Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM TYPHOID

I. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. Definisi
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella. (Yanti, 2013)
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella (Bruner and Sudart, 2013).

B. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan
C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam
typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam
typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih
selama lebih dari 1 tahun.(Yanti,2013)

C. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita
typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman
tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap
dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut
kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan
yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui
mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian
distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman
berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke
dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk
limpa, usus halus dan kandung empedu. (Yanti,2013)

D. Manifestasi Klinik
1) Prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan dan demam.
2) Lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.
3) Nafsu makan berkurang
4) Bibir kering dan pecah-pecah
5) Perut Kembung
6) Sulit BAB
7) Gangguan kesadaran, Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
 Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari.
Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan
mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
 Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah
yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus,
penurunan kesadaran.( Nurarif.2015).

E. Komplikasi
1) Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Ilius paralitik
2) Komplikasi ekstra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler: Kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis,
trombosis, tromboflebitis
b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia
c. Komplikasi paru: Pneumonia, empiema dan pleuritis
d. Komplikasi hepar dan kandung empedu: hepatitis dan kolesistitis
e. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, periostisis, spondilitis dan arthritis
f. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningitis, polyneuritis perifer.
g. Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10%
penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium
ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan
tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.( Nurarif.2015)
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit
pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-
kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi
sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk
diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan Sgot Dan Sgpt
Sgot Dan Sgpt pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa
faktor :
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia
sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif.
e. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita tifoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien
menderita tifoid.
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap
kuman Salmonella typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat
kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau
titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali pemeriksaan) Gall
kultur dengan media carr empedu merupakan diagnosa pasti demam tifoid
bila hasilnya positif, namun demikian, bila hasil kultur negatif belum
menyingkirkan kemungkinan tifoid, karena beberapa alasan, yaitu
pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak mencukupi. Sesuai
dengan kemampuan SDM dan tingkat perjalanan penyakit demam tifoid,
maka diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan atas:
1. Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan
gejala demam,gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar
dan hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid belum lengkap.
Diagnosis ini hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.
2. Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir
lengkap, serta didukung oleh gambaran laboratorium yang menyokong
demam tifoid (titer widal O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali
pemeriksaan).
3. Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan
biakan ataupositif S.Thypi pada pemeriksaan PCR atau terdapat
kenaikan titerWidal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau
titer widal O> 1/320, H > 1/640 (pada pemeriksaan sekali).

G. Pengobatan
1. Perawatan
Pasien harus tirah baring absolut sampai minima 7 hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari
2. Diet
Pemberian bubur saring yang di maksudkan untuk menghindari komplikasi
perdarahan usus
3. Obat
a. Kloramfenikol
b. Tramfenikol
c. Ko- trimoksazol
d. Amoksisilin dan ampisilin
e. Sefalosforin generasi ketiga
f. Fluorokinolon
II.KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register
dan diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-
turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta
penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke
dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6) Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali.
b. Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah
baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan,
hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam
tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak
keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan
cairan tubuh.
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan
suhu tubuh.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan
penyakitanaknya.
f. Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham
pad klien.
g. Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di
rumah sakit dan klien harus bed rest total.
h. Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas.
7) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 –
410 C, muka kemerahan.
b. Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c. Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan
gambaran seperti bronchitis.
d. Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin
rendah.
e. Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak
kusam
f. Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas),
mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak
enak, peristaltik usus meningkat.
g. Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h. Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi
lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut
kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.

B. Diagnosis Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi kuman salmonella thypii.
2. Nyeri berhubungan dengan agens cidera biologi.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual
muntah
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat dan peningkatan suhu tubuh.
5. Konstipasi berhubungan dengan factor fisiologis (perubahan pola makan)

C. Intervensi Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi kuman salmonella thypii.
Kriteria hasil :
 Suhu tubuh dalam rentang normal
 Nadi dan RR dalam rentang normal
 Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi :
a. Observai tanda-tanda vital
b. Anjurkan kompres hangat pada lipatan paha dan aksila
c. Anjurkan banyak minum air putih
d. Berikan antiperetik dan antibiotic
2. Nyeri berhubungan dengan agens cedera biologis
Kriteria hasil :
 Mampu mngontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri tulang berkurang
Intervensi :
a. Lakukan pengakjian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor prespitasi.
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non faramakologi dan
interpersonal)
d. Ajarkan tentang teknik non faramakologi
e. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
f. Tingkatkan istirahat
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat.
Kriteri hasil :
 Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
 Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
 Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
 Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi :
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake fe
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
e. Monitor adanya penurunan berat badan
f. Monitor lingkungan selama makan
g. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
h. Monitor turgor kulit
i. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht.
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat dan peningkatan suhu tubuh.
Kriteria hasil :
 Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine
normal, HT normal
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
Intervensi :
a. Monitor vital sign
b. Monitor masukan makanan/caoran dan hitung intake kalori harian
c. Kolaborasikan pemberian cairan intravena
d. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan
e. Monitor hb dan hematokrit
f. Dorong pasien untuk menambah intake oral
5. Konstipasi berhubungan dengan factor fisiologis (perubahan pola makan)
Kriteria hasil :
 Mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1 – 3 hari
 Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi
 Mengidentifikasi indicator untuk mencegah konstipasi
 Feses lunak dan berbentuk
Intervensi :
a. Monitor tanda dan gejala konstipasi
b. Monitor bising usus
c. Identifikasi factor penyebab dan kontribuais konstipasi
d. Dukung intake cairan
e. Kolaborasikan pemberian laktasif
f. Anjurkan pasien/keluarga untuk diet tinggi serat.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8volume
2.Jakarta.EGC.
Nurarif, A.H. & Kusuma, H.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Nanda Nic-Noc.Jogjakarta.Mediaaction
Yanti, Sri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Stikes Payung Negri. Pekanbaru

Anda mungkin juga menyukai