Anda di halaman 1dari 6

OPEC (Organization of the Petroleum Exporting

Countries)

I. Sejarah
Venezuela adalah negara pertama yang memprakarsai pembentukan
organisasi OPEC dengan mendekati Iran, Gabon, Libya, Kuwait dan Saudi
Arabia pada tahun 1949, menyarankan mereka untuk menukar pandangan dan
mengeksplorasi jalan lebar dan komunikasi yang lebih dekat antara negara-
negara penghasil minyak. Pada 10 – 14 September 1960, atas gagasan dari
Menteri Pertambangan dan Energi Venezuela Juan Pablo Pérez Alfonzo dan
Menteri Pertambangan dan Energi Saudi Arabia Abdullah Al Tariki,
pemerintahan Irak, Persia atau Iran, Kuwait, Saudi Arabia dan Venezuela
bertemu di Baghdad untuk mendiskusikan cara-cara untuk meningkatkan harga
dari minyak mentah yang dihasilkan oleh masing-masing negara. OPEC
didirikan di Baghdad, dicetuskan oleh satu hukum 1960 yang dibentuk oleh
Presiden Amerika Dwight Eisenhower yang mendesak kuota dari impor minyak
Venezuela dan Teluk Persia seperti industri minyak Kanada dan Mexico.
Kelima negara tersebut (Irak, Persia atau Iran, Kuwait, Saudi Arabia dan
Venezuela) selanjutnya dikenal sebagai negara pendiri OPEC.

Eisenhower membentuk keamanan nasional, akses darat persediaan energi,


pada waktu perang. Yang menurunkan harga dari minyak dunia di wilayah ini,
Presiden Venezuela Romulo Betancourt bereaksi dengan berusaha membentuk
aliansi dengan negara-negara Arab produsen minyak sebagai satu strategi untuk
melindungi otonomi dan profabilitas dari minyak Venezuela. Sebagai hasilnya,
OPEC didirikan untuk menggabungkan dan mengkoordinasi kebijakan-
kebijakan dari negara-negara anggota sebagai kelanjutan dari yang telah
dilakukan.
II. Tujuan OPEC
Tujuan yang hendak dicapai OPEC yaitu: “preserving and enhancing the
role of oil as a prime energy source in achieving sustainable economic
development” melalui:
Koordinasi dan unifikasi kebijakan perminyakan antar negara anggota;
Menetapkan strategi yang tepat untuk melindungi kepentingan negara
anggota;
Menerapkan cara-cara untuk menstabilkan harga minyak di pasar
internasional sehingga tidak ter- jadi fluktuasi harga;
Menjamin income yang tetap bagi negara-negara produsen minyak;
Menjamin suplai minyak bagi konsumen;
Menjamin kembalinya modal investor di bidang minyak secara adil.

III. Peran Serta Indonesia dalam OPEC


Indonesia memiliki kesempatan untuk menempatkan sumber daya
manusianya untuk bekerja di sekretariat OPEC. Hal ini merupakan investasi
jangka panjang karena akan dapat menjadi network bagi Indonesia di masa
datang.
OPEC tetap membutuhkan Indonesia sebagai faktor penyeimbang dalam
komposisi keanggotaannya. Indonesia merupakan satu-satunya negara asia yang
menjadi anggota Opec. Keanggotaan Opec yang didominasi oleh negara –
negara timur tengah tidak akan menguntungkan dalam sudut pandang citra
OPEC di dunia internasional. Citra Indonesia sebagai negara demokratis dan
berpenduduk muslim terbesar dan moderat di dunia dapat membantu perbaikan
citra OPEC.
Dalam OPEC sendiri belum ada tuntutan agar indonesia mengkaji
keanggotaannya karena turunnya tingkat produksi minyak bumi Indonesia serta
mulainya Indonesia menjadi negara importir minyak. OPEC menyadari bahwa
kemungkinan penurunan ekspor minyak negara – negara anggota adalah salah
satu akibat dari kurangnya investasi di sektor perminyakan negara tersebut.

IV. Alasan Indonesia keluar dari OPEC


Di karenakan indonesia pada Mei 2008 indonesia telah mengajukan
surat dari OPEC (Organization,Of,The,Petroleum Exporting
Countries) mengingat sekarang Indonesia telah menjadi importir minyak (sejak
tahun 2003) atau net importer dan tidak mampu memenuhi QUOTA yang telah
di tetapkan.

Dapat kita simpulkan bahwa mengapa Indonesia keluar dari opec


dikarenakan Indnesaia telah menjadi importir minyak dan tidak mampu
memenuhi QUOTA yang telah di tetapkan.

~}R{~
APEC (Asia Pacific Economic Cooperation)

I. Sejarah APEC
Dinamika ekonomi politik Asia Pasifik pada akhir tahun 1993 tampak
memasuki babak baru, terutama dalam bentuk pengorganisasian kerja sama
perdagangan dan investasi regional. Dalam hal ini, negara-negara Asia Pasifik
berbeda dengan negara-negara di Eropa Barat. Negara-negara di Eropa Barat
memulainya dengan membentuk wadah kerja sama regional. Dengan organisasi
itu, ekonomi di setiap negara saling berhubungan dan menghasilkan ekonomi
Eropa yang lebih kuat daripada sebelum Perang Dunia II. Sebaliknya, negara-
negara Asia Pasifik, terutama sejak tahun 1970-an, saling berhubungan secara
intensif dan menimbulkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi walaupun tanpa
kerangka kerja sama formal seperti yang ada di Eropa. Bahkan, berbagai
transaksi ekonomi terjadi antarnegara yang kadang-kadang tidak memiliki
hubungan diplomatik. Taiwan adalah contoh negara yang tidak diakui eksistensi
politiknya, tetapi menjadi rekanan aktif sebagian besar negara Asia Pasifik
dalam kegiatan ekonomi. Sekarang dinamika ekonomi itu dianggap
memerlukan wadah organisasi yang lebih formal.

Dunia usaha lebih dahulu merasakan adanya kebutuhan akan organisasi itu,
seperti tercermin dalam pembentukan Pacific Basin Economic Council (PBEC)
tahun 1969. Organisasi ini beranggotakan pebisnis dari semua negara Asia
Pasifik, kecuali Korea Utara dan Kampuchea. Organisasi PBEC aktif
mendorong perdagangan dan investasi di wilayah Asia Pasifik, tetapi hanya
melibatkan sektor swasta.

Pada tahun 1980 muncul Pacific Economic Cooperation Council (PECC).


Organisasi yang lahir di Canberra, Australia ini menciptakan kelompok kerja
untuk mengidentifikasi kepentingan ekonomi regional, terutama perdagangan,
sumber daya manusia, alih teknologi, energi, dan telekomunikasi. Walaupun
masih bersifat informal, PECC melibatkan para pejabat pemerintah, pelaku
bisnis, dan akademis. Salah satu hasil kegiatan PECC adalah terbentuknya Asia
Pasific Economic Cooperation (APEC) sebagai wadah kerja sama bangsa-
bangsa di kawasan Asia Pasifik di bidang ekonomi yang secara resmi terbentuk
bulan November 1989 di Canberra, Australia. Pembentukan APEC atas
usulan Perdana Menteri Australia, Bob Hawke. Suatu hal yang
melatarbelakangi terbentuknya APEC adalah perkembangan situasi politik dan
ekonomi dunia pada waktu itu yang berubah secara cepat dengan munculnya
kelompok-kelompok perdagangan seperti MEE, NAFTA. Selain itu perubahan
besar terjadi di bidang politik dan ekonomi yang terjadi di Uni Soviet dan Eropa
Timur. Hal ini diikuti dengan kekhawatiran gagalnya perundingan Putaran
Uruguay (perdagangan bebas). Apabila masalah perdagangan bebas gagal
disepakati, diduga akan memicu sikap proteksi dari setiap negara dan sangat
menghambat perdagangan bebas. Oleh karena itu, APEC dianggap bisa menjadi
langkah efektif untuk mengamankan kepentingan perdagangan negara-negara di
kawasan Asia Pasifik.

II. Tujuan APEC


 bekerja untuk mengurangi tarif dan hambatan perdagangan lainnya di seluruh
kawasan Asia-Pasifik,
 menciptakan ekonomi domestik yang efisien dan secara dramatis meningkatkan
ekspor.
 terwujudnya perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka di Asia-Pasifik
pada 2010 untuk negara-negara industri dan pada 2020 untuk negara-negara
berkembang.
 Tujuan ini diadopsi oleh pemimpin pada pertemuan 1994 di Bogor, Indonesia.
III. Peran serta Indonesia di APEC
Indonesia menjadi anggota APEC sejak pembentukannya pada 1989 dan
telah memberi berbagai kontribusi positif bagi perkembangan APEC. Peran
Indonesia pada dekade awal pembentukan APEC sejalan dengan kondisi
internasional dan kepentingan Indonesia pada saat itu. Perang Dingin baru saja
berakhir dan sistem ekonomi berdasarkan ideologi pasar bebas dan persaingan
bebas menjadi dominan. Kontribusi utama Indonesia pada awal pembentukan
APEC adalah merumuskan Bogor Declaration pada saat Keketuaan APEC
Indonesia tahun 1994, termasuk di dalamnya adalah Bogor Goals. Bogor Goals
menjadi fokus utama APEC untuk membentuk suatu kawasan Asia Pasifik yang
lebih bebas dan terbuka bagi perdagangan dan investasi. Target pencapaian
Bogor Goals bagi negara maju adalah pada 2010, sementara bagi negara
berkembang adalah pada 2020.

Anda mungkin juga menyukai