Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

POST OPERASI SECTIO CAESAREA

Oleh :

MURDIONO UDEK

17034

AKADEMI KEPERAWATAN YAPPI SRAGEN

2019
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN POST OPERASI SECTIO CAESAREA

A. Definisi
Masa nifas atau post partum disebut juga Puerperium yang berasal
dari bahasa latin yaitu dari kata “Puer” yang berati bayi dan “Parous” yang
berati melahirkan. Masa nifas (Puerperium) dimulai setelah plasenta lahir
dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil (Anggraini, 2010).
Post partum atau masa nifas (puerpurium) adalah masa setelah
placenta lahir dan berakhir ketika alat-alat organ reproduksi kembali
seperti keadaan sebelum hamil (Siti Saleha,2009).
Post partum adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan
selesai sampai alat alat kandungan kembali seperti kembali seperti pra
hamil. Lama masa nifas ini 6-8 minggu (prawirohardi, 2008).
Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan
plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai
dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan,
yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya
berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2009).
Pada masa postpartum ibu banyak mengalami kejadian yang
penting, Mulai dari perubahan fisik, masa laktasi maupun perubahan
psikologis menghadapi keluarga baru dengan kehadiran buah hati yang
sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Namun kelahiran bayi
juga merupakan suatu masa kritis bagi kesehatan ibu, kemungkinan timbul
masalah atau penyulit, yang bila tidak ditangani segera dengan efektif akan
dapat membahayakan kesehatan atau mendatangkan kemeninggalan bagi
ibu, sehingga masa postpartum ini sangat penting dipantau oleh bidan
(Syafrudin & Fratidhini, 2009).
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Sarwono, 2009).
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak
lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn & William, 2010).
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Amin
& Hardhi, 2013).
Sectio Caesarea didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi
pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (endometrium)
(Rasjidi, 2009).
Dari beberapa pengertian tentang Sectio Caesarea diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa Sectio Caesarea adalah suatu tindakan
pembedahan yang tujuannya untuk mengeluarkan janin dengan cara
melakukan sayatan pada dinding abdomen dan dinding uterus.

B. Tanda dan Gejala pada Pasien Post Operasi Sectio Caesaria


1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Tinggi fundus uteri lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan normal
4. Aliran lokhea lebih banyak
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-
800ml
6. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
7. Pasien terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar pada pasien yang
menggunakan anestesi lokal
9. Pasien mendapatkan terapi larutan infus
10. P e n g a r u h a n e s t e s i d a p a t m e n i m b u l k a n m u a l d a n m u n t a h
11 . Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
12. Pada kelahiran secara SC emergency, pasien bisanya kurang paham
prosedur tindakan, karena mendadak untuk segera dilakukan tindakan
13. Bonding attachment pada anak yang baru dilahirkan belum berhasil
dilakukan, karena rasa nyeri pada pasien dan bayi belum dirawat
gabung bersama ibu (6 jam setelah operasi).

C. Etiologi
1. Indikasi Ibu
a. Panggul sempit absolute
b. Placenta previa
c. Ruptura uteri imminen
d. Partus lama
e. Partus tak maju
f. Pre eklampsia, dan hipertensi
2. Indikasi Janin
a. Kelainan Letak
1) Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah
jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala
jenis letak baik kepala, sungsang, atau lintang yang janinnya
hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak
lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak
ada perkiraan panggul sempit. Multigravida dengan letak
lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
2) Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang
kepala bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan
berharga.
b. Gawat Janin
c. Janin Besar
3. Kontra Indikasi
a. Janin meninggal (kecuali janin meninggal dengan posisi
lintang).
b. Syok, anemia berat.
c. Kelainan kongenital berat

D. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah
ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan
dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan
terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah
proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan
luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan
masalah resiko infeksi.
E. Pathway

Indikasi Sectio Caesarea

Indikasi Ibu Indikasi Janin


- Panggul sempit absolute - Kelainan Letak
- Placenta previa  Letak lintang
- Ruptura uteri imminen
 Letak belakang
- Partus lama
kepala
- Partus tak maju
- Gawat Janin
- Pre eklampsia, dan hipertensi

Sectio Caesaria

Post Partum

Fisik

Kelemahan fisik Psikologis

Estrogen dan progesterone


menurun

Dx. Kep : Kurang


Defisit Perawatan Diri informasi
Prolaktin meningkat tentang
prosedur,
tindakan, dan
perawatan
Terputusnya kontinutas jaringan
Isapan bayi adekuat

Oksitosin meningkat Pelepasan mediator nyeri : Dx. Kep :


histamin dan prostaglandin Ansietas
Kurang perawatan

Kontraksi duktus dan alveoli Dx.


tidak efektif Kep :
Dx Kep :
Nyeri saat beraktivitas Gangg
Risiko Infeksi uan
Tidak ada
Integr
Dx Kep : Dx Kep : itas
Dx. Kep : Kulit
Nyeri Akut Intoleransi Aktivitas
Ketidakcukupan

F. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama pasien puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam
fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah pasien flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 -
10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
a. Mobilisasi dilakukan secara bertahap
b. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam
setelah operasi
c. Latihan pernafasan dapat dilakukan pasien sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
d. Latihan duduk dilakukan setelah 24 jam post operasi,
pasien dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.
e. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi
posisi setengah duduk (semifowler).
f. Hari ke 2-3 pasien dianjurkan belajar duduk, berjalan dan
sudah boleh pulang.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada pasien, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan pasien.
5. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda
setiap institusi.
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran
pencernaan
1) Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam
bila perlu
c. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum pasien dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vitamin C.
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 2 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti.
7. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi, pernafasan, nyeri dan kontraksi uterus.
8. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan menyusui. Anjurkan ibu menggunakan bra yang dapat
menyangga payudara dan tidak terlalu ketat.

G. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam,
alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record,
diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan
umum tanda vital.
2. Keluhan utama, yaitu nyeri pada luka post operasi.
3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien
multipara
4. Data Riwayat penyakit
a. Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah
pasien operasi.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit
sekarang.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien
ada juga mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
5. Keadaan klien meliputi :
a. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi.
Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-
kira 600-800 mL
b. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda
kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai
wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan,
ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
d. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
e. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal
epidural.
f. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma
bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan
uterus mungkin ada.
g. Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
h. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
i. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea
sedang.

H. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri
(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan
(section caesarea).
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tindakan anestesi,
kelemahan, penurunan sirkulasi.
3. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan tindakan
pembedahan.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka
kering bekas operasi.
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
prosedur pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi.
6. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi
dan pembedahan.
7. Ketidakcukupan ASI berhubungan dengan tidak adanya produksi
ASI.

I. Rencana Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri
(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan
(section caesarea)
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
nyeri klien berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil :
a. Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
b. Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )
c. TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80
mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit
d. Wajah tidak tampak meringis
e. Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas
sesuai kemampuan
Intervensi
a. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri
meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri dan faktor presipitasi.
b. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan
(misalnya wajah meringis) terutama ketidakmampuan untuk
berkomunikasi secara efektif.
c. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex:
beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan
sosial)
d. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi,
latihan napas dalam,, sentuhan terapeutik, distraksi.)
e. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan,
suhu, cahaya, dan suara)
f. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.
2. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan
Klien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Kriteria Hasil : klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri
Intervensi
a. Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
b. Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi
tubuh umum
c. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-
hari.
d. Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan
kemampuan /kondisi klien
e. Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan
aktivitas
3. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan
Tujuan
setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam diharapkan integritas kulit dan
proteksi jaringan membaik
Kriteria Hasil : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Intervensi
a. Berikan perhatian dan perawatan pada kulit
b. Lakukan latihan gerak secara pasif
c. Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi
d. Jaga kelembaban kulit
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma
jaringan / luka bekas operasi (SC)
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil :
a. Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor,
tumor, fungsio laesea)
b. Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C,
frekuensi nadi = 60 -100x/ menit)
c. WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)
Intervensi
a. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada
sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.
b. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor,
fungsio laesa)
c. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
d. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan.
Lepaskan balutan sesuai indikasi
e. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum
/ sesudah menyentuh luka
f. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan
laboratorium jumlah WBC / sel darah putih
g. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan
h. Anjurkan intake nutrisi yang cukup
i. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 6 jam diharapkan
ansietas klien berkurang dengan kriteria hasil :
a. Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah
b. Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang
Intervensi
a. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan
sistem pendukung
b. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan
rasa empati
c. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah)
berkaitan dengan ansietas yang dirasakan
d. Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping
e. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur
pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi.
f. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada
masa lalu
g. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara
verbal.
7. Ketidakcukupan ASI berhubungan dengan tidak adanya produksi ASI.
Tujuan
Pasien mampu memperispakan pemberian asi yang baik dengan KH:
a. Putting menonjol
b. ASI terproduksi
c. Payudara terpelihara
Intervensi
a. Tentukan keinginan dan motivasi ibu untuk menyusui
b. Evaluasi pola menghisap/ menelan bayi
c. Sediakan informasi tentang laktasi dan teknik memompa ASI (secara
manualatau dengan pompa elektrik), cara mengumpulkan dan
menyimpan ASI
d. Demonstasikan latihan menghisap bila perlu

DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, Glria M dkk. 2018. Nursing Interventions Classifications (NIC) Edisi


6. USA : Elsevier.

Garbani, Ndari Annisa. Diposting pada 22 Januari 2014. “Pathway Post Partum”.
Heather, Herdman T. 2015. DIAGNOSIS KEPERAWATAN Definisi &
Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta : EGC.

Ismail, Nurkhayat. Diposting pada 29 November 2017. “Asuhan Keperawatan


Pada Pasien Post Partum Sectio Caesarea (Sc) Dengan Indikasi Presentasi
Bokong Di Ruang Bougenvil Rsud Dr. Soedirman Kebumen”.
elib.stikesmuhgombong.ac.id/566/. Diakses pada 16 Mei 2018.

Moorhead, Sue dkk. 2018. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi 5.


USA : Elsevier.

Nurarif, Huda dan Hardhi Kusuma.2015. Aplikasi Asuhan Keperawayan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3.
Yogyakarta : Mediaction Publishing.

Nur Laeli, Alifah. 2016. “Asuhan Keperawatan pada Pasien Post Operasi Sectio
Caesaria”.

Anda mungkin juga menyukai