Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SOSIOLOGI HUKUM
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat tuhan yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai, tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dengan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar terjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan keritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG..............................................................3

B. RUMUSAN MASALAH..........................................................5

C. TUJUAN PENULISAN............................................................6

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HUKUM DAN KEKUASAAN....................7

B. HUKUM DAN KEKUASAAN SOSIAL.................................9

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN .......................................................................13

B. SARAN.....................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum merupakan sesuatu yang berkenan dengan manusia dalam


hubungannya dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Tanpa suatu
pergaulan hidup maka tidak akan ada hukum (ubi societas ubi uis, zoon politicon).
Hukum sangat penting untuk mengatur pergaulan antara sesama manusia.1 Untuk
tercapainya hukum, maka di perlukan pendukung-pendukung dari unsur-unsur yang
lain. Jalannya hukum memerlukan paksaan, maka tentu saja hukum pun memerlukan
kekuasaan bagi penegaknya. Namun demikian, kekuasaan ini pun memerlukan
pengaturan pula dari hukum agar tidak melampaui batas dan timbul kesewenang-
wenangan.

Dalam kenyataanya, banyak terjadi ketidak adilan sebagai akibat disalahgunakannya


kekuasaan untuk kepentingan diri sendiri maupun kelompok penguasa, yang mana
perilaku buruk ini tidak lagi terjadi secara acak akan tetapi sudah melembaga secara
struktural.

Kekuasaan dan hukum meruapakan hal yang memiliki relevansi yang kuat, jika
hukum tanpa kekuasaan adalah lumpuh namun kekuasaan tanpa hukum merupakan
kekuasaan belaka. Hukum dan kekuasaan sebagai dua sistem kemasyarakatan.
Hukum dan kekuasaan sangat erat kaitannya.

Kekuasaan adalah kewenangan yang di dapatkan oleh seseorang atau kelompok guna
menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang
diberikan,kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang di peroleh

1
Lili rasjidi,dasar-dasar filsafat hukum,(bandung: citra aditya bakti, 1996), hal. 11.
atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang
atau kelompok sesuai dengan keinginan dari pelaku.

Kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja, kekuasaan pejabat


negara yang mana kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain
menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut.

RUMUSAN MASALAH

A. Apa itu pengertian hukum dan kekuasaan?

B. Bagaimana hubungan hukum dan kekuasaan sosial?

TUJUAN MASALAH

A. Untuk mengetahui apa itu pengertian hukum kekuasaan.

B. Untuk mengetahui bagaimana hubungan hukum dan kekuasaan sosial.


BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian hukum

Mengenai kapan lahirnya hukum pada suatu bangsa ada dua macam pendapat yang
berbeda. Menurut Van Apeldoorn, tentang kelahiran hukum itu ada yang berpendapat
bahwa hukum lahir sejak ada pergaulan manusia, dimana terdapat diseluruh dunia,
dimana terdapat pergaulan manusia.

Hukum pada dasar nya berpijak Pada hubungan antar manusia dalam dinamika
masyarakat, yang terwujud sebagai proses sosial pengaturan cara bertingkah laku.
Hakikat hukum bertumpu pula pada idea keadilan dan kekuatan moral.2 Hukum
negara bertujuan tidak hanya untuk memperolah keadilan namun juga untuk
mendapatkan kebahagiaan (eudaimonia) bagi semua warga negara.

Hukum dapat dikemukakan bahwa ada perbedaan pandangan diantara para ahli
hukum tentang hukum. Perbedaan pandangan itu dapat di lihat dari pengertian hukum
yang mereka kemukakan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Meskipun
ada perbedaan pandangan, namun pengertian itu dapat di klasifikasikan dalam 4
kelompok yaitu:

1. hukum di artikan sebagai nilai-niai misalnya, victor hugo yang mengartikan


hukum sebagai kebenaran dan keadilan. Sejalan dengan pengertian tersebut. Grotius
mengemukakan bahwa hukum adalah suatu aturan moral tindakan yang wajib yang
merupakan sesuatu yang benar. Pembahasan hukum dalam konteks nilai-nilai berarti
memahami hukum secara filosofi karena nilai-nilai merupakan abstraksi tertinggi dari
kaidah-kaidah hukum.

2
Lili rasjidi, dasar-dasar filsafat hukum,(bandung: cipta aditya bakti, 1985), hal. 123 dan 124.
2. hukum diartikan sebagai asas-asas fundemental dalam kehidupan
masyarakat. Definisi hukum dalam perspektif ini terlihat dalam pandangan Salmond
yang mengatakan “ hukum merupakan kumpulan asas-asas yang diakui dan
diterapkan oleh negara di dalam pengadilan”.

3. hukum diartikan sebagai kaidah atau aturan tingkah laku dalam kehidupan
masyarakat. Vinogradoff mengartikan hukum sebagai seperangkat aturan yang
diadakan dan dilaksanakan oleh suatu masyarakat dengan menghormati kebijakan dan
pelaksaanan kekuasaan atas setiap manusia dan barang. Pengertian yang sama
diartikan oleh Kantorowich, yang berpendapat bahwa hukum adalah suatu kumpulan
aturan sosial yang mengatur prilaku lahir dan berdasarkan pertimbangan.

4. hukum diartikan sebagai kenyataan (das sein) dalam kehidupan masyarakat.


Hukum sebagai kenyataan sosial mewujudkan diri dalam bentuk hukum yang hidup
(the living law) dalam masyarakat atau dalam bentuk perilaku hukum maasyarakat.
Perilaku hukum terdiri dari perilaku melanggar hukum (pelnggaran hukum) dan
perilaku menaati aturan-aturan hukum.

Sedangkan menurut John Austin mengemukakan bahwa hukum adalah seperangkat


perintah, baik langsung atau tidak langsung dari pihak yang berkuasa kepada warga
masyarakatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen, dimana
otoritasnya merupakan otoritas tertinggi. Perspektif sosiologis meninjau keabsahan
hukum itu dari sudut kemampuan atau daya kerja hukum mengatur kehidupan
masyarakat yang mana sesuai dengan fakta-fakta sosial.

Kaidah hukum

Di dalam teori-teori ilmu hukum, Dapat dibedakan tiga macam hal mengenai
berlakunya hukum sebagai kaidah. Hal ini diungkapkan sebagai berikut:
1). Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan
pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar yang telah
ditetapkan (kaidah mati).

2). Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif.
Artinya, kaidah dimaksud dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun
tidak diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan) atau kaidah itu berlaku
karena adanya pengakuan masyarkat (aturan pemaksa)

3). Kaidah hukum berlaku secara filosofis, yaitu sesuai dengan cita hukum
sebagai nilai positif yang tertinggi (hukum yang dicita-citakan).3

Pengertian Kekuasaan

Kekuasaan dalam arti sosiologi dan spikologi dimasa sekarang berarti suatu
potensi untuk mempengaruhi masyarakat.4 seseorang pemimpin dianggap mempunyai
kekuasaan jika para pengikutnya mentaati putusannya dan keinginannya yang
berdasarkan adanya motivasi untuk menikmati suatu keuntungan dari apa yang di
berikan.

Menurut Harold D Laswell dan Abraham Kaplan mendefinisikan bahwa


kekuasaan Adalah suatu hubungan dimana seseorang atau kelompok orang dapat
menentukan tindakan seseorang atau kelompok orang dapat menentukan tindakan
seseorang atau kelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok
lain agar sesuai dengan tujuan dari pihak pertama dan kekuasaan merupakan
kemampuan menggunakan sumber-sumber pengaruh yang dimiliki untuk
mempengaruhi perilaku pihak lain, sehingga pihak lain berperilaku sesuai dengan
kehendak pihak yang mempengaruhi.5

3
Prof. Dr. H. Zainuddin Ali,M.A. sosiologi hukum. Hal.62.
4
Koentjaraningrat, pengantar ilmu antropologi, (jakarta: rineka cipta, 2009), hal.110.
5
Leo Agustino, perihal memahami ilmu politik.(yogyajakarta: Graha ilmu, 2007), hal. 70.
Hubungan Hukum dan Kekuasaan

Pola hubungan hukum dan kekuasaan ada dua macam,yaitu:

Pertama: hukum adalah kekuasaan itu sendiri yang mana diartikan “ konstitusi
sesuatu negara bukanlah undang-undang dasar tertulis melainkan hubungan-
hubungan kekuasaan yang nyata dalam suatu negara. Hukum tidak bisa berdiri
dengan sendirinya, dan memerlukan perhatian dan pertimbangan umtuk
memberikannya kepada masyarakat. Untuk menjalankan suatu pekerjaan tersebut
hukum membutuhkan suatu kekuatan pendorong ia membutuhkan kekuasaan.yang
mana kekuasaan ini memberikan kekuatan untuk menjalankan fungsi hukum. Dan
apabila hukum tanpa kekuasaan maka hukum akan tinggal sebagai keinginan-
keinginan ide-ide belaka.

Ciri-ciri kekuasaan yang baik,menurut Satjipto Rahardjo yaitu:

(1). Berwatak mengabdi kepada kepentingan umum.

(2). Melihat kepada lapisan masyarakat yang susah.

(3) selalu memikirkan kepentingan publik.

(4). Kosong fari kepentingan subjektif.

(5). Kekuasaan yang mengasihi.

Pelaksanaan hukum dan kekuasaan tidak boleh keluar dari konteks nilai-nilai
sosial masyarakat dan perinsip jati diri bangsa. Pengertian jati diri bangsa adalah
pandangan hidup yang berkembang didalam masyarakat yang menjadi kesepakatan
bersama, berisi konsep, perinsip dan nilai dasar yang diangkat menjadi dasar negara
sebagai landasan statis, ideologi nasional, dan sebagai landasan dinamis bagi bangsa
yang bersangkutan dalam menghadapi segala permasalahan menuju cita-citanya. Jati
diri bangsa indonesia tiada lain adalah pancasila yang bersifat khusus, otentik,dan
orisinil yang membedakan bangsa indonesia dari bansa lain.6

Pandangan Sosiologi Hukum terhadap Hukum dan Kekuasaan

Hukum itu sendiri sebenarnya juga adalah kekuasaan. Yang mana merupakan
salah satu sumber daripada kekuasaan, disamping sumber-sumber lainnya seperti
kekuatan ( fisik dan ekonomi), kewibawaan ( rohaniah, intelegensia, dan moral). Baik
buruknya suatu kekuasaan, tergantung dari bagaimana kekuasaan tersebut di
pergunakan. Kekuatan (force) yang diperlukan ini dalam kenyataanya dapat berwujud
sebagai berikut:

a. keyakinan moral dari masyarakat.

b. persetujuan (konsensus) dari seluruh rakyat.

c. kewibawaan dari seorang pemimpin kharismatik.

d. kekuataan semata-mata yang sewenang-wenang (kekerasaan belaka).

e. kombinasi dari faktor-faktor diatas, yang mana diatur secara eksplisit dalam
kaidah-kaidah hukum positif.

Perubahan-perubahan sosial yang terjadi didalam suatu masyarakat dapat


terjadi oleh karena bermacam-macam sebab. Didalam perubahan hukum ( terutama
yang tertulis ) pada umum nya dikenal dengan tiga badan yang dapat mengubah
hukum, yaitu: badan-badan pembentuk hukum, badan-badan penegak hukum, dan
badan-badan pelaksanaan hukum. Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kekuasaan
untuk membentuk dan mengubah Undang-Undang Dasar pada majelis
permusyawaratan rakyat (MPR) “pasal 3 Jo pasal 37”. Sedangkan kekuasaan untuk
membentuk Undang-Undang serta peraturan lain nya yang derajatnya dibawah

6
Lili rasjidi & Ira Thania Rasjidi, pengantar filsafat hukum, (bandung: mandar maju. 2010), hal. 76-77.
Undang-Undang, ada ditangan pemerintah dan Dewan Perwakilan Daerah.
Kekuasaan kehakiman antara lain mempunyai fungsi antara lain mempunyai fungsi
untuk membentuk hukum.7

7
Ibid...,Hal.113-114.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Hukum dan kekuasaan

Ditinjau dari sudut ilmu politik, hukum merupakan suatu sarana dari elit yang
memegang kekuasaan dan sedikit banyaknya dipergunakan sebagai alat untuk
mempertahankan kekuasaan, atau untuk menambah serta mengembangkannya. Secara
sosiologis, elit tersebut merupakan golongan kecil dalam masyarakat yang
mempunyai kedudukan yang tinggi atau tertinggi dalam masyarakat dan biasanya
berasal dari lapisan atas atau menengah atas. Baik burukya suatu kekuasaan,
tergantung dari bagaimana kekuasaan tersebut di pergunakan. Artinya, baik buruknya
kekuasaan senantiasa harus diukur dengan kegunaanya untuk mencapai suatu tujuan
yang sudah ditentukan atau disadari oleh masyarakat tersebut lebih dahulu. Hal ini
merupakan suatu yang mutlak bagi kehidupan masyarakat yang tertib dan bahkan
bagi setiap bentuk organisasi yang teratur. Akan tetapi, karena sifat dan hakikatnya,
kekuasaan tersebut supaya dapat bermanfaat harus ditetapkan ruang lingkup, arah,
dan batas-batasnya. Untukn itu diperlukan hukum yang ditetapkan oleh penguasa itu
sendiri yang hendak dipegang dengan teguh.8

8
Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H.,M.A. (Pokok-Pokok Sosiologi Hukum).hal.15.

Anda mungkin juga menyukai