Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

MUNASABAH AL-QUR’AN

DOSEN PENGAMPU : FITRAH SUGIARTO,M.Th. I

ANGGOTA KELOMPOK:1
 MUH. LUTFHI JUMADI (190503106)
 M. NURHOLIS MUSLIM (190503101)
 SUCIANA APRIANTI (190503103)

KELAS (1 C) PARIWISATA

JURUSAN PARIWISATA SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN MATARAM
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang bertema “munasabah alquran”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah
Pengantar Bisnis di Universitas islam Negeri Mataram .
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Mataram, 13 September 2019

Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Al-Qur’an adalah kalam Allah. yang sekaligus merupakan mukjizat, yang diturunkan
kepada Muhammad Saw. yang sampai kepada umat manusia dengan cara al-
tawâtur (langsung dari Rasul kepada umatnya), yang kemudian termaktub dalam mushaf.
Kandungan pesan Ilahi yang disampaikan nabi pada permulaan abad ke-7 itu telah
meletakkan basis untuk kehidupan individual dan sosial bagi umat Islam dalam segala
aspeknya. Al-Qur’an berada tepat di jantung kepercayaan Muslim dan berbagai pengalaman
keagamaannya. Tanpa pemahaman yang semestinya terhadap al-Qur’an, kehidupan
pemikiran dan kebudayaan Muslimin tentunya akan sulit dipahami.
Lahirnya pengetahuan tentang korelasi (munasabah) ini berawal dari kenyataan
bahwa sistimatikan al-Qur’an sebagaimana terdapat dalam mushaf Utsmani sekarang tidak
berdasarkan pada kronologis turunnya, itulah sebabnya terjadi perbedaan pendapat di
kalangan ulama salaf tentang urutan surat dalam al-Qur’an. Pendapat pertama, bahwa hal itu
didasarkan pada tauqifi dari Nabi. Golongan kedua berpendapat bahwa hal itu didasarkan atas
ijtihad. Kehadiran al-Qur’an dan misi risalah Rasulullah Saw selalu mengudang perhatian
berbagai pihak untuk mengadakan studi. Aspek kajiannya terus berkembang baik dari aspek
ilmiah maupun aspek non ilmiah. Hal ini barangkali dikarenakan oleh mu’jizat al-Qur’an.
Keajaiban al-Qur’an seperti air laut tak pernah kering untuk ditimba. Ia lalu memeberikan
inspirasi kepada manusia tanpa habis-habisnya.

B. Identifikasi Masalah
1. Pengertian munasabah
2. Beberapa contoh munasabah dalam alquran
3. Cara mengetahui munasabah
4. Macam-macam munasabah alquran
5. Urgensi dan kegunaan mempelajari munasabah alquran
C. Rumusan Masalah
1. Apa pengerian munasabah?
2. Apa saja contoh munasabah yang ada di dalam alquran?
3. Bagaimana cara mengetahui munasabah?
4. Ada berapa macam munasabah alquran?
5. Apa urgensi dan kegunaan dari mempelajari munasabah alquran?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Munasabah
Munasabah secara etimologi berarti kecocokan, kesesuaian atau kepantasan.
Kata munasabah secara etimologi menurut as-Suyuthi berarti al-Musakalah (keserupaan) dan
dan al-Muqabarah (kedekatan). Sedangkan menurut terminologi dapat difinisikan sebagai
berikut, Menurut az-Zarkasyi, munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami, tatkala
dihadapkan pada akal, pasti akal itu menerimannya. Menurut Ibnu al-
Araby, munasabah adalah keterkaitan ayat-ayat al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan
satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Menurut al-
Biqai, munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan dibalik
susunan atau urutan bagian-bagian al-Qur’an baik ayat atau surat dengan surat. M. Quraisy
Shihab memberi pengertian munasabah sebagai kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-
hal tertentu dalam al-Qur’an, baik surah maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan uraian
satu ayat dengan yang lainnya. Menurut Manna’ al-Qattan, munasabah adalah segala
pertalian antara kalimat dengan kalimat dalam satu ayat atau antara ayat dengan ayat dalam
banyak ayat atau antara surat dengan surat.
Dengan kata lain ilmu munasabah al-Qur’an adalah suatu ilmu yang mempelajari
hubungan suatu ayat dengan ayat lainnya, atau suatu surat dengan surat lainnya. Hubungan
itu dapat berupa hubungan umum dengan khusus, hubungan logis (‘aqli) atau hubungan
konsekuensi logis seperti hubungan sebab dengan akibat, hubungan dua hal yang sebanding
atau berlawanan.

B. Beberapa Contoh Munasabah Dalam al-Qur’an


Untuk membuktikan apakah ada hubungan antara surat atau ayat dengan surat atau
ayat lain dalam al-Qu’an berikut beberapa contoh.
a). Hubungan surat al-‘Alaq [96] dengan surat al-Qadar [97]. Dalam surat al-‘Alaq, nabi dan
umatnya disuruh membaca (iqra), yang harus dibaca itu banyak sekali di antaranya adalah al-
Qur’an. Maka wajarlah jika surat berikutnya adalah surat al-Qadar yang menjelaskan turunya
al-Qur’an. Inilah keserasian susunan surat dalam al-Qur’an.
b). Hubungan surat al-Baqarah dengan surat al-Fatihah. Pada awal surat al-Baqarah tertulis
“kitab al-Qur’an ini tidak ada keraguan di dalamnya. Pada surat al-Fatihah tercantum kalimat
“tunjukilah kami jalan yang lurus,”ini berarti bahwa ketika mereka meminta “tunjukilah kami
jalan yang lurus,” maka Allah menjawab: jalan lurus yang kalian minta ini adalah al-Qur’an
yang tidak ada keraguan di dalamnya.”
c). Keserasian surat al-Kautsar [108] dengan surat al-Ma’un [107]. Hubungan ini adalah
hubungan dua hal yang berlawanan. Dalam surat al-Ma’un, Allah menjelaskan sifat-sifat
orang munafik; bakhil (tidak memberi makan fakir miskin dan anak yatim), meninggalkan
shalat, riya, (suka pamer), dan tidak mau membayar zakat. Dalam surat al-Kautsar Allah
mengatakan “sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu banyak sekali (lawan dari
bakhil, mangapa kamu bakhil?, tetaplah menegakkan shalat); shalat kamu itu hendaklah
karena Allah saja, dan berkorbanlah, lawan dari enggan membayar zakat. Inilah keserasian
yang amat mengagumkan sebagai petanda adanya hikmah dalam susunan surat-surat dalam
al-Qur’an.
C. Cara Mengetahui Munasabah
Sebagaimana kita ketahui, bahwa sejarah munculnya kajian tentang munasabah tidak
terjadi pada masa Rasulullah, melainkan setelah berlalu sekitar tiga atau empat abad setelah
masa beliau. Hal ini berarti, bahwa kajian ini bersifat taufiqi (pendapat para ulama). Karena
itu, keberadaannya tetap sebagai hasil pemikiran manusia (para ahli Ulumul-Qur’an) yang
bersifat relatif, mengandung kemungkinan benar dan kemungkinan salah. Sama halnya
dengan hasil pemikiran manusia pada umumnya, yang bersifat relatif (Zhanniy).
Sungguhpun keberadaannya mengandung nilai kebenaran yang relatif, namun dasar
pemikiran tentang adanya munasabah dalam al-Qur’an ini berpijak pada prinsip yang bersifat
absolut. Yaitu suatu prinsip, bahwa tartib (susunan) ayat-ayat al-Qur’an, sebagaimana kita
lihat sekarang adalah bersifat Tauqifi yakni suatu susunan yang disampaikan oleh Rasulullah
berdasarkan petunjuk dari Allah (wahyu), bukan susunan manusia, atas dasar pemikiran
inilah, maka sesuatu yang disusun oleh Dzat Yang Maha Agung tentunya berupa susunan
yang sangat teliti dan mengandung nilai-nilai filosofis (hikmah) yang sangat tinggi pula. Oleh
sebab itu, secara sistematis tentulah dalam susunan ayat-ayat al-Qur’an terdapat korelasi,
keterkaitan makna (munasabah) antara suatu ayat dengan ayat dengan ayat sebelumnya atau
ayat sesudahnya. Karena itu pula, sebagaimana ulama menamakan ilmu munasabah ini
dengan ilmu tentang rahasia/hikmah susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam al-Qur’an.
Asy-Syatibi menjelaskan bahwa satu surat, walaupun dapat mengandung banyak
masalah namun masalah-masalah tersebut berkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Sehingga seseorang hendaknya jangan hanya mengarahkan pandangan pada awal surat, tetapi
hendaknya memperhatikan pula akhir surah atau sebaliknya. Karena bila tidak demikian,
akan terabaikan maksud ayat-ayat yang diturunkan itu.
Mengetahui hubungan antara suatu ayat atau surah lain (sebelum atau sesudahnya)
tidaklah kalah pentingnya dengan mengetahui sebab nuzulul ayat. Sebab mengetahui adanya
hubungan antara ayat-ayat dan surah-surah itu dapat pula membantu kita memahami dengan
tepat ayat-ayat dan surah-surah yang bersangkutan.
Ilmu ini dapat berperan mengganti ilmu asbabul nuzul, apabila kita tidak dapat
mengetahui sebab turunnya suatu ayat tetapi kita bisa mengetahui adanya relevansi ayat itu
dengan yang lainnya. Sehingga di kalangan ulama timbul masalah mana yang didahulukan
antara mengetahui sebab turunnya ayat dengan mengetahui hubungan antara ayat itu dengan
yang lainnya.
Tentang masalah ilmu munasabah di kalangan ulama’ terjadi perbedaan pendapat,
bahwa setiap ayat atau surat selalu ada relevansinya dengan ayat atau surat lain. Ada pula
yang menyatakan bahwa hubungan itu tidak selalu ada. Tetapi sebagian besar ayat-ayat dan
surah-surah ada hubungannya satu sama lain. Ada pula yang berpendapat bahwa mudah
mencari hubungan antara suatu ayat dengan ayat lain, tetapi sukar sekali mencari hubungan
antara suatu surat dengan surat lainnya.
Muhammad Izah Daruzah mengatakan bahwa semula orang menyangka antara satu
ayat atau surat dengan ayat atau surat yang lain tidak memiliki hubungan antara keduanya.
Tetapi kenyataannya, bahwa sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat itu ada hubungan antara
satu dengan yang lain.
Untuk meneliti keserasian susunan ayat dan surat (munasabah) dalam Alquran
diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi menjelaskan ada beberapa
langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan munasabah ini, yaitu:
1. Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.
2. Memerhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
3. Menentukan tingkatan-tingkatan itu, apakah ada hubungannya atau tidak.
4. Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memerhatikan ungkapan-ungkapan
bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.

D. Macam-Macam Munasabah al-Qur’an


1. Munasabah antara surah dengan surah
Keserasian hubungan atau munasabah antar surah ini pada hakikatnya
memperlihatkan kaitan yang erat dari suatu surah dengan surah lainnya. Bentuk munasabah
yang tercermin pada masing-masing surah, kelihatannya memperlihatkan kesatuan tema.
Salah satunya memuat tema sentral, sedangkan surah-surah yang lainnya menguraikan sub-
sub tema berikut perinciannya baik secara umum maupun secara parsial. salah satu contoh
yang dapat diajukan di sini adalah munasabah yang dapat ditarik pada tiga surah beruntun,
masing-masing Q. S al-Fatihah. (1), Q. S al-baqarah dan Q. S Al-Imran.
Satu surah berfungsi menjelaskan surah sebelumnya, misalnya di dalam surah al-Fatihah:

Artinya: “Tunjukan kami ke jalan yang lurus”


Lalu dijelaskan di dalam surah al-Baqarah, bahwa jalan yang lurus itu ialah mengikuti
petunjuk al-Qur’an, sebagaimana disebutkan:

Artnya: “Kitab ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa”.
2. Munasabah antara satu surat dengan surat sebelumnya
Untuk mencari munasabah antara satu surat dengan surat sebelumnya, as-Suyuthi
menyimpulkan bahwa satu surat berfungsi menerangkan atau menyempurkan ungkapan pada
surat sebelumnya. Sebagai contoh dalam surat al-Bawarah [2] ayat 152 dan 182:
‫فاذكروني أذكركم واشكروا لي وال تكفرون‬
Ayat-ayat dari surat ini menerangkan dan menyemprnakan dari surat sebelumnya al-fatihah
[1] ayat 2:
َ‫ب ْال َعالَ ِمين‬ِ ‫ْال َح ْمد ِ ّلِلِ َر‬
Begitu juga ayat 21-22 surat al-Baqarah [2]:
َ‫س َمآ َء بِنَآ ًء َوأَنزَ ل‬
ّ ‫شا َوال‬ ً ‫ض فِ َرا‬ َ ‫} الّذِي َجعَ َل لَكم األ َ ْر‬21{ َ‫يَاأَيُّ َها النّاس اعْبدوا َربّكم الّذِي َخلَقَك ْم َوالّذِينَ ِمن قَ ْب ِلك ْم لَعَلّك ْم تَتّقون‬
َ‫ت ِر ْزقًا لَك ْم فَلَ تَجْ َعلوا ِ ّلِلِ أَندَادًا َوأَنت ْم ت َ ْعلَمون‬
ِ ‫آء َمآ ًء فَأ َ ْخ َر َج ِب ِه ِمنَ الثّ َم َرا‬ِ ‫س َم‬
ّ ‫ِمنَ ال‬
Merupakan penyempurnaan dari ungkapan ( َ‫ب العَالَ ِمين‬ ْ ِ ‫)ر‬dalam
َ surat al-fatihah.
3. Munasabah Antara Nama Surah Dengan Kandungan Isinya
Nama suatu surah pada dasarnya bersifat tauqifi. Namun beberapa bukti menunjukkan
bahwa suatu surah terkadang memiliki satu nama dan terkadang dua nama atau lebih.
Tampaknya ada rahasia dibalik nama tersebut. Para ahli tafsir sebagaimana yang
dikemukakan oleh al-Sayuthi melihat adanya keterkaitan antara nama-nama surah dengan isi
atau uraian yang dimuat dalam suatu surah. Kaitan antara nama surah dengan isi ini dapat di
indentifikasikan sebagai berikut :
a. Nama diambil dari urgensi isi serta kedudukan surah. Nama surah al-Fatihah disebut
dengan umm al-Kitab karena urgensinya dan disebut dengan al-Fatihah karena
kedudukannya.
b. Nama diambil dari perumpamaan, peristiwa, kisah atau peran yang menonjol, yang
dipaparkan pada rangkaian ayat-ayatnya; sementara di dalam perumpamaan, peristiwa, kisah
atau peran itu sarat dengan ide. Di sini dapat disebut nama-nama surah : al-‘Ankabut, al-Fath,
al-Fil, al-Lahab dan sebagainya.
c. Nama sebagai cerminan isi pokoknya, misalnya al-ikhlas karena mengandung ide pokok
keimanan yang paling mendalam serta kepasrahan ; al-Mulk mengandung ide pokok hakikat
kekuasaan dan sebagainya.
d. Nama diambil dari tema spesifik untuk dijadikan acuan bagi ayat-ayat lain yang tersebar
diberbagai surah. Contoh al-Hajj ( dengan spesifik tema haji ), al-Nisa ( dengan spesifik tema
tentang tatanan kehidupan rumah tangga). Kata Nisa yang berarti kaum wanita adalah
lambang keharmonisan rumah tangga.
e. Nama diambil dari huruf-huruf tertentu yang terletak dipermulaan surah, sekaligus untuk
menuntut perhatian khusus terhadap ayat-ayat di dalamnya yang memakai huruf itu.
Contohnya : Thaha, Yasin, Shad dan Qaf.
4. Munasabah Antara Satu Kalimat Lainnya Dalam Satu Ayat
Munasabah antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya dalam satu ayat dapat
dilihat dari dua segi. Pertama adanya hubungan langsung antar kalimat secara konkrit yang
jika hilang atau terputus salah satu kalimat akan merusak isi ayat. Identifikasi munasabah
dalam tipe ini memperlihatkan ciri-ciri ta’kid / tasydid ( penguat / penegasan ) dan tafsir /
I’tiradh ( interfretasi / penjelasan dan ciri-cirinya). Contoh sederhana ta’kid :
“‫ “ فإن لم تفعلوا‬, dikuti “ ‫ ( ”ولن تفعلوا‬Q.S al-Baqarah / 2 : 24 ).
Contoh tafsir :
‫سبحان الذى اسرى بعبده ليل من المسجد الحرام الى المسجد األقصى‬
Kemudian diikuti dengan
17 / ‫الذى باركنا حوله لنريه من اياتنا ( اإلسراء‬
Kedua masing-masing kalimat berdiri sendiri, ada hubungan tetapi tidak langsung secara
konkrit, terkadang ada penghubung huruf ‘ athaf ‘ dan terkadang tidak ada. Dalam konteks
ini, munasabahnya terletak pada :
a. Susunan kalimat-kalimatnya berbentuk rangkaian pertanyaan, perintah dan atau larangan
yang tak dapat diputus dengan fashilah.
Salah satu contoh :
25 : ‫) ولئن سألتهم من خلق السماوات واألرض __ ليقولون هللا __ قل الحمد هلل ( لقمان‬
b. Munasabah berbentuk istishrad ( penjelasan lebih lanjut ). Contoh :
189 : 2 / ‫يسألونك عن األهلة ___ قل هى ___ ( البقرة‬
c. Munasabah berbentuk nazhir / matsil ( hubungan sebanding ) atau mudhaddah / ta’kis (
hubungan kontradiksi ). Contoh :
177 : 2 / ‫ليس البر أن تولوا وجوهكم قبل المشرق والمغرب ___ ولكن البر … ( البقرة‬
5. Munasabah Antara Nama Surat Dengan Tujuan Turunnya
Al-Biqai menjelaskan bahwa nama-nama surat al-Qur’an merupakan “inti
pembahasan surat tersebut serta penjelasan menyangkut tujuan”. Setiap surat mempunyai
tema pembicaraan yang sangat menonjol, dan itu tercermin dalam nama-nama masing-
masing surat, seperti surat al-Baqarah, surat yusuf, surat an-Naml, dan surat al-Jinn. Cerita
tentang sapi betina dalam surat al-Baqarah umpamanya merupakan inti pembicaraan surat
tersebut, yaitu kekuasaan Allah membangkitkan orang mati. Surat Yusuf mengisahkan Nabi
Yusuf a.s. yang dibuang ke sumur oleh saudara-saudaranya, kemudian setelah menjadi orang
istana ia difitnah memperkosa Zulaekha, permasuri penguasa Mesir, padahal justru wanita itu
yang berusaha memaksa Yusuf melakukan pembuatan tidak terpuji. Surat al-Jinn yang
mengisahkan bahwa Jin adalah mahluk yang juga sering mendengarkan bacaan al-Qur’an,
dsb. Singkat cerita semua nama surat mencerminkan isi dari surat itu.
6. Munasabah Antara Ayat Dengan Ayat Dalam Satu Surah
Untuk melihat munasabah semacam ini perlu diketahui bahwa ini didaftarkan pada
pandangan datar yaitu meskipun dalam satu surah tersebar sejumlah ayat, namun pada
hakikatnya semua ayat itu tersusun dengan tertib dengan ikatan yang padu sehingga
membentuk fikiran serta jalinan informasi yang sistematis. Untuk menyebut sebuah contoh,
ayat-ayat diawal Q.S al-Baqarah 1 – 20 memberikan sistematika informasi tentang keimanan,
kekufuran, serta kemunafikan. Untuk mengidentifikasikan ketiga tipologi iman, kafir dan
nifaq, dapat ditarik hubungan ayat-ayat tersebut.
Misalnya surah al-Mu’minun dimulai dengan :
‫“ قد أفلح المؤمنون‬Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”.
Kemudian dibagian akhir surah ini ditemukan kalimat :
‫انه ال يفلح الكافرون‬
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak beruntung”.
7. Munasabah Antara Penutup Ayat Dengan Isi Ayat Itu Sendiri
Munasabah pada bagian ini, Imam al-Sayuthi menyebut empat bentuk yaitu al-
Tamkin ( mengukuhkan isi ayat ), al-Tashdir ( memberikan sandaran isi ayat pada sumbernya
), al-Tausyih ( mempertajam relevansi makna ) dan al-Ighal ( tambahan penjelasan ).
Sebagai contoh :
‫ فتبارك هللا احسن الخالقين‬mengukuhkan ‫ ثم خلقنا النطفة علقة‬bahkan mengukuhkan hubungan dengan
dua ayat sebelumnya ( al-Mukminun : 12 – 14 ). Kalimat-kalimat : ‫لقوم‬ ‫يتفكرون‬
‫ لقوم يفقهون‬, ‫ لقوم يعقلون‬, selalu menjadi sandaran isi ayat. Kata “halim” sangat erat
hubungannya dengan ‘ibadat, sementara “rasyid” kuat hubungannya dengan al-amwal seperti
bunyi ayat Q.S Hud : 87 berikut :
‫قالوا يا شعيب أصلتك تأمرك أن نترك مايعبد اباؤنا أو أن نفعل فى أموالنا مانشاؤا إنك ألنت الحليم الرشيد‬
Sedangkan bentuk al-Ighal dapat dijumpai pada Q.S al-Naml ( 27 ) : 80 :
‫انك التسمع الموتى والتسمع الصم الدعاء إذا ولوا مد برين‬
Kata “Wallaw” yang artinya ‘bila mereka berpaling’ berfungsi sebagai penjelasan terhadap
arti ( orang tuli ).
8. Munasabah Antara Awal Uraian Surah Dengan Akhir Uraian Surah
Salah satu rahasia keajaiban al-Qur’an adalah adanya keserasian serta hubungan yang
erat antara awal uraian suatu surat dengan akhir uraiannya. Sebagai contoh, dikemukakan
oleh al-Zamakhsyari demikian juga al-Kirmani bahwa Q.S al-Mu’minun diawali dengan “ ‫قد‬
‫ ( “ افلح المؤمنون‬respek Tuhan kepada orang-orang Mukmin ) dan diakhiri dengan “ ‫انه اليفلح‬
‫ ( “ الكافرين‬sama sekali Allah tidak menaruh respek terhadap orang-orang Kafir ). Dalam Q.S
al-Qashas, al-Sayuthi melihat adanya munasabah antara pembicaraan tentang perjuangan
Nabi Musa menghadapi Fir’aun seperti tergambar pada awal surah dengan Nabi Muhammad
Saw yang menghadapi tekanan kaumnya seperti tergambar pada situasi yang dihadapi oleh
Musa As dan Muhammad Saw, serta jaminan Allah bahwa mereka akan memperoleh
kemenangan.
9. Munasabah Antara Penutup Suatu Surah Dengan Awal Surah Berikutnya
Misalnya akhir surah al-Waqi’ah / 96 :
‫فسبح باسم ربك العظيم‬
“Maka bertasbihlah dengan ( menyebut ) nama Tuhanmu Yang Maha Besar”.
Lalu surah berikutnya, yakni surah al-Hadid / 57 ayat 1 :
‫سبح هللا مافى السموات واألرض وهو العزيز الحكيم‬
“Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah ( menyatakan kebesaran
Allah ). Dan Dia-lah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
10. Munasabah Antar Ayat Tentang Satu Tema
Munasabah antar ayat tentang satu tema ini, sebagaimana dijelaskan oleh al-Sayuthi,
pertama-tama dirintis oleh al-Kisa’I dan al-Sakhawi. Sementara al-Kirmani menggunakan
metodologi munasabah dalam membahas mutasyabih al-Qur’an dengan karyanya yang
berjudul al-Burhan fi Mutasyabih al-Qur’an. Karya yang dinilainya paling bagus
adalah Durrah al-Tanzil wa Gharrat al-Ta’wil oleh Abu ‘Abd Allah al-Razi dan Malak al-
Ta’wil oleh Abu Ja’far Ibn al-Zubair.
Munasabah ini sebagai contoh dapat dikemukakan tentang tema qiwamah (tegaknya
suatu kepemimpinan). Paling tidak terdapat dua ayat yang saling bermunasabah, yakni Q.S
al-Nisa ( 4 ) : 34 :
‫الرجال قوامون على النساء بما فضل هللا بعضهم على بعض و بما أنفقوا من أموالهم‬
Dan Q.S al-Mujadalah ( 58 ) : 11 :
‫يرفع هللا الذين امنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات وهللا بما تعملون خبير‬
Tegaknya qiwamah ( konteks parsialnya qiwamat al-rijal ‘ala al-nisa ) erat sekali
kaitannya dengan faktor Ilmu pengetahuan / teknologi dan faktor ekonomi. Q.S al-Nisa
menunjuk kata kunci “Bima Fadhdhala” dan “al-Ilm” . Antara “Bima
fadhdhala” dengan “yarfa’” terdapat kaitan dan keserasian arti dalam kata kunci nilai lebih
yang muncul karena faktor ‘Ilmu.
Munasabah al-Qur’an diketahui berdasarkan ijtihad, bukan melalui petunjuk Nabi
( tauqifi ). Setiap orang bisa saja menghubung-hubungkan antara berbagai hal dalam Kitab al-
Qur’an.

E. Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Munasabah al-Qur’an


Sebagaimana asbabunnuzul, munasabah sangat berperan dalam memahami Alquran.
Muhammad Abdullah Darraz berkata: “Sekalipun permasalahan-permasalahan yang
diungkapkan oleh surat itu banyak, semuanya merupakan satu kesatuan pembicaraan yang
awal dan akhirnya saling berkaitan. Maka bagi orang yang hendak memahami sistematika
surat semestinyalah ia memerhatikan keseluruhannya, sebagaimana juga memerhatikan
segala permasalahannya.”
Kegunaan mempelajari ilmu munasabah sebagai berikut:
1. Dapat mengembangkan sementara anggapan orang yang menganggap bahwa tema-tema
Alquran kehilangan relevansi antara satu bagian dengan bagian lainnya.
2. Mengetahui persambungan atau hubungan antara bagian Alquran, baik antara kalimat-
kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih
memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap Alquran dan memperkuat keyakinan
terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.
3. Dapat diketahui mutu dan tingkat kebalghahan bahasa Alquran dan konteks kalimat-
kalimatnya yang satu dengan yang lainnya, serta persesuaian ayat/surat yang satu dengan
yang lainnya.
4. Dapat membantu dalam menafsirkan Alquran setelah diketahui hubungan suatu kalimat
atau ayat dengan kalimat atau ayat dengan yang lain.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Munasabah secara etimologi menurut as-Syuti, berarti al-Musyakalah (keserupaan) dan al-
Muqabarah (kedekatan). Sedangkan secara terminology, ada tiga pengertian yang dirumuskan oleh para ulama,
diantaranya menurut az-Zarkazi, menurut al-Biqai. Sedangkan Imam as-Syuyuti membagi tujuh macam ilmu
munasabah, yaitu: munasabah antar surat dengan surat sebelumnya; munasabah antara nama surat dan tujuan
turunnya; munasabah antar bagian suatu ayat; munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan; munasabah
antar fasilah (pemisah) dan isi ayat; munasabah anatar awal surat dengan akhir surat yang sama.
Macam-Macam Munasabah al-Qur’an: (1) Munasabah antara surah dengan surah,
(2) Munasabah antara satu surat dengan surat sebelumnya, (3) Munasabah Antara Nama Surah Dengan
Kandungan Isinya, (4) Munasabah Antara Satu Kalimat Lainnya Dalam Satu Ayat, (5) Munasabah Antara
Nama Surat Dengan Tujuan Turunnya, (6) Munasabah Antara Ayat Dengan Ayat Dalam Satu
Surah, (7) Munasabah Antara Penutup Ayat Dengan Isi Ayat Itu Sendiri, (8) Munasabah Antara Awal Uraian
Surah Dengan Akhir Uraian Surah, (9) Munasabah Antara Penutup Suatu Surah Dengan Awal Surah
Berikutnya, (10) Munasabah Antar Ayat Tentang Satu Tema.
Untuk meneliti keserasian susunan ayat dan surat (munasabah) dalam Alquran
diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi menjelaskan ada beberapa
langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan munasabah ini, yaitu: (1) Harus
diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian. (2) Memerhatikan
uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat. (3) Menentukan
tingkatan-tingkatan itu, apakah ada hubungannya atau tidak. (4) Dalam mengambil
kesimpulannya, hendaknya memerhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan
tidak berlebihan.
Kegunaan mempelajari ilmu munasabah sebagai berikut: (1) Dapat mengembangkan
sementara anggapan orang yang menganggap bahwa tema-tema Alquran kehilangan relevansi
antara satu bagian dengan bagian lainnya. (2) Mengetahui persambungan atau hubungan
antara bagian Alquran, baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya
yang satu dengan yang lain, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan
terhadap Alquran dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya. (3)
Dapat diketahui mutu dan tingkat kebalghahan bahasa Alquran dan konteks kalimat-
kalimatnya yang satu dengan yang lainnya, serta persesuaian ayat/surat yang satu dengan
yang lainnya. (4) Dapat membantu dalam menafsirkan Alquran setelah diketahui hubungan
suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat dengan yang lain.
Inilah al-Qur’an yang mutlak firman Allah. Keserasian ayat-ayatnya makin menegaskan bahwa ia tidak
tercampurkan tangan-tangan manusia hatta manusia sekelas Nabi.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon, Ulum al-Quran, Bandung: Pustaka Setia, 2008

Ahsin W, Kamus Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Amzah, 2005

Al-Qathan, Manna Khalil, Studi Ilmu Qur’an, Jakarta: pustaka Islamiyah, 1998

Badr al-Din al-Zarkasyi, al-Burhân fi ‘Ulûm al-Qur’an, Beirut : Dar al-Ma’rifah li al-Tiba’ah wa al-Nasyr, 1972

Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas : Tentang Transformasi Intelektual, Ahsin Mohammad (penterjemah),
Bandung : Penerbit Pustaka, 1995

Hasbi, Muhammad, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Semarang: Pustaka rizki Putra, 2002

Imad al-Din Abu al-Fida’ Islamil Ib Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adzim, Beirut : Dar al-Fikr, 1966

Jalal al-Din al-Suyuti, al-Itqan fi al-Ulum al-Qur’an, Damaskus : Dar al-Fikr, 1979, Juz I

Manna’ al-Qattan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Riyadh : Mansyurat al-Ashr al-Hadits, t.th

Muhammad Syahrur, Al-Kitâb wa al-Qur’an : Qira’ah Muashirah, Kairo : Sina Publisher, cet. I

Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Qur’an : Ktitik Terhadap Ulumul Qur’an, Yogyakarta : LkiS, 2001

Shihab, Quraish, dkk, Sejarah dan Ulumul Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus,2001

Saefuddin Buchori, Didin, Pedoman Memahami Kandungan Al-Qur’an, Granada Sarana Pustaka, 2005

Taufiq Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, Yogyakarta : Forum Kajian Agama dan Budaya, 2001

W. Montgomery Watt, Pengantar Studi al-Qur’an, Taufiq Adnan Amal (Penterjemah), Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada, 1995

Anda mungkin juga menyukai