Anda di halaman 1dari 17

KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi Kejang Demam


Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
o
38 C. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3
bulan-5 tahun.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi
bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4%
anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya
sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak
yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5
tahun. (Dona L.Wong, 2008)

B. Etiologi Kejang Demam


1. Faktor-faktor prenatal
2. Malformasi otak congenital
3. Faktor genetika
4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
5. Demam
6. Gangguan metabolisme
7. Trauma
8. Neoplasma, toksin
9. Gangguan sirkulasi
10. Penyakit degeneratif susunan saraf.
11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.
C. Patofisiologi Kejang Demam
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam
yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel
+
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K ) dan sangat sulit dilalui oleh
+ –
ion natrium (Na ) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl ). Akibatnya konsentrasi
+ +
ion K dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial
membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan
energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan
sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
a. Perubahankonsentrasi ion di ruangekstraselular
b. Rangsangan yang datangmendadakmisalnyamekanisme,
kimiawiataualiranlistrikdarisekitarnya
c. Perubahanpatofisiologidarimembransendirikarenapenyakitatauketurunan
o
Padakeadaandemamkenaikansuhu1 C
akanmengakibatkankenaikanmetabolisme basal 10-15 %
dankebutuhanoksigenakanmeningkat 20%. Padaanak 3 tahunsirkulasiotakmencapai
65 % dariseluruhtubuhdibandingkandengan orang dewasa yang hanya 15 %.
Olehkarenaitukenaikansuhutubuhdapatmengubahkeseimbangandarimembransel
neuron dandalamwaktu yang singkatterjadidifusidari ion kaliummaupun ion
natriumakibatterjadinyalepasmuatanlistrik.
Lepasmuatanlistrikinidemikianbesarnyasehinggadapatmeluaskeseluruhselmaupunke
membranselsekitarnyadenganbantuan “neurotransmitter” danterjadikejang.
Kejangdemam yang berlangsung lama (lebihdari 15 menit) biasanyadisertaiapnea,
meningkatnyakebutuhanoksigendanenergiuntukkontraksiototskelet yang
akhirnyaterjadihipoksemia, hiperkapnia,
asidosislaktatdisebabkanolehmetabolismeanerobik,
hipotensiartenaldisertaidenyutjantung yang tidakteraturdansuhutubuhmeningkat
yang
disebabkanmakinmeningkatnyaaktifitasototdanmengakibatkanmetabolismeotakmeni
ngkat

D. Nursing Pathway

Infeksi bakteri Rangsang mekanik dan biokimia.

Virus dan parasit gangguan keseimbangan cairan&elektrolit

perubahan konsentrasi ion

Reaksi inflamasidi ruang ekstraseluler

Resiko Infeksi

Proses demam
Ketidakseimbangan kelainan neurologis

Hipertermia potensial membran


perinatal/prenatal

ATP ASE

Resiko kejang berulang

+ +
difusi Na dan K

Pengobatan perawatan

Kondisi, prognosis, lanjut kejang resiko cedera

Dan diit

Defisitpengetahuan keluarga kurang dari lebih dari 15 menit

15 menit

perubahan suplay

Tidak menimbulkan Darah ke otak

gejala sisa

resiko kerusakan sel

Neuron otak

GangguanPerfusijaringan cerebral
E. Tanda dan gejala klinis Klinis Kejang Demam
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:

1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :

a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit


b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala


klinis sebagai berikut :

a. Kejang lama > 15 menit


b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

F. Klasifikasi Kejang Demam


A. Kejang demam sederhana
1) Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi
2) Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun
3) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6
tahun
4) Lamanya kejang berlangsung < 20 menit
5) Kejang tidak bersifat tonik klonik
6) Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
7) Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau
abnormalitas perkembangan
8) Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat
9) Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha,
2014)
B. Kejang demam kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan
otomatik; mengecap-ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang
berulang-ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa
otomatisme tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002)

G. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam


1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi
atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak
lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan
laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil
seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada
bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang
dari 18 bulan.

3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200
mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi
kejang Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.

H. Penaktalaksanaan Medis
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah
diazepam yang diberikan melalui interavena atau indra vectal.
Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama
setelah 20 menit.
b. Turunkan panas

c. Mencari dan mengobati penyebab


Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi
lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya
bila aga gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat
demam dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari.
Untuk profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral dengan
dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
1) Bebaskan jalan napas
2) Beri zat asam
3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Pertahankan tekanan darah
5)
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri
diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.
b. Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikasi
Dapat digunakan :
Penobarbital :5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
Diazepam : (indikasi khusus)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM

A. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesa
a. AktivitasatauIstirahat Keletihan, kelemahanumum
Keterbatasandalamberaktivitas, bekerja, dan lain-
lain
b. Sirkulasi
Iktal :Hipertensi, peningkatannadisinosis
Posiktal : Tanda-tanda vital normal ataudepresidenganpenurunannadi dan
pernafasan

c. Intergritas Ego
Stressoreksternalatauinternal yang berhubungandengankeadaan dan
ataupenanganan

Pekarangsangan
:pernafasantidakadaharapanatautidakberdayaPerubahandalamberhubungan
d. Eliminasi
1) Inkontinensiaepirodik
2) Makananataucairan
3) Sensitivitasterhadapmakanan, mualataumuntah yang
berhubungandenganaktivitaskejang
e. Neurosensori
1) Riwayatsakitkepala, aktivitaskejangberulang, pinsan, pusingriwayat trauma
kepala, anoreksia, daninfeksiserebal
2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
3) Posiktal : Kelamaan, nyeriotot, area paratiseatauparalisis
f. Kenyamanan
1) Sakitkepala, nyeriotot, (punggungpadaperiodeposiktal)
2) Nyeriabnormalproksimal selama fase iktal
g. Pernafasan
1) Faseiktal : Gigi menyetup, sinosis,
pernafasanmenuruncepatpeningkatansekresimulus

2) Faseposektal : Apnea
h. Keamanan
1) Riwayatterjatuh
2) Adanyaalergi
i. InteraksiSosial
Masalahdalamhubungan interpersonal dalamkeluargalingkungansosialnya
2. PemeriksaanFisik
a. Aktivitas
1) Perubahan tonus ototataukekuatanotot
2) Gerakaninvolanterataukontraksiototatausekelompokotot
b. Integritas Ego
1) Pelebaranrentangresponemosional
c. Eleminasi
Iktal :penurunantekanankandungkemihdan tonus spinter
Posiktal :ototrelaksasi yang mengakibatkaninkonmesia
d. Makananataucairan
1) Kerusakanjaringanlunak (cederaselamakejang)
2) Hyperplasia ginginal
e. Neurosensori (karakteristikkejang)
1) Faseprodomal :Adanyaperubahan pada reaksiemosiatauresponefektifitas yang
tidakmenentu yang mengarah pada fase area.
2) Kejangumum
Tonik – klonik :kekakuandanposturmenjejak, mengenagpeningkatankeadaan,
pupil dilatasi, inkontineusia urine
3) Fosiktal : pasientertidurselama 30 menitsampaibeberapajam, lemahkalau
mental dan anesia
4) Absen (patitmal) : periodegangguankesadaran dan ataumakanan
5) Kejangparsial
Jaksomiaataumotorikfokal :seringdidahuluidengan aura, berakhir 15
menittdakadapenurunankesadarangerakanersifatkonvulsif
f. Kenyamanan
Sikapatautingkahlaku yang berhati-hati
Perubahanpada tonus otot
Tingkahlakudistraksiataugelisah
g. Keamanan
Trauma padajaringanlunak
Penurunankekuatanatautonusotot secara menyeluruh
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kerusakan sel neuron otak
3. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas

4. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh


5. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang berhubungan
dengan kurangnya informasi.

C. Rencana Keperawatan
No Dx Tujuan dan kriteria Intervensi
hasil
1. Hipertermi Setelah dilakukan 1. Monitor suhu tubuh sesering mungkin
berhubungan asuhan keperawatan 2. Monitor warna kulit
dengan proses selama 2x24 jam 3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
infeksi diharapkan tidak terjadi 4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
hipertermi atau 5. Tingkatkan sirkulasi udara dengan
peningkatan suhu membatasi pengunjung
tubuh dengan kriteria 6. Berikan cairan dan elektrolit sesuai
hasil: kebutuhan
a. Suhu tubuh dalam 7. Menganjurkan menggunakan pakaian
rentan normal yang tipis dan menyerap keringat
o 8. Berikan edukasi pada keluarga tentang
(36,5-37 C)

b. Nadi dalam rentan kompres hangat dilanjutkan dengan


normal 80- kompres dingin saat anak demam
120x/menit 9. Kolaborasi dengan dokter dalam
c. RR dalam rentan pemberian obat penurun panas
normal 18-
24x/menit
d. Tidak ada
perubahan warna
kulit dan tidak ada
pusing.

2. Gangguan Setelah diberikan 1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR


perfusi jaringan asuhan keperawatan 2. Catat adanya penginkatan TD
cerebral selama 2x24 jam 3. Monitor jumlah dan irama jantung
berhubungan diharapkan pasien 4. Monitor tingkat kesadaran
dengan tampak tidak lemah, 5. Monitor GCS
kerusakan tidak pucat, kulit tidak
neuromuskular kebiruan dengan
otak kriteria hasil:
a. TD sistole dan
diastole dalam
batas normal 80-
100/60 mmHg
b. RR normal 20-30
x/menit
c. Nadi normal 80-90
x/menit
d. Suhu normal 36-37
derajat celcius
e. GCS 456

3. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang aman


cedra tindakan keperawatan untuk pasien
berhubungan selama 2x24 jam 2. Identifikasi kebutuhan dan
dengan spasme diharapkan masalah keamanan pasien
otot ekstermitas tidak menjadi aktual 3. Menghindarkan lingkungan yang
dengan kriteria hasil: berbahaya
a. Tidak terjadi 4. Memasang side rail tempat tidur
kejang 5. Menyediakan tempat tidur yang
b. Tidak terjadi nyaman dan bersih
cedra 6. Membatasi pengunjung
7. Memberikan penerangan yang
cukup
8. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien
9. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
10. Edukasi tentang penyakit kepada
keluarga.

4. Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan 1. Batasi pengunjung


penurunan askep 3x 24 jam infeksi 2. Bersihkan lingkungan pasien secara
imunitas tubuh terkontrol, status imun benar setiap setelah digunakan
adekuat pasien
KRITERIA HASIL :
a. Bebas dari tanda 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
dangejala infeksi. merawat pasien, dan ajari cuci
b. Keluarga tahu tangan yang benar
tanda-tanda 4. Anjurkan pada keluarga untuk selalu
infeksi. menjaga kebersihan klien
c. Angka leukosit 5. Tingkatkan masukkan gizi yang
normal (9000– cukup
12.000/mm3) 6. Tingkatkan masukan cairan yang
cukup
7. Anjurkan istirahat
8. Ajari keluarga cara
menghindari infeksi serta tentang
tanda dan gejala infeksi dan segera
untuk melaporkan keperawat
kesehatan
9. Pastikan penanganan aseptic semua
daerah IV (intra vena)
10. Kolaborasi dalam pemberian therapi
antibiotik yang sesuai, dan anjurkan
untuk minum obat sesuai aturan.

5. Kurangnya
pengetahuan Setelah di lakukan 1. Informasi keluarga tentang kejadian
keluarga tindakan keperawatan kejang dan dampak masalah, serta
tentang selama 2x24 jam beritahukan cara perawatan dan
penanganan keluarga mengerti pengobatan yang benar.
penderita maksud dan tujuan 2. Informasikan juga tentang bahaya
selama kejang dilakukan tindakan yang dapat terjadi akibat pertolongan
berhubungan perawatan selama yang salah.
dengan kejang.kriteria hasil : 3. Ajarkan kepada keluarga untuk
kurangnya b. Keluarga memantau perkembangan yang
informasi. mengerti cara terjadi akibat kejang.
penanganan 4. Kaji kemampuan keluarga terhadap
kejang dengan penanganan kejang.
c. Keluarga
tanggap dan
dapat
melaksanakan
peawatan
kejang.
d. Keluarga
mengerti
penyebab
tanda yang
dapat
menimbulkan
kejang.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk, (2000). KapitaSelektakedokteran. Edisi 3. MedicaAesculpalus,


FKUI. Jakarta

Amid dan Hardhi, 2013. Diagnosis keperawatan, NANDA NIC-NOC, EGC, Jakarta

Carolin, Elizabeth J. 2002. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta.

Carpenito, L.J.,2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, EGC,


Jakarta

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, alih bahasa; I Made
Kariasa, editor; Monica Ester, Edisi 3. EGC: Jakarta.

Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta:
Salemba medika.

Judith M. Wilkinson, ( 2016) Diagnosis keperawatan NANDA NIC-NO, Edisi :


10.EGC ,Jakarta

Maeda, Dkk. Lpkejangdemam. 12 mai 2018.


https://www.scribd.com/doc/240209755/LP-Kejang-Demam

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


(2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika

Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica


Ester. Edisi: 3. Jakarta: ECG
Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta:
Salemba medika.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


(2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika

Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica


Ester. Edisi: 3. Jakarta: ECG

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth, alih bahasa; Agung Waluyo, editor; Monica Ester, Edisi 8 . EGC: Jakarta.

Tucker, Susan Martin. 1998. Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan,


Diagnosis dan Evaluasi, Edisi 5. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai