dari :18,48,51

1. gangguan ekstrapiramidal yang menyebabkan serebral palsi atetoid

dan spastisitas

2. gangguan pendengaran, baik berupa tuli total atau parsial


3. gangguan gerakan mata kearah atas (gangguan upward gaze)

4. displasia enamel dentin pada gigi susu

Yang kesemuanya berhubungan dengan lesi–lesi patologis pada globus palidus,

nukleus subtalamikus, nukleus auditorik, dan okulomotor pada batang otak.

IQ dapat normal pada sebagian besar anak, namun sebagian kecil dapat

mengalami retardasi mental ringan. Disamping gangguan gerak dapat pula

menyebabkan gangguan bicara, ambulasi, komunikasi dan motorik. Masalah

gangguan integrasi visual–motor, ketulian atau neuropati auditori menyebabkan

bertambahnya frustasi dan mengurangi kemampuan intelegensi yang sebenarnya.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa proses kronik ini dapat terjadi pada usia 4

bulan-14 tahun.18,48,51

III. Ensefalopati samar/ Neuropati auditorik

Anak–anak ini mengalami gangguan kognitif yang lebih ringan, kelainan

neurologis yang ringan, ganggguan pendengaran dan neuropati auditori. Gejala dapat

50

pula terdeteksi beberapa tahun kemudian, sehingga sulit membuat korelasi antara

hiperbilirubinemia dan gangguan yang terlihat. Neuropati auditori bukan hanya

gangguan pendengaran sensori neural, namun disebabkan adanya disfungsi pada

tingkat batang otak atau saraf tepi. Fungsi telinga tengah tetap normal. Keadaan ini

dapat di identifikasi dengan pemeriksaan Brainstem Auditory Evoked Response

(BAER). Gangguan BAER telah dapat terlihat pada anak dengan hiperbilirubinemia

<20 mg/dL (16-20 mg/dL), dan umumnya membaik setelah di lakukan terapi sinar.

Keadaan ini membuktikan bahwa bilirubin telah masuk ke dalam otak pada kadar

yang lebih rendah dari kadar yang biasa menyebabkan ensefalopati bilirubin

akut
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
dapatdisebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus
neonatorumdapat dibagi :
1. Produksi yang berlebihanHal ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya padahemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas
darah Rh, AB0, golongan darahlain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat
disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar,akibat asidosis, hipoksia dan
infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoroniltransferase (sindrom criggler-
Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein.Protein Y dalam hepar yang berperan
penting dalam “uptake” bilirubin ke selhepar.
3. Gangguan transportasiBilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian
diangkat ke hepar.Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat,sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel
otak.
4. Gangguan dalam ekskresiGangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar
atau diluar hepar.Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksidalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab
lain.

Neonatal Health Care Modules HSP

Kuliah mahasiswa tingkat IV FKUI. Ikterus Neonatorum

10. Di ruang PERISTI bayinya di apain aja?

 Foto terapinya apa?

Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti


untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas
yang tinggi ( a bound of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum)
akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.

Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar


Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan
mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut
Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui
mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan
dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke
dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati.
Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat
dikeluarkan melalui urine.

Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin,


tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat
menyebabkan Anemia.

Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl.
Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di
Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan
untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko
Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.

Fototerapi “BUKAN SINAR UV”

- Panjang gelombang cahaya 450 sampai 460 nm

- Gelombang sinar biru: 425 sampai 475 nm

- Gelombang sinar putih: 380 sampai 700 nm

- Spectral Irradiance: 30 µW/cm2 /nm

Macam Unit Terapi Sinar:

- Fluorescent tube lights - blue F20T12/BB

- Halogen lamps: quartz or tungsten

- Fiberoptic blanket systems

- Gallium nitride light emitting diode

Fototerapi Intensif :
- Sumber cahaya: cahaya alami pagi hari, cahaya putih, cahaya biru, neon fluoresen
biru khusus, lampu halogen tungten, selimut serabut optik, dioda yang
memancarkan cahaya galium nitrida.

- Jarak dari cahaya:cahaya fluoresen harus berada sedekat mungkin (sampai 10 cm


dari bayi), sinar halogen dapat menyebabkan panas berlebihan

- Daerah permukaan: maksimal, lepas semua pakaian kecuali popok, popok juga
dapat dilepas. Mata ditutup.

- Berkala versus kontinyu

- Hidrasi

PENGHENTIAN TERAPI SINAR :

- Bayi cukup bulan bilirubin ≤ 12 mg/dL (205 µmol/dL)

- Bayi kurang bulan bilirubin ≤ 10 mg/dL (171 µmol/dL)

- Bila timbul efek samping

EFEK SAMPING TERAPI SINAR :

- Enteritis

- Hipertermia

- Dehidrasi

- Kelainan kulit

- Gangguan minum

- Bronze baby syndrome

- Kerusakan retina
11. Adakah hub. Pemberian asi pd kondisi bayi?

Ikterus dan pemberian ASI


Ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI disebabkan oleh peningkatan
bilirubin indirek. Ada 2 jenis ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI,
yaitu (1) Jenis pertama: ikterus yang timbul dini (hari kedua atau ketiga) dan
disebabkan oleh asupan makanan yang kurang karena produksi ASI masih kurang
pada hari pertama dan (2) Jenis kedua: ikterus yang timbul pada akhir minggu
pertama, bersifat familial disebabkan oleh zat yang ada di dalam ASI.

Ikterus dini
Bayi yang mendapat ASI eksklusif dapat mengalami ikterus. Ikterus ini disebabkan
oleh produksi ASI yang belum banyak pada hari hari pertama. Bayi mengalami
kekurangan asupan makanan sehingga bilirubin direk yang sudah mencapai usus
tidak terikat oleh makanan dan tidak dikeluarkan melalui anus bersama makanan.
Di dalam usus, bilirubin direk ini diubah menjadi bilirubin indirek yang akan
diserap kembali ke dalam darah dan mengakibatkan peningkatan sirkulasi
enterohepatik. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan dan jangan diberi air
putih atau air gula. Untuk mengurangi terjadinya ikterus dini perlu tindakan sebagai
berikut :
 bayi dalam waktu 30 menit diletakkan ke dada ibunya selama 30-60 menit
 posisi dan perlekatan bayi pada payudara harus benar
 berikan kolostrum karena dapat membantu untuk membersihkan mekonium
dengan segera. Mekonium yang mengandung bilirubin tinggi bila tidak segera
dikeluarkan, bilirubinnya dapat diabsorbsi kembali sehingga meningkatkan kadar
bilirubin dalam darah.
 bayi disusukan sesuai kemauannya tetapi paling kurang 8 kali sehari.
 jangan diberikan air putih, air gula atau apapun lainnya sebelum ASI keluar karena
akan mengurangi asupan susu.
 monitor kecukupan produksi ASI dengan melihat buang air kecil bayi paling kurang
6-7 kali sehari dan buang air besar paling kurang 3-4 kali sehari.
Ikterus karena ASI
Iketrus karena ASI pertama kali didiskripsikan pada tahun 1963. Karakteristik
ikterus karena ASI adalah kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7
hari pertama, berlangsung lebih lama dari ikerus fisiologis yaitu sampai 3-12
minggu dan tidak ada penyebab lainnya yang dapat menyebabkan ikterus. Ikterus
karena ASI berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan
biasanya akan timbul ikterus pada setiap bayi yang disusukannya. Selain itu, ikterus
karena ASI juga bergantung kepada kemampuan bayi mengkonjugasi bilirubin
indirek (misalnya bayi prematur akan lebih besar kemungkinan terjadi ikterus).
Penyebab ikterus karena ASI belum jelas tetapi ada beberapa faktor yang
diperkirakan memegang peran, yaitu :
 terdapat hasil metabolisme hormon progesteron yaitu pregnane3-α 20 betadiol di
dalam ASI yang menghambat uridine diphosphoglucoronic acid (UDPGA)
 peningkatan konsentrasi asam lemak bebas yang nonesterified yang menghambat
fungsi glukoronid transferase di hati
 peningkatan sirkulasi enterohepatik karena adanya peningkatan aktivitas ß
glukoronidase di dalam ASI saat berada dalam usus bayi.
 defek pada aktivitas uridine diphosphate-glucoronyl transferase (UGT1A1) pada
bayi homozigot atau heterozigot untuk varian sindrom Gilbert.

Diagnosis ikterus karena ASI

Semua penyebab ikterus harus disingkirkan. Orangtua dapat ditanyakan apakah


anak sebelumnya juga mengalami ikterus. Sekitar 70% bayi baru lahir yang saudara
sebelumnya mengalami ikterus karena ASI akan mengalami ikterus pula.
Beratnya ikterus bergantung pada kematangan hati untuk mengkonyugasi
kelebihan bilirubin indirek ini. Untuk kepastian diagnosis apalagi bila kadar
bilirubin telah mencapai di atas 16 mg/dl selama lebih dari 24 jam adalah dengan
memeriksa kadar bilirubin 2 jam setelah menyusu dan kemudian menghentikan
pemberian ASI selama 12 jam (tentu bayi mendapat cairan dan kalori dari makanan
lain berupa ASI dari donor atau pengganti ASI dan ibu tetap diperah agar produksi
ASI tidak berkurang). Setelah 12 jam kadar bilirubin diperiksa ulang, bila
penurunannya lebih dari 2 mg/dl maka diagnosis dapat dipastikan.
Bila kadar bilirubin telah mencapai < 15 mg/dl, maka ASI dapat diberikan kembali.
Kadar bilirubin diperiksa ulang untuk melihat apakah ada peningkatan kembali.
Pada sebagian besar kasus penghentian ASI untuk beberapa lama akan memberi
kesempatan hati mengkonyugasi bilirubin indirek yang berlebihan tersebut,
sehingga apabila ASI diberikan kembali kenaikannya tidak akan banyak dan
kemudian berangsur menurun.
Apabila kadar bilirubin tidak turun maka penghentian pemberian ASI dilanjutkan
sampai 18-24 jam dengan mengukur kadar bilirubin setiap 6 jam. Apabila kadar
bilirubin tetap meningkat setelah penghentian pemberian ASI selama 24 jam maka
jelas penyebabnya bukan karena ASI. ASI boleh diberikan kembali sambil mencari
penyebab ikterus lainnya.
Masih terdapat kontroversi untuk tetap melanjutkan pemberian ASI atau dihentikan
sementara pada keadaan ikterus karena ASI. Biasanya kadar bilirubin akan
menurun drastis bila ASI dihentikan sementara (Gambar 6).

Tata laksana

Pada hiperbilirubinemia, bayi harus tetap diberikan ASI dan jangan diganti dengan
air putih atau air gula karena protein susu akan melapisi mukosa usus dan
menurunkan penyerapan kembali bilirubin yang tidak terkonyugasi. Pada keadaan
tertentu bayi perlu diberikan terapi sinar. Transfusi tukar jarang dilakukan pada
ikterus dini atau ikterus karena ASI. Indikasi terapi sinar dan transfusi tukar sesuai
dengan tata laksana hiperbilirubinemia.
Yang perlu diperhatikan pada bayi yang mendapat terapi sinar adalah sedapat
mungkin ibu tetap menyusui atau memberikan ASI yang diperah dengan
menggunakan cangkir supaya bayi tetap terbangun dan tidak tidur terus. Bila gagal
menggunakan cangkir, maka dapat diberikan dengan pipa orogastrik atau
nasogastrik, tetapi harus segera dicabut sehingga tidak mengganggu refleks isapnya.
Kegiatan menyusui harus sering (1-2 jam sekali) untuk mencegah dehidrasi, kecuali
pada bayi kuning yang tidur terus, dapat diberikan ASI tiap 3 jam sekali. Jika ASI
tidak cukup maka lebih baik diberikan ASI dan PASI bersama daripada hanya PASI
saja.
Ikterus dini yang menetap lebih dari 2 minggu ditemukan pada lebih dari 30% bayi,
sehingga memerlukan tata laksana sebagai berikut :
1. jika pemeriksaan fisik, urin dan feses normal hanya diperlukan observasi saja.
2. dilakukan skrining hipotiroid
3. jika menetap sampai 3 minggu, periksa kadar bilirubin urin, bilirubin direk dan
total.
Manajemen dan penyimpanan ASI

Pada ikterus dini dan ikterus karena ASI diperlukan manajemen ASI yang benar.
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan tanpa diberikan apa-apa selain ASI.
Pemberian ASI eksklusif akan berhasil bila terdapat perlekatan yang erat. Bayi
disusui segera setelah lahir, sering menyusui dan memerah ASI.
Perlekatan yang baik bila sebagian besar areola masuk ke mulut bayi, mulut bayi
terbuka lebar, dan bibir bawah terputar ke bawah. Pada ikterus karena ASI yang
‘terpaksa’ harus menghentikan ASI untuk sementara, sebaiknya diberikan pengganti
ASI dengan tidak menggunakan dot, tapi menggunakan sendok kecil atau cangkir.
ASI harus sering diperah dan disimpan dengan tepat terutama pada ibu yang
bekerja. Berikut adalah cara menyimpan ASI yang diperah:
1. ASI yang telah diperah dan belum diberikan dalam waktu 30 menit, sebaiknya
disimpan dalam lemari es.
2. ASI dapat disimpan selama 2 jam dalam lemari es dengan menggunakan kontainer
yang bersih, misalnya plastik
3. ASI yang diperah harus tetap dingin terutama selama dibawa transportasi.
4. ASI yang tidak digunakan selama 48 jam, sebaiknya didinginkan di freezer dan
dapat disimpan selama 3 bulan.
5. Sebaiknya diberi label tanggal pada ASI yang diperah, sehingga bila akan digunakan,
ASI yang awal disimpan yang digunakan.
6. Jangan memanaskan ASI dengan direbus, cukup direndam dalam air hangat. Juga
jangan mencairkan ASI beku langsung dengan pemanasan, pindahkan dahulu ke
lemari es pendingin agar mencair baru dihangatkan
Dengan manajemen ASI yang benar diharapkan bayi dapat diberikan ASI secara
eksklusif sekalipun mengalami ikterus.
kterus yang berhubungan dengan pemberian air susu ibu.Diperkirakan 1 dari setiap
200 bayi aterm, yang menyusu, memperlihatkan peningkatan bilirubin tak
terkonjugasi yang cukup berarti antara hari ke 4-7kehidupan, mencapai konsentrasi
maksimal sebesar 10-27 mg/dl, selama mingguke 3. Jika mereka terus disusui,
hiperbilirubinemia secara berangsur-angsur akanmenurun dan kemudian akan
menetap selama 3-10 minggu dengan kadar yanglebih rendah. Jika mereka
dihentikan menyusu, kadar bilirubin serum akanmenurun dengan cepat, biasanya
kadar normal dicapai dalam beberapa hari.Penghentian menyusu selama 2-4 hari,
bilirubin serum akan menurun dengancepat, setelah itu mereka dapat menyusu
kembali, tanpa disertai timbulnyakembali hiperbilirubinemia dengan kadar tinggi,
seperti sebelumnya. Bayi initidak memperlihatkan tanda kesakitan lain dan
kernikterus tidak pernahdilaporkan. Susu yang berasal dari beberapa ibu
mengandung 5 -diol dan asamlemak rantai panjang, βα, 2α-pregnan-3β tak-
teresterifikasi, yang secarakompetitif menghambat aktivitas konjugasi glukoronil
transferase, pada kira-kira70% bayi yang disusuinya. Pada ibu lainnya, susu yang
mereka hasilkanmengandung lipase yang mungkin bertanggung jawab atas
terjadinya ikterus.Sindroma ini harus dibedakan dari hubungan yang sering diakui,
tetapi kurangdidokumentasikan, antara hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi, yang
diperberatyang terdapat dalam minggu pertama kehidupan dan menyusu pada ibu

(Buku Ajar Neonatologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008)

Yang Disebut Breastmilk Jaundice(Sakit kuning karena ASI)

Ada suatu kondisi yang biasa disebut breastmilk jaundice (sakit kuning karena ASI). Tak
ada yang tahu pasti penyebab breastmilk jaundice. Untuk mendiagnosa hal ini, bayi
paling tidak sudah berusia satu minggu, yang menarik adalah, banyak bayi yang
mengalamibreastmilk jaundice juga mengalami kuning fisiologis yang berlebihan. Bayi
harus mengalami kenaikan berat badan yang baik, hanya dengan menyusu, buang air
besarnya banyak dan sering, urinnya jernih, dan secara umum dalam keadaan baik
(lihat lembar informasi tentang “Apakah Bayi Saya Mendapatkan Cukup ASI?” dan lihat
juga video clip di website nbci.ca). Dalam keadaan tersebut, bayi dikatakan sakit kuning
karena ASI, walaupun, kadang, infeksi pada urin atau kelenjar tiroidnya tidak berfungsi
dengan baik, seperti halnya sedikit penyakit yang lebih jarang lainnya, dapat
menunjukkan gejala yang sama. Breastmilk jaundice mengalami puncaknya pada hari ke
10-21, namun dapat berlanjut hingga dua sampai tiga bulan. Breastmilk jaundice
merupakan sesuatu yang normal. Jarang, kalaupun pernah, yang menyebabkan
menyusui harus dihentikan. Sangat jarang dibutuhkan perawatan apapun, seperti
fototerapi. Menyusui seharusnya tidak dihentikan “untuk menentukan diagnosis”. Jika
bayi benar-benar dalam keadaan baik dengan menyusu saja, tak ada alasan
apapun untuk menghentikan menyusui atau memberi tambahan asupan, meskipun
asupan tersebut diberikan dengan alat bantu menyusui. Pemikiran bahwa ada yang
salah dengan bayi sakit kuning datang dari fakta bahwa pemberian susu formula pada
bayi adalah model yang kita anggap sebagai cara pemberian makan yang normal pada
bayi dan kita menyamaratakannya dengan ibu menyusui dan bayi ASI. Cara berfikir ini
nyaris universal di antara para tenaga kesehatan, dan benar-benar pemikiran yang
terbalik. Jadi, bayi yang diberi susu formula jarang sakit kuning setelah minggu pertama
kehidupannya, dan kalaupun terjadi, pasti ada sesuatu yang salah. Oleh sebab itu, bayi
yang disebut mengalami breastmilk jaundice dianggap perlu diperhatikan dan “sesuatu
harus dilakukan”. Bagaimanapun, menurut pengalaman kami, sebagian besar bayi
yang disusui secaraeksklusif yang benar-benar sehat dan mengalami kenaikan berat
badan yang baik masih mengalami sakit kuning pada lima sampai enam minggu
pertama dalam kehidupannya, atau bisa lebih. Sebenarnya, seharusnya pertanyaannya
adalah apakah normal atau tidak jika tidak sakit kuning dan apakah jika tidak sakit
kuning ada yang perlu kita khawatirkan? Jangan berhenti menyusui, bagi bayi yang
mengalami “breastmilk” jaundice.

Breastmilk Jaundice karena Tak Cukup Mendapat ASI

Kadar bilirubin yang lebih tinggi dan lebih lama dari sakit kuning biasa dapat terjadi
karena bayi tidak mendapatkan cukup ASI. Hal ini dapat disebabkan karena produksi
ASI membutuhkan waktu lebih lama daripada biasanya (tapi jika bayi menyusu dengan
baik dalam beberapa hari pertama seharusnya hal ini bukanlah masalah), atau karena
kebiasaan di rumah sakit yang membatasi menyusui, atau karena, biasanya, pelekatan
bayi tidak baik sehingga bayi tidak mendapatkan cukup ASI yang tersedia (lihat lembar
informasi Apakah Bayi Saya Mendapatkan Cukup ASI? Dan juga lihat video klip di
website nbci.ca). Ketika bayi mendapatkan sedikit ASI, buang air besar cenderung
menjadi sedikit dan jarang karena bilirubin yang berada di usus bayi terserap kembali
ke dalam darah dan bukannya dibuang saat buang air besar. Sudah jelas, cara terbaik
untuk mencegah “sakit kuning karena tidak mendapat cukup ASI” adalah dengan mulai
menyusui dengan benar (lihat lembar informasi Menyusui-Mengawali dengan
Benar/Breastfeeding-Starting Out Right).Bagaimanapun, yang pasti, pendekatan awal
untuk bayi sakit kuning karena tidak mendapatkan cukup ASI bukanlah dengan
menghentikan bayi menyusu atau dengan memberinya susu botol (lihat lembar
informasi Protokol untuk Mengatur Asupan ASI/Protocol to Manage Breastmilk
Intake). Jika bayi menyusu dengan baik, menyusu lebih sering sudah cukup untuk
menurunkan kadar bilirubin, meskipun sebenarnya tak ada yang benar-benar perlu
dilakukan. Jika bayi menyusu kurang baik, membantu bayi melekat dengan lebih baik
dapat membuat bayi menyusu lebih efektif dan mendapatkan lebih banyak ASI.
Menekan payudara agar bayi mendapatkan lebih banyak ASI juga dapat membantu
(lihat lembar informasi Penekanan Payudara/Breast Compression). Jika pelekatan dan
penekanan payudara saja tidak berhasil, alat bantu menyusui dapat digunakan untuk
memberi tambahan asupan (lihat lembar informasi Alat Bantu Menyusu/Lactation
Aid). Lihat juga lembar informasi Protokol untuk Mengatur Asupan ASI/Protocol to
Manage Breastmilk Intake. Lihat juga video di situs nbci.ca untuk membantu
menggunakan Protokol tersebut dengan menunjukkan bagaimana membantu pelekatan
bayi, bagaimana mengetahui apakah bayi mendapat cukup ASI, bagaimana
menggunakan penekanan, dan informasi lainnya tentang menyusui.

12. Adakah hub. Dg ketuban pecah dini dg keadaan bayi?


13. Komplikasi hiperubinemia?

1. Terjadi kernikterus, yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokampus,
nucleus merah didasar ventrikel IV.

2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif, bicara lambat,


tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.

3. Retardasi mental - Kerusakan neurologis

Efek Hiperbilirubinemia dapat menimbulkan kerusakan sel-sel saraf, meskipun


kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi. Bilirubin dapat menghambat enzim-
enzim mitokondria serta mengganggu sintesis DNA. Bilirubin juga dapat menghambat
sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf (terutama pada nervus auditorius) sehingga
menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf.

4. Gangguan pendengaran dan penglihatan

5. Kematian.

(Donna L. Wong ; 2008)

14. Apa yang dimaksud Kern ikterus?


15. Patofisiologi infeksi

Infeksi pada bayi baru lahir sering ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih seringditemukan
pada bayi yang lahir dirumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir diluar rumah
sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan atau imunitas transplasenta terhadapkuman
yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi terpapar dengan kuman yang juga berasal
dari orang lain dan terhadap kuman dari orang lain.Infeksi pada neonatus dapat melalui
beberapa cara. Blanc membaginya dalam 3golongan, yaitu :

1. Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itumelalui batas
plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi melaluisirkulasi umbilikus
dan masuk ke janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini ialah :

a). Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia, cytomegalicinclusion


;(b). Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues ) ;(c). Bakteri jarang sekali dapat
melalui plasenta kecuali E. Coli dan listeriamonocytogenes. Tuberkulosis kongenital
dapat terjadi melalui infeksi plasenta.Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan
akibatnya janin mendapattuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion tersebut.

2. Infeksi Intranatal

Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain.Mikroorganisme
dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketubah
pecah lama ( jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayilebih dari 12 jam ),
mempunyai peranan penting terhadap timbulnya plasentisitas danamnionitik. Infeksi
dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh misalnya pada partuslama dan
seringkali dilakukan manipulasi vagina. Infeksi janin terjadi dengan inhalasilikuor yang
septik sehingga terjadi pneumonia kongenital selain itu infeksi dapatmenyebabkan
septisemia. Infeksi intranatal dapat juga melalui kontak langsung dengankuman yang
berasal dari vagina misalnya blenorea dan ” oral trush ”.

3. Infeksi Pascanatal

Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang berakibatfatal
terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat atauakibat
perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang. Infeksi pasacanatalini
sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitassekali
karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi mendapatinfeksi
dengan kuman yang sudah tahan terhadap semua antibiotika sehingga pengobatannya
sulit.

Diagnosa infeksi perinatal sangat penting, yaitu disamping untuk kepentingan bayi
itusendiri tetapi lebih penting lagi untuk kamar bersalin dan ruangan perawatan
bayinya.Diagnosis infeksi perianatal tidak mudah. Tanda khas seperti yang terdapat
bayi yang lebihtua seringkali tidak ditemukan. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan
dengan observasi yangteliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti dan
akhirnya dengan pemeriksaan fisisdan laboratarium seringkali diagnosis didahului oleh
persangkaan adanya infeksi, kemudian berdasarkan persangkalan itu diagnosis dapat
ditegakkan dengan permeriksaan selanjutnya.Infeksi pada nonatus cepat sekali
menjalar menjadi infeksi umum, sehingga gejalainfeksi lokal tidak menonjol lagi.
Walaupun demikian diagnosis dini dapat ditegakkan kalaukita cukup wasdpada
terhadap kelainan tingkah laku neonatus yang seringkali merupakantanda permulaan
infeksi umum. Neonatus terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam pertama dan
bayi tersebut tidak menderita penyakit atau kelaianan kongenital tertentu, namuntiba –
tiba tingkah lakunya berubah, hendaknya harus selalu diingat bahwa kelainan
tersebutmungkin sekali disebabkan oleh infeksi. Beberapa gejala yang dapat
disebabkan diantaranyaialah malas, minum, gelisah atau mungkin tampak letargis.
Frekuensi pernapasan meningkat, berat badan tiba – tiba turun, pergerakan kurang,
muntah dan diare. Selain itu dapat terjadiedema, sklerna, purpura atau perdarahan,
ikterus, hepatosplehomegali dan kejang. Suhu tubuhdapat meninggi, normal atau dapat
pula kurang dari normal. Pada bayi BBLR seringkaliterdapat hipotermia dan sklerma.
Umumnya dapat dikatakan bila bayi itu ” Not Doing Well ”kemungkinan besar ia
menderita infeksi.Pembagian infeksi perinatal.Infeksi pada neonatus dapat dibagi
menurut berat ringannya dalam dua golongan besar, yaitu berat dan infeksi ringan.1.
Infeksi berat ( major in fections ) : sepsis neonatal, meningitis, pneumonia,
diareepidemik, plelonefritis, osteitis akut, tetanus neonaturum.2. Infeksi ringan ( minor
infection ) : infeksi pada kulit, oftalmia neonaturum, infeksiumbilikus ( omfalitis ),
moniliasis

(Buku Ajar Neonatologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008)

16. Manifestasi klinis infeksi

Menegakkan kemungkinan infeksi pada bayi baru lahir sangat penting, terutama pada bayi
BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan angkakematian yang
tinggi. Disamping itu, gejala klinis infeksi pada bayi tidak khas. Adapungejala yang perlu
mendapat perhatian yaitu :

- Malas minum

- Bayi tertidur

- Tampak gelisah

- Pernapasan cepat

- Berat badan turun drastic

- Terjadi muntah dan diare

- Panas badan bervariasi yaitu dapat meningkat, menurun atau dalam batas normal

- Pergerakan aktivitas bayi makin menurun

- Pada pemeriksaan mungkin dijumpai : bayi berwarna kuning, pembesaran hepar, purpura
(bercak darah dibawah kulit) dan kejang-kejang

- Terjadi edema

- sklerema

(Buku Ajar Neonatologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008)

17. Mengapa ditemukan bayi Nampak kuning pada wajah pd hari ke-2 ?

Ikterus pada neonatus dapat bersifat fisiologis dan patologis. Ikterusfisiologis adalah
ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis,
kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakanatau mempunyai potensi menjadi
kernicterus dan tidak menyebabkan suatumorbiditas pada bayi. Ikterus patologis ialah
ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai
yang disebuthiperbilirubinemia.

Ikterus Fisiologis
Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusatadalah sebesar 1-
3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5mg/dl/24 jam; dengan
demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanyamencapai puncaknya antara
hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnyamenurun sampai kadarnya lebih
rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan.Ikterus akibat perubahan ini
dinamakan ikterus “fisiologis” dan diduga sebagaiakibat hancurnya sel darah merah
janin yang disertai pembatasan sementara padakonjugasi dan ekskresi bilirubin oleh
hati.Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung samaatau sedikit
lebih lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada umumnya
mengakibatkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antarahari ke 4-7, pola yang
akan diperlihatkan bergantung pada waktu yang diperlukanoleh bayi preterm
mencapai pematangan mekanisme metabolisme ekskresi.

Ikterus Patologis

Ikterus patologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk diagnosisawal dari


banyak penyakit neonatus. Ikterus patologis dalam 36 jam pertamakehidupan biasanya
disebabkan oleh kelebihan produksi bilirubin, karena klirens bilirubin yang lambat
jarang menyebabkan peningkatan konsentrasi diatas 10mg/dl pada umur ini. Jadi,
ikterus neonatorum dini biasanya disebabkan oleh penyakit hemolitik.Ada beberapa
keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:1.Ikterus klinis terjadi pada 24 jam
pertama kehidupan2.Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau
lebihsetiap 24 jam3.Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas
darah,defisiensi G6PD, atau sepsis).Ikterus yang disertai oleh:

oBerat lahir <2000 gram

oMasa gestasi 36 minggu

oAsfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN)

oInfeksi

oTrauma lahir pada kepala


oHipoglikemia, hiperkarbia

oHiperosmolaritas darah5.Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari
(pada NCB) atau >14 hari (pada NKB).

Neonatal Health Care Modules HSP

Kuliah mahasiswa tingkat IV FKUI. Ikterus Neonatorum

IKTERIK NEONATORUM

Definisi
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan
bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari5 mg/dl
dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional darihepar, sistem
biliary, atau sistem hematologi. Ikterus dapat terjadi baik karena peningkatan
bilirubin indirek (unconjugated) dan direk (conjugated).
Klasifikasi
Ikterus pada neonatus dapat bersifat fisiologis dan patologis. Ikterusfisiologis
adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar
patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakanatau mempunyai
potensi menjadi kernicterus dan tidak menyebabkan suatumorbiditas pada bayi.
Ikterus patologis ialah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar
bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebuthiperbilirubinemia.

Ikterus Fisiologis

Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusatadalah
sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5mg/dl/24
jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanyamencapai
puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnyamenurun
sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan.Ikterus
akibat perubahan ini dinamakan ikterus “fisiologis” dan diduga sebagaiakibat
hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara
padakonjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.Diantara bayi-bayi prematur,
kenaikan bilirubin serum cenderung samaatau sedikit lebih lambat daripada pada
bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada umumnya mengakibatkan kadar
yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antarahari ke 4-7, pola yang akan diperlihatkan
bergantung pada waktu yang diperlukanoleh bayi preterm mencapai pematangan
mekanisme metabolisme ekskresi.
bilirubin. Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke 5-7
dankadang-kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10.Diagnosis ikterus fisiologik
pada bayi aterm atau preterm, dapatditegakkan dengan menyingkirkan penyebab
ikterus berdasarkan anamnesis dan penemuan klinik dan laboratorium. Pada
umumnya untuk menentukan penyebabikterus jika:1.Ikterus timbul dalam 24 jam
pertama kehidupan.2.Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari
5 mg/dl/24 jam.3.Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm
dan lebih besar dari 14 mg/dl pada bayi preterm.Ikterus persisten sampai melewati
minggu pertama kehidupan, atau5.Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl.

Ikterus Patologis

Ikterus patologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk diagnosisawal dari


banyak penyakit neonatus. Ikterus patologis dalam 36 jam pertamakehidupan
biasanya disebabkan oleh kelebihan produksi bilirubin, karena klirens bilirubin
yang lambat jarang menyebabkan peningkatan konsentrasi diatas 10mg/dl pada
umur ini. Jadi, ikterus neonatorum dini biasanya disebabkan oleh penyakit
hemolitik.Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi
patologik:1.Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan2.Peningkatan
kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau lebihsetiap 24 jam3.Ikterus yang
disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah,defisiensi G6PD, atau
sepsis).Ikterus yang disertai oleh:
oBerat lahir <2000 gram
oMasa gestasi 36 minggu
oAsfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN)
oInfeksi
oTrauma lahir pada kepala
oHipoglikemia, hiperkarbia
oHiperosmolaritas darah5.Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari
(pada NCB) atau >14 hari (pada NKB).

Kernicterus
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat
perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum,talamus,
nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel IV.
Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar,letargi, kejang,
tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan
opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus,kejang, atetosis
yang disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian padanada tinggi, gangguan
bicara dan retardasi mental

Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
dapatdisebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus
neonatorumdapat dibagi :
1. Produksi yang berlebihanHal ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya padahemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas
darah Rh, AB0, golongan darahlain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat
disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar,akibat asidosis, hipoksia dan
infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoroniltransferase (sindrom criggler-
Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein.Protein Y dalam hepar yang berperan
penting dalam “uptake” bilirubin ke selhepar.
3. Gangguan transportasiBilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian
diangkat ke hepar.Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat,sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel
otak.
4. Gangguan dalam ekskresiGangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar
atau diluar hepar.Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksidalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab
lain.

Ikterus yang berhubungan dengan pemberian air susu ibu.

Diperkirakan 1 dari setiap 200 bayi aterm, yang menyusu,


memperlihatkan peningkatan bilirubin tak terkonjugasi yang cukup berarti antara
hari ke 4-7kehidupan, mencapai konsentrasi maksimal sebesar 10-27 mg/dl, selama
mingguke 3. Jika mereka terus disusui, hiperbilirubinemia secara berangsur-angsur
akanmenurun dan kemudian akan menetap selama 3-10 minggu dengan kadar
yanglebih rendah. Jika mereka dihentikan menyusu, kadar bilirubin serum
akanmenurun dengan cepat, biasanya kadar normal dicapai dalam beberapa
hari.Penghentian menyusu selama 2-4 hari, bilirubin serum akan menurun
dengancepat, setelah itu mereka dapat menyusu kembali, tanpa disertai
timbulnyakembali hiperbilirubinemia dengan kadar tinggi, seperti sebelumnya. Bayi
initidak memperlihatkan tanda kesakitan lain dan kernikterus tidak
pernahdilaporkan. Susu yang berasal dari beberapa ibu mengandung 5 -diol dan
asamlemak rantai panjang,βα, 2α-pregnan-3β tak-teresterifikasi, yang
secarakompetitif menghambat aktivitas konjugasi glukoronil transferase, pada kira-
kira70% bayi yang disusuinya. Pada ibu lainnya, susu yang mereka
hasilkanmengandung lipase yang mungkin bertanggung jawab atas terjadinya
ikterus.Sindroma ini harus dibedakan dari hubungan yang sering diakui, tetapi
kurangdidokumentasikan, antara hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi, yang
diperberatyang terdapat dalam minggu pertama kehidupan dan menyusu pada ibu
Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada
sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bilaterdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi,
meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi
enterohepatik.Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatankadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y
berkurang atau pada keadaan proten Y dan protein Z terikat oleh anion lain,
misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain
yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase) atau bayi yang
menderita gangguanekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan
saluran empeduintra/ekstra hepatik.Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan
bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan
pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam
lemak. Sifat inimemungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila
bilirubin tadi dapatmenembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini
disebutkernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa
kelainan pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
bilirubinindirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah
otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi
tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah
melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat
lahir rendah,hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat
yang terjadikarena trauma atau infeksi.

Manifestasi Klinis
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari.Bayi baru
lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl atau
100 mikro mol/L (1 mg mg/dl = 17,1 mikro mol/L). salah satu cara pemeriksaan
derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana dan mudah adalahdengan
penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada
tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada, lutut dan lain-
lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning.Penilaian kadar bilirubin
pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengantabel yang telah
diperkirakan kadar bilirubinnya.

Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa.Disamping itu


dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
1.Dehidrasi
-Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum,muntah-muntah)
2.Pucat
-Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis.Ketidakcocokan golongan darah
ABO, rhesus, defisiensi G6PD) ataukehilangan darah ekstravaskular.
3.Trauma lahir
-Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahantertutup lainnya.
4.Pletorik (penumpukan darah)
-Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatanmemotong tali pusat, bayi
KMK
5.Letargik dan gejala sepsis lainnya
6.Petekiae (bintik merah di kulit)
-Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis ataueritroblastosis
7.Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)
-Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksikongenital, penyakit hati
8.Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9.Omfalitis (peradangan umbilikus)
10.Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
11.Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktuskoledokus)
12.Feses dempul disertai urin warna coklat
-Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnyakonsultasikan ke bagian hepatologi.
Diagnosis
Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantudalam
menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk dalam halini
anamnesis mengenai riwayat inkompatabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau
terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor risiko kehamilan
dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia
pada bayi. Faktor risiko tersebut antara lain adalah kehamilan dengan
komplikasi, persalinan dengan tindakan/komplikasi, obat yang diberikan pada ibu
selamahamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes melitus, gawat janin,
malnutrisiintrauterin, infeksi intranatal, dan lain-lain.Secara klinis ikterus pada
neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Ikterus
yang tampak pun sangat tergantung kepada penyebab ikterus itu sendiri. Pada bayi
dengan peninggian bilirubin indirek, kulittampak berwarna kuning terang sampai
jingga, sedangkan pada penderita dengangangguan obstruksi empedu warna kuning
kulit terlihat agak kehijauan. Perbedaanini dapat terlihat pada penderita ikterus
berat, tetapi hal ini kadang-kadang sulitdipastikan secara klinis karena sangat
dipengaruhi warna kulit. Penilaian akanlebih sulit lagi apabila penderita sedang
mendapatkan terapi sinar. Selain kuning, penderita sering hanya memperlihatkan
gejala minimal misalnya tampak lemahdan nafsu minum berkurang. Keadaan lain
yang mungkin menyertai ikterusadalah anemia, petekie, pembesaran lien dan hepar,
perdarahan tertutup, gangguannafas, gangguan sirkulasi, atau gangguan syaraf.
Keadaan tadi biasanyaditemukan pada ikterus berat atau hiperbilirubinemia berat
Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula dalamdiagnosis dan
penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterusmempunyai kaitan yang
erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.Ikterus yang timbul hari
pertama sesudah lahir, kemungkinan besar disebabkanoleh inkompatibilitas
golongan darah (ABO, Rh atau golongan darah lain). Infeksiintra uterin seperti
rubela, penyakit sitomegali, toksoplasmosis, atau sepsis bakterial dapat pula
memperlihatkan ikterus pada hari pertama. Pada hari keduadan ketiga ikterus yang
terjadi biasanya merupakan ikterus fisiologik, tetapi harus pula dipikirkan
penyebab lain seperti inkompatibilitas golongan darah, infeksikuman, polisitemia,
hemolisis karena perdarahan tertutup, kelainan morfologieritrosit (misalnya
sferositosis), sindrom gawat nafas, toksositosis obat, defisiensiG-6-PD, dan lain-lain.
Ikterus yang timbul pada hari ke 4 dan ke 5 mungkinmerupakan kuning karena ASI
atau terjadi pada bayi yang menderita Gilbert, bayidari ibu penderita diabetes
melitus, dan lain-lain. Selanjutnya ikterus setelahminggu pertama biasanya terjadi
pada atresia duktus koledokus, hepatitisneonatal, stenosis pilorus, hipotiroidisme,
galaktosemia, infeksi post natal, danlain-lain

Penatalaksanaan
I. Pendekatan menentukan kemungkinan penyebabMenetapkan penyebab ikterus
tidak selamanya mudah dan membutuhkan pemeriksaan yang banyak dan mahal,
sehingga dibutuhkan suatu pendekatankhusus untuk dapat memperkirakan
penyebabnya. Pendekatan yang dapatmemenuhi kebutuhan itu yaitu menggunakan
saat timbulnya ikterus seperti yangdikemukakan oleh Harper dan Yoon 1974, yaitu
:A. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertamaPenyebab ikterus yang terjadi pada 24
jam pertama menurut besarnyakemungkinan dapat disusun sebagai berikut :-
Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.- Infeksi intrauterin (oleh virus,
toksoplasma, lues dan kadang-kadang bakteri).- Kadang-kadang oleh defisiensi G-6-
PD.Pemeriksaan yang perlu diperhatikan yaitu :
− Kadar bilirubin serum berkala
− Darah tepi lengkap
− Golongan darah ibu dan bayi
− Uji coombs
− Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD, biakan darah atau biopsihepar
bila perlu.

B. Ikterus yang timbul 24- 72 jam sesudah lahir

− Biasanya ikterus fisiologis


Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau
R h a t a u golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar
bilirubin cepat,misalnya melebihi 5 mg%/24 jam.
− Defisiensi enzim G-6-PD juga mungkin Polisitemia
− Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis,
perdarahanhepar subkapsuler dan lain-lain).
− Hipoksia.
− Sferositosis, eliptositosis dan lain-lain.
− Dehidrasi asidosis.
− Defisiensi enzim eritrosit lainnya.P e m e r i k s a a n y a n g p e r l u d i l a k u k a n
adalah bila keadaan bayi baik dan peningkatan ikterus tidak
c e p a t , d a p a t d i l a k u k a n p e m e r i k s a a n d a e r a h t e p i , pemeriksaan
kadar bilirubin berkala, pemeriksaan penyaring enzim G -6-PD
dan pemeriksaan lainnya bila perlu.C. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam
pertama sampai akhir minggu pertama- Biasanya karena infeksi (sepsis).-
Dehidrasi asidosis.- Difisiensi enzim G-6-PD.- Pengaruh obat.- Sindrom Criggler-
Najjar.- Sindrom Gilbert.D. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan
selanjutnya- Biasanya karena obstruksi.- Hipotiroidisme.- “breast milk jaundice”
- Infeksi.- Neonatal hepatitis
.- Galaktosemia.
- Lain-lain.Pemeriksaan yang perlu dilakukan
:- Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala.
- Pemeriksaan darah tepi.
- Pemeriksaan penyaring G-6-PD.
- Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi
- Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan
penyebab.Penyinaran dapat dilakukan dengan:
1.Pertimbangkan terapi sinar pada:
- N C B ( n e o n a t u s c u k u p b u l a n ) –
S M K ( s e s u a i m a s a kehamilan) sehat : kadar bilirubin
total > 12 mg/dL- N K B ( n e o n a t u s k u r a n g b u l a n ) s e h a t :
k a d a r b i l i r u b i n t o t a l > 10 mg/dL
2.Pertimbangkan tranfusi tukar bila kadar bilirubin
i n d i r e k > 2 0 mg/dL
3.Terapi sinar intensif - T e r a p i sinar intensif
dianggap berhasil, bila setelah u j i a n penyinaran
kadar bilirubin minimal turun 1 mg/dL.

Dapat diambil kesimpulan bahwa ikterus baru dapat dikatakan


fisiologis s e s u d a h o b s e r v a s i d a n p e m e r i k s a a n s e l a n j u t n y a
t i d a k m e n u n j u k k a n d a s a r patologis dan tidak mempunyai potensi
berkembang menjadi ‘kernicterus’. Ikterusyang kemungkinan besar menjadi
patologis yaitu :
1.Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama.
2.Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12,5 mg% pada
n e o n a t u s c u k u p bulan dan 10 mg% pada neonatus kurang bulan
3.Ikterus dengan peningkatan bilirubin-lebih dari 5 mg%/hari.
4.Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.
5.Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi
ataukeadaan patologis lain yang telah diketahui.
6.Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%
(Buku Ajar Neonatologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008)

Infeksi Neonatorum

Definisi

Infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir ada dua yaitu:
early infection (infeksidini) dan late infection (infeksi lambat). Disebut infeksi dini karena
infeksi diperoleh darisi ibu saat masih dalam kandungan sementara infeksi lambat adalah
infeksi yangdiperoleh dari lingkungan luar, bisa lewat udara atau tertular dari orang lain.

Adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri
dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau air kemih.

Etiologi

Pola kuman penyebab sepsis tidak selalu sama antara 1 RS dengan RS yang lain. Perbedaan
tersebut terdapat pula antar suatu negara dengan negara lain. Perbedaan pola kuman ini
akan berdampak terhadap pemilihan antibiotik yang dipergunakan pada pasien. Perbedaan
pola kuman mempunyai kaitan pula dengan prognosa serta komplikasi jangka panjang
yang mungkin diderita bayi baru lahir.

Hampir sebagian besar kuman penyebab di negara berkembang adalah kuman gram
negatif berupa kuman enterik seperti Enterobakter sp, Klebsiella sp dan Coli sp. Sedangkan
di Amerika utara dan eropa barat 40% penderita terurama disebabkan oleh Streptokokus
grup B. Selanjutnya kuman lain seperti Coli sp, Listeria sp dan Enterovirus ditemukan
dalam jumlah yang lebih sedikt.

(Buku Ajar Neonatologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008)

Patogenesis

Infeksi pada bayi baru lahir sering ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih seringditemukan
pada bayi yang lahir dirumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir diluar rumah
sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan atau imunitas transplasenta terhadapkuman
yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi terpapar dengan kuman yang juga berasal
dari orang lain dan terhadap kuman dari orang lain.Infeksi pada neonatus dapat melalui
beberapa cara. Blanc membaginya dalam 3golongan, yaitu :

1. Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itumelalui batas
plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi melaluisirkulasi umbilikus
dan masuk ke janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini ialah :

a). Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia, cytomegalicinclusion ;(b).
Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues ) ;(c). Bakteri jarang sekali dapat melalui
plasenta kecuali E. Coli dan listeriamonocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi
melalui infeksi plasenta.Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya janin
mendapattuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion tersebut.

2. Infeksi Intranatal

Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain.Mikroorganisme dari
vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketubah pecah
lama ( jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayilebih dari 12 jam ),
mempunyai peranan penting terhadap timbulnya plasentisitas danamnionitik. Infeksi
dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh misalnya pada partuslama dan seringkali
dilakukan manipulasi vagina. Infeksi janin terjadi dengan inhalasilikuor yang septik
sehingga terjadi pneumonia kongenital selain itu infeksi dapatmenyebabkan septisemia.
Infeksi intranatal dapat juga melalui kontak langsung dengankuman yang berasal dari
vagina misalnya blenorea dan ” oral trush ”.

3. Infeksi Pascanatal

Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang berakibatfatal
terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat atauakibat
perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang. Infeksi pasacanatalini
sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitassekali
karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi mendapatinfeksi
dengan kuman yang sudah tahan terhadap semua antibiotika sehingga pengobatannya
sulit.

Diagnosa infeksi perinatal sangat penting, yaitu disamping untuk kepentingan bayi
itusendiri tetapi lebih penting lagi untuk kamar bersalin dan ruangan perawatan
bayinya.Diagnosis infeksi perianatal tidak mudah. Tanda khas seperti yang terdapat bayi
yang lebihtua seringkali tidak ditemukan. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan
observasi yangteliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti dan akhirnya dengan
pemeriksaan fisisdan laboratarium seringkali diagnosis didahului oleh persangkaan
adanya infeksi, kemudian berdasarkan persangkalan itu diagnosis dapat ditegakkan
dengan permeriksaan selanjutnya.Infeksi pada nonatus cepat sekali menjalar menjadi
infeksi umum, sehingga gejalainfeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian
diagnosis dini dapat ditegakkan kalaukita cukup wasdpada terhadap kelainan tingkah laku
neonatus yang seringkali merupakantanda permulaan infeksi umum. Neonatus terutama
BBLR yang dapat hidup selama 72 jam pertama dan bayi tersebut tidak menderita penyakit
atau kelaianan kongenital tertentu, namuntiba – tiba tingkah lakunya berubah, hendaknya
harus selalu diingat bahwa kelainan tersebutmungkin sekali disebabkan oleh infeksi.
Beberapa gejala yang dapat disebabkan diantaranyaialah malas, minum, gelisah atau
mungkin tampak letargis. Frekuensi pernapasan meningkat, berat badan tiba – tiba turun,
pergerakan kurang, muntah dan diare. Selain itu dapat terjadiedema, sklerna, purpura atau
perdarahan, ikterus, hepatosplehomegali dan kejang. Suhu tubuhdapat meninggi, normal
atau dapat pula kurang dari normal. Pada bayi BBLR seringkaliterdapat hipotermia dan
sklerma. Umumnya dapat dikatakan bila bayi itu ” Not Doing Well ”kemungkinan besar ia
menderita infeksi.Pembagian infeksi perinatal.Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut
berat ringannya dalam dua golongan besar, yaitu berat dan infeksi ringan.1. Infeksi berat (
major in fections ) : sepsis neonatal, meningitis, pneumonia, diareepidemik, plelonefritis,
osteitis akut, tetanus neonaturum.2. Infeksi ringan ( minor infection ) : infeksi pada kulit,
oftalmia neonaturum, infeksiumbilikus ( omfalitis ), moniliasis

Menegakkan kemungkinan infeksi pada bayi baru lahir sangat penting, terutama pada bayi
BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan angkakematian yang
tinggi. Disamping itu, gejala klinis infeksi pada bayi tidak khas. Adapungejala yang perlu
mendapat perhatian yaitu :

- Malas minum

- Bayi tertidur
- Tampak gelisah

- Pernapasan cepat

- Berat badan turun drastic

- Terjadi muntah dan diare

- Panas badan bervariasi yaitu dapat meningkat, menurun atau dalam batas normal

- Pergerakan aktivitas bayi makin menurun

- Pada pemeriksaan mungkin dijumpai : bayi berwarna kuning, pembesaran hepar, purpura
(bercak darah dibawah kulit) dan kejang-kejang

- Terjadi edema

- sklerema

2.4. Patogenesis

Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena
terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan
beberapa faktor anti infeksi dari cairan amnion.19

Infeksi pada neonatus dapat terjadi antenatal, intranatal dan pascanatal. Lintas infeksi
perinatal dapat digolongkan sebagai berikut:

2.4.1. Infeksi Antenatal.

Infeksi antenatal pada umumnya infeksi transplasenta, kuman berasal dari ibu, kemudian
melewati plasenta dan umbilikus dan masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi bayi.
Infeksi bakteri antenatal antara lain oleh Streptococcus Group B. Penyakit lain yang dapat
melalui lintas ini adalah toksoplasmosis, malaria dan sifilis. Pada dugaan infeksi
tranplasenta biasanya selain skrining untuk sifilis, juga dilakukan skrining terhadap
TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes).

2.4.2. Infeksi Intranatal


Infeksi intranatal pada umumnya merupakan infeksi asendens yaitu infeksi yang berasal
dari vagina dan serviks. Karena ketuban pecah dini maka kuman dari serviks dan vagina
menjalar ke atas menyebabkan korionitis dan amnionitis. Akibat korionitis, maka infeksi
menjalar terus melalui umbilikus dan akhirnya ke bayi. Selain itu korionitis menyebabkan
amnionitis dan liquor amnion yang terinfeksi ini masuk ke traktus respiratorius dan
traktus digestivus janin sehingga menyebabkan infeksi disana

Infeksi lintas jalan lahir ialah infeksi yang terjadi pada janin pada saat melewati jalan lahir
melalui kulit bayi atau tempat masuk lain. Pada umumnya infeksi ini adalah akibat kuman
Gram negatif yaitu bakteri yang menghasilkan warna merah pada pewarnaan Gram dan
kandida. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak
terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang
dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan.

2.4.3. Infeksi Pascanatal

Infeksi pascanatal pada umumnya akibat infeksi nosokomial yang diperoleh bayi dari
lingkungannya di luar rahim ibu, seperti kontaminasi oleh alat-alat, sarana perawatan dan
oleh yang merawatnya. Kuman penyebabnya terutama bakteri, yang sebagian besar adalah
bakteri Gram negatif. Infeksi oleh karena kuman Gram negatif umumnya terjadi pada saat
perinatal yaitu intranatal dan pascanatal

Bila paparan kuman ini berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi respons tubuh
yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi
akan memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung dari
perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda. Oleh karena itu, pada
penatalaksanaan selain pemberian antibiotika, harus memperhatikan pula gangguan fungsi
organ yang timbul akibat beratnya penyakit

1. penatalaksanaan

- suportif
monitoring cairan, elektrolit dan glukosa, berikan koreksi jika tjd hipovolemia,
hiponatremia, hipoglikemia.

Bila tjd SIADH (syndrom of inappropriate antidiuretic hormone), batasi cairan

- kausatif

antobiotik diberikan sebelum kuman peneyebab diketahui. Biasanya digunakan dg


golongan penisilin spt ampisilin ditambah aminoglikosida spt gentamisin.

Setelah didapatkan hasil biakan dan uji sensitivitas, diberikan antibiotik yg sesuai. Terapi
dilakukan selama 10-14 hr. Bila terjadi meningitis antibiotik diberikan selamA 14-21 HR
DG DOSIS SESUI MENINGITIS

(Kapita Selekta kedokteran, ed 2)

Anda mungkin juga menyukai