Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, sebagai pencipta
atas segala kehidupan yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat
menyelesaikan tugas yang disajikan dalam bentuk makalah ini.

Dalam kesempatan ini, saya juga ingin mengucapkan terima kasih dengan hati yang tulus
kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, semoga Allah SWT.
senantiasa membalas dengan kebaikan yang berlipat ganda.

Adapun judul dari makalah ini yaitu Reformasi Pelayanan Publik. Penulisan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Teori Pelayanan Publik. Saya telah berusaha
melakukan yang terbaik dalam pembuatan makalah ini. Pastilah banyak kekurangan di dalamnya,
dikarenakan kurangnya pengetahuan, pengalaman dan kemampuan saya dalam mengolah serta
menyajikan makalah ini. Untuk itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari Bapak/Ibu Dosen
pembimbing dan berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua orang, khususnya
untuk diri saya sendiri.

Bandung, 15 Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 2
1.1 Tujuan Penulisan ........................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 3
2.1 Konsep Pelayanan Publik dalam Paradigma New Public Service (NPS) .............................. 3
2.1 Permasalahan Pelayanan Publik ............................................................................................... 5
2.3 Pemecahan Masalah ................................................................................................................... 7
2.4 Konsep Reformasi Birokrasi dalam Perspektif Administrasi Publik .................................. 10
2.5 Konsep Reformasi Pelayanan Publik Menuju Good Governance........................................ 12
BAB III SIMPULAN ................................................................................................................................ 18
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................ 18
3.2 Saran .......................................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 20

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Reformasi birokrasi adalah perubahan besar dan mendasar dalam paradigma


dan tata kelola pemerintahan Indonesia. Atas dasar keinginan reformasi birokrasi itu
yang dilakukanoleh pemerintah sebagai upaya memperbaiki proses birokrasi dari
tingkat Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah Masyarakat menginginkan adanya
perbaikan pelayanan dan perbaikan tata kelola birokrasi, sebagai cara membentuk
pemerintahan yang bersih (clean government) dan kepemerintahan yang baik (good
governance).

Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat


luas. Dalam kehidupan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan
berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan
dalam bentuk pengaturan atau pun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utlilitas, dan lainnya.
Berbagai gerakan reformasi publik (publik reform) yang dialami negara-negara maju
pada awal tahun 1990-an banyak diilhami oleh tekanan masyarakat akan perlunya
peningkatan kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah.

Sudah menjadi rahasia umum, dalam memperoleh surat-surat tersebut kita


harus membayar lebih dari tarif yang semestinya. Fenomena seperti ini seolah-olah
sudah lazim dan tampak menjadi halal, padahal secara pasti terjadi degradasi moral
etos kerja yang akan berdampak pada penurunan produktivitas, daya saing,
menimbulkan ekonomi biaya tinggi, dan sangat mengganggu tatanan hidup
bermasyarakat. Dalam pembuatan surat-surat izin, jika tidak membayar lebih dari tarif
yang berlaku, maka prosesnya akanmenjadi lama. Akan tetapijika memberikanuang
tambahan maka prosesnya akan dipermudah.

1
Upaya memperbaiki pelayanan sudah sejak lama dilakukan oleh pemerintah,
melalui Inpres No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian
Perijinan di Bidang Usaha. Upaya ini dilanjutkan dengan Surat Keputusan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana
Pelayanan Umum. Untuk lebih mendorong komitmen aparatur pemerintah terhadap
peningkatan mutu pelayanan, maka telah diterbitkan pula Inpres No. 1 Tahun 1995
tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada
Masyarakat. Pada perkembangan terakhir telah diterbitkan pula Keputusan Menpan
No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan
Publik. Oleh sebab itu penulis tertarik menulis “Reformasi Pelayanan Publik di
Indonesia”.

1.2 Rumusan Masalah


Penulis mengambil masalah ini dengan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana peranan dan kebijakan pelayanan publik dalam masyarakat
2. Bagaimanakah kualitas pelayanan publik pemerintah birokrasi kepada masyarakat
sehingga dapat memuaskan masyarakat tersebut?
1.1 Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui tentang peranan dan kebijakan pelayanan publik kepada masyarakat
2. Mengetahui tentang perubahan kualitas pelayanan publik pemerintah birokrasi

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Pelayanan Publik dalam Paradigma New Public Service (NPS)
1. Definisi Pelayanan Publik

Istilah pelayanan publik berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua suku kata,
yaitu: public dan service. Service yang dimaksud di sini adalah to serve, bukan to be
served. Sedangkan public itu sendiri sangat tergantung kepada konteksnya, dapat
berarti masyarakat luas, pemerintahan, ataupun segala sesuatu yang menyangkut
kepentingan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah (Ibrahim, 2008).

Sinambela (2010), mengartikan pelayanan publik sebagai pemberian layanan


(melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada
organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Selanjutnya menurut Kepmenpan No.63/KEP/M.PAN/7/2003, publik adalah segala
kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai
upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, 7 pelayanan publik adalah
pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara.

Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan


orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan
aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Pelayanan publik memegang peranan
penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini disebabkan salah satu tugas
pemerintah terhadap rakyatnya adalah memberikan pelayanan dalam rangka memenuhi
kebutuhan yang diinginkan oleh masyarakat (Sutopo dan Suryanto, 2009). Secara
umum dapat disebutkan bahwa pelayanan publik adalah upaya untuk memenuhi hak-
hak warga negara (Soeprapto, 2008). Dalam kaitan tersebut, idealnya pelayanan publik
dapat diberikan dengan mutu yang baik guna mencapai kepuasan masyarakat.

2. Paradigma New Public Sevice (NPS)

3
Perspektif New Public Management (NPM) memperoleh kritik keras dari banyak
pakar seperti Wamsley & Wolf (1996), Box (1998), King & Stivers (1998), Bovaird &
Loffler (2003), dan Denhardt & Denhardt (2004). Mereka memandang bahwa
perspektif ini, seperti halnya perspektif Old Public Administration (OPA), tidak hanya
membawa teknik administrasi baru namun juga seperangkat nilai tertentu. Masalahnya
terletak pada nilai-nilai yang dikedepankan tersebut seperti efisiensi, rasionalitas,
produktivitas dan bisnis karena dapat bertentangan dengan nilai-nilai kepentingan
publik dan demokrasi.

Jika pemerintahan dijalankan seperti halnya bisnis dan pemerintah berperan


mengarahkan tujuan pelayanan publik maka pertanyaannya adalah siapakah
sebenarnya pemilik dari kepentingan publik dan pelayanan publik?. Atas dasar
pemikiran tersebut Denhardt & Denhardt (2004), memberikan kritik terhadap
perspektif New Public Management (NPM) sebagaimana yang tertuang dalam kalimat
“in our rush to steer, perhaps we are forgetting who owns the boat.” Menurut Denhardt
& Denhardt (2004), karena pemilik kepentingan publik yang sebenarnya adalah
masyarakat maka administrator publik seharusnya memusatkan perhatiannya pada
tanggung jawab melayani dan memberdayakan warga negara melalui pengelolaan
organisasi publik dan implementasi kebijakan publik.

Perubahan orientasi tentang posisi warga negara, nilai yang dikedepankan, dan
peran pemerintah ini memunculkan perspektif baru administrasi publik yang disebut
sebagai New Public Service (NPS). Warga negara seharusnya ditempatkan di depan,
dan penekanan tidak seharusnya membedakan antara mengarahkan dan mengayuh
tetapi lebih pada bagaiamana membangun institusi publik yang didasarkan pada
integritas dan responsivitas. Pada intinya, perspektif baru ini merupakan “a set of idea
about the role of public administration in the governance system that place public
service, democratic governance, and civic engagement at the center.”

4
Perspektif New Public Service (NPS) mengawali pandangannya dari pengakuan
atas warga negara dan posisinya yang sangat penting bagi kepemerintahan demokratis.
Jati diri warga negara tidak hanya dipandang sebagai 8 semata persoalan kepentingan
pribadi (self interest) namun juga melibatkan nilai, kepercayaan, dan kepedulian
terhadap orang lain. Warga negara diposisikan sebagai pemilik pemerintahan (owners
of government) dan mampu bertindak secara bersama-sama mencapai sesuatu yang
lebih baik. Kepentingan publik tidak lagi dipandang sebagai agregasi kepentingan
pribadi melainkan sebagai hasil dialog dan keterlibatan publik dalam mencari nilai
bersama dan kepentingan bersama.

Perspektif New Public Service (NPS) menghendaki peran administrator publik


untuk melibatkan masyarakat dalam pemerintahan dan bertugas untuk melayani
masyarakat. Dalam menjalankan tugas tersebut, administrator publik menyadari
adanya beberapa lapisan kompleks tanggung jawab, etika, dan akuntabilitas dalam
suatu sistem demokrasi. Administrator yang bertanggung jawab harus melibatkan
masyarakat tidak hanya dalam perencanaan tetapi juga pelaksanaan program guna
mencapai tujuan-tujuan masyarakat. Hal ini harus dilakukan tidak saja karena untuk
menciptakan pemerintahan yang lebih baik tetapi juga sesuai dengan nilai-nilai
demokrasi. Dengan demikian, pekerjaan administrator publik tidak lagi mengarahkan
atau memanipulasi insentif tetapi pelayanan kepada masyarakat.

2.1 Permasalahan Pelayanan Publik

Permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya adalah berkaitan dengan


peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat
tergantung pada berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata
laksana), dukungan sumber daya manusia, dan kelembagaan.Dilihat dari sisi pola
penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan antara
lain:

5
a. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur
pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan
tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan,
aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan
sama sekali.
b. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada
masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
c. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari
jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan
pelayanan tersebut.
d. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya
sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun
pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi
pelayanan lain yang terkait.
e. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya
dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga
menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan
penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff)
untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan dilain pihak
kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan,
dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan,
juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu
yang lama untuk diselesaikan.
f. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya
aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/
aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa
adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.
g. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan
perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.

6
Dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utamanya adalah
berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empathy dan etika. Berbagai
pandangan juga setuju bahwa salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan adalah
masalah sistem kompensasi yang tepat.
Dilihat dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada disain organisasi
yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat,
penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan
tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi
pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh
pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.

2.3 Pemecahan Masalah


Tuntutan masyarakat pada era repormasi terhadap pelayanan publik yang
berkualitas akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat
ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan di atas sehingga
mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk
mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1. Penetapan Standar Pelayanan. Standar pelayanan memiliki arti yang sangat
penting dalam pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan suatu
komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan
suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan
masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar
pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan,
identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi
pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya
pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai
standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai
kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen

7
yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Informasi lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan
kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta
distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya.
2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP). Untuk memastikan
bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya
Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan
yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai
dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten. Disamping
itu SOP juga bermanfaat dalam hal:
a. Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika
terjadi hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani
satu proses tertentu berhalangan hadir, maka petugas lain dapat
menggantikannya.Oleh karena itu proses pelayanan dapat berjalan
terus;
b. Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai
dengan peraturan yang berlaku;
c. Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran
terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam
pelayanan;
d. Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahan-
perubahan tertentu dalam prosedur pelayanan;
e. Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian
pelayanan;
f. Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan
yang akan diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani
satu proses pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua
petugas yang terlibat dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas dan
tangungjawab yang jelas;

8
3. Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan. Untuk menjaga kepuasan
masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan
masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan
publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat
dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan
memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survey
kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan
publik;
4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan. Pengaduan masyarakat
merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara
pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain
suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara dapat efektif dan efisien
mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi
perbaikan kualitas pelayanan; Sedangkan dari sisi makro, peningkatan kualitas
pelayanan publik dapat dilakukan melalui pengembangan model-model
pelayanan publik. Dalam hal-hal tertentu, memang terdapat pelayanan publik
yang pengelolaannya dapat dilakukan secara privateuntuk menghasilkan
kualitas yang baik. Beberapa model yang sudah banyak diperkenalkan antara
lain:contracting out, dalam hal ini pelayanan publik dilaksanakan oleh swasta
melalui suatu proses lelang, pemerintah memegang peran sebagai
pengatur; franchising, dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak swasta untuk
dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang diikuti dengan price
regularity untuk mengatur harga maksimum. Dalam banyak hal pemerintah
juga dapat melakukan privatisasi.
Disamping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu didukung
adanya restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai kompleksitas
pelayanan publik menjadi lebih sederhana. Birokrasi yang kompleks menjadi ladang
bagi tumbuhnya KKN dalam penyelenggaraan pelayanan.

9
2.4 Konsep Reformasi Birokrasi dalam Perspektif Administrasi Publik
1. Definisi Reformasi
Reformasi berasal dari kata “re” dan “form”, yang apabila diartikan secara
gamblang dapat diatikan sebagai perubahan bentuk. Dari Wikipedia Bahasa Indonesia
dijelaskan bahwa reformasi merupakan suatu perubahan terhadap suatu sistem yang
telah ada pada suatu masa. Dikatakan juga, bahwa reformasi adalah perubahan secara
drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) dalam suatu masyarakat
atau negara. Di Indonesia, kata reformasi umumnya merujuk kepada gerakan
mahasiswa pada tahun 1998 yang menjatuhkan kekuasaan Presiden Soeharto atau era
setelah Orde Baru.
Reformasi adalah suatu usaha atau upaya untuk menghidupkan demokrasi agar
praktek-praktek politik, pemerintah, ekonomi, sosial budaya yang dianggap oleh
masyarakat tidak sesuai dan tidak selaras dengan kepentingan masyarakat dan aspirasi
masyarakat diubah dan ditata ulang agar menjadi lebih sesuai dan selaras. Melalui
reformasi, diharapkan kesejahteraan masyarakat akan semakin meningkat sehingga
seluruh masyarakat dapat memperoleh kehidupan yang layak.
2. Konsep Reformasi Birokrasi
Pemerintah Indonesia telah menetapkan suatu Grand Design Reformasi
Birokrasi 2010-2025 sesuai Pepres Nomor 81 Tahun 2010, sebagai pedoman dalam
pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Indonesia. Grand Design Reformasi Birokrasi
tersebut antara lain menetapkan tujuan Reformasi Birokrasi yang meliputi:
a. Meningkatkan pelayanan publik yang baik dan benar Reformasi Birokrasi
memperbaiki dan meningkatkan pelayanan publik secara menyeluruh. Sasaran
utama peningkatan adalah unit pelayananan publik di Pemerintah Daerah yang
berhadapan langsung dengan masyarakat, serta unit pelayanan pemerintah Pusat
seperti Polisi, Kejaksaan, Beacukai, Pajak, Badan Pertanahan Nasional,
Kementerian Agama, dll.
b. Meningkatkan Kualitas Pengambilan Kebijakan dan Keputusan Reformasi
Birokrasi mensinergikan kegiatan-kegiatan entitas yang saling terkait, setiap entitas

10
dapat mendukung entitas lainnya terutama dalam kebutuhan informasi/ dokumen,
sehingga kualitas pegambilan keputusan bisa menjadi lebih baik.
c. Mencegah Penyalahgunaan Wewenang Dengan Reformasi Birokrasi, para pejabat
publik dilarang menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi dan atau untuk
kepentingan golongan.
d. Meningkatkan Efisiensi Sumber Daya Reformasi Birokrasi harus meminimalkan
biaya-biaya dalam setiap kegiatan pemerintahan dan pembangunan.
Untuk mencapai tujuan Reformasi Birokrasi, berbagai upaya harus akan
dilakukan agar pencapaian tujuan tersebut selalu berada pada koridor yang benar.
Tujuan Reformasi Birokrasi dilandasi oleh 13 (tiga belas) prinsip-prinsip penting.
Dengan 13 (tiga belas) prinsip dalam tulisan ini, para pejabat publik diharapkan dapat
menjabarkan Reformasi Birokrasi menjadi program yang lebih rinci. Ketiga belas
prinsip tersebut menjadi “ruh birokrasi” untuk senantiasa meningkatkan kinerja.
Ketigabelas prinsip mengulas Reformasi Birokrasi yang sesungguhnya merupakan
warisan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945
dan Pancasila. Reformasi Birokrasi adalah penjabaran dari nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia yang sudah ada sejak lama. Bangsa Indonesia menterjemahkan nilai-nilai
luhur tersebut dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi (Sekretariat Wakil Presiden
Republik Indonesia, 2012: 1-2).
Prinsip-prinsip Reformasi Birokrasi tersebut, meliputi:
a. Dasar perilaku pejabat publik yang baik adalah pengabdian, niat untuk
mengelola pelayanan kepada masyarakat, serta mendukung dan mendorong
pihak lain yang memberi pelayanan masyarakat (Prinsip 1)
b. Belajar dari rintangan sulit (Prinsip 2)
c. Reformasi Birokrasi dimulai dengan reformasi individu, dan membutuhkan
dukungan pendongkrak perubahan yang mendorong orang lain untuk reformasi
diri (Prinsip 3)
d. Memberi nilai terbaik diwujudkan melalui pelayanan terbaik (Prinsip 4)

11
e. Menteri dan kementerian sebagai pelayan publik dan membantu pelayanan
publik (Prinsip 5)
f. Pejabat senior wajib menyusun rencana strategis individu sebagai pejabat untuk
melaksanakan rencana strategis lembaganya (Prinsip 6)
g. Aparatur profesional menjadi tulang punggung pelaksanaan Reformasi
Birokrasi (Prinsip 7)
h. Ukuran pencapaian kinerja adalah petunjuk operasional kegiatan, seperti dasar
penggunaan keuangan adalah DIPA/DPA (Prinsip 8)
i. Tujuan Reformasi Birokrasi adalah perbaikan secara menyeluruh yang
menghasilkan peningkatan manfaat yang besar untuk masyarakat (Prinsip 9)
j. Dalam peraturan perundang-undangan tidak boleh ada aturan ganda dan tidak
membebani masyarakat selain yang diperlukan untuk menjamin hak
perorangan dan mengatur kepentingan masyarakat luas (Prinsip 10)
k. Pemerintah tidak memikul reformasi sendiri; banyak mitra yang ikut serta
untuk meningkatkan kinerja pemerintah (Prinsip 11)
l. Reformasi Birokrasi perlu dukungan politis untuk mendapatkan momentum
dan resonansi yang besar (Prinsip 12)
m. Setiap orang dan setiap kelompok orang yang ditugaskan di sektor publik dan
menggunakan keuangan negara wajib membuktikan hasil kinerjanya, dan wajib
patuh pada peraturan perundang-undangan (Prinsip 13)
2.5 Konsep Reformasi Pelayanan Publik Menuju Good Governance
A. Konsep Good Governance
1. Definisi Good Governance

Proses pemahaman umum mengenai governance atau tata pemerintahan mulai


mengemuka di Indonesia sejak tahun 1990-an, dan mulai semakin bergulir pada tahun
1996, seiring dengan interaksi pemerintah Indonesia dengan negara luar sebagai
negara-negara pemberi bantuan yang banyak menyoroti kondisi obyektif
perkembangan ekonomi dan politik Indonesia. Istilah ini seringkali disangkutpautkan

12
dengan kebijaksanaan pemberian bantuan dari negara donor, dengan menjadikan
masalah isu tata pemerintahan sebagai salah satu aspek yang dipertimbangkan dalam
pemberian bantuan, baik berupa pinjaman maupun hibah.

Governance, yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah


penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola
urusanurusan negara pada semua tingkat (Rochman, 2008). Tata pemerintahan
mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan
kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan
hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaanperbedaan diantara
mereka.

Definisi lain menyebutkan governance adalah mekanisme pengelolaan sumber


daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sektor negara dan sector non-
pemerintah dalam suatu usaha kolektif. Definisi ini mengasumsikan banyak aktor yang
terlibat dimana tidak ada yang sangat dominan yang menentukan gerak aktor lain.
Pesan pertama dari terminology governance membantah pemahaman formal tentang
bekerjanya institusiinstitusi negara.

Governance mengakui bahwa didalam masyarakat terdapat banyak pusat


pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat yang berbeda. 9 Lebih lanjut,
disebutkan bahwa dalam konteks pembangunan, definisi governance adalah
“mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial untuk tujuan
pembangunan”, sehingga good governance, dengan demikian, “adalah mekanisme
pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang substansial dan penerapannya untuk
menunjang pembangunan yang stabil dengan syarat utama efisien dan relatif merata”.

2. Prinsip-prinsip utama good governance

Prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance menurut Krina (2008:


8), yaitu:

13
a. Akuntabilitas Akuntabilitas publik adalah prinsip yang menjamin bahwa setiap
kegiatanpenyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara
terbuka oleh pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan
kebijakan;
b. Transparansi Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan
bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan
pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan
pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai;
c. Partisipasi Masyarakat Partisipasi adalah prinsip bahwa setiap orang memiliki
hak untuk terlibat dalam pengambilan keputusan di setiap kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan. Keterlibatan dalam pengambilan keputusan
dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung.
B. Konsep Reformasi Pelayanan Publik

Inti dari reformasi birokrasi pelayanan publik merupakan sebuah upaya untuk
meningkatkan kinerja pelayanan publik dalam rangka menghasilkan mutu layanan
yang baik. Setidaknya terdapat tiga alasan utama mengapa terjadi reformasi pelayanan
publik, yaitu:
1. Lingkungan strategis yang senantiasa berubah
2. Pergeseran paradigma penyelenggaraan, pembangunan dan pelayanan
masyarakat
3. Kondisi masyarakat yang mengalami dinamika (Azhari, 2008).
Mutu pelayanan publik sendiri dapat dilihat sebagai upaya untuk memenuhi
kebutuhan mayoritas masyarakat yang membutuhkan pelayanan, dengan tingkat
persyaratan yang tinggi, ketersediaan sumber daya, dan pada biaya yang rendah (Vinni,
2008). Dalam konteks ini mutu pada sektor pelayanan publik memiliki tiga kerangka,
yaitu:
1. Mutu dalam kerangka kepatuhan terhadap norma dan prosedur
2. Mutu dalam kerangka efektivitas

14
3. Mutu dalam kerangka kepuasan pelanggan (Elke Loffler, 2002).
Soeprapto (2008), memaparkan secara umum terdapat 3 (tiga) gugus pemikiran
reformasi pelayanan publik sebagai berikut:
1. Pemikiran berbasis konsep Total Quality Politics - TQP (Frederickson, 1994)
Pemikiran ini menekankan perlunya ditegakkannya pemerintahan yang
berpusat pada warga negara (citizen centered government) serta pemerintahan
10 yang jujur dan adil. Isu sentral yang dikedepankan dalam pemikiran ini
adalah efisiensi dan efektifitas setiap administrator publik dalam menjalankan
fungsi pelayanan publiknya;
2. New Public Administration Movement Esensi dari gerakan new public
administration itu adalah "to democratize bureaucracy by inducing officials to
be more responsive to the clienteles they affected and had to work with" (Riggs,
1997). Dengan demikian, ide dasar yang diperhatikan oleh pemikiran ini adalah
ditegakkannya prinsip keadilan proporsionsal oleh administrator publik dalam
memberikan pelayanan. Pemikiran ini menuntut sumber daya yang menjadi
esensi atau substansi pelayanan masyarakat itu sejauh mungkin dapat
didistribusikan berdasarkan atas kemampuan dan kebutuhan publik yang
dilayani (user), bukan sekedar kebutuhan birokrasi yang memberikan
pelayanan (provider);
3. Reinventing Government Movement Pemikiran ini dinilai oleh banyak
kalangan berhasil mengkombinasikan antara Total Quality Management
(TQM) dan Enterpreneurial Management.
Reformasi pelayanan publik merupakan cara terbaik dalam mewujudkan good
governance. Pelayanan publik dipilih sebagai penggerak utama reformasi administrasi
karena upaya mewujudkan nilai-nilai yang selama ini mencirikan praktik pemerintahan
yang baik (good governance) dalam pelayanan publik dapat dilakukan secara lebih
nyata dan mudah. Nilai-nilai seperti efesiensi, efektifitas, transparansi, akuntabilitas
dan partisipasi dapat diterjemahkan secara relatif lebih mudah dalam penyelenggaraan
pelayanan publik (Silalahi, 2011: 4).

15
Menurut Thoha (2008: 87), ada beberapa faktor pendukung sekaligus pula
penghambat pelaksanaan reformasi pelayanan publik, yaitu:
1. Penataan kelembagaan
Lembaga adalah badan (organisasi) yang melakukan suatu usaha. Pelembagaan
adalah undang-undang dasar negara. Sedangkan kelembagaaan diartikan
sebagai badan (organisasi) yang melakukan sesuatu yang dilandasi
undangundang dasar negara seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Keputusan Presiden, Keputusan Menteri dan lain- lain. Kelembagaan dapat
pula diartikan sebagai penataan kembali struktur organisasi sesuai dengan
pelembagaan (ketentuan perundangan) yang berlaku;
2. Penataan manajemen pemerintah
Manajemen adalah kebiasaan yang dilakukan secara sadar dan terus menerus
dalam membentuk organisasi. Manajemen adalah proses merencanakan,
memimpin dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan
semua sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran organisasi yang sudah
ditetapkan Manajemen adalah suatu kegiatan organisasi, sebagai suatu usaha
dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai suatu tujuan
tertentu yang mereka taati sedemikian rupa sehingga diharapkan hasil
pencapaian yang sempurna, yaitu efektif dan efesien;
3. Aspek perilaku pejabat publik
Mindset atau pola berfikir merupakan salah satu hal yang mengilhami perilaku
birokrasi publik selama ini. Perilaku yang buruk dari birokrasi pemerintah
sering muncul karena mindset yang salah, yang mendoorng para pejabatnya 11
melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan aspirasi dan keinginan warganya.
Mindset yang salah ini menyangkut misi dari keberadaan birokrasi publik itu
sendiri, jati diri, fungsi dan aktivitas yang dilakukan birokrasi dalam
kegiatannya sehari-hari. Perubahan mindset merupakan salah satu cara
mewujudkan perilaku baru dari birokrasi dan melahirkan sosok pejabat
birokrasi yang berbeda dengan yang sekarang ini. Untuk mewujudkan

16
perubahan mindset ini maka diperlukan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
(diklat) yang diikuti oleh pegawai pemerintahan.

17
BAB III SIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Arah baru atau model reformasi birokrasi perlu dirancang untuk
mendukung demokratisasi dan terbentuknya clean and good governance yaitu
tumbuhnya pemerintahan yang rasional, melakukan transparansi dalam berbagai
urusan publik, memiliki sikap kompetisi antar departemen dalam memberikan
pelayanan, mendorong tegaknya hukum dan bersedia memberikan
pertanggungjawaban terhadap publik (public accountibility) secara teratur.
Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik
daripada yang sudah ada. Reformasi bertujuan mengoreksi dan membaharui terus-
menerus arah pembangunan bangsa yang selama ini jauh menyimpang, kembali ke
cita-cita proklamasi. Reformasi birokrasi penting dilakukan agar bangsa ini tidak
termarginalisasi oleh arus globalisasi. Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat
tertinggi, seperti presiden dalam suatu negara atau menteri/kepala lembaga pada suatu
departemen dan kementerian negara/lembaga negara, sebagai motor penggerak utama.
Tujuan reformasi birokrasi: Memperbaiki kinerja birokrasi, Terciptanya good
governance, yaitu tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa, Pemerintah
yang bersih (clean government), bebas KKN, meningkatkan kualitas pelayanan
terhadap masyarakat.

3.2 Saran
Penerapan model reformasi pelayan publik dalam sistem Pemerintahan yang
sekarang diterapkan belum mencapai hasil yang diharapkan. Perilaku birokrasi dan
kinerja Pemerintah belum dapat mewujudkan keinginan dan pilihan publik untuk
memperoleh jasa pelayanan yang memuaskan untuk meningkatkan kesejahteraan.
Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik oleh Pemerintah dalam hal ini
dapat dilakukan dengan berbagai strategi, diantaranya : perluasan institusional dan

18
mekanisme pasar, penerapan manejemen publik modern, dan perluasan makna
demokrasi.

19
DAFTAR PUSTAKA
Dwiyanto, Agus. 2003. Reformasi Pelayanan Publik: Apa yang harus dilakukan?,

Policy Brief. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM.

Atep Adya Brata. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta: Gramedia.

Lembaga Administrasi Negara. 2003. Jakarta: Penyusunan Standar Pelayanan Publik.

LAN.

Ttamin, feisal. reformasi birokrasi. Jakarta:blantika,2004

Dwiyanto, Agus, dkk., reformasi birokrasi public di Indonesia. Yogyakarta: UGM

press, 2006

Qodri azizy, abdul. Change management dalam reformasi birokrasi. Jakarta:

gramedia, 2007
Djamin A. 2008. Reformasi Aparatur/ Administrasi Negara RI. Jakarta:
YayasanTenaga Kerja Indonesia.
Rochman, Meuthia Ganie. 2008. Good Governance: Prinsip, Komponen dan
Penerapannya. Jakarta: Komnas HAM
Zauhar S. 2008. Reformasi Administrasi: Konsep,Dimensi, dan Strategi. Bandung:
BumiAksara.

20

Anda mungkin juga menyukai