Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ANALISIS KEBIJAKAN NASIONAL DALAM PENDIDKAN ISLAM


“Makalah ini di ajukan untuk memenuhi tugas matakuliah kapaita pendidikan semester 5”

Dosen Pembimbing:
Achmat Mubarok, S.PdI., M.Pd

Disusun Oleh:
Siti Rohmania (201786010047)
Fahim Qothrun Naja (201786010048)

Asmaul Maghfiroh (201786010049)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN
2019

1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunianya sehingga tersusunnya tugas makalah ini.

Pengembangan pembelajaran dari materi yang ada pada makalah ini, senantiasa dapat
dilakukan ole mahasiswa/i dalam bimbingan dosen. Upaya ini diharapkan dapat lebih
mengoptimalkan penguasaan mahasiswa/i terhadap kompetensi yang di persyaratkan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya mahasiswa/i Universitas Yudharta
Pasuruan.

Dalam penyusunan makalah ini, masih terdapat banyak kekurangan. Mohon maaf jika
ada kesalahan dalam penulisan makalah ini.

Ucapan terima kasih banyak kepada seluruh pihak yang turut membantu dalam
penyelesaian makalah ini.

Pasuruan, 09 Desember 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Pengertian Kebijakan Pendidikan 2
B. Kebijakan Nasional Dalam Pendidikan Agama Islam Menurut UUD 1945 2
C. Kebijakan Nasional Dalam Pendidikan Agama Islam Menurut Undang-Undang
Sisdiknas 2003 5
BAB III PENUTUP 8
A. Kesimpulan 8
B. Saran 8
DAFTAR PUSTAKA 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia membutuhkan pendidikan untuk menjalani kehidupannya. Pendidikan
memberi bekal manusia untuk menjalani kehidupan menjadikan dewasa dengan dapat
menentukan hal yang baik dan benar, dan menjalani tugas untuk belajar sepanjang hayat.
Tujuan pendidikan tersebut untuk mengarah pada menjadikan manusia lebih baik.
Pendidikan berproses berdasarkan landasan yang memiliki peran penting dalam
pencapaian tujuan tersebut.
Salah satu landasan tersebut adalah landasan pendidikan yang menentukan secara
teratur rencana yang ditentukan untuk pencapaian tujuan. Suatu landasan kebijakan
pendidikan berarti adalah suatu dasar keputusan untuk melakukan sesuatu dari stakeholder
yang merancang aturan pencapaian keputusan pendidikan. Landasan kebijakan pendidikan
tersebut menjadi acuan langkah dalam melaksanakan pendidikan. Kebijakan yang
diputuskan telah dipertimbangkan dan disusun denga hati-hati dengan tujuan untuk
memperbaiki kualitas pendidkan yang lebih baik. Setiap kebijakan pendidikan juga akan
berubah seiring dengan perkembangan zaman yang terjadi bahkan ada perubahan
kebijakan yang bersifar reformatif.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kebijakan pendidikan?
2. Bagaimana kebijakan nasional dalam pendidikan agama islam menurut UUD 1945?
3. Bagaimana kebijakan nasional dalam pendidikan agama islam menurut Undang-
undang Sisdiknas 2003?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari kebijakan pendidikan
2. Untuk mengetahui kebijakan nasional dalam pendidikan agama islam menurut UUD
1945
3. Untuk mengetahui kebijakan nasional dalam pendidikan agama islam menurut
Undang-undang Sisdiknas 2003

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kebijakan Pendidikan


Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti kebijakan. Hugh
Heglo menyebutkan kebijakan sebagai suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai
tujuan tertentu Di sini yang dimaksudkan adalah tujuan tertentu yang dikehendaki untuk,
bukan suatu tujuan yang sekedar diinginkan saja. Dalam kehidupan sehari-hari tujuan
yang hanya diinginkan saja bukan tujuan, tetapi sekedar keinginan. Setiap orang boleh saja
berkeinginan apa saja, tetapi dalam kehidupan bernegara tidak perlu diperhitungkan. Baru
diperhitungkan kalau ada usaha untuk mencapainya, dan ada “faktor pendukung” yang
diperlukan.
Berdasarkan definsi-definsi diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan merupakan
rencana yang disusun oleh stakeholder atau pemerintah yang bertujuan untuk mencapai
suatu tujuan dan bersifat dinamis karena adanya perubahan zaman.
Disini “Kebijakan Pendidikan” mengacu pada kumpulan aturan, baik dinyatakan
dan implisit, atau keteraturan dalam praktek yang mengatur perilaku orang di sekolah-
sekolah. Analisis kebijakan Pendidikan mengacu pada studi ilmiah kebijakan pendidikan
Landasan kebijakan pendidikan juga akan berhubungan pihak yang berwenang
melaksanakan undang-undang yaitu pihak yang merancang kebijakan tersebut. Pihak
tersebut adalah pemerintah, pemerintah beserta pihak yang terkait harus mengkondisikan
agar kebijakan berjalan mengarah pada tujuan utama pendidikan suatu negara dan berbasis
landasan pendidikan.1

B. Kebijakan Nasional Dalam Pendidikan Agama Islam Menurut UUD 1945


Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa
“Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UU Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun1945”. Dengan ketentuan ini berarti filosofi dari ketentuan tertulis yang terkandung
dalam Pancasila dan UUD Negara Kesatuan Republik IndonesiaTahun1945 tentu
sepenuhnya harus dijabarkan dan juga dijadikan pedoman dalam menyelenggarakan
pendidikan nasional. Namun apabila ditelaah beberapa ketentuan dalam UU No. 20 Tahun

1
https://www.kompasiana.com/tohaunissula/54f94ac1a33311f8478b4e38/kebijakan-pendidikan-
nasional-dan-implikasinya-terhadap-pendidikan-agama-islam

2
2003, didapati banyak isinya yang tidak selaras, bahkan bertentangan antara satu dengan
lainnya.
Dalam amanat pembukaan UUD tersebut pada alenia keempat disebutkan bahwa
salah satu tugas dan fungsi “pemerintah negara Indonesia” adalahmemajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Meminjam pendapat As’ad
Said Ali mengatakan bahwa “konstitusi memberi tekanan tersendiri pada paham
kesejahteraan. Pasal33 UUD 1945 di bawah judul Bab “Kesejahteraan Sosial” amat jelas
menyebutkan “untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat.” Kata “kesejahteraan juga juga
tertera di dalam Pembukan UUD 1945 dengan istilah “kesejahteraan umum”. Selain
itu,Majda El Muhtaj juga mengatakan bahwa “dalam gagasanwelfare state ternyata negara
memiliki kewenangan yang relatif lebih besar ketimbang format negara dalam tipe negara
hukum klasik (formal). Selain itu, dalam welfare state yang terpenting adalah negara
semakin otonom untuk mengatur dan mengarahkan fungsi dan peran negara bagi
kemaslahatan masyarakat”. Lalu dipertegas lagi dalam pasal 29 ayat 1 UUD 1945, yang
jelas menunjukkan bahwa Republik Indonesia adalah merupakan negara yang berdasarkan
atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Atas dasar pemikiran di atas, dapat dilihat bahwa beberapa ketentuan yang terdapat
pada beberapa pasal berikut ini, isinya saling bertentangan.
Pertama, pada pasal 6 ayat 2 disebutkan bahwa “setiap warga negara bertanggung
jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.” Ketentuan pasal ini tidak
jelas apa maknanya, karena dimanakah sebenarnya tanggung jawab negara dan
pemerintah.
Kedua, pada pasal 7 ayat 2 menyebutkan bahwa “orang tua dari anak usia wajib
belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.” Ketentuan pasal ini
jugatidak jelas apa maksudnya. Apakah maksudnya setiap orang tua wajib memberikan
pendidikan dasar secara formal walaupun secara akademis tidak memiliki kemampuan,
atau mungkin maksudnya adalah orang tua “wajib menyekolahkan anaknya ke suatu
lembaga pendidikan atau sekolah.”
Ketiga, pada pasal 9 tertulis, “masyarakat berkewajiban memberikan dukungan
sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.” Ketentuan pasal ini jelas tidak sejalan
denganketentuan Undang Undang Dasar yang menetapkan bahwa “pemerintah
bertanggung jawabmembiayai penyelenggaraan pendidikan dasar dan pemerintah
bertanggung jawab mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional.”

3
Keempat, pada pasal 12 ayat (2) poin b yang menetapkan bahwa, “setiap peserta
didik berkewajiban ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan.” Ketentuan pasal
ini jelas sekali bertentangan dengan keberadaan Indonesia sebagai Negara Kesejahteraan
seperti dimaksudkan dalam Pembukaan UUD dan ketentuan pasal 31ayat (2) yang
menyatakan bahwa “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya.”
Kelima, pasal 46 ayat (1) tentang tanggung jawab pendanaan yang menetapkan
sebagai berikut. “Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara
pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.” Ketentuan ini secara nyata bertentangan
dengan ketentuan yang tertulis dalam pasal 31 ayat 2, ayat 3 maupun pada ayat 4 Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Keenam, ketentuan pada pasal3 yang menyatakan bahwa salah satu tujuan
pendidikan nasional adalah, “untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.” Kemudian dalam pasal 37, menyatakan bahwa “kurikulum pendidikan dasar dan
menengah,serta kurikulum pendidikan tinggi, wajib memuat pendidikan agama.” Tetapi isi
pasal 37 ini sangat paradoks dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 12. Karena dalam
pasal 12 menetapkan bahwa “setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:
mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh
pendidik yang seagama.” Ketentuan kedua hal tersebut di atas, bila dianalisa berdasarkan
logika hukum, maka berarti, bahwa penyelenggara pendidikan, yaitu orang tua,
masyarakat dan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dalam menyelenggarakan
pendidikan wajib mencantumkan dalam setiap kurikulum pendidikannya materi
pendidikan agama. Tetapi secara berlawanan peserta didik tidak wajib mengikuti pelajaran
pendidikaan agama sebagaimana diatur dalam pasal 12. Ketentuan pasal ini bertentangan
dengan Pancasila, Pembukaaan dan isi pasal 29 UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Demikian juga halnya dengan ketentuan pasal 4 UU Sistem Pendidikan Nasional
yang mensejajarkan kedudukan agama dengan nilai-nilai kultural atau budaya, bangsa dan
ketentuan pasal 15 yang melakukan dikotomi antara pendidikan agama dengan pendidikan
umum, sertaketentuan pasal 36 dan 37 tentang isi dan pengertian kurikulum pendidikan
agama dan pendidikan keagamaan.
Ketujuh, adapun terkait dengan pembiayaan pendidikan, dalam Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tidak ada isi pasalnya yang secara nyata menterjemahkan ketentuan

4
pasal 31 ayat 2 UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa “pemerintah bertanggung
jawab membiayainya.” Tetapi malah menggunakan istilah hibah yang berkonotasisebagai
pemberian dan bukan kewajiban dari pemerintah kepada rakyatnya. Seperti yang tertulis
pada pasal 49 ayat 3 dan 4, yang bunyinya sebagai berikut “dana pendidikan dari
pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dana pendidikan dari
Pemerintah kepada Pemerintah Daerah diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan
peraturan perundangundangan yang berlaku.”2
Pasal 31 UUD1945 menegaskan tentang “kewajiban pemerintah
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.” Namun menurut pasal 50 ayat 3
justru kewajiban pemerintah hanya menjadi kewajiban minimal, karena pasal 50 ayat 3
menetapkan bahwa “Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakansekurang-
kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan
menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional”. Ketentuan pada pasal ini
menunjukkan rendahnya rasa kebangsaan Indonesia, karena secara yuridis seolah diakui
dalam hukum Indonesia bahwa pada hakikatnya sesuatu yang bersifat “nasional” itu lebih
rendah kedudukannya dari pada yang bersifat “internasional.”
Kedelapan, ketentuan pasal53 UU No.20 Tahun2003 tentang Badan Hukum
Pendidikan sebagai penyelenggara pendidikan. Sesuai dengan Putusan Mahkamah
Konstitusi No. 11-14-21-126 dan136/PUU-VII/2009, maka ketentuan pasal ini telah
dibatalkan. Namun pada kenyataannya pasal mengenai Badan Hukum Pendidikan dalam
UU No.20 Tahun 2003 tersebut tidak dihapuskan. Ini artinya dunia pendidikan dilepaskan
pada mekanisme pasar, karena pemerintah hanya akan menanggung pendidikan dasar saja.
Dengan ketentuan ini, yang akan terjadi tidak ada lagi keadilan dan pemerataan
pendidikan. Karena masyarakat miskin akan terpinggirkan dan yang dapat mengikuti
pendidikan hanya bagi masyarakat kaya dan golongan yang mampu saja.

C. Kebijakan Nasioanal Dalam Pendidikan Agama Islam Menurut Undang-undang


Sisdiknas 2003
Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I
tentang ketentuan umum menyebutkan “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

2
Hasbullah Hadi, et al.: Kebijakan Pendidikan Nasional, Vol. XL No. 2 Juli-Desember 2016

5
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”
Sedangkan pendidikan nasional dalam undang-undang tersebut diartikan sebagai
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sementara sistem pendidikan
nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Yang dimaksud dengan tujuan pendidikan nasional dalam sisdiknas adalah:
Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pada beberapa bab lainnya juga sangat tampak bahwa kata agama dan nilai-nilai
agama kerap mengikutinya. Misalnya, dalam pasal 4 tentang Prinsip Penyelenggaraan
Pendidikan disebutkan bahwa ‘pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Begitupula dijelaskan dalam UU
No.20 tahun 2003 ini tentang kurikulum, bahwa dalam penyusunannya diantaranya harus
memperhatikan peningkatan iman dan takwa serta peningkatan ahlak mulia.
Selain itu, pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaanpeserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, dengan memberi
keteladanan, membangunkemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam
proses pembelajaran;dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung
bagi segenap wargamasyarakat, dan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peranserta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan
pendidikan.
Dari rumusan di atas menunjukkan bahwa agama menduduki posisi yang sangat
penting dan tidak dapat dipisahkan dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal
yang wajar jika pendidikan nasional berlandaskan pada nilai-nilai agama, sebab bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang beragama. Agama bagi bangsa Indonesia adalah modal
dasar yang menjadi penggerak dalam kehidupan berbangsa. Agama mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan
alam dan hubungan manusia dengan diri sendiri. Dengan demikian terjadilah keserasian

6
dan keseimbangan dalam hidup manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat.
Jika hal tersebut dipahami, diyakini dan diamalkan oleh manusia Indonesia dan
menjadi dasar kepribadian, maka manusia Indonesia akan menjadi manusia yang paripurna
atau insan kamil. Dengan dasar inilah agama menjadi bagian terpenting dari pendidikan
nasional yang berkenaan dengan aspek pembinaan sikap, moral, kepribadian dan nilai-
nilai ahlakul karimah.
Mengacu pada pasal di atas, pendidikan keagamaan/pendidikan agama Islam dapat
diselenggarakan pada jalur pendidikan formal seperti di sekolah atau madrasah. Jalur non
formal seperti di masjid, surau atau tempat lain yang bisa digunakan untuk menyampaikan
pendidikan Islam. Jalur informal seperti anak-anak yang mengaji dirumah dengan orang
tuanya.
Istilah Pendidikan keagamaan itu sesungguhnya telah muncul dalam Undang-
Undang No 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dimaksud adalah
meliputi madrasah, sekolah umum dengan label atau ciri khas agama. Tetapi kini ada hal
yang sangat berbeda, karena istilah ini digunakan menyangkut pendidikan yang memiliki
tujuan menonjol yang mempersiapkan peserta didik menjadi ahli ilmu agama. Bentuk
diniyah dan pesantren yang dibedakan menjadi dua hal yang tidak sama itu kadang kurang
selaras, karena dalam pesantren itu sekaligus ada diniyah. Walaupun memang kadang ada
diniyah yang didirikan diluar pesantren.
Dengan pendidikan keagamaan tersebut sebenarnya bertujuan agar nilai-nilai
agama dapat di amalkan oleh peserta didik sehingga tujuan pendidikan yang di
selenggarakan di Indonesia dapat terlaksana yaitu dapat mengangkat harkat dan martabat
negara Indonesia menjadi negara yang bermartabat. Adapun hal-hal yang secara teknis
belum diatur dalam pasal tersebut tentunya akan diatur dengan peraturan pemerintah.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Kebijakan Pendidikan” mengacu
pada kumpulan aturan, baik dinyatakan dan implisit, atau keteraturan dalam praktek yang
mengatur perilaku orang di sekolah-sekolah
Kebijakan pendidikan Indonesia adalah seperangkat konsep peraturan perundang-
undangan yang menjadi titik tolak system pendidikan Indonesia, yang menurut Undang-
Undang Dasar 1945 meliputi, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Undang-
Undang Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, dan
lainnya
Dalam sejarahnya, pendidikan agama Islam mengalami perubahan yang sangat
signifikan di banding masa-masa sebelumnya. Lahirnya undang-undang dan PP baru
memberi angin segar kepada pelaku pendidikan untuk secara cerdas mengelola dan
mengembangkan institusi pendidikannya.
Kebebasan dan keleluasaan ini dapat di optimalkan oleh lembaga-lembaga
pendidikan Islam untuk mengembangkan dan mnsyiarkan Islam dalam rangka menuju
Indonesia yang maju, cerdas sesuai dengan cita cita bangsa.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sagat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/tohaunissula/54f94ac1a33311f8478b4e38/kebijakan-pendidikan-
nasional-dan-implikasinya-terhadap-pendidikan-agama-islam

Hasbullah Hadi, et al.: Kebijakan Pendidikan Nasional, Vol. XL No. 2 Juli-Desember 2016

Anda mungkin juga menyukai