Anda di halaman 1dari 16

Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh pada sel-sel di leher rahim.

Umumnya, kanker serviks tidak


menunjukkan gejala pada tahap awal. Gejala baru muncul saat kanker sudah mulai menyebar. Dalam
banyak kasus, kanker serviks terkait dengan infeksi menular seksual.

Serviks adalah bagian bawah rahim yang terhubung ke vagina. Salah satu fungsi serviks adalah
memproduksi lendir atau mukus. Lendir membantu menyalurkan sperma dari vagina ke rahim saat
berhubungan seksual. Selain itu, serviks juga akan menutup saat kehamilan untuk menjaga janin tetap di
rahim, dan akan melebar atau membuka saat proses persalinan berlangsung.

Kanker Serviks-Alodokter

Kanker serviks adalah salah satu jenis kanker yang paling mematikan pada wanita, selain kanker
payudara. Berdasarkan penelitian yang dirilis WHO pada tahun 2014, lebih dari 92 ribu kasus kematian
pada wanita di Indonesia disebabkan oleh penyakit kanker. Dari jumlah tersebut, 10% terjadi karena
kanker serviks. Sedangkan menurut data Kementerian Kesehatan RI, setidaknya terjadi 15000 kasus
kanker serviks setiap tahunnya di Indonesia.

Jenis Kanker Serviks

Deteksi jenis kanker serviks yang diderita pasien akan membantu dokter dalam memberikan penanganan
yang tepat. Jenis kanker serviks terbagi dua, yaitu:

Karsinoma sel skuamosa (KSS). KSS adalah jenis kanker serviks yang paling sering terjadi. KSS bermula
pada sel skuamosa, yaitu sel yang melapisi bagian luar leher rahim.

Adenokarsinoma. Jenis kanker serviks ini bermula pada sel kelenjar pada saluran leher rahim.

Pada kasus yang jarang, kedua jenis kanker serviks di atas dapat terjadi secara bersamaan.

Stadium Kanker Serviks

Tahap atau stadium digunakan untuk menjelaskan tingkat penyebaran kanker. Semakin tinggi stadium
kanker, maka semakin luas penyebarannya. Berikut ini adalah stadium kanker serviks berdasarkan
penyebarannya:
Stadium 1

Sel kanker tumbuh di permukaan leher rahim, tetapi belum menyebar ke luar rahim.

Terdapat kemungkinan kanker sudah menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya, namun belum
menyerang organ di sekitarnya.

Ukuran kanker bervariasi, bahkan bisa lebih dari 4 cm.

Stadium 2

Kanker sudah menyebar ke rahim, namun belum menyebar hingga ke bagian bawah vagina atau dinding
panggul.

Terdapat kemungkinan kanker sudah menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya, namun belum
menyerang organ di sekitarnya.

Ukuran kanker bervariasi, bahkan bisa lebih dari 4 cm.

Stadium 3

Kanker sudah menyebar ke bagian bawah vagina, serta menekan saluran kemih dan menyebabkan
hidronefrosis.

Terdapat kemungkinan kanker sudah menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya, namun belum
menyerang organ di sekitarnya.

Stadium 4

Kanker telah menyebar ke organ lain, seperti kandung kemih, hati, paru-paru, usus, atau tulang.

Penelitian mengungkapkan bahwa angka harapan hidup pada penderita kanker serviks tergantung
stadium yang dialami. Meskipun demikian, angka harapan hidup hanya hitungan persentase penderita
yang masih hidup, lima tahun setelah didiagnosis menderita kanker serviks.

Sebagai contoh, angka harapan hidup 80% berarti 80 dari 100 penderita bertahan hidup 5 tahun setelah
terdiagnosis kanker serviks. Perlu diketahui, banyak penderita yang hidup lebih dari 5 tahun setelah
didiagnosis kanker serviks. Berikut adalah angka harapan hidup pada penderita kanker serviks
berdasarkan stadium yang dialami:

Stadium 1 – 80-93%

Stadium 2 – 58-63%

Stadium 3 – 32-35%

Stadium 4 – 15-16%

#Gejala

Kanker serviks umumnya tidak menimbulkan gejala pada stadium awal. Gejala baru muncul saat kanker
memasuki stadium lanjut. Pada kondisi tersebut, gejala yang muncul bisa berupa:

Perdarahan melalui vagina di luar masa menstruasi, setelah berhubungan intim, atau setelah
menopause.

Keluar cairan berbau tidak sedap dari vagina, yang kadang bercampur darah.

Timbul rasa sakit tiap berhubungan seksual.

Nyeri panggul.

Bila kanker semakin menyebar ke jaringan di sekitarnya, beberapa gejala lain yang dapat muncul
meliputi:

Diare.

Mual dan muntah.

Kejang.

Kehilangan selera makan.

Penurunan berat badan.

Perut membengkak.

Nyeri saat buang air kecil.

Terdapat darah dalam urine (hematuria).


Perdarahan pada dubur saat buang air besar.

Pembengkakan pada kaki.

Tubuh mudah lelah.

Segera periksakan diri ke dokter jika mengalami perdarahan pada vagina setelah menopause. Walaupun
umumnya disebabkan oleh kanker serviks, kondisi tersebut juga dapat disebabkan oleh kondisi lain,
seperti polip rahim atau vagina kering.

#penyebab

Kanker serviks terjadi ketika sel-sel yang sehat mengalami perubahan atau mutasi genetik. Mutasi
genetik ini mengubah sel yang normal menjadi abnormal, kemudian berkembang secara tidak terkendali
dan membentuk sel kanker. Walau demikian, hingga saat ini belum diketahui apa yang menyebabkan
perubahan pada gen tersebut.

Sel kanker yang tidak ditangani, akan menyebar ke jaringan di sekitarnya. Penyebaran terjadi melalui
sistem limfatik, yaitu aliran getah bening yang berfungsi menghasilkan antibodi untuk melawan infeksi.
Bila sudah mencapai sistem limfatik, sel kanker dapat menyebar ke berbagai organ tubuh, misalnya
tulang. Proses ini disebut dengan metastasis.

Meskipun belum diketahui apa penyebab pasti kanker serviks, ada beberapa faktor yang meningkatkan
risiko kanker ini. Faktor utamanya adalah kelompok virus yang disebut HPV (human papilloma virus) yang
menginfeksi leher rahim. Selain daerah kelamin, HPV juga dapat menginfeksi kulit dan membran mukosa
di anus, mulut, serta tenggorokan.

HPV pada serviks menular melalui hubungan seksual dan penularan ini semakin berisiko bila memiliki
lebih dari satu partner seksual, hubungan seks pada usia dini, individu dengan kekebalan tubuh lemah
(misalnya pada pasien HIV/AIDS), serta penderita infeksi menular seksual, seperti gonore, klamidia, dan
sifilis.

Pada banyak kasus, infeksi HPV sembuh dengan sendirinya. Tetapi pada sebagian wanita, infeksi HPV
memicu perubahan abnormal pada sel di rahim. Perubahan abnormal ini disebut cervical intraepitheal
neoplasia (CIN), yaitu suatu kondisi pra-kanker yang akan berkembang menjadi kanker bila tidak segera
ditangani. Namun demikian, diketahui hanya 5% infeksi HPV yang berkembang menjadi CIN dalam kurun
waktu 3 tahun. Sedangkan perkembangan dari CIN menjadi kanker serviks dapat terjadi dalam 5 hingga
30 tahun.

Penelitian menunjukkan, lebih dari 99% kasus kanker serviks terkait dengan HPV. Meskipun demikian,
tidak semua HPV menyebabkan kanker serviks. Dari 100 lebih tipe virus HPV, hanya 15 di antaranya yang
terkait dengan kanker serviks, terutama HPV 16 dan HPV 18.

Faktor lain yang dapat memicu kanker serviks adalah merokok. Wanita perokok dua kali lebih berisiko
terserang kanker serviks dibanding wanita yang tidak merokok. Zat kimia di dalam rokok dapat masuk ke
aliran darah, dan diyakini dapat memengaruhi sel tubuh dan memicu berbagai kanker, termasuk kanker
serviks.

Di samping sejumlah faktor di atas, beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang
mengalami kanker serviks adalah:

Berat badan berlebih (obesitas).

Kurang konsumsi buah dan sayuran.

Mengonsumsi obat pencegah keguguran (dietilstilbestrol) dalam masa kehamilan.

Mengonsumsi pil KB selama 5 tahun atau lebih.

Melahirkan lebih dari 5 anak, atau melahirkan di bawah usia 17 tahun.

Riwayat kanker serviks dalam keluarga.

Pengobatan terhadap kanker serviks meliputi bedah, kemoterapi, radioterapi, atau kombinasi ketiganya.
Metode yang dipilih tergantung kepada beberapa faktor, yaitu stadium kanker, jenis kanker, serta kondisi
kesehatan pasien. Sejumlah pengobatan yang dapat dilakukan pada kanker serviks meliputi:

Bedah
Beberapa metode bedah dapat menangani kanker serviks, terutama pada stadium awal. Di antaranya
adalah:

Bedah laser. Bedah laser bertujuan menghancurkan sel kanker dengan menembakkan sinar laser melalui
vagina.

Cryosurgery. Cyrosurgery menggunakan nitrogen cair untuk membekukan dan menghancurkan sel
kanker.

Konisasi atau biopsi kerucut. Prosedur ini bertujuan mengangkat sel kanker menggunakan pisau bedah,
laser, atau kawat tipis yang dialiri listrik (LEEP). Metode konisasi yang dipilih tergantung pada lokasi dan
jenis kanker.

Histerektomi. Histerektomi adalah bedah untuk mengangkat rahim (uterus) dan leher rahim (serviks).
Pengangkatan sel kanker dapat dilakukan melalui sayatan di perut (abdominal hysterectomy), atau
dengan laparoskopi (laparoscopic hysterectomy). Selain dua metode tersebut, kanker juga bisa diangkat
melalui vagina (vaginal hysterectomy).

Pada kanker yang sudah menyebar luas, dokter juga akan mengangkat area vagina, serta ligamen dan
jaringan di sekitarnya. Selain itu, ovarium (indung telur), saluran indung telur, dan kelenjar getah bening
di sekitarnya juga akan diangkat. Prosedur ini disebut histerektomi radikal.

Perlu diketahui bahwa histerektomi akan membuat pasien tidak lagi bisa memiliki anak, dan
mengakibatkan menopause pada wanita yang seharusnya belum mengalaminya. Selain itu, histerektomi
juga dapat menimbulkan komplikasi jangka pendek seperti infeksi, perdarahan, terbentuknya gumpalan
darah, dan cedera pada kandung kemih, ureter (saluran urine dari ginjal ke kandung kemih), atau
rektum.

Sedangkan pada kasus yang jarang, komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi adalah limfedema
(pembengkakan pada lengan dan tungkai akibat penyumbatan saluran getah bening) dan inkontinensia
urine (urine keluar tidak terkontrol). Kemungkinan komplikasi lainnya dapat berupa timbulnya sumbatan
pada usus akibat terbentuknya jaringan parut, dan nyeri saat berhubungan seks akibat vagina yang
terlalu pendek dan kering.

Trakelektomi radikal. Bedah trakelektomi bertujuan mengangkat serviks, vagina bagian atas, serta
kelenjar getah bening di area pinggul, melalui laparoskopi. Pada trakelektomi, rahim tidak ikut diangkat,
dan disambungkan ke bagian bawah vagina. Oleh karena itu, pasien masih memungkinkan memiliki
anak.

Bilateral salpingo oophorectomy. Bedah ini digunakan untuk mengangkat kedua ovarium dan tuba falopi.

Pelvic exenteration. Pelvic exenterationadalah operasi besar yang hanya disarankan jika kanker serviks
kambuh kembali setelah sempat sembuh. Operasi ini dilakukan jika kanker kembali ke daerah panggul,
tapi belum menyebar ke wilayah lain.

Ada dua tahapan pelvic exenteration yang harus dilewati. Di tahap pertama, kanker dan vagina akan
diangkat. Kandung kemih dan rektum juga mungkin ikut diangkat. Lalu pada tahap kedua, 1-2 lubang
(stoma) akan dibuat di perut sebagai jalan untuk mengeluarkan urine dan feses. Kotoran yang dibuang
dimasukkan ke dalam kantung penyimpanan yang disebut kantung kolostomi.

Setelah prosedur bedah selesai, dokter akan menggunakan kulit dan jaringan dari bagian tubuh lain
untuk membuat vagina baru.

Radioterapi

Radioterapi adalah metode pengobatan kanker yang menggunakan sinar radiasi tinggi untuk membunuh
sel kanker. Untuk kanker serviks stadium awal, radioterapi bisa dijalankan sebagai pengobatan tunggal
atau dikombinasikan dengan bedah. Sedangkan pada kanker serviks stadium lanjut, radioterapi dapat
dikombinasikan bersama kemoterapi untuk mengendalikan nyeri dan perdarahan.

Radioterapi bisa diberikan dengan dua cara, yaitu:


1. Radioterapi eksternal. Radioterapi eksternal atau disebut juga external beam radiation therapy (EBRT),
dilakukan dengan menggunakan mesin radioterapi. Mesin ini akan menembakkan gelombang energi
tinggi ke area panggul pasien untuk menghancurkan sel kanker. Pada umumnya, pasien menjalani EBRT 5
hari dalam seminggu, selama 6-7 pekan. EBRT akan dikombinasikan dengan pemberian obat kemoterapi
dalam dosis rendah, seperti cisplatin. Walaupun demikian, EBRT juga dapat diberikan sebagai
pengobatan tunggal, terutama pada pasien yang tidak bisa menjalani kemoterapi.

2. Radioterapi internal. Radioterapi internal atau brakiterapi dilakukan dengan memasukkan implan
radioaktif melalui vagina, dan ditempatkan langsung di sel kanker atau di dekatnya. Brakiterapi sering
dikombinasikan dengan EBRT sebagai terapi utama kanker serviks. Brakiterapi dapat diberikan dengan
dosis rendah selama beberapa hari. Bisa juga diberikan dalam dosis tinggi selama seminggu. Pada
brakiterapi dosis tinggi, implan radioaktif akan dimasukkan dan didiamkan selama beberapa menit, lalu
dikeluarkan.

Dalam jangka pendek, EBRT dapat menyebabkan efek samping seperti diare, mual muntah, kram perut,
tubuh lemas, iritasi kulit, perdarahan pada vagina atau rektum, dan inkontinensia urine. Efek samping
lainnya meliputi nyeri pada vagina (terutama saat berkemih), perubahan siklus menstruasi, menopause
dini, cystitis, serta kekurangan sel darah seperti sel darah putih (leukopenia). Sedangkan pada
brakiterapi, efek samping jangka pendek yang umumnya muncul adalah iritasi pada vagina.

Pada beberapa kasus, efek samping di atas dapat bersifat permanen. Tetapi, kebanyakan efek samping
akan hilang dalam 2 bulan setelah menyelesaikan pengobatan.

Dalam jangka panjang, EBRT dan brakiterapi dalam menimbulkan efek samping seperti vaginal stenosis
(kondisi vagina menyempit atau memendek). Kondisi ini akan menyebabkan nyeri pada vagina saat
berhubungan seks. Selain itu, terapi radiasi pada panggul dapat melemahkan tulang. Bahkan, patah
tulang panggul dapat terjadi 2-4 tahun setelah menjalani radioterapi. Efek samping lainnya adalah
limfedema atau pembengkakan pada kaki akibat penyumbatan saluran getah bening.

Untuk mencegah efek samping seperti kemandulan, dokter akan menyarankan pasien menjalani
pengambilan sel telur, sehingga pasien dapat menjalani bayi tabung di kemudian hari. Sedangkan untuk
mencegah menopause dini, ovarium bisa dipindahkan ke area panggul yang tidak terkena radiasi.
Prosedur ini dikenal dengan istilah ovarian transposition.
Kemoterapi

Kemoterapi adalah metode pengobatan dengan memberikan pasien obat antikanker dalam bentuk obat
minum atau suntik. Obat ini dapat memasuki aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Oleh karena
itu, kemoterapi sangat berguna dalam membunuh sel kanker berbagai area tubuh.

Umumnya, kemoterapi dikombinasikan dengan radioterapi secara bersamaan untuk meningkatkan


efektivitas radioterapi. Metode ini disebut juga dengan kemoradiasi. Contoh obat yang digunakan dalam
kemoradiasi adalah cisplatin (diberikan 4 jam sebelum pasien menjalani radioterapi) atau cisplatin
dengan 5-fluorouracil (diberikan tiap 4 minggu selama pasien menjalani radioterapi).

Kemoterapi juga digunakan untuk menangani kanker yang telah menyebar ke organ dan jaringan lain.
Beberapa obat kemoterapi yang digunakan dalam kondisi ini, antara lain adalah carboplatin, cisplatin,
gemcitabine, atau paclitaxel.

Selain dikombinasikan dengan radioterapi, kemoterapi juga dapat diberikan sebagai pengobatan tunggal
pada kanker serviks stadium lanjut. Tujuannya adalah untuk memperlambat penyebaran sel kanker dan
meredakan gejala yang dialami. Metode ini disebut juga kemoterapi paliatif.

Meskipun ampuh dalam membunuh sel kanker, kemoterapi juga dapat merusak sel tubuh yang sehat.
Oleh karena itu, sejumlah efek samping muncul akibat penggunaan obat kemoterapi. Efek samping yang
muncul tergantung kepada jenis dan dosis obat yang digunakan, serta lama pengobatan yang dijalani.
Efek samping yang paling sering timbul pada pasien yang menjalani kemoterapi adalah rambut rontok.
Walaupun demikian, tidak semua obat kemoterapi menyebabkan kerontokan rambut, contohnya
cisplatin.

Obat kemoterapi dapat merusak sel penghasil darah di tulang sumsum. Kondisi ini akan menyebabkan
tubuh kekurangan sel darah, sehingga pasien rentan mengalami infeksi, memar dan perdarahan, serta
sesak napas.

Beberapa efek samping lain yang dapat muncul akibat kemoterapi adalah:
Diare

Kehilangan nafsu makan

Mual muntah

Sariawan

Lemas

Perlu diketahui bahwa obat kemoterapi dapat merusak ginjal. Oleh karena itu, penting bagi pasien yang
menjalani kemoterapi untuk rutin melakukan tes darah, agar kondisi ginjal selalu terpantau.

Terapi Target

Terapi target adalah pemberian obat yang menghambat pertumbuhan tumor. Jenis obat yang digunakan
dalam terapi target memiliki fungsi yang berbeda dengan obat kemoterapi biasa. Salah satu golongan
obat terapi target adalah penghambat angiogenesis (misalnya, bevacizumab). Obat ini bekerja dengan
menghambat angiogenesis, yaitu proses di mana tumor membentuk pembuluh darah baru, guna
mendukung perkembangannya.

Efek samping yang mungkin muncul akibat terapi target dapat berupa tekanan darah tinggi, lemas, dan
kehilangan nafsu makan. Pada kasus yang jarang, efek samping yang lebih serius meliputi perdarahan,
terbentuknya gumpalan darah, dan terbentuknya fistula (saluran abnormal antara vagina dan bagian
usus besar).

Setelah kanker berhasil diangkat, sangat penting bagi pasien untuk menjalani pemeriksaan lanjutan,
terutama pada vagina dan leher rahim (jika rahim belum diangkat). Pemeriksaan bertujuan untuk
melihat kemungkinan kanker tumbuh kembali. Bila pemeriksaan menunjukkan hasil yang mencurigakan,
dokter dapat menjalankan biopsi.

Pasien disarankan menjalani pemeriksaan lanjutan tiap 3-6 bulan sekali, selama 2 tahun pertama setelah
pengobatan selesai. Lalu dilanjutkan tiap 6-12 bulan untuk 3 tahun berikutnya.

Bagi pasien yang sedang hamil, pengobatan kanker serviks tergantung stadium dan umur kehamilan.
Pada penderita kanker serviks stadium 1, dokter bisa menjalankan konisasi atau trakelektomi radikal.
Sedangkan pada pasien kanker serviks stadium 2 sampai stadium 4, tidak dibolehkan menjalani
radioterapi atau bedah hingga pasien melahirkan. Sebagai gantinya, dokter dapat memberikan
kemoterapi pada trimester kedua atau ketiga kehamilan.

#pencegahan

Kanker Serviks

PENGERTIAN GEJALA PENYEBAB DIAGNOSIS PENGOBATAN KOMPLIKASI PENCEGAHAN

Pencegahan Kanker Serviks

Anda dapat melakukan beberapa langkah pencegahan guna mengurangi risiko terserang kanker serviks,
di antaranya:

Berhubungan seks secara aman. Gunakan kondom dan hindari berhubungan seksual dengan berganti
pasangan.

Menerima vaksin HPV. Vaksin HPV dapat diberikan pada wanita usia 9-26 tahun. Vaksin ini akan lebih
efektif bila diberikan sebelum aktif secara seksual.

Rutin menjalani pap smear. Menjalani pap smear secara rutin berdasarkan usia membuat kondisi serviks
selalu terpantau. Sehingga bila terdapat kanker, akan lebih mudah ditangani sebelum berkembang lebih
lanjut.

Tidak merokok.

##komplikasi

Menopause dini

Menopause adalah kondisi ketika ovarium berhenti memproduksi hormon estrogen dan progesteron,
yang biasanya terjadi pada wanita sekitar usia 50 tahun. Menopause dini dapat terjadi, bila ovarium
diangkat melalui operasi, atau bisa juga karena ovarium rusak akibat efek samping radioterapi. Beberapa
gejala yang muncul pada kondisi ini adalah:
Vagina kering.

Menstruasi berhenti atau tidak teratur.

Kehilangan selera seksual.

Sensasi rasa panas dan berkeringat (hot flushes).

Berkeringat berlebihan, meski di malam hari.

Kehilangan kemampuan menahan urine, sehingga bisa menyebabkan buang air kecil tanpa disengaja saat
batuk atau bersin; kondisi ini dikenal sebagai inkontinensia urine.

Penipisan tulang yang bisa menyebabkan osteoporosis atau tulang rapuh.

Beberapa obat-obatan yang merangsang produksi estrogen dan progesteron, dapat mengatasi gejala di
atas. Pengobatan ini disebut sebagai terapi penggantian hormon.

Penyempitan vagina

Pengobatan dengan radioterapi pada kanker serviks dapat menyebabkan penyempitan vagina. Hubungan
seks bisa terasa sangat menyakitkan. Terdapat dua pilihan pengobatan untuk kondisi ini. Cara pertama
adalah dengan mengoleskan krim hormon pada vagina, untuk meningkatkan kelembapan pada vagina,
agar hubungan seks menjadi lebih mudah.

Cara kedua adalah dengan memakai vaginal dilator, yang berfungsi mengembalikan fleksibilitas vagina.
Vaginal dilator bisa terbuat dari plastik, karet, atau kaca yang halus. Alat ini berbentuk seperti tabung,
dengan ukuran dan berat yang bervariasi. Vaginal dilator bertujuan membuat jaringan vagina menjadi
elastis, sehingga hubungan seks akan terasa lebih nyaman. Disarankan memakai vaginal dilator selama 5
sampai 10 menit secara teratur, selama enam bulan sampai satu tahun.

Banyak wanita yang merasa malu membicarakan tentang alat ini. Tapi metode penanganan ini cukup
dikenal untuk masalah penyempitan vagina. Anda bisa menanyakan kepada dokter tentang kelebihan
dan kekurangan alat ini.

Limfedema atau penumpukan cairan tubuh


Limfedema adalah pembengkakan yang umumnya muncul pada tangan atau kaki, karena sistem limfatik
yang terhalang. Sistem limfatik adalah bagian penting dari sistem kekebalan dan sistem sirkulasi tubuh,
yang berfungsi membuang cairan berlebih dari dalam jaringan tubuh.

Sistem limfatik mungkin tidak berfungsi normal jika nodus limfa diangkat dari panggul. Gangguan pada
sistem ini bisa menyebabkan penimbunan cairan pada organ tubuh. Penimbunan inilah yang
menyebabkan pembengkakan.

Pada penderita kanker serviks, limfedema biasanya terjadi di bagian kaki. Untuk mengurangi
pembengkakan yang terjadi, pasien bisa melakukan latihan dan teknik pemijatan khusus. Perban atau
kain pembalut khusus juga bisa membantu untuk mengatasi kondisi ini.

Divonis menderita kanker serviks atau merasakan efek samping pengobatannya, bisa sangat melelahkan
secara emosional. Bahkan, penderitanya bisa mengalami depresi. Konsultasikan dengan dokter tentang
cara menangani dampak emosional tersebut. Pasien juga bisa mencari informasi tentang kelompok
dukungan kanker serviks, baik di rumah sakit maupun di Yayasan Kanker Indonesia.

Selain akibat pengobatan, komplikasi juga dapat terjadi akibat kondisi kanker serviks yang memasuki
stadium lanjut. Sejumlah komplikasi tersebut antara lain:

Rasa sakit akibat penyebaran kanker

Rasa sakit yang parah akan muncul ketika kanker sudah menyebar ke saraf, tulang, atau otot. Kondisi
tersebut biasanya diatasi dengan pemberian obat pereda nyeri. Obat-obatan yang digunakan mulai dari
paracetamol, obat antiinflamasi non-steroid (OAINS) hingga morfin, tergantung pada tingkat rasa sakit
yang dirasakan.

Jika pereda nyeri tidak banyak membantu, tanyakan pada dokter tentang obat yang mungkin memiliki
efek lebih kuat. Radioterapi jangka pendek juga efektif untuk mengendalikan rasa sakit.
Perdarahan berlebih

Kanker serviks yang menyebar hingga ke vagina, usus, atau kandung kemih, dapat menyebabkan
perdarahan bisa muncul di rektum atau di vagina. Perdarahan juga bisa terjadi saat buang air kecil.
Kondisi ini dapat ditangani dengan kombinasi obat-obatan untuk menurunkan tekanan darah.

Perdarahan ringan dapat ditangani dengan obat golongan asam traneksamat. Obat ini akan memicu
penggumpalan darah menggumpal, sehingga dapat menghentikan pendarahan yang terjadi. Radioterapi
juga efektif dalam menghentikan perdarahan akibat kanker.

Penggumpalan darah setelah pengobatan

Seperti jenis kanker lainnya, kanker serviks membuat darah menjadi lebih ‘lengket’ atau ‘kental’, dan
cenderung membentuk gumpalan. Risiko penggumpalan darah meningkat setelah menjalani kemoterapi,
dan istirahat pascaoperasi. Munculnya tumor yang besar, bisa menekan pembuluh darah pada panggul.
Kondisi inilah yang memperlambat aliran darah, dan mengakibatkan penggumpalan di kaki. Gejala
terjadinya penggumpalan darah pada kaki antara lain:

Sakit yang terasa sangat dalam di area kaki yang terdampak.

Rasa sakit dan pembengkakan di salah satu bagian kaki, biasanya pada betis.

Kulit memerah, terutama pada bagian belakang kaki di bawah lutut.

Pada bagian yang terjadi penggumpalan, kulit akan terasa hangat.

Kondisi yang paling dikhawatirkan adalah terjadinya pulmonary embolism atau emboli paru, yang
dampaknya akan sangat fatal. Emboli paru adalah gumpalan darah dari pembuluh darah di kaki, yang
bergerak ke paru-paru dan menghalangi pasokan darah ke paru-paru. Penggumpalan darah di kaki bisa
ditangani dengan kombinasi obat-obatan pengencer darah seperti heparin atau warfarin. Dokter juga
bisa membalut kaki pasien dengan sejenis stocking, untuk membantu memperlancar peredaran darah ke
seluruh tubuh.

Gagal ginjal
Ginjal berfungsi membuang limbah dari dalam tubuh. Limbah ini dibuang melalui urine melewati saluran
yang disebut ureter. Tes darah sederhana bisa dilakukan untuk mengawasi kinerja ginjal. Tes darah ini
biasanya disebut sebagai tingkat serum kreatinin.

Pada beberapa kasus kanker serviks stadium lanjut, kanker bisa menekan ureter. Kondisi ini dapat
menyebabkan terhalangnya urine untuk keluar dari ginjal. Terkumpulnya urine di ginjal, atau dikenal
dengan istilah hidronefrosis, bisa menyebabkan ginjal membengkak dan meregang. Hidronefrosis parah
bisa merusak ginjal sehingga kehilangan seluruh fungsinya. Kondisi tersebut lebih dikenal sebagai gagal
ginjal.

Pengobatan untuk gagal ginjal adalah dengan mengeluarkan semua urine yang terkumpul di ginjal. Pipa
akan dimasukkan melalui kulit dan ke dalam tiap ginjal, dikenal sebagai nefrostomi perkutan. Pilihan
pengobatan lain adalah memperlebar kedua saluran ureter. Ini dilakukan dengan cara memasukkan pipa
besi kecil atau stent ke dalam ureter.

Beberapa gejala yang muncul akibat gagal ginjal meliputi:

Sesak napas.

Kelelahan.

Mual.

Pembengkakan pada pergelangan, tangan atau kaki karena penimbunan cairan.

Darah dalam urine.

Produksi cairan vagina yang tidak normal

Cairan vagina bisa berbau aneh dan tidak sedap, bila kanker serviks memasuki stadium lanjut. Cairan
yang keluar bisa muncul karena beberapa alasan, yaitu:

Kerusakan pada jaringan sel-sel.

Kerusakan pada kandung kemih atau usus sehingga terjadi kebocoran isi organ-organ tersebut yang
keluar melalui vagina.
Karena infeksi bakteri pada organ vagina.

Pengobatan untuk kelainan cairan vagina menggunakan gel antibakteri yang mengandung
metronidazole. Bisa juga dengan cara memakai baju yang mengandung zat arang (karbon). Karbon
adalah senyawa kimia yang sangat efektif untuk menyerap bau yang tidak sedap.

Fistula

Fistula adalah terbentuknya sambungan atau saluran abnormal antara dua bagian dari tubuh. Pada kasus
kanker serviks, fistula bisa terbentuk antara kandung kemih dan vagina. Kondisi ini bisa mengakibatkan
pengeluaran cairan tanpa henti dari vagina. Kadang, fistula bisa terjadi antara vagina dan rektum. Fistula
termasuk komplikasi yang jarang, bahkan hanya terjadi pada 2 persen kasus kanker serviks stadium
lanjut.

Untuk memperbaiki fistula, perlu dilakukan prosedur operasi. Akan tetapi, operasi umumnya tidak
mungkin dilakukan pada wanita dengan kanker serviks stadium lanjut, akibat kondisi yang sudah sangat
lemah. Bila operasi tidak memungkinkan, krim dan pelembap bisa digunakan untuk mengurangi
pengeluaran cairan. Langkah tersebut juga bertujuan melindungi vagina dan jaringan di sekitarnya agar
tidak rusak dan mengalami iritasi.

Anda mungkin juga menyukai