Anda di halaman 1dari 16

Asuhan KB dan Kesehatan Reproduksi

2 PELAKSANAAN TUBEKTOMI

Dosen Pengampu :
Hj. Isnaniah, S,ST., M.Pd

Disusun Oleh :

Nama : Aulia Rahmah


NIM : P07124118173

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN KEBIDANAN
DIPLOMA III SEMESTER III B
Tahun Ajaran 2019/2020

i
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Tubektomi adalah tindakan oklusi atau pengambilan sebagian saluran telur
wanita untuk mencegah proses fertilisasi. Setelah tubektomi fertilitas dari
pasangan tersebut akan terhenti secara permanen. Waktu yang terbaik untuk
melakukan tubektomi pasca persalinan yaitu tidak lebih dari 48 jam sesudah
melahirkan karena posisi tuba mudah dicapai oleh sub umbilicus dan
rendahnya resiko infeksi. Bila masa 48 jam pasca persalinan telah terlampaui
maka pilihan untuk memillih tetap tubektomi, dilakukan setelah 6-8 minggu
persalinan atau pada masa interval (Saifuddin, 2007)
Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur yang
mengakibatkan orang atau pasangan yang bersangkutan tidak akan mendapat
keturunan lagi. Kontrasepsi ini untuk jangka panjang dan sering disebut
tubektomi atau sterilisasi (Handayani, 2010).
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas
(kesuburan) seorang perempuan yang dilakukan dengan cara eksisi atau
menghambat tuba fallopi yang membawa ovum dari ovarium ke uterus.
Tindakan ini mencegah ovum dibuahi oleh sperma di tuba falopii (Everett,
2008)
Tubektomi atau juga dapat disebut dengan sterilisasi merupakan tindakan
penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri yang menyebabkan sel
telur tidak dapat melewati saluran telur, dengan demikian sel telur tidak dapat
bertemu dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh
karena itu gairah seks wania tidak akan turun (BKKBN, 2008)

B. Keuntungan dan Kekurangan


1. Keuntungan
Berdasarkan Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, kelebihan
dari tubektomi antara lain:

2
a. Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun
pertama penggunaan)
b. Tidak mempengaruhi proses me nyusui (breastfeeding)
c. Tidak bergantung pada faktor senggama
d. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan
yang serius
e. Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal
f. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
g. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada
produksi hormon ovarium)

2. Kekurangan
Berdasarkan Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, kekurangan
dari tubektomi antara lain:
a. Metode ini merupakan metode kontrasepsi permanen yang tidak
dapat dipulihkan kembali, kecuali dengan operasi rekanalisasi
b. Anda mungkin akan menyesal di kemudian hari karena memilih
metode ini. Ini bisa terjadi jika anda belum memiliki keyakinan yang
benar-benar mantap memilih metode ini.
c. Akan mengalami rasa sakit dan ketidaknyamanan jangka pendek
setelah dilakukan pembedahan
d. Risiko komplikasi dapat meningkat jika dilakukan anestesi umum
e. Dibutuhkan dokter spesialis ginekologi atau dokter spesialis bedah
jika yang dilakukan adalah proses laparoskopi
f. Tidak dapat melindungi anda dari infeksi menular seksual, termasuk
HIV/AIDS.

C. Sasaran Tubektomi
1. Yang dapat Menjalani Tubektomi
a. Usia >26 tahun
b. Memiliki keturunan > 2

3
c. Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan
kehendaknya
d. Pada kehamilannya akan menimbulkan risiko kesehatan yang serius
e. Pasca persalinan
f. Pasca keguguran
g. Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini

2. Yang Sebaiknya tidak Menajali Tubektomi


a. Hamil
b. Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan
c. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut
d. Tidak boleh menjalani proses pembedahan
e. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan
f. Belum memberikan persetujuan tertulis
g. Laparoskopi juga tidak boleh dilakukan pada pasien dengan penyakit
jantung dan paru yang berat

D. Kapan Tubektomi Dilakukan


Waktu waktu yang dapat dilakukan tindakan pembedahan tubektomi yaitu,
(Buku Panduan Pelayanan Kontrasepsi, 2006):
1. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional
klien tidak hamil
2. Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
3. Pascapersalinan;
Minilap: di dalam waktu 2 hari atau hingga 6 minggu atau 12 minggu,
laparoskopi tidak tepat untuk klien pascapersalinan
4. Pascakeguguran;
Triwulan pertama (minilap atau laparoskopi),
Triwulan kedua (minilap saja).

E. Penapisan Klien Metode Operasi Tubektomi

4
Keadaan klien Dapat dilakukan Pada Dilakukan Difasilitas
Fasilitas Rawat Jalan Rujukan
Keadaan umum Kedaan umum baik, tidak Diabetes tidak terkontrol,
(anamnesis ada tanda-tanda apenyakit riwayat gangguan
pemeriksaan fisik). jantung, paru, atau ginjal. pembekuan darah, ada
tanda - tanda penyakit
jantung, paru atau ginjal.
Keadaan emosional Tenang Cemas, takut

Tekanan darah Kurang dari ≥ 160/100mmHg


160/100mmHg
Berat badan 35-85 kg >85kg ; < 35kg
Riwayat operasi Bekas secsio sesaria Operasi abdomen
abdomen/panggul. (tanpa perlekatan). lainya,perlekatan atau
terdapat kelaianan pada
pemerikaan panggul.
Riwayat radang Pemeriksaan dalam Pemeriksaan dalam ada
panggul, hamil normal kelainan.
ektopik,
apendisitis.
Anemia HB ≥ 8g% HB < 8g%

Sumber: (Buku Panduan Pelayanan Kontrasepsi, 2006)

F. Pelaksanaan Pelayanan Tubektomi


1. Teknik Operasi
Pelaksanaan pelayanan tubektomi dilakukan dengan tindakan
operasi, yang mana terdapat 2 teknik operasi yang dikenal dan sering
digunakan dalam pelayanan tubektomi, aitu minilaparotomi dan
laparoskopi. Teknik ini menggunakan anestesi lokal dan ila dilakukan

5
secara benar, kedua teknik tersebut tidak banyak menimbulkan
komplikasi pasca-bedah (Buku Panduan Pelayanan Kontrasepsi, 2006)
a. Minilaparotomi

Metode ini merupakan penyederhanaan laparotomi terdahulu,


hanya diperlukan sayatan kecil sekitar 3 cm baik pada daerah perut
bawah (suprapubik) maupun subumbilikal (pada lingkar pusat
bawah). Tindakan ini dapat dilakukan terhadap banyak klien, relatif
murah, dan dapat dilakukan oleh dokter yang diberi latihan khusus.
Operasi ini aman dan efektif
b. Laparoskopi

Prosedur ini memerlukan tenaga spesialis kebidanan dan


penyakit kandungan yang telah dilatih khusus agar pelaksanaannya
aman dan efektif. Teknik ini dapat dilakukan pada 6-8 minggu
pascapersalinan atau setelah abortus (tanpa komplikasi). Laparoskopi
dapat digunakan dengan anastesi lokal dan diperlakukan sebagai
klien rawat jalan setelah pelayanan.

6
2. Perawatan Pascabedah dan Observasi
Pada masa observasi setiap 15 menit dilakukan pemeriksaan tekanan
darah dan nadi. Bila telah diperbolehkan minum, klien sebaiknya diberi
cairan yang mengandung gula untuk meningkatkan kadar glukosa darah.
Lakukan romberg sign bila penderita tampak stabil, suruh mengenakan
pakaian dan tentukan pemulihan kesadaran. Apabila semua berjalan
dengan baik, klien dapat dipulangkan

G. Prosedur Tubektomi
1. Minilaparotomi
a. Konseling prabedah
1) Kenalkan diri anda dan sapa klien dengan hangat.
2) Tanyakan klien tentang jumlah anak dan riwayat obstetrinya
3) Telaah cataan medik untuk kemungkinan kontraindikasi.
4) Jelaskan tentang teknik operasi yang akan dilakukan
5) Jelaskan bahwa operasi akan berjalan singkat.
6)
Membuka dinding abdomen
Langkah 1 : lakukan tindakan asepsis pada lapangan operasi
yakni sekitar pusat dengan betadin kemudian tutup
dengan kain steril berlubangdi tengah.
Langkah 2 : suntikkan secara infiltrasi -4 cc anestesii lokal
(lignokain 1%) pada tempat insisi, lapis demi lapis

7
sampai fasia, tunggu 2 menit dan nilai efek
anestessi.
Langkah 3 : lakukan insisi melintang pada kult dan jaringan
subkutan sepanjang 2-3 cm tepat di bawag pusat.
Langkah 4 : insisi lapis demi lapis sampai hampir menembut
peritoneum kemudian peritoneum dijepit dengan 2
klem, transiluminasi untuk identifikasi dengan
gunting selebar jari sehingga bisa di masukki jari
telunjuk dan sebuah tampon tang
Bila fundus uteri di bawah pusat, insisi membujur setnggi 2
jari di bawah fundus sepanjang 2-3 cm sampai mencapai fasia.
Setelah fasia diinsisi kemudian muskular rektus abdominis dilakukan
dengan jari telunjuk atau kleam arteri sehingga tampak peritoneum.
Jepit peritoneum dengan 2 buah klem, transiluminasi
untukidentifikasi dengan gunting peritoneum secara membujur

Mencapai tuba
Langkah 5 : masukkan retraktor ke dalam rongga abdomen, tarik
retraktor ke arah tuba ,yang akan di capai
Langkag 6 : jepit dengan pingset atau klem dan tarik perlahan-
lahankeluar melalui lubang insisi sampai terlihat
fimbriae.
Langkah 7 : bila tuba tertutup omentum atau usu, sisihkan
dengan menggukan kasa bulat yang di jepit klem
arteri dan posisi klien trendelenbred.

Oklusi tuba (cara Pomeroy)

8
Langkah 8 : jepit tuba 1/3 poksimal dengan klem babcock angkat
sampai tuba melengkung, tentukan daerah
mesosalping tanpa pembuluh darah.
Langkah 9 : tusukkan jarum bulat dengan benang catgut no 0
jarak 2 cm dari puncak lengkungan dan ikat salah
satu pangkal lengkungan.
Langkah 10 : ikat kedua pangkal lengkungan tuba secara
bersamaan menggunakan benang yang sama.
Langkah 11 : potong tuba tepat diatas ikatan benang.
Langkah 12 : periksa pendarahan pada tunggul tuba dan pariksa
lumen tuba untuk meyakinkan tuba telah terpotong.
Langkah 13 : potong benang 1 cm dari tuba dab masukkan
kembali tuba ke dalam rongga perut.
Langkah 14 : lakukan tindakkan yang sama pada tuba sisi yang
lain.

Menutup Dinding Abdomen


Langkah 15 : periksa ronggan abdomen ( kemungkinan
pendarahan )
Langkah 16 : jahit fasia dengan jahitan simpul atau angka 8
memakai benang kromik catgut no 1.
Langkah 17 : jahit subkutis dengan jahitan sipul memakai plain
catgut no 0
Langkah 18 : jahit kulit dengan jahitan simpul memakai benang
sutera no 0

Tindakan Pasca Bedah


Langkah 19 : bersihkan luka insisi dan diding perut sekitarnya
dengan betadin, tutup kembali luka dengan kain steril
dan plaster.
Langkah 20 : periksa tekanan darah, nadi dan pernafasan dan
tanyakan pada klien tentang keluah subjektif.

9
Langkah 21 : pindahkan klien dari ruang operasi ke ruang pulih
untuk mengamati1 jam
Langkah 22 : intruksikan perawat unruk mengamati tanda-tanda
vital klien.

Dekontaminasi
Langkah 23 : bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin 0,5 %,
biarkan terendam dalam larutan tersebut selama 10
menit.
Langkah 24 : lepaskan gaun operasi, topi serta masker dan taruh
pada tempat yang tersedia.
Langkah 25 : cuci lengan dengan air mengalir
Langkah 26 : periksm seluruh peralatan operasi yang telah dipakai
dan direndam dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit
Langkah 27 : periksa tabungdan jarum suntik yang telaah di pakai
di rendam dalam larutan klorin 0,5% dan ditempatkan
terpisah dari peralatan.
Langkah 28 : pariksa kasa dan lain-lain sudah terkontaminasi dari
darah pasien.

b. Konseling dan Intruksi Pascabedah


1) Tanyakan pada klien bila masih ada yang ingin diketahuinya
tentang tubektomi.
2) Jelaskan pada klien untuk menjaga luka bekas operasi agar tetap
kering.
3) Menjelaskan kepada klien untuk tidak bersenggama selama 1
minggu.
4) Jelaskan kepada klien apabila ada keluar rasa sakit atau terjadi
pendarahan pada kuka operasa atau kemaluan untuk segera
kembali ke klinik atau rumah sakit.

10
5) Memberitahu pasien bila tidakada keluhan, klien dapat
melakukan pemeriksaan ulang 1 minggu kemudian.
6) Klien di pulangkan bila keaadaan stabil 4-6 jam.

2. Laparoskopi
Pneumoperitoneum
Langkah 1 : Instruksikan teknisi untuk menempatkan klien dalam
posisi kepala ke bawah (trendelenberg)dengansudut 60 % .
Langakah 2 : Dengan hati-hati ambil bagian pinggir umbilikal inferior
dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan anda
yang tidak dominan dan angkat dinding abdomen
menjauhi usus.
Langkah 3 : Dengan menggunakan ujung pisau bedah (skapel)
buatsayatan kecil, sekitar 1,5 cm, pda kulit di sepanjang
pinggiran margin umbilikal inferior.
Langkah 4 : Ambil batang jarum varres dan insersikan melalui sayatan
tersebut pada sudut 45 ‫ ﹾ‬menujupelvis. Dua bagian
merupakan bagian lepas yang berbeda akan terasa pada
saat fasia terpenetrasi dan tonium dengan gas CO2
dialirkan.
Langkah 5 : Hubungkan selang insuflator pada stop cock jarumverres.
Minta teknisi untuk menyambungkan ujung yang lain ke
unit insuflator .
Langkah 6 : Periksa apakah abdomen telah dimasuki dengan benar
dengan menggunakan alat ukur tekanan pada unit
insuflator untuk memeriksa tekanan negatif intra abdomen
(cara lain, tempatkan setetes anastesi pada bukaan luer-
lok jarum verres dan perhatikan perembesannya ketika
dinding abdomen diangkat secara maual).
Langkah 7 : Gunakan tombol aliran tinggi dari unit insuflator untuk
memasukkan gas CO2 pada kecepatan 1 liter per menit.
Langkah 8 : Mulailah insuflati abdomen.

11
Langkah 9 : Ketuk-ketuk abdomen bagian bawah dan dengarkan apakah
terdapat suara seperti drum yang mengindikasi terbentuknya
pneumoperitoneum dengan sempurna.
Langkah 10 : Lepas jarum verres setelah memasukkan 1,5 – 2,0 liter CO2
atau setalah abdomen bagian bawah mencapai ukuran
seperti hamil 20 minggu.
Langkah 11 : Minta perawat untuk mengisi cincin fallopii

Akses Abdomen
Langkah 1 : periksa katup terompet dan seal karet dari lengan trokar
untuk memastikan bahwa alat tersebut hampa udara.
Langkah2 : perluas sayatan awal hingga mencapai lebar sekitar 2 cm.
Langkah 3 : rakit unit trokar dengan memasukkan trokar ke dalam
lengan trokar
Langkah 4 : ambil dinding abdomen anterior yang langsung berda di
bawah umbilikus dan angkat.
Langkah 5 : tahan trokar yangtelahdi rakit pada tangan yang dominan,
pastikan bahwa thenar eminence berada di ujung atas
trokar.
Langkah 6 : miringkan pegangan trokar menuju kepla dengan sudut 60-
70 ‫ ﹾ‬dengan mengarahkan ujung trokar ke sebuah titik
khayalan di tempat kantung douglas berada. Aplikasikan
gaya ke bawah dan memelintir untuk membaikkan fasia
dan peritoneum. Hentikan setelah melepas perotoneum.
Langkah 7 : tarik trokar sedikit dan majukan lengan trokatr 1-2 cm ke
dalam rongga abdomen. Lepas tanpa melepas lengan
trokar.
Langkah 8 : hubungkan selang insuflator ke stop cock trokar dan buka.
Masukkan udara sesuai dengan kebutuhan.
Langkah 9 : hubungkan kabel cahaya fiber optic ke laprokator dan minta
teknisi untuk menyalakan sumber cahaya.

12
Langkah 10 : tahan mekanisme katup terompet trokardi antara jari tengan
dan thenar eminence dari tangan yang tidak dominan
dengan posisi telapan tangan menghadap ke bawah.
Langkah 11 : tahan bagian hand grip laprokator dengan menggunakan
ibu jari tengah dan jari manis dari tangan yang dominan,
biarkan telunjuk bebas.
Langkah 12 : masukkan ujung laprokator ke dalam lengan trokar. Buka
katup terompet dan masukkan laprokator perlahan-lahan
secara dilihat langsung, lakukan manuver unit laprokator
trokar menuju ronggapelvis.
Langkah 13 : periksa dan identifikasi struktur rongga pelvis

Oklusi Tuba
Langkah 1 : Pastikan lokasi dan lakukan konfirmasi saluran tuba fallopi
dengan melacak saluran tuba dari kornu sampai
ujungfimbria
Langkah 2 : Buka ujung forsep secara penuh dengan menekan trigger
operating side (pemici/pelatuk) menjauhi hand grip
Langkah 3 : Tempatkan ujung posterior di bawah aspek inferior tuba
sekitar 3 cm dari kornu. Perlahan-lahan tarik ujung forsep
dengan menarik operating side (pemici/pelatuk) menuju
hand grip. Gerakkan laprokator ke depan selama penarikan
ujung forsep untuk mengurangi resiko laserasi atau cedera
pada tuba. Lanjutkan penarikan sampai tegangan pegas
terasa
Langkah 4 : Dengan menggunakan telunjuk periksa bahwa adaptor cincin
(ring) berada dalam posisi #1 tanpa melepas pandangan dari
teropong laprokator. Berikan tekanan tambahan operating
slide untuk mengatasi tegangan pegas dan untuk melepas
cincin falopi(falope ring). Perlahan-lahan dorong operating
slide untuk membuka ujung-ujung forsep dan lepas saluran
tuba falopi yang telah di tutupi tersebut.

13
Langkah 5 : Periksa apakah penyumbatan tuba telah memadai atau
tidak,yaituterdapat sebuah loop berukuran 2 cm di atas
cincin falopi/falope ring,dan periksa adakah terdapat
perdarahan aktif atau tidak. Tarik ujung-ujung forsep
seluruhnya sebelum pemeriksaan dilakukan
Langkah 6 : Tentukan lokasi dan komfirmasi keadaan saluran tuba
berikutnya. Manipulasi kanula rubin bila diperlukan.
Langkah 7 : Tempatkan dua adaptor cincin (ring adaptor) di posisi
Ulangi langkah 2-5 untuk menyumbat saluran tuba.
Langkah 8 : Periksa rongga pelvis untuk melihat adanya perdarahan dan
cedera organ lain.
Langkah 9 : Lepas laprokator dari rongga perut dan matikan sumber
cahaya eksternal. Biarkan kantup terompet (trumpet valve)
tokar ujung terbuka untuk mengempiskan abdomen. Lepas
trokar, goyangkan sesuai dengan kebutuhan untuk
membantu omentum jauh. Kembalikan posisi meja operasi
dari posisi trendelenberh ke posisi horizontal.
Langkah 10 : Tutup sayatan dengan jahitan tunggal, sederhana dengan
menggunakan catgur kromik. Beri antiseptic dan balut
luka tersebut

Hal- hal yang Harus Dilakukan Pascabedah


Langkah 1 : Minta perawat untuk melepaskan kanula rubin dan
vulsellum, jika telah di gunakan, dan tempatkan dalam
larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi.
Langkah 2 : Pastikan bahwa klien dipindahkan dengan aman ke ruang
pascabedah(pemulihan)
Langkah 3 : Pastikan bahwa jarum ditangani dengan seharusnya. Jika
jarum akan digunakan kembali, pastikan bahwa perawat
mengisi spuit (dengan jarum masih terpasang) dengan
larutan klorin 0,5% dan rendam spuit dan jarum tersebut
selama 10 menit. Jika jarum dan spuit akan dibuang,

14
pastikan bahwa perawat telah membilasnya dengan larutan
klorin tiga kali dan menyimpannya di wadah yang tahan
bocor atau tusukan jarum. Cara lain adalah dengan
membuang jarum dan spuit dalam wadah yang tidak dapat
tertusuk oleh jarum. Tempatkan semua instrument dalam
larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi dan rendam
selama 10 menit.
Langkah 4 : Jika mata pisau scalpel akan dibuang maka ambil scalpel
dari larutan klorin. Kemudian lepas mata pisau dengan
menggunakan forsep dan simpan dalam wadah yang tidak
dapat ditembus benda tajam. Buang bahan-bahan limbah
dengan cara menempatkannya dalam wadah tahan bocor
atau kantung plastic.
Langkah 5 : Rendam sebentar sarung tangan yang masih melekat pada
tangan dalam larutan klorin 0,5%. Lepaskan sarung tangan
dalam keadaan terbalik. Jika sarung tangan akan dibuang,
tempatkan dalam wadahtahan bocor atau kantung plastic.
Jika sarung tangan akan di gunakan kembali, rendam
dalam klorin selama 10 menit.
Langkah 6 : Cuci tangan dengan seksama menggunakan sabun dan air
lalu keringkan dengan handuk kering dan bersih atau
biarkan kering oleh udara
Langkah 7 : Pastikan bahwa klien dimonitor pada interval yang teratur
dan tanda –tanda vital diukur.
Langkah 8 : Tentukan kapan klien siap untuk pulang (setidaknya 1-2 jam
setelah pemberian obat-obatan IV)

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tubektomi adalah tindakan oklusi atau pengambilan sebagian saluran telur
wanita untuk mencegah proses fertilisasi. Setelah tubektomi fertilitas dari
pasangan tersebut akan terhenti secara permanen. Waktu yang terbaik untuk
melakukan tubektomi pasca persalinan yaitu tidak lebih dari 48 jam sesudah
melahirkan karena posisi tuba mudah dicapai oleh sub umbilicus dan
rendahnya resiko infeksi. Bila masa 48 jam pasca persalinan telah terlampaui
maka pilihan untuk memillih tetap tubektomi, dilakukan setelah 6-8 minggu
persalinan atau pada masa interval (Saifuddin, 2007)
Pelaksanaan pelayanan tubektomi dilakukan dengan tindakan operasi,
yang mana terdapat 2 teknik operasi yang dikenal dan sering digunakan
dalam pelayanan tubektomi, aitu minilaparotomi dan laparoskopi. Teknik ini
menggunakan anestesi lokal dan ila dilakukan secara benar, kedua teknik
tersebut tidak banyak menimbulkan komplikasi pasca-bedah (Buku Panduan
Pelayanan Kontrasepsi, 2006)

16

Anda mungkin juga menyukai