Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH DIARE

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Promosi Kesehatan

Disusun oleh :

Delya Pebrilian
Fitri Latipatul Anshor
Jainab Kasim
Yuni Sari
Yuni Widiawati

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Gofur,
yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kami sehingga
dapat menyusun makalah ini yang berjudul DIARE. Tujuan dari penyusunan
makalah ini ialah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Promosi
Kesehatan.

Adapun latar belakang dan tujuan dalam pembuatan materi ini untuk
mengetahui tentang diare secara keseluruhan.

Dalam penulisan makalah ini kami mengharapkan dapat mengoptimalkan


penguasaan dalam menganalisa materi ini. Kami juga mengharapkan segala
masukan dari berbagai pihak sebagai bahan pengembangan mater. Oleh sebab itu
pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terimakasih kepada dosen kami
Ibu dr. Cholisah Suralaga, M.Kes., serta pihak-pihak yang bersangkutan dalam
pembuatan makalah ini.

Jakarta, 26 April 2019

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Etiologi

B. Penyebab

C. Patofisiologi

D. Tanda dan Gejala

E. LINTAS Diare

F. Pencegahan Diare

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya
yang masih tinggi. Diare merupakan penyakit system pencernaan yang
ditandai dengan buang air besar lebih dari tiga kali dalam sehari (WHO,
2009). Diare penyebab nomor 1 kematian anak usia balita di dunia, UNICEF
melaporkan setiap detik satu anak meninggal karena diare (Kemenkopmk,
2014). Di Indonesia, angka kejadian diare akut diperkirakan masih sekitar 60
juta setiap tahunnya dan angka kesakitan pada balita sekitar 200-400 kejadian
dari 1000 penduduk setiap tahunnya dan 1-5% berkembang menjadi diare
kronik (Soebagyo, 2008). Dari hasil survey morbiditas yang dilakukan oleh
subdit diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2012 – 2015 memperlihatkan
kecenderungan insiden naik. Pada tahun 2012 angka kesakitan diare pada
balita 900 per 1.000 balita, tahun 2013 insiden diare pada balita sebesar 6,7%
(kisaran provinsi 3,3%-10,2%). Tahun 2015 terjadi 18 kali KLB diare dengan
jumlah penderita 1.213 orang dan kematian 30 orang dengan Case Fatality
Rate (CFR) = 2,47% (DEPKES RI, 2015).
Penyakit diare termasuk dalam 10 penyakit yang sering menimbulkan
kejadian luar biasa. Berdasarkan laporan Surveilans Terpadu Penyakit
bersumber data KLB (STP KLB) tahun 2010, diare menempati urutan ke 6
frekuensi KLB terbanyak setelah DBD, Chikungunya, Keracunan makanan,
Difteri dan Campak. Keadaan ini tidak berbeda jauh dengan tahun 2009,
menurut data STP KLB 2009 , KLB diare penyakit ke 7 terbanyak yang
menimbulkan KLB.
Salah satu langkah dalam pencapaian target MDG’s (Goal ke-4) adalah
menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada
2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi
Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa
diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab
utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah
maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu
tata laksana yang cepat dan tepat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan Diare?


2. Apa etiologi Diare?
3. Bagaimana patofisiologi Diare?
4. Apa saja gejala dan akibat dari Diare?
5. Bagaimana cara pencegahan Diare?
C. Tujuan
Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas, maka tujuan pembahasan
dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Mahasiswa
Dengan adanya makalah ini diharapkan setiap mahasiswa mampu
menambah ilmpu pengetahuan khususnya tentang diare dan mampu
melakukan promosi kesehatan sebagai upaya preventif dalam mencegah
diare.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi tentang diare dan
menambah ilmu pengetahuan tentang penatalaksanaan diare.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Gambaran terjadinya/perjalanan penyakit dan gejala –gejala


a. Etiologi
Sebagian besar (85%) penyebab diare karena virus dan 15% karena
bakteri, parasit, alergi makanan, keracunan makanan, malabsorbsi
makanan. Golongan virus penyebab diare, terdiri dari rotavirus,
Norwalk/Norwalk like agent, adenovirus. Protozoa, Entamoeba
histolytika, Giardia lambia, Balantidium coli, Golongan bakteri penyebab
diare, antara lain: Salmonella, E. coli, Shigella; Vibrio cholera, Baciius
cereus, Staphylococcus aureus dan Chlostridium perfringens. Golongan
parasit penyebab diare, antara lain: Ascaris, Trichiuris, Strongyloides,
Jamur dan Candida.
Penyebab diare karena alergi, terdiri dari alergi susu dan alergi
makananan, Cow,s milk protein sensitive enteropathy (CMPSE). Diare
karena keracunan yang disebabkan oleh makanan/minuman yang
terkontaminasi racun (bahan Kimia), atau terkontaminasi bakteri yang
menghasilkan toksin antara lain Clostridium botulinum dan bakteri strain
Stafylococus aureus.Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui
fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja
dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.
b. Penyebab
Diare dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya (Maryunani, 2010):
1. Infeksi Enteral
Infeksi saluran pernapasan yang merupakan utama diare pada anak,
meliputi : (a) Golongan Bakteri: Salmonella sp, Shigella sp,
Staphylococcus aureus, vibrio cholera, bacillus cereus, escherichia
coli, (b) Golongan virus: Adenovirus, Astrovirus, Calicivirus,
Astrovirus, Minirotavirus (c) Golongan parasit: Balantidium coli,
Capillaria philippinesis, Candida, Strongyloides stercotalis
2. Infeksi Parenteral
Infeksi di luar saluran pencernaan makanan seperti otitis media akut
(OMA), bronkopneumonia, tonsilitis, ensefalitis. Keadaan ini terutama
pada bayi dan anak berusia di bawah 2 tahun.
3. Faktor Malabsorbsi (Gangguan Absorbsi)
Seperti gangguan absorbsi karbohidrat (pada bayi dan anak yang
tersering adalah intoleransi laktosa) malabsorbsi lemak, malabsorbsi
protein.
4. Faktor makanan seperti alergi makanan, makanan basi dan beracun.
5. Faktor psikologis seperti rasa takut dan cemas.
Berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan beberapa jenis diare yaitu (Tjay dan
Rahardja, 2007) yaitu:

1. Diare akibat virus misalnya influenza perut dan travellers diarrhoea yang
disebabkan antara lain oleh rotavirus dan adenovirus. Virus melekat pada sel-
sel mukosa usus yang menjadi rusak sehingga kapasitas resorpsi menurun dan
sekresi air dan elektrolit memegang peranan.
2. Diare bakterial invasif (bersifat menyerbu) agak sering terjadi, tetapi mulai
berkurang berhubung semakin meningkatkan derajat higiene masyarakat.
3. Diare parasiter akibat protozoa seperti entamoeba histolytica dan Giardia
lamblia, yang terutama terjadi di daerah (sub) tropis. Yang pertama
membentuk enterotoksin pula.
4. Akibat penyakit, misalnya colitis ulcerosa, p. Crohn, Irritable Bowel
Syndrome (IBS), kanker colon dan infeksi –HIV. Juga akibat gangguan-
gangguan seperti alergi terhadap makanan/minuman, protein susu sapi dan
gluten (coeliakie) serta intoleransi untuk laktosa karena defisiensi enzim
laktase.
5. Akibat obat, yaitu digoksin, kinidin, garam-Mg dan litium, sorbitol, beta-
blockers, perintang-ACE, reserpin, sitostatika dan antibiotika berspektrum
luas (ampisilin, amoksisilin, sefalosporin, klindamisin, tetrasiklin)
6. Akibat keracunan makanan sering terjadi, misalnya pada waktu perhelatan
anak-anak sekolah atau karyawan perusahaan dan biasanya disertai pula
dengan muntah-muntah.

c. Patofisiologi/ gambaran terjadinya/ perjalanan penyakit


d. Tanda dan Gejala
Beberapa tanda dan gejala diare antara lain (Widoyono, 2011):
 Gejala umum
 Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare
 Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut
 Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
 Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis,
bahkan gelisah
 Gejala spesifik
 Vibrio cholera: diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan
berbau amis.
 Disenteri: tinja berlendir dan berdarah
Menurut (Ariani.2016) mula mula bayi dan anak menjadi cengeng,
gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu maka berkurangnatau tidak
ada, kemudia timbul diare. Tinja cair disertai lendir atau darah. Warna
tinja makin lama berubah mejadi kehijau hijauan karena tercampur
empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan
tinja makin lama makin asam sebagai akibat maki bayaknya asam laktat
yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus sekama diare.
B. Analisis penyakit dari factor non perilakunya dengan pendekatan
epidemiologi host agen environment
Epidemiologi
Diare adalah pembunuh anak balita kedua di Indonesia, maka upaya
pencegahan dilakukan dengan berbagai cara.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, dua penyakit terbanyak sebagai penyebab
kematian pada balita adalah diare dan pneumonia. Angka kejadian diare
sebesar 31,4% dan pneumonia 24%, sedangkan angka kematian diare sebesar
25,2 %, pneumonia 15,5%, Demam Berdarah Dengue (DBD) 6,8% dan
campak 5,8%.
Lima provinsi dengan insiden dan period prevalen diare tertinggi adalah Papua
(6,3% dan 14,7%), Sulawesi Selatan (5,2% dan 10,2%), Aceh (5,0% dan 9,3%),
Sulawesi Barat (4,7% dan 10,1%), dan Sulawesi Tengah (4,4% dan 8,8%)
(Kemenkes, 2013).
Insiden diare di Indonesia Terutama di jawa tengah Tahun 2015 sekitar
67.7%. Komplikasi yang dapat terjadi jika pasien dehidrasi karena diare adalah
hipernatremia, hiponatremia, demam, edema/overhidrasi, asidosis, hipokalemia,
ileus paralitikus, kejang, intoleransi laktosa, muntah,gagal ginjal.Penanganan Pada
diare adalah dengan larutan gula garam.Penyakit diare dapat menyebabkan
kematian jika dehidrasi tidak diatasi dengan tepat. Dehidrasi dapat terjadi pada
pasien karena usus bekerja tidak optimal sehingga sebaian besar air dan zat zat
yang terlarut di dalamnya keluar bersama feses.
Air tanah di sejumlah lokasi di Kota Malang diprediksi sudah tercemar
bakteri Escherichia coli. Kondisi itu mengindikasikan buruknya kualitas air saat
ini. Penelitian di Jakarta menunjukkan 70 persen air tanah di Jakarta
terkontaminasi bakteri E coli, Di Yogyakarta bahkan sekitar 80-90 persen.
Direktur Institute for Environmental Management and Technology Universitas
Merdeka Malang mengatakan, menurut teori keilmuan, lokasi perkotaan padat
penduduk tanpa sistem pengelolaan air limbah, seperti di Malang, sangat mungkin
menyebabkan air tanah terkontaminasi E. coli. Kota Malang belum memiliki
sistem pengolahan air limbah yang efektif. Di permukiman padat dengan luas
kurang dari 10 meter x 10 meter dan warga menggunakan air sumur, bisa
dipastikan warga akan mengonsumsi air tanah terkontaminasi E coli.
Penyebabnya, rata-rata jarak sumur mereka kurang dari 10 meter dari septic tank
(http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/10/23/18250085/
air.tanah.tercemar.e.coli).
Dalam master plan Kota Malang 2006, sejumlah kelurahan padat penduduk
seperti Sawojajar, Jodipan, Kotalama, Lesanpuro, dan Wonokoyo memiliki angka
penderita diare yang tinggi. Di Kelurahan Sawojajar, Kecamatan Kedung
Kandang, luas daerah 1,97 kilometer persegi dan tingkat kepadatan 150 jiwa per
hektar (ha), selama tahun 2006 terdapat 19 penderita diare per bulan. Di
Kelurahan Lesanpuro dengan luas wilayah 293, 3 ha dan kepadatan penduduk 55
jiwa per hektar, selama tahun 2006 penderita diare sebanyak 20 orang per bulan.
Buruknya sanitasi lingkungan masyarakat berdampak buruk terhadap kematian
anak dan balita. Menurut studi Bank Dunia tahun 2007, 19 persen kasus kematian
anak di bawah usia 3 tahun (100.000 kematian anak balita) setiap tahun akibat
diare. Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, angka
kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu
balita. Selama 2006, sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan Kejadian
Luar Biasa (KLB) diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan,
sebanyak 10.980 dan 277 di antaranya menyebabkan kematian (Case Fatality
Rate/CFR=2, 5 %) (Mujiyanto, 2008). Berdasarkan data tersebut, kejadian diare
meningkat pada setiap tahun. Oleh karena itu peneliti merasa perlu untuk
melakukan penelitian upaya pencegahan diare oleh masyarakat pemukiman padat
penduduk di Kota Malang. Data yang didapat diharapkan dapat dijadikan pijakan
untuk memilih intervensi yang diperlukan sehingga diharapkan prevelensi diare
dapat dikendalikan.
Host
 Pendidikan yang tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan
informasi/ pengalaman pribadi, baik dari orang lain yang dianggap penting
maupun dari media massa, sehingga mempengaruhi perilaku seseorang.
Demikian juga menurut Clasen (2015), bila ekonomi baik maka tingkat
pendidikan akan tinggi dan pengetahuan akan tinggi pula sehingga informasi
yang didapat dan memberikan pengetahuan tentang kebiasaan hidup yang baik
akan terjadi peningkatan mutu pengetahuan dan perilaku kesehatan dalam diri
individu yang berdasarkan kesadaran dan kemauan individu yang
bersangkutan.
 Pengaruh pengetahuan terhadap perilaku bahwa memberikan pengetahuan
tentang kebiasaan hidup yang baik akan terjadi peningkatan mutu pengetahuan
dan perilaku kesehatan dalam diri individu yang berdasarkan kesadaran dan
kemauan individu yang bersangkutan. Sesuai dengan batasan ini, perilaku
kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi
individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan
dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan
kesehatan (Lazzerini, 2008)
 Begitu juga dengan kultur (budaya dan agama) dimana budaya akan sangat
berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena
informasi‐informasi yang didapat akan disaring terlebih dahulu apakah sesuai
atau tidak dengan budaya atau agama masyarakat tersebut. Sehingga sikap
seseorang akan terpengaruh dengan budaya yang ada di daerah
tersebut.Kebersihan anak maupun kebersihan lingkungan memegang peranan
penting pada tumbuh kembang anak baik fisik maupun psikisnya. Kebersihan
anak yang kurang, akan memudahkan terjadinya penyakit cacingan dan diare
pada anak.
 pengetahuan yang baik tentang diare praktik-praktik yang tidak higienis
seperti menyiapkan makanan dengan tangan yang belum dicuci, setelah buang
air besar atau membersihkan tinja seorang anak serta membiarkan seorang
anak bermain di daerah dimana ada tinja yang terkontaminasi bakteri
penyebab diare (Susanto,2017)
 tingkat pendidikan, ekononi dan pengalaman seseorang. pendidikan yang
cukup harus ditunjukan untuk bagaimana cara membuat lingkungan yang baik
dan layak untuk tumbuh kembang anak, sehingga meningkatkan rasa aman
bagi anak untuk bagaimana cara mengeksplorasi lingkungan (Tabuwun,2015).
Agen
 Diare dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya (Maryunani, 2010):
 Faktor Infeksi
1. Infeksi Enteral
Infeksi saluran pernapasan yang merupakan utama diare pada anak, meliputi
: (a) Golongan Bakteri: Salmonella sp, Shigella sp, Staphylococcus aureus,
vibrio cholera, bacillus cereus, escherichia coli, (b) Golongan virus:
Adenovirus, Astrovirus, Calicivirus, Astrovirus, Minirotavirus (c)
Golongan parasit: Balantidium coli, Capillaria philippinesis, Candida,
Strongyloides stercotalis
2. Infeksi Parenteral
Infeksi di luar saluran pencernaan makanan seperti otitis media akut
(OMA), bronkopneumonia, tonsilitis, ensefalitis. Keadaan ini terutama
pada bayi dan anak berusia di bawah 2 tahun.
3. Faktor Malabsorbsi (Gangguan Absorbsi)
Seperti gangguan absorbsi karbohidrat (pada bayi dan anak yang tersering
adalah intoleransi laktosa) malabsorbsi lemak, malabsorbsi protein.
4. Makanan seperti alergi makanan, makanan basi dan beracun.
5. Faktor psikologis seperti rasa takut dan cemas.
Environment
 Diare bakterial invasif (bersifat menyerbu) agak sering terjadi, tetapi mulai
berkurang berhubung semakin meningkatkan derajat higiene masyarakat.
 Kebersihan anak maupun kebersihan lingkungan memegang peranan penting
pada tumbuh kembang anak baik fisik maupun psikisnya. Kebersihan anak
yang kurang, akan memudahkan terjadinya penyakit cacingan dan diare pada
anak. Oleh karena itu pendidikan yang cukup harus ditunjukan untuk
bagaimana cara membuat lingkungan yang baik dan layak untuk tumbuh
kembang anak, sehingga meningkatkan rasa aman bagi anak untuk bagaimana
cara mengeksplorasi lingkungan (Tabuwun,2015).
 Lingkungan padat penduduk/daerah kumuh
 Dekat selokan atau pembuangan sampah/saluran pembuangan air lombah
pabrik
 Dekat dengan peternakan
 Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang. Bila
ekonomi baik maka tingkat pendidikan akan tinggi dan pengetahuan akan
tinggi pula. begitu juga dengan kultur (budaya dan agama) dimana budaya
akan sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena
informasi‐informasi yang didapat akan disaring terlebih dahulu apakah sesuai
atau tidak dengan budaya atau agama masyarakat tersebut.
 Meningkatkan akses masyarakat kepada air bersih, pengelolaan limbah rumah
tangga yang lebih baik untuk kebersihan lingkungan, akses sanitasi yang lebih
baik, meningkatkan pengelolaan daerah aliran sungai, sebagai upaya untuk
bisa menjamin suplai air yang berkualitas
 Buruknya kualitas air saat ini dan sistem pengelolaan air limbah rata-rata jarak
sumur mereka kurang dari 10 meter dari septic tank
 Begitu juga dengan kultur (budaya dan agama) dimana budaya akan sangat
berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena
informasi‐informasi yang didapat akan disaring terlebih dahulu apakah sesuai
atau tidak dengan budaya atau agama masyarakat tersebut. Sehingga sikap
seseorang akan terpengaruh dengan budaya yang ada di daerah tersebut.
C. Identifikasi perilaku yang dapat mencegah penyakit tsb mencakup
pengetahuan dan praktek tindakan
 Pengetahuan tentang diare
Pengetahuan Warga di Pemukiman Padat Penduduk Tentang Diare
Mayoritas responden mempunyai pengetahuan yang baik tentang diare
(n=70, 73%) (Gambar 3). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
pengetahuan mereka tentang pengertian diare, penyebab, tanda dan gejala,
akibat dan cara mencegah diare dalam kategori baik. Walaupun jika dilihat
dari tingkat pendidikan yang paling banyak dari lulusan sekolah dasar,
akan tetapi semangat dan kesadaran masyarakat akan kesehatan anak
cukup baik khususnya tentang diare dan pencegahanya. Informasi yang
mereka dapatkan melaui pendidikan nonformal melalui kegiatan posyandu
balita, perkumpulan PKK, penyuluhan tenaga kesehatan dari Puskesmas,
buku bacaan, media cetak/koran dan media elektronik/televisi/radio. Hal
ini sesuai dengan yang dikemukakan Pinfold (2008) bahwa pengetahuan
seorang diperoleh dari pengalaman berasal dari berbagai informasi, media
massa, petugas kesehatan, orang yang berpengaruh terhadap perilaku.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
yaitu melalui proses melihat atau mendengar kenyataan, selain itu juga
melalui pengalaman dan proses belajar dalam pendidikan formal maupun
nonformal. Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan
seseorang. Bila ekonomi baik maka tingkat pendidikan akan tinggi dan
pengetahuan akan tinggi pula. begitu juga dengan kultur (budaya dan
agama) dimana budaya akan sangat berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan seseorang karena informasi‐informasi yang didapat akan
disaring terlebih dahulu apakah sesuai atau tidak dengan budaya atau
agama masyarakat tersebut.
 Sikap tentang Diare
Sikap Warga di Pemukiman Padat Penduduk Tentang Pencegahan Diare
Pada gambar 4 menunjukkan bahwa sikap warga dipemukiman penduduk
tentang pencegahan diare mayoritas cukup (n=73, 76%). Dari hasil
pertanyaan menunjukkan sangat beragam sikap individu/responden
terghadap pencegahan diare. Hal tesebut dipengaruhi bebarapa factor
diantaranya tingkat pendidikan, ekononi dan pengalaman seseorang
Seseorang tidak dilahirkan dengan sikap dan pandangannya, melainkan
sikap tersebut terbentuk sepanjang perkembangannya. Dimana dalam
interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu
terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya (Pinfold, 2008).
Majid, Emery and Whelan (2012) menemukan bahwa sumber pembentuk
sikap ada empat, yakni pengalaman pribadi, interaksi dengan orang lain
atau kelompok, pengaruh media massa dan pengaruh dari figur yang
dianggap penting dan juga tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan tingkat
pendidikan ikut mempengaruhi pembentukan sikap. Dari beberapa
pendapat di atas, Mamatha (2008) menyimpulkan bahwa faktor‐faktor
yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi,
kebudayaan, orang lain yang PROSIDING Rapat Kerja Fakultas Ilmu
Kesehatan 2017 Prosiding: Peningkatan Keilmuan Solusi Tantangan
Profesi Kesehatan | 65 dianggap penting, media massa, institusi atau
lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri
individu.
 Perilaku pencegahan diare
Perilaku Warga di Pemukiman Padat Penduduk Tentang Pencegahan Diare
Mayoritas responden mempunyai perilaku pencegah diare yang baik
(80%) (Gambar 5). Hal tersebut ditunjukkan dari bagaimana warga
mengatasi atau mencari pengobatan bila anak terjadi diare, tetap
memberikan ASI pada bayi yang masih menyusu, memasak air sebelum
dimasak, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan perilaku
hidup sehat dan bersih.Pengaruh pengetahuan terhadap perilaku bahwa
memberikan pengetahuan tentang kebiasaan hidup yang baik akan terjadi
peningkatan mutu pengetahuan dan perilaku kesehatan dalam diri individu
yang berdasarkan kesadaran dan kemauan individu yang bersangkutan.
Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai
segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya,
khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan,
serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan (Lazzerini, 2008).
Sedangkan menurut pendapat dari Keyzer and Aminou (2008) yang
menyatakan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang akan
cenderung untuk mendapatkan informasi/ pengalaman pribadi, baik dari
orang lain yang dianggap penting maupun dari media massa, sehingga
mempengaruhi perilaku seseorang. Demikian juga menurut Clasen (2015),
bila ekonomi baik maka tingkat pendidikan akan tinggi dan pengetahuan
akan tinggi pula sehingga informasi yang didapat dan memberikan
pengetahuan tentang kebiasaan hidup yang baik akan terjadi peningkatan
mutu pengetahuan dan perilaku kesehatan dalam diri individu yang
berdasarkan kesadaran dan kemauan individu yang bersangkutan. Begitu
juga dengan kultur (budaya dan agama) dimana budaya akan sangat
berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena
informasi‐informasi yang didapat akan disaring terlebih dahulu apakah
sesuai atau tidak dengan budaya atau agama masyarakat tersebut.
Sehingga sikap seseorang akan terpengaruh dengan budaya yang ada di
daerah tersebut. 66 | PROSIDING Rapat Kerja Fakultas Ilmu Kesehatan
2017 Prosiding: Peningkatan Keilmuan Solusi Tantangan Profesi
Kesehatan.
e. LINTAS Diare
Singkatan dari Lima Langkah Tuntaskan Diare adalah salah satu strategi
pengendalian penyakit diare yang dilaksanakan oleh pemerintah.
1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari
rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila
tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur,
air matang.Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang
baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa
mual dan muntah.Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita
diare untuk mengganti cairan yang hilang.Bila penderita tidak bisa
minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat
pertolongan cairan melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau
lebih :
 Keadaan Umum : baik
 Mata : Normal
 Rasa haus : Normal, minum biasa
 Turgor kulit : kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
 Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
 Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
 Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
b. Diare dengan Dehidrasi Ringan/Sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di
bawah ini atau lebih:
 Keadaan Umum : Gelisah, rewel
 Mata : Cekung
 Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
 Turgor kulit : Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb
dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti
diare tanpa dehidrasi.
c. Diare dengan Dehidrasi Berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
 Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
 Mata : Cekung
 Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
 Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke
Puskesmas untuk di infus.
2. Berikan obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh.
Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide
Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan
mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam
epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan
fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,
mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian
diare pada 3 bulan berikutnya.(Black, 2003). Penelitian di Indonesia
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare
sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa
Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan
Soenarto 2007).Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi
Zinc segera saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
 Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
 Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc, larutkan tablet dalam 1 sendok makan air
matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.
3. Pemberian ASI/Makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anakagar tetap kuat dan tumbuh serta
mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi
harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga
diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan
makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan
lebih sering.Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.
4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian
diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri.Antibiotika hanya
bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena
shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang
menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat.Obat anti muntah
tidak di anjurkan kecuali muntah berat.Obat-obatan ini tidak mencegah
dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar
menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat
fatal.Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh
parasit (amuba, giardia).
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi
nasehat tentang :
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
 Diare lebih sering
 Muntah berulang
 Sangat haus
 Makan/minum sedikit
 Timbul demam
 Tinja berdarah
 Tidak membaik dalam 3 hari.
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan
adalah :
1. Perilaku Sehat
a. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi.Komponen zat makanan
tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap
secara optimal oleh bayi.ASI saja sudah cukup untuk menjaga
pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang
dibutuhkan selama masa ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula
atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat
terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan
atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak
dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare.
Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh (memberikan ASI
Eksklusif).
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan.Setelah 6
bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil
ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya
antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya.ASI turut memberikan
perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI
secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare
daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal
usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk
susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat
mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
b. Makanan Pendamping ASI (MPASI)
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap
mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian
makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan,
apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping
ASI, yaitu:
 Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat
teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak
berumur 9 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari).
Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak
dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin.
 Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-
bijian untuk energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging,
kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam
makanannya.
 Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi
anak dengan sendok yang bersih.
 Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang
dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
c. Menggunakan Air Bersih yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral
kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui
makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-
jari tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci
dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan
masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari
kontaminasi. Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
 Ambil air dari sumber air yang bersih
 Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung
khusus untuk mengambil air.
 Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-
anak
 Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
 Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang
bersih dan cukup.
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan
dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja
anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan
sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan
angka kejadian diare sebesar 47%).
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap
penyakit diare.Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat
jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban. Yang harus
diperhatikan oleh keluarga :
 Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat
dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
 Bersihkan jamban secara teratur.
 Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.
f. Membuang Tinja Bayi dengan Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya.Hal ini
tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-
anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.Yang harus
diperhatikan oleh keluarga:
 Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban
 Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di
jangkau olehnya.
 Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di
dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun.
 Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan
dengan sabun.
g. Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah
agar bayi tidak terkena penyakit campak.Anak yang sakit campak sering
disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah
diare.Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi
berumur 9 bulan.
2. Penyehatan Lingkungan
a. Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air
antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit
mata, dan berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik
secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi
kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air
bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus tersedia.Disamping itu
perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
b. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya
vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb.Selain itu sampah
dapat mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan
estetika seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak
dilihat.Oleh karena itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk
mencegah penularan penyakit tersebut.Tempat sampah harus disediakan,
sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat
penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan
pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan
pemusnahan sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.
c. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola
sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana
pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan
bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk
dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit
seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada
saluran pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan,
agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang
tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.
D. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan perilaku (pengetahuan dan
praktek) untuk mencegah penyakit tsb
 Promosi kesehatan
 Media
 Diantaranya untuk meningkatkan antara lain: meningkatkan akses
masyarakat kepada air bersih, pengelolaan limbah rumah tangga yang
lebih baik untuk kebersihan lingkungan, akses sanitasi yang lebih baik,
meningkatkan pengelolaan daerah aliran sungai, sebagai upaya untuk bisa
menjamin suplai air yang berkualitas, progam perubahan perilaku untuk
mempromosikan perilaku hidup bersih kepada masyarakat, misalnya cuci
tangan pakai sabun sekaligus meningkatkan partisipasi mereka dalam
meningkatkan taraf kesehatan, meningkatkan pemahaman atas pengelolaan
lingkungan hidup serta kesehatan masyarakat secara baik.
 Bagi Puskesmas Diharapkan penangana diare dengan penyuluhan
kesehatan kepada warga dilakukan supaya penanganan diare dan kejadian
diare berkurang Bagi Keluarga Pasien Diharapkan keluarga pasien dapat
ikut serta untuk upaya pencegahan pada diare dengan menjaga lingkungan
tetap bersih serta memberikan hygiene
 Hubungan perilaku pencegahan diare dengan pendekatan perilaku
kesehatan terencana (health planned behavior)apakah sesuai atau tidak
dengan budaya atau agama masyarakat tersebut. Sehingga sikap seseorang
akan terpengaruh dengan budaya yang ada di daerah tersebut.
 Pendidikan yang cukup harus ditunjukan untuk bagaimana cara membuat
lingkungan yang baik dan layak untuk tumbuh kembang anak, sehingga
meningkatkan rasa aman bagi anak untuk bagaimana cara mengeksplorasi
lingkungan (Tabuwun,2015).
 Menjaga makanan dan psikologis
 Kebersihan anak maupun kebersihan lingkungan memegang peranan
penting pada tumbuh kembang anak baik fisik maupun psikisnya.
Kebersihan anak yang kurang, akan memudahkan terjadinya penyakit
cacingan dan diare pada anak. Oleh karena itu pendidikan yang cukup
harus ditunjukan untuk bagaimana cara membuat lingkungan yang baik
dan layak untuk tumbuh kembang anak, sehingga meningkatkan rasa aman
bagi anak untuk bagaimana cara mengeksplorasi lingkungan
(Tabuwun,2015).
 Meningkatkan akses masyarakat kepada air bersih, pengelolaan limbah
rumah tangga yang lebih baik untuk kebersihan lingkungan, akses sanitasi
yang lebih baik, meningkatkan pengelolaan daerah aliran sungai, sebagai
upaya untuk bisa menjamin suplai air yang berkualitas. buruknya kualitas
air saat ini dan sistem pengelolaan air limbah rata-rata jarak sumur mereka
kurang dari 10 meter dari septic tank.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diare merupakan penyakit system pencernaan yang ditandai dengan
buang air besar lebih dari tiga kali dalam sehari (WHO, 2009). Diare
penyebab nomor 1 kematian anak usia balita di dunia, UNICEF melaporkan
setiap detik satu anak meninggal karena diare (Kemenkopmk, 2014). Banyak
faktor yang menyebabkan diare baik pada dewasa maupun anak-anak. Maka
dari itu, kita harus senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungan agar
terhindar dari penyakit diare. Jika diare menyerang maka oralit merupakan
salah satu alternative obat yang bisa digunakan dan dibuat di rumah.
B. Saran
Bagi mahasiswa dan kelompok yang mengerjakan diharapkan untuk
senantiasa upgrade ilmu karena sejatinya ilmu pengetahuan berkembang. Bagi
institusi pendidikan agar senantiasa memberikan referensi lebih banyak berupa
buku.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian RI. 2011. Bulletin Situasi Diare DI Indonesia. Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI
Andrayani,Rita. 2012. Laporan Asuhan pada Diare. Bandung
Dikutip darihttps://www.academia.edu/19688813/Diare pada tanggal 2 april
2019

Anda mungkin juga menyukai