Anda di halaman 1dari 36

ASKEP ANAK DENGAN HISPRUNG

http://munahasrini.wordpress.com/2012/04/13/askep-anak-dengan-hisprung/

BAB 1

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan


pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan
panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hisprung adalah
penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan
tetapi yang paling sering pada neonatus.

Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak
terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan
abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi
usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah
keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke
bagian segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian
tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.

Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada
tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang
mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi
terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana
Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan
ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion.

Penyakit hisprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi hisprung di


Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup.
Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkay kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hisprung.

Insidens keseluruhan dari penyakit hisprung 1: 5000 kelahiran hidup, laki-laki lebih
banyak diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ). Biasanya, penyakit hisprung
terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini mungkin disertai
dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom down, sindrom waardenburg serta
kelainan kardiovaskuler.
Selain pada anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan
mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna
hijau dan konstipasi faktor penyebab penyakit hisprung diduga dapat terjadi karena
faktor genetik dan faktor lingkungan.

Oleh karena itu, penyakit hisprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan yang
dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi, rectum,
manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan
pembedahan dan colostomi.

1. TUJUAN

Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dan menambah pengetahuan


kepada para pembaca khususnya kepada mahasiswa ilmu keperawatan mengenai
penyakit hisprung. Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi syarat dalam proses
pembelajaran pada mata kuliah keperawatan anak.

BAB 11

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR

1. Definisi Hisprung

Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini


merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan
(aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas)
yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar
dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon).
Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.

Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis
pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah, 1997 : 138).

Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi


mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong,
2003 : 507).

1. Macam-macam Penyakit Hirschprung

Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :

1. Penyakit Hirschprung segmen pendek

Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari
kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding
anak perempuan.

1. Penyakit Hirschprung segmen panjang

Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus
halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan.(Ngastiyah, 1997 :
138)

1. Etiologi Hisprung
2. Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional yang
berimigrasi ke dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan
submukoisa untuk berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus.
3. Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus
Auerbach di kolon.
4. Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah
kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon.

(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985 : 1134)

1. Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”.


2. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi
kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa dinding pleksus.

(Suriadi, 2001 : 242).


1. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala setelah bayi lahir

1. Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)


2. Muntah berwarna hijau
3. Distensi abdomen, konstipasi.
4. Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran tinja /
pengeluaran gas yang banyak.

karena gejala tidak jelas pada waktu lahir.◊ Gejala pada anak yang lebih besar

1. Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir


2. Distensi abdomen bertambah
3. Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling
4. Terganggu tumbang karena sering diare.
5. Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita.
6. Perut besar dan membuncit.

1. V. Patofisiologi

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer


dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen
aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar.
Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga
pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter
rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal
yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna.
Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily &
Sowden).

Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi
dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik
dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang
proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian
Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson ).

1. Manifestasi Klinis

1. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.


2. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja
seperti pita.
3. Obstruksi usus dalam periode neonatal.
4. Nyeri abdomen dan distensi.
5. Gangguan pertumbuhan.

(Suriadi, 2001 : 242)

1. Obstruk total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan
evaluai mekonium.
2. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang membaik
secara spontan maupun dengan edema.
3. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang
diikuti dengan obstruksi usus akut.
4. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam.
Diare berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.
5. Gejala hanya konstipasi ringan.

(Mansjoer, 2000 : 380)

• Masa Neonatal :

1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.


2. Muntah berisi empedu.
3. Enggan minum.
4. Distensi abdomen.

• Masa bayi dan anak-anak :

1. Konstipasi
2. Diare berulang
3. Tinja seperti pita, berbau busuk
4. Distensi abdomen
5. Gagal tumbuh(Betz, 2002 : 197)

1. Komplikasi
1. Gawat pernapasan (akut)
2. Enterokolitis (akut)
3. Striktura ani (pasca bedah)
4. Inkontinensia (jangka panjang)

(Betz, 2002 : 197)

1. Obstruksi usus
2. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
3. Konstipasi

(Suriadi, 2001 : 241)

1. Pemeriksaan Diagnostik

1. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap
and mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
2. Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan
dibawah narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.
3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit
ini klhas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.

(Ngatsiyah, 1997 : 139)

1. Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.


2. Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
3. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.
4. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan
eksterna.

(Betz, 2002 : 197).

1. Penatalaksanaan

Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan kolostomi loop


atau double-barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat
kembali normal (memerlukan waktu 3-4 bulan), lalu dilanjutkan dengan 1 dari 3
prosedur berikut :

1. Prosedur Duhamel enarikan kolon normal kearah bawah dan


menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik.
2. Prosedur Swenson : Dilakukan anastomosis end to end pada kolon
berganglion dengan saluran anal yang dibatasi.
3. Prosedur saave : Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh.
Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus.
4. Intervensi bedah

Ini terdiri dari pengangkatan ari segmen usus aganglionik yang mengalami obstruksi.
Pembedahan rekto-sigmoidektomi dilakukan teknik pull-through dapat dicapai
dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua atau ketiga, rekto sigmoidoskopi di
dahului oleh suatu kolostomi. Kolostomi ditutup dalam prosedur kedua.

1. Persiapan prabedah
1. Lavase kolon
2. Antibiotika
3. Infuse intravena
4. Tuba nasogastrik
5. Perawatan prabedah rutin
6. Pelaksanaan pasca bedah
1. Perawatan luka kolostomi
2. Perawatan kolostomi
3. Observasi distensi abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis dan
peningkatan suhu.
4. Dukungan orangtua, bahkan kolostomi sementara sukar untuk
diterima. Orangtua harus belajar bagaimana menangani anak
dengan suatu kolostomi. Observasi apa yang perlu dilakukan
bagaimana membersihkan stoma dan bagaimana memakaikan
kantong kolostomi.(Betz, 2002 : 198)

1. B. ASUHAN KEPERAWATAN HIRSPRUNG

1. I. Pengkajian
2. Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama,
alamat, tanggal pengkajian, pemberi informasi.
3. Keluhan utama

Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan
pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen,
kembung, muntah.

1. Riwayat kesehatan sekarang

Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah lahir,
distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal.

Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya
klien mengatasi masalah tersebut.

1. Riwayat kesehatan masa lalu


Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan, persalinan
dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.

1. Riwayat Nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak.
2. Riwayat psikologis

Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada perasaan
rendah diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.

1. Riwayat kesehatan keluarga

Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita
Hirschsprung.

1. Riwayat social

Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam mempertahankan
hubungan dengan orang lain.

1. Riwayat tumbuh kembang

Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.

1. Riwayat kebiasaan sehari-hari

Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.

v Pemeriksaan Fisik

1. Sistem integument

Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat capilary
refil, warna kulit, edema kulit.

1. Sistem respirasi

Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan

1. Sistem kardiovaskuler

Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal,
frekuensi denyut nadi / apikal.
1. Sistem penglihatan

Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata

1. Sistem Gastrointestinal

Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya
kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan
karakteristik muntah) adanya keram, tendernes.

1. II. Diagnosa Keperawatan

Pre operasi

1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan


tidak adanya daya dorong.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang inadekuat.
3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

Post operasi

1. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan


2. Nyeri b/d insisi pembedahan
3. Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan perawatan
kolostomi.
1. III. Intervensi Keperawatan

v Pre operasi

1. 1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan


spastis usus dan tidak adanya daya dorong.

Tujuan : klien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal,
tidak distensi abdomen.

Intervensi :

1. Monitor cairan yang keluar dari kolostomi.


Rasional : Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana
selanjutnya

1. Pantau jumlah cairan kolostomi.

Rasional : Jumlah cairan yang keluar dapat dipertimbangkan untuk penggantian


cairan

1. Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi.

Rasional : Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi terganggu.

1. 2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake yang inadekuat.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai
kebutuhan secara parenteal atau per oral.

Intervensi :

1. Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.

Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan

1. Pantau pemasukan makanan selama perawatan.

Rasional : Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-3400 kalori

1. Pantau atau timbang berat badan.

Rasional : Untuk mengetahui perubahan berat badan

1. 3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.

Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami


dehidrasi, turgor kulit normal.

Intervensi :

1. Monitor tanda-tanda dehidrasi.

Rasional : Mengetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnya


1. Monitor cairan yang masuk dan keluar.

Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh

1. Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan.

Rasional : Mencegah terjadinya dehidrasi

1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis,
tidak mengalami gangguan pola tidur.

Intervensi :

1. Kaji terhadap tanda nyeri.

Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya

1. Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus, ketenangan.

Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri

1. Kolaborsi dengan dokter pemberian obat analgesik sesuai program.

Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat

v Post operasi

1. 1. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan


pembedahan

Tujuan :memberikan perawatan perbaikan kulit setelah dilakukan operasi

1. kaji insisi pembedahan, bengkak dan drainage.


2. Berikan perawatan kulit untuk mencegah kerusakan kulit.
3. Oleskan krim jika perlu.
4. 2. Nyeri b/d insisi pembedahan

Tujuan :Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis,
tidak mengalami gangguan pola tidur.
1. Observasi dan monitoring tanda skala nyeri.

Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya

1. Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung dansentuhan.

Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri

1. Kolaborasi dalam pemberian analgetik apabila dimungkinkan.

Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat

1. 3. Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan


perawatan kolostomi.

Tujuan : pengetahuan keluarga pasien tentang cara menangani kebutuhan irigasi,


pembedahan dan perawatan kolostomi tambah adekuat.

Intervensi :

1. Kaji tingkat pengetahuan tentang kondisi yang dialami perawatan di rumah


dan pengobatan.
2. Ajarkan pada orang tua untuk mengekspresikan perasaan, kecemasan dan
perhatian tentang irigasi rectal dan perawatan ostomi.
3. Jelaskan perbaikan pembedahan dan proses kesembuhan.
4. Ajarkan pada anak dengan membuat gambar-gambar sebagai ilustrasi
misalnya bagaimana dilakukan irigasi dan kolostomi.
5. Ajarkan perawatan ostomi segera setelah pembedahan dan lakukan supervisi
saat orang tua melakukan perawatan ostomi.
1. Evaluasi

Pre operasi Hirschsprung

1. Pola eliminasi berfungsi normal


2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
3. Kebutuhan cairan dapat terpenuhi
4. Nyeri pada abdomen teratasi

Post operasi Hirschsprung

1. Integritas kulit lebih baik


2. Nyeri berkurang atau hilang
3. Pengetahuan meningkat tentang perawatan pembedahan terutama
pembedahan kolon

BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik


masalah fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan
perkembangan anak dengan penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air
besar. Orang tua yang mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar dengan cara
yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang
benar mengenai penyakit hisprung harus difahami dengan benar oleh seluruh pihak.
Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan perlu
terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat
maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.

1. SARAN

Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang


penyakit hsaprung. Walaupun dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Edisi ke-3. Jakarta : EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih


(Fd), Monica Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U Pendit.
Jakarta : EGC.
Carpenito , Lynda juall. 1997 . Buku saku Diagnosa Keperawatan.Edisi ke -^. Jakarta
: EGC

Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak . 1991. Ilmu Kesehatan Anak . Edisi Ke-2 .
Jakarta : FKUI .

Mansjoer , Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 . Jakarta : Media
Aesulapius FKUI

ASKEP ANAK DENGAN HISPRUNG

BAB 1

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan

pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan

panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hisprung adalah

penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan

tetapi yang paling sering pada neonatus.

Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak

terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan

abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi
usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah

keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke

bagian segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian

tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.

Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada

tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang

mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi

terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana

Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan

ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion.

Penyakit hisprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi hisprung di

Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup.

Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkay kelahiran 35 permil, maka

diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hisprung.

Insidens keseluruhan dari penyakit hisprung 1: 5000 kelahiran hidup, laki-laki lebih

banyak diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ). Biasanya, penyakit hisprung

terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini mungkin disertai

dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom down, sindrom waardenburg serta

kelainan kardiovaskuler.
Selain pada anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan

mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna

hijau dan konstipasi faktor penyebab penyakit hisprung diduga dapat terjadi karena

faktor genetik dan faktor lingkungan.

Oleh karena itu, penyakit hisprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan yang

dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi, rectum,

manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan

pembedahan dan colostomi.

1. TUJUAN

Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dan menambah pengetahuan

kepada para pembaca khususnya kepada mahasiswa ilmu keperawatan mengenai

penyakit hisprung. Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi syarat dalam proses

pembelajaran pada mata kuliah keperawatan anak.


BAB 11

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR

1. Definisi Hisprung

Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini

merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan

(aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas)

yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar

dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon).

Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.

Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis

pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah, 1997 : 138).

Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi

mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong,

2003 : 507).
1. Macam-macam Penyakit Hirschprung

Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :

1. Penyakit Hirschprung segmen pendek

Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari

kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding

anak perempuan.

1. Penyakit Hirschprung segmen panjang

Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus

halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan.(Ngastiyah, 1997 :

138)

1. Etiologi Hisprung

2. Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional yang

berimigrasi ke dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan

submukoisa untuk berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus.

3. Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus

Auerbach di kolon.

4. Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah

kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon.
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985 : 1134)

1. Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”.

2. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi

kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa dinding pleksus.

(Suriadi, 2001 : 242).

1. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala setelah bayi lahir

1. Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)

2. Muntah berwarna hijau

3. Distensi abdomen, konstipasi.

4. Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran tinja /

pengeluaran gas yang banyak.

karena gejala tidak jelas pada waktu lahir.◊ Gejala pada anak yang lebih besar

1. Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir

2. Distensi abdomen bertambah

3. Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling

4. Terganggu tumbang karena sering diare.

5. Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita.


6. Perut besar dan membuncit.

1. V. Patofisiologi

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer

dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen

aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar.

Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga

pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter

rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal

yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna.

Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily &

Sowden).

Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi

dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik

dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang

proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian

Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson ).

1. Manifestasi Klinis

1. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.


2. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja

seperti pita.

3. Obstruksi usus dalam periode neonatal.

4. Nyeri abdomen dan distensi.

5. Gangguan pertumbuhan.

(Suriadi, 2001 : 242)

1. Obstruk total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan

evaluai mekonium.

2. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang membaik

secara spontan maupun dengan edema.

3. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang

diikuti dengan obstruksi usus akut.

4. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam.

Diare berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.

5. Gejala hanya konstipasi ringan.

(Mansjoer, 2000 : 380)

• Masa Neonatal :

1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.

2. Muntah berisi empedu.


3. Enggan minum.

4. Distensi abdomen.

• Masa bayi dan anak-anak :

1. Konstipasi

2. Diare berulang

3. Tinja seperti pita, berbau busuk

4. Distensi abdomen

5. Gagal tumbuh(Betz, 2002 : 197)

1. Komplikasi

1. Gawat pernapasan (akut)

2. Enterokolitis (akut)

3. Striktura ani (pasca bedah)

4. Inkontinensia (jangka panjang)

(Betz, 2002 : 197)

1. Obstruksi usus

2. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit

3. Konstipasi

(Suriadi, 2001 : 241)


1. Pemeriksaan Diagnostik

1. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap

and mencari sel ganglion pada daerah submukosa.

2. Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan

dibawah narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.

3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit

ini klhas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.

4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.

(Ngatsiyah, 1997 : 139)

1. Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.

2. Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.

3. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.

4. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan

eksterna.

(Betz, 2002 : 197).

1. Penatalaksanaan

Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan kolostomi loop

atau double-barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat
kembali normal (memerlukan waktu 3-4 bulan), lalu dilanjutkan dengan 1 dari 3

prosedur berikut :

1. Prosedur Duhamel enarikan kolon normal kearah bawah dan

menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik.

2. Prosedur Swenson : Dilakukan anastomosis end to end pada kolon

berganglion dengan saluran anal yang dibatasi.

3. Prosedur saave : Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh.

Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus.

4. Intervensi bedah

Ini terdiri dari pengangkatan ari segmen usus aganglionik yang mengalami obstruksi.

Pembedahan rekto-sigmoidektomi dilakukan teknik pull-through dapat dicapai

dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua atau ketiga, rekto sigmoidoskopi di

dahului oleh suatu kolostomi. Kolostomi ditutup dalam prosedur kedua.

1. Persiapan prabedah

1. Lavase kolon

2. Antibiotika

3. Infuse intravena

4. Tuba nasogastrik

5. Perawatan prabedah rutin

6. Pelaksanaan pasca bedah


1. Perawatan luka kolostomi

2. Perawatan kolostomi

3. Observasi distensi abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis dan

peningkatan suhu.

4. Dukungan orangtua, bahkan kolostomi sementara sukar untuk

diterima. Orangtua harus belajar bagaimana menangani anak

dengan suatu kolostomi. Observasi apa yang perlu dilakukan

bagaimana membersihkan stoma dan bagaimana memakaikan

kantong kolostomi.(Betz, 2002 : 198)

1. B. ASUHAN KEPERAWATAN HIRSPRUNG

1. I. Pengkajian

2. Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama,

alamat, tanggal pengkajian, pemberi informasi.

3. Keluhan utama

Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan

pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen,

kembung, muntah.

1. Riwayat kesehatan sekarang


Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah lahir,

distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal.

Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya

klien mengatasi masalah tersebut.

1. Riwayat kesehatan masa lalu

Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan, persalinan

dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.

1. Riwayat Nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak.

2. Riwayat psikologis

Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada perasaan

rendah diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.

1. Riwayat kesehatan keluarga

Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita

Hirschsprung.

1. Riwayat social

Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam mempertahankan

hubungan dengan orang lain.


1. Riwayat tumbuh kembang

Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.

1. Riwayat kebiasaan sehari-hari

Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.

v Pemeriksaan Fisik

1. Sistem integument

Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat capilary

refil, warna kulit, edema kulit.

1. Sistem respirasi

Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan

1. Sistem kardiovaskuler

Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal,

frekuensi denyut nadi / apikal.

1. Sistem penglihatan

Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata


1. Sistem Gastrointestinal

Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya

kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan

karakteristik muntah) adanya keram, tendernes.

1. II. Diagnosa Keperawatan

Pre operasi

1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan

tidak adanya daya dorong.

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

yang inadekuat.

3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.

4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

Post operasi

1. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan

2. Nyeri b/d insisi pembedahan

3. Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan perawatan

kolostomi.

1. III. Intervensi Keperawatan


v Pre operasi

1. 1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan

spastis usus dan tidak adanya daya dorong.

Tujuan : klien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal,

tidak distensi abdomen.

Intervensi :

1. Monitor cairan yang keluar dari kolostomi.

Rasional : Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana

selanjutnya

1. Pantau jumlah cairan kolostomi.

Rasional : Jumlah cairan yang keluar dapat dipertimbangkan untuk penggantian

cairan

1. Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi.

Rasional : Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi terganggu.

1. 2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake yang inadekuat.


Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai

kebutuhan secara parenteal atau per oral.

Intervensi :

1. Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.

Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan

1. Pantau pemasukan makanan selama perawatan.

Rasional : Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-3400 kalori

1. Pantau atau timbang berat badan.

Rasional : Untuk mengetahui perubahan berat badan

1. 3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.

Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami

dehidrasi, turgor kulit normal.

Intervensi :

1. Monitor tanda-tanda dehidrasi.

Rasional : Mengetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnya


1. Monitor cairan yang masuk dan keluar.

Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh

1. Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan.

Rasional : Mencegah terjadinya dehidrasi

1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis,

tidak mengalami gangguan pola tidur.

Intervensi :

1. Kaji terhadap tanda nyeri.

Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya

1. Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus, ketenangan.

Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri

1. Kolaborsi dengan dokter pemberian obat analgesik sesuai program.

Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat

v Post operasi
1. 1. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan

pembedahan

Tujuan :memberikan perawatan perbaikan kulit setelah dilakukan operasi

1. kaji insisi pembedahan, bengkak dan drainage.

2. Berikan perawatan kulit untuk mencegah kerusakan kulit.

3. Oleskan krim jika perlu.

4. 2. Nyeri b/d insisi pembedahan

Tujuan :Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis,

tidak mengalami gangguan pola tidur.

1. Observasi dan monitoring tanda skala nyeri.

Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya

1. Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung dansentuhan.

Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri

1. Kolaborasi dalam pemberian analgetik apabila dimungkinkan.

Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat
1. 3. Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan

perawatan kolostomi.

Tujuan : pengetahuan keluarga pasien tentang cara menangani kebutuhan irigasi,

pembedahan dan perawatan kolostomi tambah adekuat.

Intervensi :

1. Kaji tingkat pengetahuan tentang kondisi yang dialami perawatan di rumah

dan pengobatan.

2. Ajarkan pada orang tua untuk mengekspresikan perasaan, kecemasan dan

perhatian tentang irigasi rectal dan perawatan ostomi.

3. Jelaskan perbaikan pembedahan dan proses kesembuhan.

4. Ajarkan pada anak dengan membuat gambar-gambar sebagai ilustrasi

misalnya bagaimana dilakukan irigasi dan kolostomi.

5. Ajarkan perawatan ostomi segera setelah pembedahan dan lakukan supervisi

saat orang tua melakukan perawatan ostomi.

1. Evaluasi

Pre operasi Hirschsprung

1. Pola eliminasi berfungsi normal

2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi

3. Kebutuhan cairan dapat terpenuhi


4. Nyeri pada abdomen teratasi

Post operasi Hirschsprung

1. Integritas kulit lebih baik

2. Nyeri berkurang atau hilang

3. Pengetahuan meningkat tentang perawatan pembedahan terutama

pembedahan kolon

BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik

masalah fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan

perkembangan anak dengan penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air

besar. Orang tua yang mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar dengan cara

yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang

benar mengenai penyakit hisprung harus difahami dengan benar oleh seluruh pihak.

Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan perlu
terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat

maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.

1. SARAN

Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang

penyakit hsaprung. Walaupun dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh

dari kesempurnaan.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.

Edisi ke-3. Jakarta : EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih

(Fd), Monica Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U Pendit.

Jakarta : EGC.

Carpenito , Lynda juall. 1997 . Buku saku Diagnosa Keperawatan.Edisi ke -^. Jakarta

: EGC
Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak . 1991. Ilmu Kesehatan Anak . Edisi Ke-2 .

Jakarta : FKUI .

Mansjoer , Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 . Jakarta : Media

Aesulapius FKUI

Anda mungkin juga menyukai