Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TEORI

2.1 Teori Tablet

Tablet adalah bentuk sediaan padat yang terdiri dari satu atau lebih bahan obat yang
dibuat dengan pemadatan, kedua permukaannya rata atau cembung.Tablet memiliki perbedaan
dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan. Kebanyakan tipe atau jenis tablet
dimaksudkan untuk ditelan dan kemudian dihancurkan dan melepaskan bahan obat ke dalam
saluran pencernaan.

Tablet dapat diartikan sebagai campuran bahan obat yang dibuat dengan dibantu zat tambahan
yang kemudian dimasukan kedalam mesin untuk dikempa menjadi tablet.

ü Menurut FI Edisi IV

Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.

ü Menurut USP 26 (hal : 2406)

Tablet adalah sediaan bentuk padat yang mengandung obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
Berdasarkan metode pembuatannya, dapat diklasifikasikan sebagai tablet atau tablet kompresi.

ü Menurut British Pharmacopeae ( BP 2002)

Tablet adalah Sediaan padat yang mengandung satu dosis dari beberapa bahan aktif dan biasanya
dibuat dengan mengempa sejumlah partikel yang seragam.

ü Menurut Formularium Nasional Edisi II

Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat dengan cara kempa cetakdalam bentuk umumnya
tabung pipih yang kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung obat dengan atau tanpa
zat pengisi.
ü Menurut ANSEL Edisi IV

Tablet adalah bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan
bahan tambahan farmasetika yang sesuai.

2.2 Berdasarkan Cara Pemakaian Tablet


Berdasarkan cara pemakaiannya, tablet dapat dibagi menjadi:

1. Tablet biasa / tablet telan.


Dibuat tanpa penyalut, digunakan per oral dengan cara ditelan, pecah di lambung.

2. Tablet kunyah (chewable tablet)


Bentuknya seperti tablet biasa, cara pakainya dikunyah dulu dalam mulut kemudian ditelan,
umumnya tidak pahit. Dimaksudkan untuk dikunyah sehingga meninggalkan residu yang
memberikan rasa enak di mulut.Diformulasikan untuk anak-anak, antasida dan antibiotic
tertentu. Dibuat dengan cara dikempa .biasanya digunakan manitol, sorbitol dan sukrosa sebagai
pengikat dan pengisi. Tablet kempa yang mengandung zat aktif dan eksipien yang harus
dikunyah sebelum ditelan.

3. Tablet hisap (lozenges, trochisi, pastiles)


Sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat, umumnya dengan bahan dasar
beraroma dan manis, yang membuat tablet melarut atau hancur perlahanlahan dalam mulut.
Tablet yang mengandung zat aktif dan zat-zat penawar rasa dan bau, dimaksudkan untuk disolusi
lambat dalam mulut untuk tujuan lokal pada selaput lendir mulut. Tablet ini dibuat dengan cara
tuang disebut pastilles atau dengan cara kempa tablet menggunakan bahan dasar gula
disebuttrochisi. Umumnya mengandung antibiotic, antiseptic, adstringensia.

4. Tablet larut (effervescent tablet)


Dibuat dengan cara dikempa. Selain zat aktif, tablet mengandung campuran zat asam dan
natrium bikarbonat yang jika dilarutkan dengan air akan menghasilkan CO2. Diberi wadah yang
tertutup rapat dan terlindung dari lembab, di etiket diberi tanda “bukan untuk ditelan”. Tablet ini
harus dilarutkan dalam air baru diminum.Contohnya Ca-D-Redoxon, tablet efervesen Supradin.
5. Tablet Implantasi (Pelet)
Tablet kecil, bulat atau oval putih, steril, dan berisi hormon steroid, dimasukkan ke bawah kulit
dengan cara merobek kulit sedikit, kemudian tablet dimasukkan, dan kulit dijahit kembali. Zat
khasiat akan dilepas perlahan-lahan. Dibuat berdasarkan teknik aseptik, mesin tablet harus steril.
Dimaksudkan untuk implantasi subkutan (Untuk KB, 3-6 bulan, mencegah kehamilan).

6. Tablet hipodermik (hypodermic tablet)


Tablet cetak/kempa yang dibuat dari bahan mudah larut/melarut sempurna dalam air. Umumnya
digunakan untuk membuat sediaan injeksi steril dalam ampul dengan menambahkan pelarut
steril (FI IV). Umumnya berbobot 30 mg dan disuntikkan di bawah kulit (subkutan).Dilarutkan
lebih dahulu sebelum dijadikan injeksi hipodermik.

7. Tablet bukal (buccal tablet)


Digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara pipi dan gusi, sehingga zat aktif diserap
secara langsung melalui mukosa mulut. Tablet biasanya berbentuk oval, keras dan berisi hormon.
Bekerja sistemik, tererosi atau terdisolusi di tempat tersebut dalam waktu yang lama (secara
perlahan).

8. Tablet sublingual
Digunakan dengan cara meletakkan tablet di bawah lidah sehingga zat aktif secara langsung
melalui mukosa mulut, diberikan secara oral. Tablet kempa berbentuk pipih yang
berisi nitrogliserin. Biasanya untuk obat penyempitan pembuluh darah ke jantung (angina
pectoris) sehingga harus cepat terlarut agar dapat segera memberi efek terapi. Diabsorbsi oleh
selaput lendir di bawah lidah.

9. Tablet vagina (ovula)


Tablet kempa yang berbentuk telur (ovula) untuk dimasukkan dalam vagina yang di dalamnya
terjadi disolusi dan melepaskan zat aktifnya. Biasanya mengandung antiseptik, astringen.
Digunakan untuk infeksi lokal dalam vagina dan mungkin juga untuk pemberian steroid dalam
pengobatan sistemik. Tablet vagina mudah melemah dan meleleh pada suhu tubuh, dapat melarut
dan digunakan sebagai obat luar khusus untuk vagina.
10. Tablet Rektal
Tablet kempa yang mengandung zat aktif yang digunakan secara rektal (dubur) yang tujuannya
untuk kerja lokal atau sistemik.

2.3 Teori Temulawak.

Temulawak merupakan tanaman asli Indonesia dan termasuk salah satu jenis temu-
temuan yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. Selain itu,
temulawak merupakan sumber bahan pangan , pewarna, bahan baku industri (seperti kosmetika),
maupun dibuat makanan atau minuman segar. Temulawak telah dibudidayakan dan banyak
ditanam di pekarangan atau tegalan, juga sering ditemukan tumbuh liar di hutan jati atau padang
alang-alang. Tanaman ini lebih produktif pada tempat terbuka yang terkena sinar matahari dan
dapat tumbuh mulaid ari dataran rendah sampai dataran tinggi. Akan tetapi, untuk mencapai hasil
yang maksimal, sebaiknya ditanam pada ketinggian sekitar 200-600 mdpl.

2.4 Manfaat Temulawak

 Ekstrak air temulawak dapat menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida darah
kelinci dalam keadaan hiperlipidemia, tetapi tidak berpengaruh pada HDL Kolesterol. (Abdul
Naser, Jurusan Farmasi FMIPA, UNPAD, 1987)
 Kurkuminoid temulawak dapat menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida darah
eklinci dalam keadaan hiperlipidemia. Peningkatan kadar HDL Kolesterol hanya berpengaruh
pada pemberian 20mg kurkuminoid (Pramadhia Budhijaya, Jurusan Farmasi FMIPA,
UNPAD, 1988)
 Pemberian kurkuminoid temulawak pada kelinci berbobot 1,5-2,5 kg, dengan dosis 5, 10, 15,
20, 25 mg/ekor, peroral, setiap hari selama 42 hari. Pada smeua dosis, kurkuminoid dapat
menurunkan kadar kolesterol total serta menaikkan kadar asam empedu darah kelinci.(Robert
Edward Aritonang, Jurusan Farmasi FMIPA, UNPAD, 1988)
 Infus rimpang temulawak 5, 10, dan 20% dapat meningkatkan daya regenerasi sel hatis ecara
nyata dibanding kontrol pada tikus putih jantan yang dirusak sel hatinya dengan 1,25 ml
karbon tetraklorida/kg bb, peroral (Setiawan Angtoni, Fakultas Farmasi, UBAYA, 1991)
 Ekstrak air temulawak 10% b/ dengan dosis 6,8 dan 10 ml/hari dapat menurunkan kadar
SGOT dan SGPT darah kelinci yang terinfeksi virus hepatitis B, tetapi tdiak berpengaruh
terhadap virus hepatitis B. (Sumiyati Yuningsih, Jurusan Farmasi FMIPA, UNPAD, 1987)
 Kurkuminoid temulawak dengan dosis 10, 15, dan 20 mg/hari dapat menurunkan kadar
SGOT dan SGPT, serta menaikkan kadar ChE darah kelinci keadaan hepatoksik. (Tavip
Budiawan, Jurusan Farmasi, FMIPA, UNPAD, 1988)
 Minyak asiri temulawak jenuh dalam daftar “KREBS”, akan menghambat penyerapan
glukosa dalam usus halus tikus dan bersifat reservibel. (Endah Primawati, Jurusan Farmasi,
FMIPA, UNPAD, 1987)
 Kurkuminoid temulawak dapat meningkatkan penyerapan glukosa diusus halus tikus.
Penyerapan ini juga bersifat reservibel. (Karta, Jurusan Farmasi, FMIPA, UNPAD, 1987)
 Campuran kurkuminoid dan minyak asiri menghambat penyerapan glukosa pada mencit.
Ikatan keduanya juga bersifat reservibel. (Eli Halimah, Jurusan Farmasi, FMIPA, UNPAD,
1987)
 Infus rimpang temulawak 20% dan 40% dapat menambah produksi air susu mencit secara
nyata dibandingkan dengan kontrol. Terdapat perbedaan yang nyata antara pemberian infus
20% dan 40%. Infus diberikan pada mencit dan produksi susu diukur dengan cara meniali
perbedaan berat anak mencit sebelum dan sesudah menyusui. (Clara Maria Limono, FF,
UBAYA, 1990)

Anda mungkin juga menyukai