Anda di halaman 1dari 9

Nama : Idka Setia Ningrum

NIM : 20140420271
Kelas :F
Fakultas : Ekonomi
Jurusan : Akuntansi

Bab Filsafat, Agama, Etika,


2 dan Hukum

HAKIKAT FILSAFAT
Bila dilihat dari arti katanya, filsafat berasal dari dua kata Yunani: philo dan shopia.
Philo berarti cinta, sedangkan shopia berarti bijaksana. Dengan demikian, philoshopia berarti
cinta terhadap kebijaksanaan (Fuad Faril Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli, 2003).
Karakteristik utama berpikir filsafat adalah sifatnya yang menyeluruh, sangat mendasar, dan
spekulatif. Sifatnya yang menyeluruh, artinya mempertanyakan hakikat keberadaan dan
kebenaran tentang keberadaan itu sendiri sebagai satu kesatuan secara keseluruhan, bukan
dari perspektif bidang per bidang, atau sepotong-sepotong. Menurut Suriasumantri (2000),
pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi, yaitu: apa yang disebut benar
dan apa yang disebut salah (logika), mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk
(etika), serta apa yang dianggap indah dan apa yang dianggap jelek (estetika). Sifatnya yang
mendasar berarti bahwa filsafat tidak begitu saja percaya bahwa ilmu itu adalah benar.
Sifatnya yang spekulatif karena filsafat selalu ingin mencari jawab bukan saja pada suatu
hal yang sudah diketahui, tetapi juga segala sesuatu yang belum diketahui.
Theo Huijbers (dalam Abdulkadir Muhammad, 2006) menjelaskan filsafat sebagai
kegiatan intelektual yang metodis, sistematis, dan secara reflektif menangkap makna hakiki
keseluruhan yang ada. Selanjutnya Abdulkadir Muhammad menjelaskan filsafat dengan
melihat unsur-unsurnya sebagai berikut:
a. Kegiatan intelektual (pemikiran).
b. Mencari makna yang hakiki (interprestasi).
c. Segala fakta dan gejala (objek).
d. Dengan cara refleksi, metodis, dan sistematis (metode).
e. Untuk kebahagiaan manusia (tujuan).
Berikut ini adalah perbedaan filsafat dengan ilmu pengetahuan dilihat dari ketiga aspek:
No. Aspek Filsafat Ilmu
1. Ontologis Segala sesuatu yang bersifat fisik dan Segala sesuatu yang bersifat fisik dan
nonfisik, baik yang dapat direkam yang dapat direkam melalui indra
melalui indra maupun yang tidak
2. Epistemologis Pendekatan yang bersifat reflektif Pendekatan ilmiah, menggunakan dua
atau rasional-deduktif pendekatan; deduktif dan induktif
secara saling melengkapi
3. Aksiologis Sangat abstrak, bermanfaat tetapi Sangat konkret, langsung dapat
tidak langsung bagi umat manusia dimanfaatkan bagi kepentingan umat
manusia

HAKIKAT AGAMA
Berikut ini adalah beberapa pengertian dan definisi tentang agama untuk memperoleh
pemahaman tentang agama:
1. Agus M. Harjana (2005) mengutip pengertian agama dari Ensiklopedia Indonesia
karangan Hassan Shadily. Agama adalah pegangan atau pedoman bagi manusia untuk
mencapai hidup kekal.
2. Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli (2003) menjelaskan bahwa agama
adalah satu bentuk ketetapan Ilahi yang mengarahkan mereka yang berakal dengan
pilihan mereka sendiri terhadap ketetapan nilai tersebut kepada kebaikan hidup di
dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.
3. Abdulkadir Muhammad (2006) memberi dua rumusan agama, yaitu: (a) menyangkut
hubungan antara manusia dengan suatu kekuasaan luar yang lain dan lebih dari pada
apa yang dialami manusia, dan (b) apa yang disyariatkan Allah dengan perantara para
nabi-Nya, berupa perintah dan larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di
dunia dan akhirat.

Dari beberapa definisi di atas, dapat dirinci rumusan agama berdasarkan unsur-unsur
penting sebagai berikut:
1. Hubungan manusia dengan sesuatu yang tak terbatas, yang transendental, yang Ilahi-
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Berisi pedoman tingkah laku (dalam bentuk larangan dan perintah), nilai-nilai, dan
norma-norma yang diwahyukan langsung oleh Ilahi melalui nabi-nabi.
3. Untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan hidup kekal di akhirat.

Tatwa, dogma, atau filsafat ketuhanan merumuskan tentang hakikat Allah (Tuhan) yang
dikenal, dialami, diyakini, dan dipercaya serta kehendak-Nya bagi umat manusia dan dunia.
Tujuan tatwa ini adalah untuk meyakinkan umat manusia bahwa ada kekuatan tak terbatas
(Tuhan YME) yang merupakan sumber segala keberadaan (eksistensi), sekaligus yang
mengatur seluruh keberadaan ini. Tujuan semua agama adalah menuntun umat manusia agar
memperoleh kebahagiaan (di dunia) dan kehidupan kekal di akhirat.

HAKIKAT ETIKA
Etika berasal dari kata Yunani ethos (bentuk tunggal) yang berarti: tempat tinggal,
padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Bentuk
jamaknya adalah ta etha, yang berarti adat istiadat. Dalam hal ini, kata etika sama
pengertiannya dengan moral. Moral berasal dari kata Latin: mos (bentuk tunggal), atau mores
(bentuk jamak) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, kelakuan, watak, tabiat, akhlak, cara
hidup (Kanter, 2001). Berikut ini adalah kutipan beberapa pengertian etika:
1. Ada dua pengertian etika; sebagai praksis dan sebagai refleksi.
2. Etika secara etimologis dapat diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa dilakukan,
atau ilmu tentang adat kebiasaan yang berkenaan dengan hidup yang baik dan yang
buruk.
3. Istilah lain dari etika adalah susila. Susila berarti kebiasaan atau tingkah laku
perbuatan manusia yang baik.
4. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan (1998), etika dirumuskan dalam pengertian sebagai berikut:
a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak);
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
5. Menurut Webster’s Collegiate Dictionary yang mengutip empat arti ethic salah
satunya adalah The discipline dealing with what is good and bad and with moral duty
and obligation, etc.
6. Menurut Lawrence, Weber, dan Post (2005), etika adalah suatu konsepsi tentang
perilaku benar dan salah.
7. Menurut David P. Baron (2005), etika adalah suatu pendekatan sistematis atas
penilaian moral didasarkan atas penalaran, analisis, sintesis, dan reflektif.
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa ternyata etika mempunyai banyak arti. Namun
demikian, setidaknya arti etika dapat dilihat dari dua hal berikut:
a. Etika sebagai praktis
b. Etika sebagai ilmu atau tata susila

HAKIKAT NILAI
Nilai barang sama pengertiannya dengan harga barang yang dibayar. Nilai uang (harga)
yang dibayar untuk memperoleh barang tersebut sering disebut sebagai nilai ekonomis.
Sesuatu mempunyai nilai ekonomis karena sesuatu tersebut dapat bermanfaat untuk
memenuhi kebutuhan hidup secara fisik, atau memberi kenikmatan rasa dan fisik, atau untuk
meningkatkan citra/gengsi.
Untuk memahami pengertian nilai secara lebih mendalam, di bawah ini dikutip beberapa
definisi tentang nilai.
1. Doni Koesoema A. (2007) mendefinisikan nilai sebagai kualitas suatu hal yang
menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dan dihargai sehingga dapat
menjadi semacam objek bagi kepentingan tertentu.
2. Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli (2003) merumuskan nilai sebagai
standar atau ukuran (norma) yang kita gunakan untuk mengukur segala sesuatu.
3. Sorokin dalam Capra (2002) mengungkapkan tiga sistem nilai dasar yang melandasi
semua manifestasi suatu kebudayaan, yaitu: nilai indrawi, ideasional, idealistis.
4. Pembahasan sekitar persoalan tatanan nilai secara lebih konseptual diungkapkan oleh
filsuf cemerlang asal Jerman, Max Scheller dalam bukunya yang berjudul Der
Formalisme in der Ethik und die Materiale Wertethik.
a. Ia membantah anggapan Immanuel Kant bahwa hakikat moralitas terdiri atas
kehendak untuk memenuhi kewajiban.
b. Nilai-nilai itu bersifat material (berisi, lawan dari formal) dan apriori.
c. Harus dibedakan dengan tajam antara nilai-nilai itu sendiri (werte, values) dan apa
yang bernilai/realitas bernilai (guter, goods).
d. Cara menangkap nilai bukan dengan pikiran, melainkan dengan suatu perasaan
intensional (tidak dibatasi dengan perasaan fisik atau emosional, melainkan
dengan keterbukaan hati atau budi).
e. Ada empat gugus nilai yang mandiri dan jelas berbeda antara satu dengan lainnya,
yaitu: (1) gugus nilai-nilai sekitar yang enak dan yang tidak enak, (2) gugus nilai-
nilai vital sekitar yang luhur dan yang hina, (3) gugus nilai-nilai rohani, dan (4)
gugus nilai-nilai tertinggi sekitar yang kudus dan yang profane yang dihayati
manusia dalam pengalaman religius.
f. Ada tiga macam nilai rohani, yaitu: (1) nilai estetik, (2) nilai-nilai yang benar dan
yang tidak benar, dan (3) nilai-nilai pengertian kebenaran murni, yaitu bernilainya
pengetahuan karena pengetahuan itu sendiri dan bukan karena ada manfaatnya.
g. Corak kepribadian, baik orang per orang maupun sebuah komunitas, akan
ditentukan oleh nilai-nilai mana yang dominan.

Dari penjelasan tentang nilai tersebut, sebenarnya dapat disimpulkan tiga hal, yaitu:
a. Nilai selalu dikaitkan dengan sesuatu (benda, orang, hal).
b. Ada bermacam-macam (gugus) nilai selain nilai uang (ekonomis) yang sudah cukup
dikenal.
c. Gugus-gugus nilai itu membentuk semacam hierarki dari yang terendah sampai
dengan yang tertinggi.

HUBUNGAN AGAMA, ETIKA, DAN NILAI


Semua agama melalui kitab sucinya masing-masing mengajarkan tentang tiga hal pokok,
yaitu: (1) hakikat Tuhan (God, Allah, Gusti Allah, Budha, Brahman, Kekuatan tak terbatas,
dan lain-lain), (2) etika, tata susila, dan (3) ritual, tata cara beribadat. Jelas sekali bahwa
antara agama dan etika tidak dapat dipisahkan. Tidak ada agama yang tidak mengajarkan
etika/moralitas. Kualitas keimanan (spiritualitas) seseorang ditentukan bukan saja oleh
kualitas peribadatan (kualitas hubungan manusia dengan Tuhan), tetapi juga oleh kualitas
moral/etika (kualitas hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat dan dengan
alam). Dapat dikatakan bahwa nilai ibadah menjadi sia-sia tanpa dilandasi oleh nilai-nilai
moral.

HUKUM, ETIKA, DAN ETIKET


Hukum etika, dan etiket merupakan istilah yang sangat berdekatan dan mempunyai arti
yang hampir sama walaupun terdapat juga perbedaan. Berikut ini adalah persamaan dan
perbedaan ketiga istilah tersebut.
No. Hukum Etika Etiket
1. Persamaan: Sama-sama mengatur perilaku manusia
2. Perbedaan:
A. Sumber hukum: Sumber etika: Sumber Etiket:
Negara, Pemerintah Masyarakat Golongan masyarakat
B. Sifat pengaturan: Sifat pengaturan: Sifat Pengaturan:
Tertulis berupa Undang-undang, Ada yang lisan (berupa adat Lisan
Peraturan Pemerintah, dan kebiasaan) dan ada yang tertulis
sebagainya. (berupa kode etik)
C. Objek yang diatur: Objek yang diatur: Objek yang diatur:
Bersifat lahiriah (misalnya: Bersifat rohaniah, misalnya: Bersifat lahiriah, misalnya:
hukum warisan, hukum agraria, perilaku etis (jujur, tidak menipu, tata cara berpakaian (untuk pesta,
hukum tata negara) dan rohaniah bertanggung jawab) dan perilaku sekolah, pertemuan resmi, berkabung,
(misalnya: hukum pidana) tidak etis (korupsi, mencuri, berzina) dan lain-lain), tata cara menerima
tamu, tata cara berbicara dengan
orang tua, dan sebagainya

PARADIGMA MANUSIA UTUH


Karakter dan Kepribadian
Istilah kepribadian (personality) dan karakter/watak (character) banyak dijumpai dalam
ilmu psikologi. Soedarsono (2002) misalnya, mendefinisikan kepribadian sebagai totalitas
kejiwaan seseorang yang menampilkan sisi yang didapat dari keturunan (orang tua, leluhur)
dan sisi yang didapat dari pendidikan, pengalaman hidup, serta lingkungannya. Karakter
adalah sisi kepribadian yang didapat dari pengalaman, pendidikan, dan lingkungan sehingga
bisa dikatakan bahwa karakter adalah bagian dari kepribadian.
Walaupun beberapa definisi tentang karakter sebagaimana telah diuraikan sebelumnya
terlihat berbeda, namun sebenarnya dapat ditarik benang merahnya sebagai berikut:
a. Karakter adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang.
b. Karakter menentukan keberhasilan seseorang (Sentanu menyebutnya sebagai “nasib”).
c. Karakter dapat diubah, dibentuk, dipelajari melalui pendidikan dan pelatihan tiada
henti serta melalui pengalaman hidup.
d. Tingkat keberhasilan seseorang ditentukan oleh tingkat kecocokan karakter yang
dimilikinya dengan tuntutan kenyataan/realita.

Chopra menyebutkan ada 10 karakter sel (10C) yang seharusnya dapat dijadikan sebagai
karakter umat manusia.
1. Ada maksud yang lebih tinggi. Sikap mementingkan diri sendiri (untuk
kehidupan/kesejahteraan sel itu sendiri) bukanlah pilihan.
2. Kesatuan (keutuhan). Menarik diri atau tidak mau berkomunikasi bukanlah pilihan.
3. Kesadaran. Terperangkap dalam kebiasaan kaku bukanlah pilihan.
4. Penerimaan. Berfungsi sendirian bukanlah pilihan.
5. Kreatifitas. Berpegang kepada perilaku lama bukanlah pilihan.
6. Keberadaan. Terlalu aktif atau agresif bukanlah pilihan.
7. Efisiensi. Menumpuk/menimbun makanan, udara, atau air berlebihan bukanlah
pilihan.
8. Pembentukan ikatan. Menjadi sel buangan bukanlah pilihan.
9. Memberi. Hanya menerima bukanlah pilihan.
10. Keabadian. Jurang antar generasi bukanlah pilihan.

Kecerdasan, Karakter, dan Etika


Stephen R. Covey, Ia menyebut tiga jenis kecerdasan dengan tiga golongan etika, yaitu:
(1) psiko etika, (2) sosio etika, dan (3) teo etika.
3 Golongan Etika Karakter Utama
1. Teo Etika 9. Takwa (pasrah diri)
Saling ketergantungan 8. Ikhlas (tulus)
Masalah aku dengan Tuhan 7. Tawakal (tahan uji)
2. Sosio Etika 6. Silaturahmi (tali kasih)
Ketergantungan 5. Amanah (integritas)
Masalah aku dengan orang lain 4. Husnuzan (baik sangka)
3. Psiko Etika 3. Tawaduk (berilmu)
Kemandirian 2. Syukur
Masalah aku dengan aku 1. Sabar

Karakter dan Paradigma Pribadi Utuh


Covey telah mengingatkan bahwa untuk membangun manusia berkarakter, diperlukan
pengembangan kompetesi secara utuh dan seimbang terhadap empat kemampuan manusia,
yaitu: tubuh (PQ), intelektual (IQ), hati (EQ), dan jiwa/roh (SQ). Cloud (2007) sendiri
mengatakan bahwa kunci pembangunan karakter adalah integritas. Tentu pemahaman atas
integritas ini tidak sekedar berarti jujur atau punya prinsip moral, tetapi terkandung juga
pengertian: utuh dan tidak terbagi, menyatu, berkontribusi kukuh, serta mempunyai
konsistensi.

Karakter dan Proses Transformasi Kesadaran Spiritual


Sebenarnya yang lebih penting adalah langkah konkret berikutnya, yaitu bagaimana cara
melakukan proses transformasi diri untuk mencapai atau bergerak menuju idealisme karakter
tersebut. Masalahnya, sampai sekarang belum banyak ilmu pengetahuan dan teknologi yang
mampu mengkaji ranah spiritual melalui pendekatan rasional/ilmiah. Ilmu psikologi mencoba
memasuki ranah kejiwaan, namun dalam perkembangannya ilmu ini cenderung membatasi
kajiannya hanya pada lapisan pikiran (mental/emosional) dan tidak ada upaya untuk masuk
lebih dalam ke ranah roh (kesadaran spiritual/transendental).
Meskipun terlambat, akhir-akhir ini sudah mulai banyak pakar dari berbagai latar
keilmuan bahkan banyak yang bergelar Ph.D. mulai berani dan tertarik untuk menyelami
ranah spiritual ini dari pendekatan yang lebih rasional. Mereka hanya menulis ulang dengan
kemasan baru dalam arti ulasannya dengan pendekatan yang lebih rasional dari berbagai
buku/literatur kuno yang telah ada sejak zaman dahulu yang ditulis oleh para nabi, praktisi
keagamaan, dan praktisi spiritual di negara-negara Timur, seperti India, Cina, dan negara-
negara Arab. Dengan cara ini justru masyarakat Barat makin banyak yang mulai berminat
untuk menyelami dan menjalani praktik-praktik spiritual.

Pikiran, Meditasi, dan Gelombang Otak


Olah pikir (brainware management) adalah suatu konsep dan keterampilan untuk
mengatur gelombang otak manusia yang paling sesuai dengan aktivitasnya sehingga bisa
mencapai hasil optimal. Berikut ini adalah empat kategori gelombang otak.
Nama Ciri-ciri
Beta (14-100 Hz) Kognitif, analisis, logika, otak kiri, konsentrasi, prasangka, pikiran sadar, aktif, cemas,
was-was, khawatir, stres, fight or fight, disease, cortisol, norepinephrine
Alpha (8-13,5 Hz) Khusyuk, relaksasi, meditatif, focus-alertness, superlearning, akses nurani bawah sadar,
ikhlas, nyaman, tenang, santai, istirahat, puas, segar, bahagia, endorphine, serotonin
Theta (4-7,9 Hz) Sangat khusyuk, deep-meditation, problem solving, mimpi, intuisi, nurani bawah sadar,
ikhlas, kreatif, integratif, hening, imajinatif, catecholamines, AVP
Delta (0,1-3,9 Hz) Tidur lelap, non physical state, nurani bawah sadar kolektif, tidak ada pikiran dan
perasaan, cellular regeneration, HGH

Ketika pikiran berada dalam keadaan sadar (aktif), berarti pikiran sedang berada dalam
gelombang beta. Kunci untuk membangun karakter adalah melatih pikiran untuk memasuki
gelombang alpha. Latihan meditasi, yoga, zikir, retret, dan sejenisnya sangat efektif untuk
memasuki gelombang alpha ini. Meditasi (termasuk zikir dan sejenisnya) sebenarnya adalah
upaya untuk mendiamkan suara percakapan dalam pikiran dan menemukan ruang yang
tenang. Dengan ketenangan, pikiran akan memasuki gelombang alpha.

Model Pembangunan Manusia Utuh


Berdasarkan berbagai konsep/pemikiran yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dibuat
dua model tentang hakikat keberadaan manusia.
Gambar 2.1
Model Hakikat Manusia Tidak Utuh
(Paradigma Materialisme)

KAYA/TIDAK KARAKTER
BAHAGIA NEGATIF

MAKANAN PQ SEHAT
ENAK OLAHRAGA (FISIK)

IPTEK IQ TINGGI EGO TINGGI

SOMBONG,
EQ RENDAH GELISAH, BENCI

EQ DAN SQ TIDAK
DIKEMBANGKAN
TIDAK PERCAYA
SQ RENDAH TUHAN

Manusia lebih berorientasi mengejar kekayaan materi, kesenangan indriawi, dan


kekuasaan sehingga kurang sekali atau bahkan lupa untuk mengembangkan kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual. Dengan kata lain, manusia dalam kehidupan mereka
sehari-hari telah bertindak secara tidak etis.

Gambar 2.2
Model Hakikat Manusia Utuh
(Paradigma Manusia Utuh)

KARAKTER POSITIF
KEBAHAGIAAN (SIFAT SEL)

MAKANAN ENAK PQ SEHAT


OLAH RAGA FISIK

PSIKO ETIKA
IPTEK IQ TINGGI Berilmu, Sabar,
Syukur

SOSIO ETIKA
MEDITASI, ZIKIR, EQ TINGGI Silaturahmi, Baik
RETRET Sangka, Amanah

TEO ETIKA
SQ TINGGI Takwa, Ikhlas,
Tawakal
AGAMA

Untuk mengatasi hal ini, perlu dikembangkan paradigma hakikat manusia seutuhnya
dengan mengembangkan sikap dan perilaku hidup etis dalam arti luas, yaitu dengan
mengadakan dan menyeimbangkan kualitas kesehatan fisik, pengetahuan (psiko etika),
kematangan emosional dan kerukunan sosial (sosio etika), dan kesadaran spiritual (teo etika).

Anda mungkin juga menyukai