Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

A. LATAR BELAKANG

Kesehatan jiwa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan


secara umum serta merupakan dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan.
Kesehatan jiwa membuat perkembangan fisik, intelektual, dan emosional
seseorang berkembang optimal selaras dengan perkembangan oranglain. (UU No
36, 2009)

Menurut WHO (2009) memperkirakan 450 juta orang diseluruh dunia


mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan
jiwa dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia
tertentu dalam rentang hidupnya yang biasanya terjadi pada dewasa muda antara
usia 18-21 tahun. Menurut National Institute of Menthal Health gangguan jiwa
mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan diperkirakan akan
berkembang menjadi 25% di tahun 2030. Gangguan jiwa menyebabkan hilangnya
produktivitas, dan mudah kambuh sehingga meningkatkan biaya perawatan.

Dampak gangguan jiwa menyebabkan keluarga kehilangan banyak waktu


untuk merawat, mengalami beban emosional dan sosial akaibat stigma dari
masyarakat (Hogan, 2008). Menurut (Asmedi, 2012) mengungkapkan di
Indonesia gangguan jiwa menimbulkan kerugian ekonomi mencapai Rp 20 triliun,
akibat hilangnya produktivitas, beban ekonomi dan biaya perawatan kesehatan
yang harus ditanggung keluarga dan negara. Klien gangguan jiwa tidak hanya
membutuhkan dukungan ekonomi saja tetapi juga memerlukan sistem dukungan
sosial yang mencakup dukukungan emosional, informasional, intstrumental, dan
penilaian atau penghargaan untuk menjalani program pemulihan (recovery) dan
menghadapi stigma dimasyarakat.
Skizofrenia adalah bentuk gangguan jiwa yang sering dijumpai dan
multifaktorial, perkembangannya dipengaruhi oleh faktor genentik dan
lingkungan serta di tandai dengan gejala positif, negatif dan defisit kognitif (Jones
et al, 2011). Peristiwa yang penuh stress, akan mengaktifkan aksis hipothalamus –
hipofisis- adrenal dan merangsang pelepasan berbagai neurotransmitter otak,
terutama dopamin dan norepinefrin, kejadian ini juga dianggap sebagai faktor
kunci terjadinya Skizofrenia (Bobo et al, 2008)

Gejala possitif meliputi waham, halusinasi, gelisah, perilaku aneh, sikap


bermusuhan, dan gangguan berfikir formal. Gejala negatif meliputi sulit memulai
pembicaraan, efek tumpul atau datar, kurangnya motivasi dan atensi, pasif,
appatis, dan penarikan diri secara sosial dan rasa tidak nyaman (Videbeck, 2008).

Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan


sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar. Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu
yang berada dalam rentang respon neurobiologis (Muhtih, 2015)

Halusinasi dapat berakibat menjadikan klien melakukan tindakan


kekerasan pada diri sendiri dan oranglain. Retardasi mental adalah suatu keadaan
perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, ditandai oleh terjadinya
kendala keterampilan selama masa perkembangan. Hal ini akan berpengaruh
terhadap tingkat kecemasan pada anak secara menyeluruh misalnya kemampuan
aspek kogniti, bahasa, motorik, dan sosial (Maslim, 2011).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud halusinasi?
2. Apa saja klasifikasi halusinasi?
3. Bagaimana mekanisme Koping halusinasi?
4. Bagaimana Tahap-tahap terjadi Halusinasi?
5. Apa saja faktor predisposisi dan prepitasi halusinasi?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien halusinasi?
C. TUJUAN
1. Mengetahui apa yang dimaksud halusinasi.
2. Mengetahui klasifikasi halusinasi.
3. Mengetahui mekanisme koping halusinasi.
4. Mengetahui tahap-tahap terjadinya halusinasi.
5. Mengetahui faktor predisposisi dan prepitasi halusinasi.
6. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pasien halusinasi.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS HALUSINASI

A. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, pengelihatan, pengecapan,perbaan atau penghiduan, pasien
merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada. ( Keliat, 2012)
Menurut Muhtih tahun 2015 Halusinasi merupakan gangguan
persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi. Suatu pencerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar.
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiologis.
Halusinasi terbagi menjadi 7 jenis halusinasi yang meliputi :
halusinasi pendengaran (auditory), halusinasi penglihatan (visual),
halusinasi penghidu (olfactory), halusinasi pengecapan (gustatory),
halusinasi perabaan (tactile), halusinasi cenesthetic, dan halusinasi
kinesthetic.
Halusinasi merupakan suatu gejala sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara ,
pengelihatan, pengecapan, perabaan, penghiduan tanpa stimulus yang nyata.
( Keliat, 2009)

Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif


Dengar atau suara Bicara tertawa sendiri. Mendengar suara –
Marah – marah tanpa suara atau kegaduhan.
sebab. Mendengar suara yang
Mencondongkan telinga bercakap – cakap.
ke arah tertentu. Mendengar suara
Menutup telinga. memerintah melakukan
sesuatu yang berbahaya.
Penglihatan Menunjuk – nunjuk ke Melihat bayangan,
arah tertentu. sinar, bentuk geometris,
Ketakutan pada sesuatu bentuk kartun, melihat
yang tidak jelas. hantu atau monster.

Penghidu Tampak seperti Mencium bau – bau an


mencium bau – bau an seperti bau darah, urin,
tertentu. feses terkadang bau
Menutup hidung. yang menyengatkan.
Pengecapan Sering meludah. Merasakan rasa seperti
Muntah. darah, urin, atau feses
Perabaan Menggaruk – garuk Mengatakan ada
permukaan kulit serangga di permukaan
kulit.
Merasa seperti tersengat
listrik.

Klasifikasi menurut (Stuart, 2016)


Indra Karakteristik
Pendengaran Mendengar kegaduhan atau suara
paling sering dalam bentuk suara.
Suara yang berkisar dari kegaduhan
atau suara yang sederhana, suara
berbicara tentang klien,
menyelesaikan percakapan tentang 2
orang atau lebih tentang orang yang
berhalusinasi. Pikiran mendengar
dimana klien mendengar suara-suara
yang berbicara pada klien dan
perintah yng memberi tahu klien
untuk melakukan sesuatu kadang-
kadang berbahaya
Penglihatan Rangsangan visual dalam bentuk
penglihatan cahaya, gambaran
geometris, tokoh kartun atau adegan
atau bayangan rumit dan kompleks,
bayangan dapat menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster
Penciuman Mencium tidak enak busuk, dan
tengik seperti darah,urine atau feses
kadang-kadang bau menyenangkan.
Halusinasi penciuman biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor,
kejang dan demensia
Gustatory Perasaan tidak enak,kotor dan busuk
seperti darah, urine atau feses
Perabaan Mengalami nyeri atau
ketidaknyamanan tanpa stimuslus
yang jelas merasa sensasi listrik
datang dari tanah, benda mati atau
orang lain
Kenestetik Merasa fungsi tubuh seperti denyut
darah melalui pembuluh darah dan
arteri, mencerna makanan atau
membentuk urine
Kinestetik Sensasi gerakan sambil berdiri tak
bergerak

B. Rentang Respon
Menurut Stuart tahun 2016, Respon perilaku klien dapat diidentifikasi
sepanjang rentang respon yang berhubungan dengan fungsi neurobiologis,
Perilaku yang dapat diamati dan mungkin menunjukkan adanya halusinasi
disajikan dalam table berikut:

Rentang Respon Neurobiologis

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Berpikir logis Pikiran Gangguan


Persepsi sesekali pemikiran
akurat terdistorsi ilusi atau waham
Emosi Reaksi halusinasi
konsisten emosional Kesulitan
dengan berlebihan atau pengolahan
pengalaman tidak bereaksi emosi
Perilaku Perilaku aneh Perilaku
sesuai atau penarikan kacau
Berhubungan tidak biasa Isolasi sosial
sosial

C. Faktor Presdisposisi
Faktor presdiposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah yang dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Faktor ini
dipengaruhi oleh baik dari klien maupun keluarganya. ( Muhtih, 2015)
1. Faktor Perkembangan
Jika perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal
terganggu maka individu akan mengalami kecemasan.
2. Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masayarakat dapat menyebabkan seorang merasa
disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien
dibesarkan.
3. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan
adanya streess yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat haluzinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
4. Faktor Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi antara lain
anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas , terlalu melindungi,
dingin dan tidak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak
dengan anaknya. Sementara itu hubungan interpersonal yang tidak
harmonis serta adanya peran ganda yang bertentangan dan sering
diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang
tinggi dan berahkir dengan gangguan orientasi realita.
5. Faktor Genetic
Secara genetik halusinasi dapat diturunkan melalui kromosom-
kromosom tertentu. Namun demikian kromosom yang keberapa yang
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian.

D. Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra
untuk koping. Faktor ini terjadi karena adanya rangsangan dari lingkungan
seperti partisipasi klien dalam kelompok, suasana sepi / isolasi sering
sebagai pencetus adanya halusinasi karena hal tersebut dapat menyebabkan
stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik. ( Muhtih, 2015)
E. Mekanisme Koping
Menurut (Stuart, 2016) mekanisme koping yang sering digunakan klien
dengan halusinasi melputi :

1. Regresi berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan


pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam upaya untuk mengelola
ansietas, menyisakan sedikit tenaga untuk aktifitas sehari - hari (menjadi
malas beraktifitas sehari-hari )
2. Proyeksi merupakan upaya untuk menjelaskan presepsi yang
membingungkan menetapkan tanggung jawab pada orang lain atau
sesuatu (mencoba menjelaskan gangguan presepsi dengan mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda)
3. Menarik diri berkaitan dengan masalah membangun kepercayaan dan
keasyikan dengan pengalaman internal (sulit mempercayai orang lain
dan asik dengan stimulus internal dan keluarga mengingkari masalah
yang dialami oleh klien.
4. Pengingkaran sering di gunakan oleh klien dan keluarga. Mekanisme
kooping ini adalah sama dengan penolakan yang terjadi setiap kali
seseorang menerima informasi yang menyebabkan rasa takut dan
ansietas. Hal ini memungkinkan memberi waktu pada seseorang untuk
mengumpulkan sumber daya internal dan eksternal dan kemudian
beradaptasi dengan stressor secara bertahap

F. Tahap-Tahap
Halusinasi yang dialami klien bisa berbeda-beda intensitas dan
keparahannya. Halusinasi dibagi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas
yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat
fase halusinasinya, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin
dikendalikan oleh halusinasinya. Fase-fase tersebut adalah :

1. Fase 1 Comforting ( Ansietas sedang, halusinasi menyenangkan)

Karakteristik Perilaku Klien


Klien mengalami perasaan yang 1. Tersenyum atau tertawa yang
mendalam seperti ansietas,kesepian, tidak sesuai
rasa bersalah, takut dan mencoba untuk 2. Menggerakkan bibir tanpa
berfokus pada pikiran menyenangkan suara
untuk meredakan ansietas. Individu 3. Pergerakan mata yang cepat
mengenali bahwa pikiran-pikiran dan 4. Respon verbal yang lambat
pengalaman sensori berada dalam jika sedang asing
kendali kesadaran jika ansietas dapat 5. Diam dan asik sendiri
ditangani

NON PSIKOTIK

2. Fase II Condeming ( Ansietas berat, halusinasi menjadi menjijikan )

Karakteristik Perilaku Klien


1. Pengalaman sensori yang 1. Meningkatkan tanda-tanda
menjijikan dan menakutkan sistem saraf otonom akibat
2. Klien mulai lepas kendali dan ansietas seprti peningkatan
mungkin mencoba untuk denyut jantung, pernafasan
mengambil jarak dirinya dengan dan tekanan darah
sumber yang dipersepsikan 2. Rentang perhatian
3. Klien mungkin mengalami menyempit
dipermalukan oleh pengalaman 3. Asik dengan pengalaman
sensori dan menarik diri dari sensori dan kehilangan
orang lain kemampuan membedakan
4. Mulai merasa kehilangan kontrol halusinasi dan realita
5. Tingkat kecemasan berat secara 4. Menyalahkan
umum halusinasi menyebabkan 5. Menarik diri dari orang lain
perasaan antipati 6. Konsetrasi terhadap
pengalaman sensori kerja
PSIKOTIK RINGAN

3. Fase III Controlling ( Ansietas berat, pengalaman sensori jadi


berkuasa)

Karakteristik Perilaku Klien


1. Klien berhenti melakukan 1. Kemauan yang dikendalikan
pelayanan terhadap halusinasi dan halusinasi akan lebih diikuti
menyerah pada halusinasi tersebut 2. Kesukaran berhubungan
2. Isi halusinasi menjadi menarik dengan orang lain
3. Klien mungkin mengalami 3. Rentang perhatian hanya
pengalaman kespian jika sensori beberapa detik atau menit
halusinasi berhenti 4. Adanya tanda-tanda fisik
ansietas berat:
Berkeringat,tremor dan tidak
PSIKOTIK mampu mengikuti perintah
5. Isi halusinasi menjadi
atraktif
6. Perintah halusinasi ditaati
7. Tidak mampu mengikuti
perintah dari perawat,
tremor dan berkeringat
4. Fase IV Conquering ( Panik, umumnya menjadi melebur dalam
halusinasinya )

Karateristik Perilaku Klien


1. Pengalaman sensori menjadi 1. Perilaku terror akibat panik
mengancam jika klien mengikuti 2. Potensi kuat suicide atau
perintah halusinasinya homicide
2. Halusinasi berakhir beberapa jam 3. Aktivitas fisik
atau hari jika tidak ada intervensi merefleksikan isi halusinasi
therapeutic seperti perilaku
kekerasan,agitasi, menarik
PSIKOTIK BERAT diri atau katatonik
4. Tidak mampu berespon
terhadap perintah yang
kompleks
5. Tidak mampu berespon
lebih dari satu orang
6. Agitasi atau kataton

G. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian menurut (Keliath, 2012) meliputi :
1. Jenis dan isi halusinasi

Jenis Data objektif Data subjektif


halusinasi
Dengar atau suara Bicara tertawa sendiri. Mendengar suara –
Marah – marah tanpa suara atau kegaduhan.
sebab. Mendengar suara
Mencondongkan telinga yang bercakap –
ke arah tertentu. cakap.
Menutup telinga. Mendengar suara
memerintah
melakukan sesuatu
yang berbahaya.
Penglihatan Menunjuk – nunjuk ke Melihat bayangan,
arah tertentu. sinar, bentuk
Ketakutan pada sesuatu geometris, bentuk
yang tidak jelas. kartun, melihat hantu
atau monster.
Penghidu Tampak seperti Mencium bau – bau
mencium bau – bau an an seperti bau darah,
tertentu. urin, feses terkadang
Menutup hidung. bau yang
menyengatkan.
Pengecapan Sering meludah. Merasakan rasa
Muntah. seperti darah, urin,
atau feses
Perabaan Menggaruk – garuk Mengatakan ada
permukaan kulit serangga di
permukaan kulit.
Merasa seperti
tersengat listrik.

2. Kaji waktu, frekuensi dan situasi


Perawat juga perlu mengkaji waktu,frekuensi dan situasi
munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi
terjadi? Apakah pagi, siang, sore atau malam? Jika mungkin jam
berapa? Frekuensi terjadinya apakah terus menerus atau hanya sekali
kali? Situasi terjadinya apakah kalau sendiri, atau setelah terjadi
kejadian tertentu. Hal ini dilakukam untuk menentukan intervensi
khusus pada waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut
dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya
halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah
terjadinya halusinasi.
3. Respon terhadap halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu
muncul. Perawat dapat menanyakan pasien hal yang dirasakan atau
dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat dapat juga dengan
mengobservasi prilaku pasien saat halusinasi timbul.
Menurut stuart 2016 pengkajian melibatkan pemahaman cara
dimana otak memproses informasi dari indra dan respon perilaku yang
dihasilakan. Perilaku ini akan disusun dalam kategori :
1) Kognitif
Kognitif adalah tindakan atau proses mengetahui. Kognitif
melibatkan kesadaran dan penilaian yang memungkinkan otak
untuk memproses informasi denga cara menyediakan akurasi
penyimpangan dan pengambilan.
2) Persepsi
Persepsi adalah indentifikasi dan interpretasi stimulus berdasarkan
infromasi yang diterima melalui pengelihatan,suara,rasa,sentuhan,
dan penciuman.
3) Emosi
Emosi dijelaskan dalam hal suasana hati dan efek. Suasana hati
adalah nada perasaan yang luas dan berkelanjutan yang dapat
dialami selama beberapa jam/selama bertahun tahun dan
mempengaruhi pandangan dunia seseorang. Afek mengkaji pada
perilaku seperti tangan dan gerakan tubuh,ekspresi wajah dan nada
suara yang dapat diamati dalam seseorang mengekpresikan dan
mengalami perasaan dan emosi.
4) Perilaku dan gerakan
Perilaku dan gerakan normal didasarkan pada budaya, kesesuaian
usia, dan penerimaan sosial.
5) Sosialisasi
Sosialisasi adalah kemampuan untuk membentuk hubungan kerja
sama yang saling tergantung dengan orang lain. Hal ini ditetapkan
terakhir diantara lima fungsi utama karena masalah dengan fungsi
lainnya harus dipamhami untuk menghargai konsekuensi hubungan
respon neurobiologis maladaptif.

B. Diagnosis Keperawatan (Keliath, 2012)


1. Resiko perilaku mencederai diri
2. Gangguan persepsi sensori Halusinasi (dengar, penglihatan,
penghidungan dan peraba)
3. Isolasi diri

C. Prinsip prinsip penanganan halusinasi (Stuart, 2016) meliputi :


1. Membangun hubungan saling percaya
2. Mengkaji gejala halusinasi, termasuk durasi, intensitas, dan frekuensi
3. Fokus pada gejala dan minta klien untuk jelaskan apa yang terjadi
4. Bantuan klien mengelola halusinasi
5. Mengidentifikasi apakah menggunakan obat atau alkohol
6. Jika ditanya arahkan apakah tidak mengalami rangsangan sama
7. Menyarankan dan memperkuat penggunaan hubungan interpersonal
sebagai teknik management gejala
8. Bantu klien menjelaskan dan membandingkan halusinasi dimasalalu
dan saat ini
9. Bantu klien mengidentifikasi kebutuhan yang mungkin tercermin
dalam isi halusinasi
10. Tentukan dampak gejala klien dengan kegiatan hidup harian
D. Standar Pelaksanaan (Keliath, 2012) meliputi :
1. Tindakan keperawatan pada pasien
Tujuan keperawatan :
a. Pasien dapat mengenal halusinasi yang dialaminya
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
SP 1 pasien : membantu pasien mengenal halusinasi, cara
mengontrol halusinasi,mengjar pasaien mengontrol halusinasi dengan
menghardik halusinasi.
SP 2 pasien : melatih pasien mengontrol halusinasi dengan
bercakap cakap bersama orang lain
SP 3 pasien : melatih pasien mengontrol halusinasi dengan
melaksanakan aktivitas terjadwal
SP 4 pasien : melatih pasien minum obat secara teratur
2. Tindakan keperawatan pada keluarga
Tujuan keperawatan :
a. Kelurga dapat terlibat dalam perawatan pasien, baik di RS maupun
di rumah
b. Kelurga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk
pasien
SP 1 keluarga : memberikan pendidikan kesehatan tentang
pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan
gejala halusinasi dan cara cara merawat pasien halusinasi
SP 2 keluarga : melatih keluarga peraktik merawat pasien
langsung dihadapan pasien. Memberi kesempatan kepada keluarga
untuk memperagakan cara merawat pasien dengan halusinasi langsung
dihadapan pasien
SP 3 keluarga : membuat perencanaan ulang bersama keluarga
E. Rencana tindakan (Putri, 2016) meliputi :
1. Resiko perilaku mencederai diri
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam, klien
dapat mengenal lebih awal tanda tanda akan terjadi perilaku
kekerasaan dengan inidkator / kriteria hasil :
1) Pasien mampu menyebutkan tanda tanda akan melakukan
kekerasaan, seperti perasaan ingin marah, jengkel, ingin merusak,
memikul, dll
2) Klien bersedia melaporkan pada petugas kesehatan pada petugas
kesehata saat muncul tanda tanda kekerasaan
3) Klien melaporkan kepada petugas kesehatan setiap muncul tanda
tanda akan melakukan kekerasaan
Rencana tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya
b) Observasi tanda tanda perilaku kekerasaan pada klien
c) Bantu klien mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasaan
d) Jelaskan pada klien rentang respon marah
e) Dukung dan fasilitasi klien untuk mencari bantuaan saat
muncul.

2. Diganosa keperawatan : gangguan persepsi sensori Halusinasi (dengar,


pengelihatan, penghidungan dan perabaan)
1) Pasien dapat membina hubungan saling percaya
Rencana tindakan :
1)Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komuniksi terapeutik
a. Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b.Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai pasien
c. Buat kontrak yang jelas
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji
e. Tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya klien
f. Beri perhatian kepada pada pasien dan peerhatikan kebutuhan
dasar pasien
g.Tanyatakan perasaan pasien dan masalah yang dihadapi pasien

2.1) Adakan kontak sesering mungkin

2.2) Pasien dapat mengontrol halusinya

a. Observasi tingkah laku pasien terkait halusinasinya

b. Tanyakan apakah pasien mengalami sesuatu atau halusinasi


c. Jika pasien mennjawab iya tanyakan apa yang sedang
dialaminya
d.Katakan bahwa prawat percaya bahwa pasien mengalami hal
tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalami apa yang
dirasakan klien

2.3 ) jika klien sedang tidak berhalusinasi klarifikasi tentang adanya


pengalaman halusinasi diskusikan dengan klien :

a. isi, waktu, dan frekuensi terjadinya halusianasi ( pagi,


siang,sore,malam atau sering atau kadang kadang)

b.situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan


halusinasi

4) Pasien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya


5) Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik
a) Diskusikan dengan pasien manfaat dengan kerugian tidak minum
obat ( nama, warna, dosis, cara, efek terapi, dan efek samping)
b) Pantau pasien saat minum obat
c) Beri pujian jika pasien menggunakan obat dengan benar

6) Diskusikan cara baru untuk memutuskan atau mengontrol halusinasi


a. Katakan pada diri sendiri bahwa itu tidak nyata (“saya tidak
mau dengar pada saat halusinasi terjadi”)
b. Menemui oranglain atau perawat / teman/ anggota keluarga
untuk menceritakan tentang halusinasinya
c. Membuat dan melaksanakan jadwal yang telah disusun
d. Meminta keluarga/ teman/perawat untuk menyapa jika terjadi
halusinasi terjadi
7) Bantu pasien memilih cara yang sudah di anjurkan dan latih untuk
mencobanya
8) Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan ( waktu,tempat dan
topik)

3. Tindakan Keperawatan Pasien Halusinasi


1) Tujuan tindakan untuk pasien
a. Pasien mampu mengenali halusinasi yang di alaminya
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

2) Tindakan Keperawatan
a. Membantu pasien mengenali halusinasi dengan cara berdiskusi
dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang di dengar/di
lihat) waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi,
situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien
saat halusinasi mu ncul
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi untuk membantu pasien
agar mampu mengontrol halusinasi , ada beberapa cara untuk
mengontrol yaitu
c. Menghardik halusinasi upaya untuk mengendalikan diri
terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang
muncul, ada beberapa tahapan tindakan meliputi :
a) Menjelaskan cara menghardik halusinasi
b) Memperagakan cara menghardik
c) Meminta pasien memperagakan ulang
d) Memantau penerapan cara ini dan menguatkan perilaku
pasien
d. Bercakap – cakap dengan orang lain
e. Melakukan aktivitas yang terjadwal
f. Minum obat secara teratur
BAB V
Kesimpulan

Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien


mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Halusinasi merupakan salah
satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon
neurobiologis.
Halusinasi terbagi menjadi 7 jenis halusinasi yang meliputi :
halusinasi pendengaran (auditory), halusinasi penglihatan (visual),
halusinasi penghidu (olfactory), halusinasi pengecapan (gustatory),
halusinasi perabaan (tactile), halusinasi cenesthetic, dan halusinasi
kinesthetic.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, M. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:


CV.ANDI OFFSET.

Hogan, M. (6 june 2008). Assesing the Economic Cost of Searious Mental Illnes.
American Journal Pshychiatry, 165.

Jones, J. (2012). Psychiatric mental health nursing an iterpersonal approach. New


York: Springer Publishing Company.

Maslim, R. (2011). Diagnosa Gangguan Jiwa PPDGJ III. Jakarta: Fk.Unika


Atmajaya

Putri, L. (2016). Retrieved September 2018, from www.academia.edu.

Stuart, G. W. (2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart.


Indonesia: Elsevier.

Bobo, W.V. (2008). The Neurology of Schizophremia. New York: Ltd.

Anda mungkin juga menyukai