Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN : GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN DIABETES MELLITUS

ASKEP KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN: DIABETES MELLITUS

A. KONSEP MEDIS

1. Pengertian

Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetic dan klinis termasuk heterogen
dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price dan Wilson, 1995).
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai keluhan metabolic akibat
gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada berbagai organ dan system
tubuh seperti mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, dan lain-lain (Mansjoer, 1999).

2. Etiologi

Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti tetapi umumnya diketahui
karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter memegang peranan penting.
a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes, yang gangguan ini
ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar gula darah).
Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau
adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh
lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM.
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas, yang membuat
kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan
menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini
(Brunner & Suddart, 2002)
b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya NIDDM. Faktor herediter
memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor determinan
terjadinya NIDDM sekitar 80% klien NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan banyak insulin
untuk metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai
kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko
dapat dijumpai pada klien dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan
utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder berupa program
penurunan berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya
sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda/gejala yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus
yang berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal,
memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah (Brunner &
Suddart, 2002)
3. Patofisiologi

a. DM Tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel
beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.
Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria (glukosa dalam darah)
dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotic)
sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliurra) dan rasa haus (polidipsia).
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi penurunan berat
badan akan muncul gejala peningkatan selera makan (polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya
berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu keseimbangan asam
basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000)

b. DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah
tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa.
Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II (Corwin, 2000)

4. Manifestasi Klinik

a. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel menyebabkan hiperglikemia
sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam
sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan
akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
b. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan penurunan volume
intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor
haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
c. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka produksi energi
menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang
akan lebih banyak makan (poliphagia).
d. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan tidak mampu
mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot
mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.
e. Malaise atau kelemahan (Brunner & Suddart, 2002)

5. Komplikasi

Diabetes Mellitus bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan komplikasi pada berbagai
organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, saraf, dan lain-lain (corwin, 2000)

6. Tes Diagnostik

a. Adanya glukosa dalam urine. Dapat diperiksa dengan cara benedict (reduksi) yang tidak khasuntuk
glukosa, karena dapat positif pada diabetes.
b. Diagnostik lebih pasti adalah dengan memeriksa kadar glukosa dalam darah dengan cara Hegedroton
Jensen (reduksi).
1) Gula darah puasa tinggi < 140 mg/dl.
2) Test toleransi glukosa (TTG) 2 jam pertama < 200 mg/dl.
3) Osmolitas serum 300 m osm/kg.
4) Urine = glukosa positif, keton positif, aseton positif atau negative (Bare & suzanne, 2002)

8. Penatalaksanaan Medik
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akamn menimbulkan berbagai penyakit dan diperlukan
kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan
berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai berikut :
a. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat,
protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit yang
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga sedang berjalan
cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
c. Obat Hipoglikemik
1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
1) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
2) Menurunkan ambang sekresi insulin.
3) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan masih bisa dipakai pada pasien
yang beratnya sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko hipoglikema
yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga dipakai untuk pasien dengan gangguan
fungsi hati atau ginjal.
2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin.
Sebagai obat tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (imt 27-
30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea
3) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau
pernah masuk kedalam ketoasidosis.
b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet (perencanaan makanan).
c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal. Dosis insulin oral atau
suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah
pasien. Bila sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai
sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin.
d) Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan
yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan
penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan
psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan
diabetes (Bare & Suzanne, 2002)
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Ny. S
b. Tempat dan Tanggal lahir : Tegal, 12 Desember 1965
c. Pendidikan terakhir : SD
d. Agama : Islam
e. Status Perkawinan : Menikah
f. Tinggi Badan / Berat Badan : 150 cm / 60 kg
g. Penampilan umum :
h. Ciri-ciri tubuh :
i. Alamat : Bongkok Rt 01/03 Kramat, Tegal
j. Orang terdekat yang mudah dihubungi : Surati
k. Hubungan dengan klien : Kakak
l. Tanggal masuk Rs : Minggu, 01 Desember 2019
m. Diagnosa medis : Diabetes Melitus
n. No. Rm : 199286

2. KELUHAN UTAMA
Pasien mengatakan mual-muntah, pusing berputar-putar. Lemes kaki kram kesemutan

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengatakan pusing seperti berputar-putar sejak hari minggu disertai lemas kaki kram
kesemutan sehinggan pasien langsung dibawa ke Rs. dan pasien masih merasakan pusing
seperti berputar-putar dan kaki kram kesemutan

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan pernah menderita hipertensi dan pasien hanya memeriksakan di
puskesmas dan pasien pernah di rawat di Rs. Sebanyak 4x dengan Diagnosa Diabetes
Melitus

5. Riwayat Penyakit keluarga


Dari keluarga pasien ada beberapa saudara yang terkena penyakit Diabetes Melitus. Pasien
mengatakan dari 5 bersaudara yang terkena penyakit Diabetes Melitus hanya 3 orang /
saudara yang terkena.

6. Riwayat Lingkungan
Pasien mengatakan lingkungannya bersih dan jauh dari TPS / atau limbah

7. Pola tugasi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan


a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit : pasien mengatakan berusaha menjaga kesehatannya, karena takut
kambuh lagi
Sesudah sakit : pasien mengatakan tidak tau kenapa sakitnya bisa kambuh, tetapi
pasien selalu menjaga kesehatannya. agar dirinya bias cepat pulang dari Rs dan bias
berkumpul kembali dengan keluarganya.

b. Pola aktivitas dan Latihan


Sebelum sakit : pasien mengatakan sering melakukan aktivitasnya seperti jalan kaki,
dan berolahraga berjalan-jalan
Sesudah sakit : pasien mengatakan susah beraktivitas karena pusing dan rasanya
berputar-putar disertai kaki dank ram otot serta kesemutan dan mudah lelah.

c. Pola Nutrisi dan Metabolik


Sebelum Sakit : pasien mengatakn nafsu makan banyak kadang sehari 3-5 kali, minum
cukup banyak 1 hari 7 gelas
Sesudah Sakit : pasien mengatakan sering kencing, banyak minum dan mudah lelah

d. Pola eliminasi
Sebelum Sakit : pasien mengatakan BAK normal dengan baud an warna yang khas
Sesudah Sakit : pasien mengatakan sering BAK terus-terusan

e. Pola Istirahat dan Tidur


Sebelum sakit : pasien mengatakan tidur cukup kadang 1 hari bias 8 jam
Sesudah sakit : pasien mengatakan tidak bias tidur karena sering BAK terbangun di
tengah malam dan pasien mengatakan Demam dan mual muntah

f. Pola Kognitif Persepsi


Sebelum Sakit : pasien mengatakan sering berkomunikasi baik dengan keluarga fungsi
baik
Sesudah sakit : pasien mengatakan pandangan kadang sering kabur nggliyeng.

g. Pola Visual
Sebelum sakit : pasien mengatakan tidak ada gangguan apapun
Sesudah sakit : pasien mengatakan pandangan agak buram dan kabur

h. Pola toleransi dan koping terhadap stress


Sebelum Sakit : pasien mengatakan selalu terbuka jika setiap ada masalah dan
menyelesaikannya dengan baik
Sesudah sakit : pasien mengatakn cemas dan stress dengan penyakit yang di deritanya

i. Pola persepsi diri / konsep diri


Sebelum sakit : pasien mengatakan bias menerima keadaan diri sendiri
Sesudah sakit : pasien mengatak ingin cepat pulang dan berkumpul dengan
keluarganya
j. Pola seksual dan Reproduksi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan sudah menikah dan mempunyai 4 anak. Pasien
mengatakan tidak pernah memiliki penyakit /riwayat gangguan reproduksi
Sesudah Sakit : pasien mengtakan sudah memiliki 4 anak, pasien tidak memiliki
riwayat gangguan reproduksi. dan pasien tidak bisa melayani suami karena kondisinya
yang sakit.

k. Pola nilai dan keyakinan


Sebelum Sakit : pasien mengatakan beragama islam dan selalu menjalankan
kewajibannya
Sesudah sakit : pasien hanya berbaring lemah karena kondisinya yang sedang sakit

8. Pemeriksaan Fisik
a. Survey Umum
- Keadaan umum : Compos mentis
- Tanda-tanda vital :
TD : 130/90 mmHg
R : 20 x / menit
HR : 80 x / menit
Suhu : 36 ℃
- Antropometri
TB : 150 cm
BB : Sebelum sakit : 65 kg, Sesudah sakit : 60 kg
b. Kulit, rambut dan kuku
- Kulit : turgor kuli jelek, tidak ada luka, tidak da benjolan
- Rambut : rambut bersih, panjang, hitam
- Kuku : kuku panjang, kotor, warna puting kemerahan
c. Kepala dan leher
- Kepala : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada lesi, tidak berketombe,
bentuk mesosefal
- Mata : penglihatan kurang baik (kadang kabur). Konjung tiva tidak anemis
- Hidung : bersih tidak ada selorot, tidak ada pembesaran polip, fungsi penciuman normal
- Mulut : udah bersih mukosa lembah, gusi baik, tidak ada pendarahan
- Telinga : bersih, simetris, tidak ada gangguan pendengaran, tidak ada nyeri tekan.

d. Thoraks dan Paru-paru


Paru-paru I : Simetris, perkembangan dada kanan dan kiri sama
P : Vocal fremitus kanan dan kiri sama
F : Suara sonor
A : Bunyi vesikuler

Jantung I : Ictus cordis tampak, tidak ada perubahan warna


P : Ictus cordis teraba
P : suara redup
A : Bunyi jantung S1 dan S2 reguler
e. Abdomen I : Bentuk simetris tidak ada asites
A : pristaltic usus 10x/menit
P : timpani
P : tidak ada nyeri tekan

f. Genetalia : tidak ada kelainan, tidak terpasang DC , tidak ada luka


g. Ruktum dan Anus : tidak terdapat iritasi disekitar anus
h. Ekstermitas
Atas : tangan kiri terpasang infusRL tpm, tidak ada edema
Bawah : tidak ada edema sering kesemutan di telapak kaki

9. Pemeriksaan penunjang
- GDS : 333 mg/dl
- Cholestrol total : 317 mg/dl
- Trigliserida : 144 mg/dl
- Ekg
- Glukosa darah

10. Terapi
Inf. RL. 20 tpm
Inj. Ranitidin IV
Inj. Ondansentron IV
Flumarizin 1 tab

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN (sesuai perioritas)


1. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Berhubungan dengan kurangnya asupan
makanan
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer. Berhubungan dengan diabetes mellitus
3. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah.
ANALISA DATA

NO Hari / tanggal Data Masalah Etiologi Data


1. 2 – 12 - 2019 DS : pasien mengatakan Resiko kekurangan Kurang asupan
mual-muntah, tidak nafsu Nutrisi nutrisi
makan
DO : BB : Sebelum sakit : 45
Sesudah sakit : 40
TB : 150 cm
lMT : 17,7
- Lemes

2. 2 – 12 - 2019 DS : Pasien mengatakan Resiko ketidak


kesemutan, badan lemas, stabilan kadar
sering BAK glukosa darah
DO : Pasien tampak lemas,
GDS : 333 mg/dl, urine
output >1500 cc/J

3. DS : Pasien mengatakan Ketidakefektifan


pusing badan lemas, perfusi jaringan
kesemutan pusing seperti purfer
berputar
DO : Akral dingin
CRS bagian ujung lebih dari
3 detik
TD : 140/70 Mmhg
N : 80x/menit
RR :20x/menit
Suhu :36,5°C
D. INTERVENSI

No. Tujuan Kriteria Intervensi


Dx.kep Umum Hasil
1. Setelah dilakukan Ketidakefektifan nutrisi kurang dari Manajemen Nutrisi (1100)
tindakan kebutuhan tubuh. (00179) setelah O :- Monitor asupan
keperawatan dilakukan tindakan kep. selama 3x24 makanan pasien
jam, diharapkan nutrisi pasien -Monitor terjadinya
terpenuhi.(1004) Status nutrisi : kenaikan atau penurunan
1.Asupan makanan dari skala 2 berat badan pada pasien
menjadi skala 4 N : ciptakan lingkungan yang
optimal pada saat
mengkonsumsi makanan
E : Instruksikan kepada
pasien mengenai kebutuhan
nutrisi
C : Beri obat-obatan
sebelum makan (anti
emetic)

2. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa Manajemen Hiperglikimia


darah (00002). Setelah dilakukan (2120)
asuhan keperawatan selama 3x24 O : monitor tanda dan gejala
jamdiharapkan masalah hiperglikimia
keperawatan pasien terpenuhi N : Batasi aktivitas lasika
(2.300) kadar glukosa darah kadar glukosa darah lebih
1.Glukosa darah dari 2 menjadi 4 dari 200 mg/hh
Setelah dilakukan asuhan E : Instruksikan pasien dan
keperawatan, diharapkan masalah keluarga mengenai
tindakan keperawatan manajemen diabetes
ketidakefektifan perfusi jaringan Manajemen sensasi perifer
perifer (0407) perfusi jaringan : (2660)
perifer O : Monitor adanya
1.prestesia dari skala 2 menjadi prestesia dengan tepat
skala 4 N : Letakan bantalan pada
2.Asites dari skala 2 menjadi skala 4 bagian tubuh yang
terganggu untuk melindungi
area tersebut
E : Instruksikan pasien dan
keluarga pasien setiap
harinya untuk memeriksa
C : Diskusikan dengan pasien
dan keluarga mengenai
perawatan kaki rutin
IMPLEMETASI

Tanggal / Dx. kep. Tindakan Respon


Nutrisi kurang dari Memonitor peenurunan dan DS : pasien mengatakan berat badan
kebutuhan tubuh peningkatan berat badan naik 2 kg
DO : 42 kg
IMT : 18,6
Nafsu makan naik
Menciptakan lingkungan yang optimal DS : pasien mengatakan nyaman
pada saat pasien mengkonsumsi DO : pasien makan dengan lahapnya
makanan
DS : pasien mengatakan paham
tentang pengetahuan nutrisi
Menginstruksikan pasien mengenai DO : pasien mengikuti instruksi dari
kebutuhan nutrisi perawat

DS : pasien kooperatif
DO : obat antiemetic
Memberikan obat-obatan sesuai yang
diresepkan (antiemetik) S : pasien mengatakan sering buang
Resiko ketidak air kencing, sakit kepala, kadang haus
stabilan kadar Memonitor tanda dan gejala O : pasien Nampak lemas, urine :
glukosa darah hiperglikimia 1500 CC/J
S : pasien mengatakan bisa
memperbaiki pola hidup, aktivitas
secukupnya
O : pasien mengikuti perintah
Membatasi aktivitas ketika kadar perawat
glukosa darah lebih dari 250 mg/dl S : pasien mengatakan paham cara
Menginstruksikan pasien dan keluarga memenej diabetes mellitus
pasien mengenai manajemen diabetes O : Pasien paham cara memenej
diabetes
S : pasien koperatif
Memberikan insulin sesuai resep O : Sulfoni lurca
S : pasien mengatakan kesemutan di
Memonitor adanya prestesia dengan telapak kaki
fopad O : pasien tampak tidak nyaman
S : pasien mengatakan lebih nyaman
Ketidakefektifan Meletakan bantalan pada bagian tubuh O : pasien nampak nyaman
perfusi jaringan yang tertentu pada area yang terganggu S : pasien dan keluarga pasien
prifer Menginstruksikan pasien dan keluarga mengatakan mengerti
pasien untuk memeriksakan kulit O : Pasien tampak lembab dan pucat
dikakinya
Mendiskusikan pasien dan keluarga S : Pasien mengatakan paham cara
pasien untuk perawatan kaki melakukan perawatan kaki
(x = mencuci kaki dengan air hangat) O : pasien mengikuti perintah
perawat
No. Dx. Catatan perkembangan TTD
Keperawatan
1. S : pasien mengatakan mau makan, nafsu makan
baik
O : BB : Sebelum sakit : 45
Sesudah sakit : 42
IMT : 18,6
A : Masalah resiko nutrisi kurang dari kebutuhan
P : Pertahankan intervensi
2. S : pasien mengatakan masih pusing sedikit
O : - pasien Nampak lesu
-pasien hanya berbaring di tempat tidur
A : Masalah resiko ketidakefektifan stabilan kadar
glukosa darah teratasi
P :Part sebagian
P : Pertahankan intervensi, lanjutkan monitor
glukosa darah

3. S : pasien mengatakan kesemutan, kram otot


berkurang
O : - warna kulit merah muda
- pasien sering berjalan di dekat-dekat
A : Masalah keperawatan resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer teratasi
P : Pertahankan intervensi

Anda mungkin juga menyukai