Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dengan munculnya berbagai macam dan jenis hama dan penyakit yang
menyerang tanaman budidaya yang berdampak terhadap produksi nilai
ekonomisnya, muncullah pemikiran dan inisiatif untuk mengendalikan serangan
tersebut. Berdasarkan pemikiran inilah mulai muncul konsep perlindungan
tanaman, dan hingga kini terus berkembang sehingga dapat menciptakan suatu
solusi pengendalian hama dan penyakit yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan
tidak membahayakan terhadap petani maupun lingkungan hidup serta tidak
mengganggu keanekaragaman hayatinya.
Pengandalian hama dan penyakit tanaman merupakan bagian dari sistem
budidaya tanaman yang bertujuan untuk membatasi kehilangan hasil akibat
serangan OPT menjadi seminimal mungkin, sehingga diperoleh kwalitas dan
kwantitas produksi yang baik.
Pengendalaian hama dan penyakit tanaman merupakan salah satu konsep
yang harus diterapkan dalam budidaya tanaman sehingga tercapai produksi yang
maksimal. Konsep yang diterapkan yaitu menggunakan konsep pengendalian
hama secara terpadu (PHT). Pengendalian hama dan penyakit tanaman harus
menerapkan konsep-konsep yang ramah terhadap lingkungan, meminimalkan
dampak negatif terhadap lingkungan serta mempertahankan keanekaragaman
hayati yang ada. Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai koreksi terhadap
kebijakan pengendalian hama secara konvensional, yang sangat utama dalam
manggunakan pestisida. Kebijakan ini mengakibatkan penggunaan pestisida oleh
petani yang tidak tepat dan berlebihan, dengan cara ini dapat meningkatkan biaya
produksi dan mengakibatkan dampak samping yang merugikan terhadap
lingkungan dan kesehatan petani itu sendiri maupun masyarakat secara luas.
PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir tentang
pengendalian OPT yang didasarkan pada dasar pertimbangan ekologi dan efisiensi
ekonomi dalam rangka pengelolaan agro-ekosistem yang berwawasan lingkungan
yang berkelanjutan. Sebagai sasaran teknologi PHT adalah : 1) produksi pertanian
mantap tinggi, 2) Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, 3) Populasi
OPT dan kerusakan tanaman tetap pada aras secara ekonomi tidak merugikan dan
4) Pengurangan resiko pencemaran Lingkungan akibat penggunaan pestisida yang
berlebihan (Anonimous, 2004 ).
Tiga komponen komponen dasar yang harus dibina, yaitu : Petani,Komoditi
dasil pertanian dan wilayah pengembangan dimana kegiatan pertanian
berlangsung, disamping pembinaan terhadap petani diarahkan sehingga
menghasilkan peningkatan produksi serta pendapatan petani, pengembangan
komoditi hasil pertanian benar-benar berfungsi sebagai sektor yang menghasilkan
bahan pangan, bahan ekspor dan bahan baku industri, sedangkan pembinaan
terhadap wilayah pertanian ditujukan agar dapat menunjang pembangunan
wilayah seutuhnya dan tidak terjadi ketimpangan antar wilayah ( Kusnadi, 1980).
Dengan konsep pengendalian hama dan penyakit terpadu yang semakin
menunjukan peningkatan pengguaan dan aplikasinya, konsep pengendalian hama
dan penyakit yang menerapakan penggunaan pestisida mulai ditinggalkan.
Konsep perlindungan hama dan penyakit menggunakan pestisida ditinggalkan
karena tidak sesuai dengan kaidah-kaidah lingkungan hidup yang menjaga
kelestarian lingkungan dan keragaman hayati serta hilangnya beberapa musuh
alami hama dan penyakit.
Konsep lain yang mulai ditinggalkan adalah pertanian secara intensif baik
dalam budidaya maupun penanggulangan hama dan penyakit. Konsep
penanggulangan ini hanyaberkonsentari terhadap produksi dan mutu hasil
budidaya tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan seperti adanya zat-zat
beracun yang ikut terbawa oleh hasil panen, hilangnya karegaman biota, dan
dampak lainnya yang timbul akibat pertanian secara intensif tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Perkembangan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
Gangguan OPT dapat menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas hasil
serta kematian tanaman. Adanya ancaman OPT terhadap tanaman budi daya
mengharuskan petani dan perusahaan pertanian melakukan berbagai upaya
pengendalian. Sejarah perkembangan pengendalian hama dan penyakit di
Indonesia dimulai sejak periode sebelum kemerdekaan, 1950-1960-an, 1970-an,
dan 1980 sampai sekarang.
Pengendalian hama dan penyakit berdasarkan perspektif global terdiri atas
beberapa
zaman, yaitu zaman prapestisida, zaman optimisme, zaman keraguan, dan zaman
PHT (Flint dan van den Bosch 1990; Norris et al. 2003). Zaman PHT
dikelompokkan menjadi dua era, yaitu PHT berbasis teknologi dan PHT berbasis
ekologi.
1. Zaman Prapestisida
Pada zaman prapestisida, pengendalian hama dilakukan dengan cara
bercocok tanam dan pengendalian hayati berdasarkan pemahaman biologi hama.
Cara ini telah dilakukan oleh bangsa Cina lebih dari 3000 tahun yang lalu. Pada
tahun 2500 SM, orang Sumeria menggunakan sulfur untuk mengendalikan
serangga tungau (Flint dan van den Bosch 1990). Pengendalian secara bercocok
tanam dan hayati pada tanaman padi telah dilakukan di Indonesia sejak zaman
kerajaan di Nusantara, mulai dari Kerajaan Purnawarman, Mulawarman,
Sriwijaya, Majapahit, Mataram sampai era penjajahan Belanda.
2. Zaman Optimisme
Zaman optimisme terjadi pada tahun 1945-1962. Pada zaman itu dimulai
penggunaan insektisida diklor difenol trikloroetan (DDT), fungisida ferbam, dan
herbisida 2,4 D (Flint dan van den Bosch 1990). Selama lebih kurang 10 tahun,
penggunaan pestisida menjadi bagian rutin dari kegiatan budi daya tanaman,
seperti halnya pengolahan tanah dan pemupukan. Pada zaman optimisme,
pengendalian OPT tidak memerhatikan perkembangan pemahaman biologi hama.
Petani ingin pertanamannya bebas hama sehingga melakukan aplikasi pestisida
secara berjadwal dan berlebihan.

3. Zaman Keraguan
Zaman keraguan diawali dengan terbitnya buku Silent Spring oleh Carson
(1962) yang membuka mata dunia tentang seriusnya pencemaran lingkungan yang
disebabkan oleh DDT. Buku tersebut merupakan tangis kelahiran bayi dari
gerakan peduli lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan berbagai jenis pestisida
merusak kelestarian lingkungan biotik dan abiotik di daerah beriklim sedang
maupun tropik (Widianarko et al. 1994; Oka 1995).
Salah satu contoh adalah lalat rumah menjadi resisten terhadap DDT sejak
tahun 1946. Hal tersebut semakin menjadi perhatian pada era ini. Kurang
berhasilnya pengendalian hama secara konvensional mendorong berkembangnya
paradigma baru yang berusaha meminimalkan penggunaan pestisida serta dampak
negatifnya. Paradigma tersebut dikenal dengan istilah PHT klasik atau PHT
teknologi karena pendekatan paradigma ini berorientasi pada teknologi
pengendalian hama (Untung 2006).

4. Zaman PHT Teknologi


Tahun 1970 merupakan awal dari revolusi hijau pestisida, pupuk sintetis,
dan varietas unggul (IR5, IR8, C4, Pelita I-1, dan Pelita I-2), yang merupakan
paket produksi. Teknologi baru ini mendorong timbulnya permasalahan wereng
coklat, yaitu munculnya biotipe baru. Revolusi hijau telah mendorong petani
makin bergantung pada pestisida dalam mengendalikan OPT. Kondisi ini telah
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. PHT
diawali dengan terbentuknya Environmental Protection Agency (EPA) di Amerika
Serikat pada tahun 1972 dan pengalihan wewenang registrasi pestisida dari
Departemen Pertanian ke EPA. Pada tahun 1980-1990, berbagai negara
menetapkan PHT sebagai kebijakan nasional. Zaman PHT diperkuat oleh
terbentuknya KTT Bumi di Rio de Janeiro pada tanggal 14 Juni 1992, mengadopsi
seksi I Integrated Pest Management and Control in Agriculture dari Agenda 21
Bab 14 tentang Promoting Sustainable Agriculture and Rural Development
(Norris et al. 2003). PHT dicetuskan oleh Stern et al. (1959). Selanjutnya,
paradigma PHT berkembang dan diperkaya oleh banyak pakar di dunia serta telah
diterapkan di seluruh dunia. Di Indonesia, PHT didukung oleh UU No. 12 tahun
1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Inpres No 3/1986 yang melarang 57
jenis insektisida, dan PP No. 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman. Pada
tahun 1996 keluar keputusan bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri
Pertanian tentang batas maksimum residu, serta UU No. 7 tahun 1996 tentang
pangan.
5. Zaman PHT Berbasis Ekologi
Paradigma baru PHT menempatkan petani sebagai penentu dan pelaksana
utama PHT di tingkat lapangan. Kenmore (1996) menyatakan bahwa dalam
perkembangan perkembangannya, PHT tidak terbatas sebagai teknologi saja,
melainkan telah berkembang menjadi suatu konsep mengenai proses penyelesaian
masalah OPT di lapangan. PHT berbasis ekologi didorong oleh pengembangan
dan penerapan PHT berdasarkan pengertian ekologi lokal hama dan
pemberdayaan petani sehingga pengendalian hama disesuaikan dengan masalah
yang ada di tiap-tiap lokasi (local specific). Paradigma PHT berbasis ekologi lebih
menekankan pengelolaan proses dan mekanisme ekologi lokal untuk
mengendalikan hama dari pada intervensi teknologi (Untung 2006).
Ekologi lokal yang dikemas ke dalam kearifan lokal (local wisdom)
menjadi eco-farming melalui pemanfaatan mikroorganisme lokal untuk
mendapatkan agens hayati yang sesuai untuk pengendalian hama. Selanjutnya,
Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) diterapkan pada tanaman
pangan, sayuran, dan perkebunan.

6. Pengendalian Hama Terpadu


Sejak satu abad yang lalu, para pakar perlindungan tanaman telah
mengetahui bahwa pengendalian hama dapat dilakukan dengan memanfaatkan
musuh alami, tanaman resisten, dan pengelolaan lingkungan (rotasi tanaman,
sanitasi, dan pengelolaan tanah) (Sastrosiswojo 1989). Pengertian PHT atau
integrated pest control ata integrated pest management adalah system
pengambilan keputusan dalam memilih dan menerapkan taktik pengendalian OPT
yang dipadukan ke dalam strategi pengelolaan usaha tani dengan berdasarkan
pada analisis biaya/manfaat, dengan mempertimbangkan kepentingan dan
dampaknya pada produsen, masyarakat, dan lingkungan (Kogan 1998).
Taktik pengendalian OPT meliputi:
a) penggunaan varietas tahan atau toleran;
b) mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat dengan berbagai kultur teknik;
c) memanfaatkan agens hayati yaitu predator, parasitoid, dan patogen serangga;
d) menerapkan pengendalian secara fisikmekanik;
e) menggunakan zat-zat kimia semio seperti hormon/feromon, pengendalian secara
genetik dengan teknik jantan mandul; dan
f) menggunakan pestisida bila diperlukan.

PHT bukan tujuan, melainkan suatu pendekatan ilmiah untuk mencapai


sasaran, yaitu pengendalian hama agar secara ekonomis tidak merugikan,
mempertahankan kelestarian lingkungan, serta menguntungkan petani dan
konsumen (Sastrosiswojo 1989; Oka 1992).
PHT pada awalnya adalah perpaduan antara pengendalian secara hayati
dan pengendalian kimiawi. Konsepsi tersebut kemudian berkembang menjadi
perpaduan semua cara pengendalian dalam satu kesatuan untuk mencapai hasil
panen yang optimal dan dampak eksternal terhadap lingkungan yang minimal
(Smith dan van den Bosch 1967; Galagher 1996; Sastrosiswojo dan Oka 1997).
Dengan demikian, falsafah PHT adalah suatu pendekatan pertanian
berkelanjutan dengan landasan ekologi yang kokoh, bukan melakukan
pemberantasan atau pemusnahan hama dan penyakit, tetapi mengelola atau
mengendalikan tingkat populasi hama atau penyakit agar tetap berada di bawah
ambang kerusakan secara ekonomis (Zadoks dan Schein 1979; Untung 1984).
Meningkatnya populasi hama disebabkan oleh berkurangnya musuh alami
serta timbulnya resistensi dan resurjensi. Sebagai contoh adalah kasus
meningkatnya populasi wereng coklat (Laba 1986;Laba dan Soekarna 1986; Laba,
1987; Laba dan Soejitno 1987; Laba dan Sumpena 1988).
PHT wereng coklat merupakan konsep pengendalian untuk mengurangi
populasi dengan menerapkan komponen PHT, yaitu varietas tahan, pergiliran
tanaman, dan memanfaatkan musuh alami. Mencegah atau memperlambat
resistensi dan resurjensi wereng coklat adalah dengan menghindari penggunaan
insektisida Analisis empiris penggunaan insektisida ... 127 dan bahan aktif yang
sama secara terusmenerus (Laba 1988).
Penerapan PHT memberikan nilai positif terhadap peningkatan produksi
serta keterampilan dan pengetahuan petani sehingga dapat mengurangi
penggunaan insektisida. Hasil pengkajian pengurangan insektisida pada tanaman
padi saja mencapai Rp19.000/ha (Oka 1995). Luas panen pada tahun 2008 sebesar
12,38 juta ha (http://www.bps.go.id/sector/agri/pangan/ table.shtml).
Pada saat sekarang, harga pestisida rata-rata Rp100.000/liter dan tidak ada
subsidi pestisida dari pemerintah sehingga pengurangan biaya produksi tidak
kurang dari Rp1,2 triliun/musim tanam. Penghematan penggunaan insektisida
dalam satu tahun (dua kali tanam) adalah Rp2,4 triliun.
Penerapan PHT dalam Pengelolaan Tanaman Terpadu bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas secara berkelanjutan dan efisiensi produksi dengan
memerhatikan sumber daya dankemampuan petani. PTT dapat ditempuh melalui
empat prinsip, yaitu:
1. PTT merupakan suatu pendekatan dalam budi daya tanaman yang menekankan
pada pengelolaan tanaman, lahan, air, dan PHT;
2. PTT secara sinergis memanfaatkan komponen teknologi;
3. PTT memerhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik dan sosial
ekonomi petani; dan
4. PTT bersifat partisipatif, yang berarti petani berperan aktif dalam memilih
teknologi yang sesuai dengan keadaan setempat dan memiliki kemampuan melalui
proses pembelajaran (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007).

Komponen teknologi yang diterapkan melalui PTT adalah:


1. penggunaan varietas unggul baru spesifik lokasi
2. penggunaan benih bermutu
3. penanaman 1-3 bibit per lubang
4. peningkatan populasi tanaman melalui sistem tegel 20 cm x 20 cm atau jajar
legowo
5. penyiangan menggunakan rotary weeder atau landak
6. PHT; dan
7. panen menggunakan mesin thresher (Las et al. 2003; Zaini et al. 2003).

Di sisi lain, pertanian berkelanjutan dapat memperbaiki kualitas hidup


umat manusia karena pertanian berkelanjutan merupakan pengelolaan, konservasi
sumber daya alam, orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan sehingga
dapat menjamin pemenuhan dan pemuasan kebutuhan manusia secara
berkelanjutan untuk generasi sekarang dan yang akan datang (FAO 1989 dalam
Untung 2007).

2.2 Konsep Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Terpadu


Perlindungan tanaman merupakan bagian dari sistem budidaya tanaman
yang bertujuan untuk membatasi kehilangan hasil akibat serangan OPT menjadi
seminimal mungkin, sehingga diperoleh kwalitas dan kwantitas produksi yang
baik.
Sejak Pelita III pemerintah telah menetapkan sistem PHT sebagai
kebijakan dasar bagi setiapprogram perlindungan tanaman, dasar hukum PHT
tertera pada GBHN II dan GBHN IV serta Inpres 3/1986 yang kemudian lebih
dimantapkan melalui UU No.12/1992 tentang sistem Budidaya Tanaman (
Anonimous, 1994).
Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan
pengendalian hama secara konvensional, yang sangat utama dalam manggunakan
pestisida. Kebijakan ini mengakibatkan penggunaan pestisida oleh petani yang
tidak tepat dan berlebihan, dengan cara ini dapat meningkatkan biaya produksi
dan mengakibatkan dampak samping yang merugikan terhadap lingkungan dan
kesehatan petani itu sendiri maupun masyarakat secara luas.
Secara ekonomi kebijakan pemerintah sebelum tahun 1989 memberikan
subsidi yang besar untuk Pestisida sebesar antara 100 – 150 juta US$ atau sekitar
150 milyar rupiah pertahun, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk meningkatkan kembali efisiensi dan efektifitas pengendalian serta
untuk membatasi pencemaran lingkungan maka kebijakan dan pengendalian
secara konvensional harus dirubah menjadi pengendalian berdasarkan konsep dan
prinsip PHT. Kemudian secara bertahap subsidi pestisida di cabut, dan baru tahun
1989 subsidi tersebut sepenuhnya dicabut, metoda yang cukup baik dan mudah
dilaksanakan melalui pola Sekolah Lapang PHT ( SLPHT) dengan menganut pola
pendidikan orang dewasa yaitu belajar dari pengalaman sendiri langsung di lapang
(Anonimous,2004).
Konsep dan Strategipenerapan PHT
PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir tentang
pengendalian OPT yang didasarkan pada dasar pertimbangan ekologi dan efisiensi
ekonomi dalam rangka pengelolaan agro-ekosistem yang berwawasan lingkungan
yang berkelanjutan. Sebagai sasaran teknologi PHT adalah :
a) produksi pertanian mantap tinggi,
b) Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat,
c) Populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap pada aras secara ekonomi tidak
merugikan dan
d) Pengurangan resiko pencemaran Lingkungan akibat penggunaan pestisida yang
berlebihan (Anonimous, 2004 ).
Tiga komponen komponen dasar yang harus dibina, yaitu :
Petani,Komoditi dasil pertanian dan wilayah pengembangan dimana kegiatan
pertanian berlangsung, disamping pembinaan terhadap petani diarahkan sehingga
menghasilkan peningkatan produksi serta pendapatan petani, pengembangan
komoditi hasil pertanian benar-benar berfungsi sebagai sektor yang menghasilkan
bahan pangan, bahan ekspor dan bahan baku industri, sedangkan pembinaan
terhadap wilayah pertanian ditujukan agar dapat menunjang pembangunan
wilayah seutuhnya dan tidak terjadi ketimpangan antar wilayah ( Kusnadi, 1980).
Banyak persoalan yang dihadapi oleh petani baik yang berhubungan
langsung dengan produksi dan permasalahan hasil pertanian maupun yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, selain merupakan uasaha bagi petani,
pertanian sudah merupakan bagian dari kehidupannya sehingga tidak hanya aspek
ekonomi saja tetapi aspek yang lainya juga merupakan peranan penting dalam
tindakan-tindakan petani, dengan demikian dari segi ekonomi pertanian berhasil
atau tidaknya produksi dan tingkat harga yang diterima oleh petani untuk hasil
produksinya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku dan
kehidupan petani itu sendiri (Mubyarto, 1986).
Sejalan dengan kemajuan teknologi maupun perkembangan struktur sosial,
ekonomi dan budaya teknologi baru di pedesaan dapat membantu warga desa
dalam meningkatkan usahataninya dalam arti memperbesar hasil, meningkatkan
pengelolaan untuk mendapatkan atau nafkah dalam usahataninya tersebut atau
dalam usahatani lainnya, sedangkan teknologiadalah merupakan pengetahuan
untuk menggunakan daya cipta manusia dalam menggali sumber daya alam dan
memanfatkanya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka ( Anonimous,1988).
Tujuan Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
PHT adalah upaya yang terencana dan terkoordinasi untuk melembagakan
penerapan prinsip-prinsip PHT oleh petani dalam usahataninya serta
memasyarakatkan pengertian-pengertian PHT dikalangan masyarakat umum
dalam rangka pembangunan pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
“Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasi atau
tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dengan menggunakan
salah satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalia yang dikembangkan dalam
satu kesatuan, untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan erusakan
lingkungan hidup” (Anonimous, 1994)
Tujuan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah :
a.Menjamin kemantapan swasembada pangan.
b.Menumbuhkan Kreativitas, dinamika dan kepemimpinan petani.
c.Terselenggaranya dukungan yang kuat atas upaya para petani dalam
menyebarluaskan penerapan PHT sehingga dapat tercipta pemabngunan pertanian
yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Usaha pokok Pengendalian Hama Terpadu (PHT):


1.Mengembangkan sumberdaya manusia antara lain menyelenggarakan
pendidikan formal dan non formal bagi petani dengan pola Sekolah Lapangan
PHT, dan pelatihan bagi petugas terkait yakni Pengamat Hama dan Penyakit
(PHP), Penyuluh Pertanian dan Instansi terkait lainya.
2.Mengadakan studi-studi lapangan dan penelitian yang memberikan dukungan
atas strategi, pengembangan metode, dan penerapan PHT untuk tanaman padi dan
palawija lainya.
3.Memperkuat kebijaksanaan, pengaturan dan penyelenggaraan pengawasan
terhadap pengadaan, pembuatan, peredaran serta pemakaian pestisida yang
berwawasan lingkungan.
4.Memasyarakatkan pengembangan konsep PHT di Indonesia.
2.3 Perkembangan Hama dan Penyakit Tanaman
Umumnya hewan yang menjadi hama adalah serangga. Hal ini disebabkan
termasuk golongan yang mempunyai keragaman jenis tinggi dan kemampuan
berkembang biak tinggi pula. Pengertian hama sendiri bisa disimpulkan adalah
suatu organisme yang mengangu dan merusak tanaman sehingga menurunkan
produksi tanaman budidaya.
Untuk menemtukan setatus binatang/hewan menjadi hama adalah ;
a. Jika binatang tersebut menurunkan biaya produksi tanaman secara kualitas .
b. Jika binatang tersrbut mengadakan suatu persaingan terhadap kepentingan
manusia
c. Jika binatang tersebut sudah menjadi permasalahan dalam usaha pertanian.
A. Jenis-Jenis Hama
Manusia memberikan Jenis-jenis hama antara lain:
a. Hama senmentara ( Occasional Pest ) atau hama kedua ( secondary pest)
Adalah binatang yang populasinya meningkat sewaktu-waktu dan menyebabkan
kerusakan tetapi tidak begitu berarti. Binatang ini akan berubah setatusnya
menjadi hama bila musuh alaminya atau pengendali alamnya dirusak manusia
secara sengaja atau tidak sengaja.
b. Hama Utama ( Potential Pest/Mayor Pest)
Adalah binatang dari hasil perubahan setatus dari hama sementara atau hama
kedua yang memang pemakan makanan tanaman budidaya.
c. Hama pindahan
Adalah binatang yang datang secara periodic dari daerah lain secara kelompok
besar dan tidak memetap setatusnya. Hama pindahan ini meninbulkan tingkat
kerusakan khusus yang berat akibat sifatnya yang mobil dan menginfeksi pada
tanaman budidaya secara periodik dalam waktu singkat.
B. Timbulnya Hama
Factor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya hama bagi tanaman terdapat
beberapa sebab. Diantaranya adalah:
a. Penanaman satu jenis tanaman (monokultur)
b. Pemasukan jenis tanaman baru
c. Pemasukan species hama atau binatang baru dan iklim yang berlainan.
d. Pemupukan/unsure hara
e. Pengunaan pestisida
f. Hasil pemuliaan tanaman
g. Masa tanaman
Binatang-binatang yang menjadi hama
Binatang yang berperan menjadi hama adalah dari kelompok invertebrate phylum
arthropoda dan molusca. Untuk molusca hanya ordo pulmonata yautu bekicot
yang berperan menjadi hama. Sedangkan dari antrhopoda ordo acarina yaitu
tungau (mites) juga bersetatus hama sedangkan yang lain ordo Aracchinida.
Mollusca
Seperti bekicot ada 2 jenis yaitu yang berumah keras diatas punggungnya seperti
bentosites sp. Avhatina fulica yang tidak berumah tetapi punggungnya keras
seperti limax maxima dan mirella sp. Kerusakan yang ditimbulkan cukup hebat
apalagi setelah turun hujan atau lahan setelah dialiri air.
Tungau ( mites)
Tungau ini menyerang dengan menusuk dan mengisap cairan sel tanaman dengan
alat mulutnya. Akibatnya permukaan tanaman berubah menjadi putih keperakan
dan akhirnya menjadi coklat. Apabila terdapat pada jeruk bisa menimbulkan gall
(pembengkakan) dan sering dinamakan CITRUS GALL
TIKUS ( Ratuus sp)
Tikus termasuk golongan hama disebabkan mempunyai beberapa kelebihan dari
hama yang lain seperti : mempunyai mobilitas tinggi merusak tanaman dalam
jumlah besar dan dalam waktu singkat, stadia kerusakan luas dari awal tanam
sampai pasca panen dari segal;a jenis tanaman.
Tikus cenderung untuk hidup bergerombol dalam kelompok-kelompok besar
sejenisnya dan kepadatan populasinya akan sepat meningkat apabila habitat
hidupnya mengalami kesesuaian kehidupan anak turunya. Kesesuaian tersebut
antara lain tersedianya makanan, tempat untuk berlindung dari kondisi lingkungan
yang buruk.
Serangga ( Insect)
Serangga merupakan hama terbanyak jenisnya. Hal ini disebabkan serangga
mempunyai keseragaman dalam hal struktur dan fisiologi, disamping daya
adaptasi yang luar biasa terhadap berbagai kondisi kehudupan yang berbeda.
Secara besar terbagi dua golongan yaitu serangga yang berguna ( beneficial ) dan
serangga yang merugikan ( pest).
Kalau dilihat dan diketahui bahwa serangga termasuk dari golongan artropoda dan
mempunyai karakteristik sebagau berikut:
Gejala serangan
a. Kerusakan pada bungga dan buah
Akibat seranggan serangga penusuk dan pengisap timbul gejala spot ( bintik-
bintik) lorengm juga bunga gugur apabila penyebabnya aphid dan trips,
menimbulkan karat dan kudis

b. Perusakan pada biji


Tipe penusuk dan pengisap akan menyebabkan gejala bercak coklat atau hitam.
c. Perusak pada akar
Serangan terbanyak dari hama perusak akar adalah tergolong dari dari kelompok
uret, meliputi ilat-ilat ( larva). Ulatnya makan perakaran sedang imagonya
pemakan daun tanaman pelindung dan hortikultura. Kombinasi akan bertambah
parah apabila ada kombinasi dengan keadaan water stress pada tanah dan daun.
d. Perusak pada batang
Serangan yang ditunjukan pada batang oleh ulat tentara terutama tanaman muda
dapat menimbulkan patahnya batang tanaman seperti tebu oleh hama penggerek
tanaman seperti chilla auriccillius.
e. Kerusakan pada tunas daun
Pada kerusakan tunas dan daun disebabkan oleh serangga tipe mulut mengigit dan
mengunyah, serangga tersebut islsh larva dan imago coleptera, larva Lepidoptera,
larva dan imago orthoptera serta larva hymeptera, disanping itu hama ini bisa
merusak pada bagian daun.

Pathogen
Pathogen ialah jasad renik atau mikroorganisme yang dapat menyebabkan
penyakit pada tanaman. Adapun jasad renik itu terduru daru virus, bakteru, fungi
mikoplasma,ricketsia dan nematode.
Pathogen ini sama dengan hama yaitu dapat mengakibatkan kerusakan hebat bagi
tanaman, apabila kalau tersebar cukup luas. Pathogen akan menyebabkan penyakit
dengan suatu cara seperti, mengisap isi sel tanaman, mengangu jalanya
metabolisme sel dan menutup jaringan pembuluh, suatu dikatakan sehat apabila
mamapu menjalankan fungsi fisiologisnya seperti pembelahan sel. Absorbsi.
Pengembalian mineral yang dibantu dengan proses fotosintesa dan dialirkan
kebagian-bagian tanaman. Jika kegiatan tersebut terganggu disebabkan adanya
pathogen atau penyebab lain sehingga aktivitas ikut berjalan tudak normal maka
tanaman tersebut dikatakan sakit.
Golongan dan Perkembangan Penyakit
 MENULAR : yang disebabkan oleh organisme hidup seperti bakteri, jamur,
mikoplasma, nematode dan virus yang disebut penyakit abiotik
 TIDAK MENULAR : yang disebabkan oleh adanya ganguan fisiologis akubat
lingkungan seperti tanah air, udara, suhu, kelembaban, unsure hara, cahaya dan
keasaman (pH) tanah yang disebut penyakit abiotik.
Sedangkan untuk proses perkembangannya penyakit terjadi beberapa macam
tahap. Antara lain ;
i. INOKULASI yaitu proses dimana pathogen mengadakan kontak langsung
dengan tanaman.
ii. Penetrasi yaitu masuknya pathogen kedalam jaringan tanaman inang, seperti
masuk kesel epidermis melalui luka, lubang alami yakni stomata, hydatoda atau
langsung menemnbus permukaan tanaman.
iii. Infeksi yaitu proses pathogen mengadakan kontak dengan sel-sel jaringan
tanaman dan mengambil makanannya atau disebabkan penyakit tersebut
mengeluarkan enzim toksin
iv. Inkubasi yaitu suatu interval antara infeksi pada tanaman dengan timbulnya
gejala penyakit dan lamanya secara umum ditentukan oleh adanya kombinasi
antara pathogen , inang dan lingkungan.
v. Invasi dan reproduksi yaitu fase terakhir dari infeksi selama pathogen
mengadakan penyebaran dan didalam jaringan tanaman setelah mengadakan
perkembangbiakan secara cepat dan dalam jumlah banyak.
Adapun penyakit tanaman adalah suatu aktivita sfisiologis yang
disebabkan oleh ganguan yang terus menerus oleh factor penyebab primer.
Timbulnya penyakit :
Penyakit tanaman dilihat dari cara timbulnya digolongkan menjadi tiga cara antara
lain:
 Penyakit endemi yaitu penyerangan taraf ringan atau berat yang dilakukan
secara meluas dan menurun. Disebut menurun karena setiap pergantuan musim
penyakit tersebut selalu ada, hal ini disebabkan mampu bertahan dalam hidup
pada tumbuhan-tumbuhan yang tidak dibudidayakan.
 Penyakit epidemi yaitu penyerangan yang dilakukan secara timbul dan meluas,
kadang kala ada atau suatu saat hilang dengan cara periodik atau bertahap.
Penyakit sporadis yaitu penyerangan yang dilakukan pada interval tidak teratur
dan pada saat atau lokasi tidak tetap.
Gejala Penyakit ;
Tanaman yang terserang gangguan hama dan penyakit akan mengalami
pertumbuhan lamnbat , perubahan dari warna aslinya , layu dikarenakan kematian
pada jaringan-jaringan sel.
Gejala penyakit dapat bermacam-macam dan sering memberikan petunjuk yang
khas untuk suatu penyakit tertentu. Maka akan diberi nama sesuai dengan gejala
yang ditunjukan.
SIFAT GEJALA DIBEDAKAN DALAM DUA GOLONGAN :
i. Penyakit yang hanya terbatas dari bagian tertentu dari tumbuhan. Yang
dinamakan gejala LOKAL.
ii. Penyakit yang menyerang seluruh bagian tanaman seperti penyakit yang
disebabkan oleh virus meskipun pada mulanya hanya pada bagian tertentu tapi
akhirnya dengan cepat menyebar keseluruh tubuh tanaman. Gejala tersebut adalah
sistematik
Bentuk gejala digolongkan :
1. gejala nekrotis yaitu terjadinya kematian dari sel-sel, jaringan, organ sampai
seluruh tanaman.sebelum terjadi nekrose serangan biasanya didahului adanya
perubahan warna dari menguning sampai perak, layu dan keluarnya air. Akibat
perubahan tersebut akan menimbulkan ;nekrose,busuk,mati
pucuk,klorosis,layu,damping-off.
2. gejala Hiperplasia yaitu terjadinya pertumbuhan yang luar biasa, sehingga
bagian tumbuhan yang terserang berukuran besar atau berjumlah lebih bayak
daripada normal.kejadian hyperplasia ini adalah merupakan pertumbuhan yang
lebih cepat disbanding yang normal. Seperti ditunjukan pada tanaman-tanaman
berupa : withces broom, gell (puru) atau tumor, kerurung,penggulungan, kudis
(scab), intumesensi atau proliferasi.
3. gejala hipoplasia yaitu gejala kebalikan dari huperplasia disebabkan
terhambatnya sel-sel tanaman mengakibatkan tanaman tumbuh tidak normal.
Pencegahan dan pengendalian tanaman
Pengendalian dan pencegahan penyakit tanaman pada dasarnya digolongkan
menjadi dua kategori yaitu:
1. profilaksis yang terdiri dari eradikasi, perundang-undangan dan proteksi
2. immunisasi yaitu memberikan kekebalan yang bersifat turun temurun antar
tanaman. Ketahanan didalam tanaman dibedakan menjadi beberapa macam yaitu :
ketahanan fisis, ketahanan histologis, ketahanan fisiologis dan ketahanan
biokhemis.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Masalah dalam perlindungan tanaman antara lain menurunnya kualitas


lingkungan, residu pestisida, terbunuhnya organisme bukan sasaran, dan
keracunan pada manusia.
2. PHT merupakan konsep pengendalian OPT secara ekologis dan teknologis
dengan memanfaatkan berbagai komponen pengendalian yang kompatibel dalam
satu kesatuan koordinasi system pengendalian yang berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan. Konsep PHT sejalan dengan PTT dan pertanian organik.
3. Implementasi PHT memerlukan dukungan berbagai pihak, antara lain petani,
peneliti, penentu kebijakan, pemerhati lingkungan, dan politisi. Implementasi
PHT menghadapi berbagai tantangan, antara lain kelembagaan, pendidikan dan
pelatihan yang berperan sebagai pakar, teknisi, praktisi, tenaga teknis, dan
penyuluh PHT.
4. Strategi untuk mengatasi pengaruh penggunaan insektisida terhadap OPT adalah
penerapan PHT melalui pengembangan teknologi, jejaring informasi, proses
pengambilan keputusan, pemberdayaan petani, dan penelitian pendukung PHT
yang diwadahi oleh kearifan lokal yang tetap eksis di masing- masing daerah di
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai