Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Lanjut Usia


II.1.1 Pengertian Lansia
Lansia adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari kejadiannya.
Keadaan ini dibagi menjadi dua yaitu lanjut usia potensial dan lanjut usia tidak
potensial. Lanjut Usia Potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/jasa, sedangkan
lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain.4,5
II.1.2 Batasan Lansia
WHO menggolongkan lanjut usia menjadi empat, yaitu : Usia pertengahan
(middle age) : umur 45-59 tahun, Lanjut Usia (elderly) : umur 60-74 tahun,Lanjut
Usia Tua (old) : umur 75- 90 tahun dan Lanjut Sangat Tua (very old) umur diatas
90 tahun. UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia bahwa lansia adalah
seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.
Berbeda dengan WHO, menurut Maryam lansia diklasifikasikan sebagai
berikut:6
a. Pra Lansia
Seseorang yang berusia antara 45 – 59 tahun.
b. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau berusia 60 tahun atau lebih
tapi dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang/jasa.
e. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung
pada bantuan orang lain.

5
II.1.3 Perubahan- perubahan yang terjadi pada lansia
Seiring dengan proses penuaan terjadi pula perubahan-perubahan pada
lansia meliputi : perubahan fisik, perubahan sosial dan psikologis.6
a. Perubahan Fisik
1. Sel : Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan
cairan intraseluler menurun.
2. Kardiovaskuler: Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan
memompa darah menurun (menurunnya kontraksi dan volume),
elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat.
3. Respirasi : Otot-otot pernafasan kekuatannya menurun dan kaku,
elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik
nafas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan
batuk menurun, serta terjadi penyempitan pada bronchus
4. Persarafan : Saraf pancaindra mengecil sehingga fungsinya menurun
serta lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang
berhubungan dengan stress. Berkurang atau hilangnya lapisan myelin
akson sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik dan refleks.
5. Muskuloskletal : cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh
(osteoporosis), bungkuk (kiposis), persendian membesar dan menjadi
kaku (atropi otot), kram, tremor, tendon mengerut, dan mengalami
skelerosis.
6. Gastrointestinal : Esophagus melebar, asam lambung menurun, lapar
menurun, dan peristaltic menurun sehingga daya absobsi juga ikut
menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesoris
menurun sehngga menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan
enzim pencernaan.
7. Genitourinaria : Ginjal mengecil sehingga aliran darah ke ginjal
menurun, penyaringan glomerulus menurun, dan fungsi tubulus menurun
sehingga kemampuan mengkonsentrasi urine ikut menurun.
8. Vesika urinaria : Otot-otot melemah , kapasitas menurun dan retensi
urine. Hiperteropi prostat dialami oleh 75% lansia.

6
9. Vagina : Selaput lender mengering dan sekresi menurun.
10. Pendengaran : Membrane timpani atropi sehingga terjadi gangguan
pendengaran. Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.
11. Penglihatan : Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap
menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun dan katarak.
12. Endokrin : Penurunan produksi hormon.
13. Kulit : Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam
hidung dan telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskularisasi
menurun, rambut memutih (uban) kelenjar keringat menurun, kuku
keras dan rapuh, serta kuku kaki bertumbuh berlebihan seperti tanduk
14. Belajar dan memori : Kemampuan belajar masih ada tetapi relatif
menurun. Memori (daya ingat) menurun karena proses encoding
menurun.
15. Intelegensia : secara umum tidak banyak berubah.
16. Personality dan adjustment (pengaturan) : tidak banyak berubah,
hampir seperti saat muda
17. Pencapaian (achievement) : sains, filosofi, seni, dan music yang
diperoleh pada saat muda mempengaruhi lansia dalam menjalankan
kehidupannya.
b. Perubahan sosial
1. Peran : post power syndrome, single woman, dan single parent.
Lansia pada umumnya mengalami perubahan peran dan identitas,
jabatan, kegiatan sehari-hari, status, wibawa dan otoritas serta
kehilangan hubungan dengan individu maupun kelompok.
2. Keluarga, teman : kesendirian dalam keluarga, ketika lansia lainnya
meninggal.
3. Abuse : kekerasan berbentuk verbal (dibentak) dan kekerasan
berbentuk nonverbal (dicubit, tidak diberi makan).
4. Ekonomi : kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dan income
security.
5. Keamanan : jatuh, terpeleset.
6. Agama : melaksanakan ibadah secara lebih teratur

7
c. Perubahan psikologis
Frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi
menghadapi kematian, perubahan keinginan, depresi dan kecemasan.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia akan menimbulkan masalah
apabila lansia tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut
untuk itu pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan oleh lansia terutama oleh
lansia miskin dan tinggal di daerah pedesaan.

II.2 Pelayanan Kesehatan Pada Lansia


Tantangan terbesar yang dihadapi keperawatan dan pelayaan kesehatan
akibat peningkatan jumlah lanjut usia pada abad ini adalah pemberian pelayaan
kesehatan kepada lansia. Masalah utama yang harus dihadapi penyedia pelayanan
kesehatan adalah bagaimana membantu para lansia hidup sehat dan produktif.7
Pelayanan kesehatan untuk lansia secara umum memiliki 3 tujuan yaitu :7
a. Meningkatkan kemampuan fungsional.
b. Memperpanjang usia hidup.
c. Meningkatkan kenyamanan dan menurunkan penderitaan.
Pemaksimalan pelayanan kesehatan lansia di komunitas dibutuhkan suatu
pendekatan multiaspek. Target intervensi harus mengarah pada individu dan
keluarga serta keluarga dan komunitas. Bentuk Pelayanan kesehatan pada lanjut
usia seperti berikut :8
1. Pelayanan Kesehatan lansia di Masyarakat (Community Based Geriatrik
Service).
Pada upaya kesehatan ini, semua upaya kesehatan yang berhubungan dan
dilaksanakan oleh masyarakat harus diupayakan berperan serta dalam
menangani kesehatan para lansia. Pada dasarnya masyarakat termasuk lansia
harus diikutsertakan semaksimal mungkin dalam pelayanan kesehatan lansia
ditingkat masyarakat. Dokter swasta berperan dalam pemberian pelayanan
kuratif sedangkan Puskesmas yang membentuk kelompok/klub lansia.
Pelayanan kesehatan dalam bentuk promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitative dapat lebih mudah dilaksanakan melalui kelompok/klub lansia
yang terbentuk. Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada lansia di
masyarakat adalah sebagai berikut :8

8
a. Promotif
Upaya promotif dilakukan oleh petugas kesehatan untuk
meningkatkan semangat hidup lansia, agar merasa tetap dihargai dan tetap
berguna bagi dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat.
Pelayanan promotif berupa penyuluhan, bagi lansia dan kebugaran jasmani
berupa senam lansia yang instrukturnya berasal dari Puskesmas.
b. Preventif
Upaya preventif dilakukan bertujuan sebagai pencegahan terhadap
kemungkinan terjadinya komplikasi dari berbagai penyakit akibat penuaan.
Penimbangan berat badan dan pengukuran tekanan darah sebagai deteksi
dini pemeliharaan kesehatan sederhana.
c. Kuratif
Melalui deteksi dini yang dilakukan, bila ditemukan adanya kondisi
yang menyimpang maka dilakukan pengobatan dan bila memerlukan
penanganan lebih lanjut maka perlu dirujuk. Contohnya penyakit hipertensi
yang dialami oleh lansia apabila cepat dideteksi dan dilakukan pengobatan
secara rutin akan mengurangi terjadinya komplikasi dari penyakit hipertensi
seperti stroke. Dan apabila ditemukan komplikasi terjadi diharapkan lansia
segera mendapatkan penanganan lebih lanjut.
d. Rujukan
Bila hasil diagnosis menunjukkan kasus yng membutuhkan
penanganan lebih lanjut maka petugas perlu melakukan rujukan : rujukan
vertikal dan rujukan horizontal. Rujukan vertical merupakan
rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dari tingkat
pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau
sebaliknya misalnya rujukan dari Puskesmas ke Rumah sakit daerah.
Rujukan horizontal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam
satu tingkatan misalnya rujukan dari puskesmas pembantu ke Puskesmas
induk (Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 001 tahun 2012).

2. Pelayanan Kesehatan Lansia di Masyarakat Berbasis Rumah Sakit (Hospital


based Community geriatric service)
Pada pelayanan tingkat ini, rumah sakit bertugas membina lansia yang

9
berada dibawahnya baik secara lansung kepada masyarakat awam termasuk
lansia atau tidak langsung melalui pembinaan pada Puskesmas yang barada di
wilayah kerjanya berupa lokakarya, symposium, ceramah- ceramah baik
kepada tenaga kesehatan. Rumah sakit juga bertindak sebagai rujukan layanan
kesehatan yang ada di masyarakat.8
3. Layanan Kesehatan Lansia Berbasis Rumah sakit (Hospital Based Geriatrik
Service).
Pada layanan rumah sakit, tergantung jenis layanan yang ada bagi para
lansia. Mulai dari layanan sederhana berupa poli klinik lansia, sampai
pada layanan yang lebih maju, misalnya bangsal akut, klinik siang terpadu (day
hospital), bangsal kronik atau panti werda (nursing home). Disamping itu,
rumah sakit jiwa juga menyediakan layanan kesehatan jiwa bagi lansia dengan
pola yang sama. Pada tingkat ini sebaiknya dilaksanakan suatu layanan terkait
(con-join care) antara unit psikogeriatri suatu rumah sakit jiwa, terutama untuk
menangani penderita penyakit fisik dengan komponen gangguan psikis berat
atau sebaliknya.8

II.3 Posyandu Lansia


a. Pengertian Posyandu Lansia
Posyandu lansia adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan
terhadap lansia ditingkat desa/kelurahan dalam masing-masing wilayah
kerja Puskesmas. Keterpaduan dalam posyandu lansia berupa keterpaduan
dalam pelayanan yang dilatarbelakangi oleh kriteria lansia yang memiliki
berbagai macam penyakit. Dasar pembentukan posyandu lansia adalah
peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama lansia.4
b. Tujuan Posyandu Lansia
Pembinaan kesehatan lansia bertujuan meningkatkan derajat kesehatan
dan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna

10
dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan eksistensinya
dalam masyarakat.4
Tujuan Posyandu lansia adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan pengetahuan, sikap dan prilaku positif lansia.
2) Meningkatkan mutu dan derajat kesehatan lansia.
3) Meningkatkan kemampuan para lansia untuk mengenali masalah
kesehatan dirinya sendiri dan bertindak untuk mengatasi masalah tersebut
terbatas kemampuan yang ada dan meminta pertolongan keluarga atau
petugas jika diperlukan.
c. Sasaran Posyandu lansia
Sasaran Posyandu lansia menurut Depkes adalah :
1) Sasaran langsung yaitu kelompok pra usia lanjut (45-59 tahun).
Kelompok usia lanjut (60 tahun keatas) dan kelompok usia lanjut dengan
resiko tinggi (70 tahun keatas).
2) Sasaran tidak langsung, yaitu keluarga dimana lansia berada, organisasi
yang bergerak dalam usia lanjut, dan masyarakat.
d. Kegiatan Posyandu Lansia.
Posyandu lansia melaksanakan pelayanan meliputi pemeriksaan
kesehatan fisik dan mental emosional, yang dicatat dan dipantau dengan
Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk mengetahui riwayat penyakit lansia.
Beberapa kegiatan posyandu adalah :8
1) Pemeriksaan aktivitas sehari-hari/ADL meliputi kegiatan dasar dalam
kehidupan seperti makan /minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik-
turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.
2) Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan
mental emosional dengan menggunakan pedoman metode 2 (dua)
menit.
3) Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan
pengukuran tinggi badan dan dicatat dalam grafik indeks massa tubuh
(IMT).
4) Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta
penghitungan denyut nadi selama 1 menit.

11
5) Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli, atau cuprisulfat.
6) Pemeriksaan adanya gula dalam seni sebagai deteksi awal adaanya
penyakit gula (diabetes mellitus)
7) Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai
deteksi awal adanya penyakit ginjal.
8) Pelaksanaan rujukan ke puskesmas bilamana ada keluhan atau
ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir-butir diatas.
9) Penyuluhan kesehatan, biasanya dilakukan didalam atau diluar
kelompok dalam rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan dan
gizi sesuai dengan masalah kesehatan yang dihadapi oleh individu dan
kelompok usia lanjut.
10) Kunjungan rumah oleh kader dan petugas kesehatan bagi kelompok
usia lanjut yang tidak datang, dalam rangka kegiatan perawatan
kesehatan masyarakat.
11) Pemberian makanan tambahan (PMT) dan penyuluhan contoh menu
makanan tambahan adalah bubur kacang ijo, pisang bakar dan sari
buah.
12) Kegiatan olah raga seperti senam lanjut usia dan jalan santai.
Mekanisme pelayanan posyandu lansia berbeda dengan posyandu balita
umumnya. Mekanisme kerja posyandu lansia tergantung pada kebijakan
pelayanan kesehataan diwilayah penyelenggara. Ada yang
menyelenggarakan dengan sistem 5 meja seperti Posyandu balita dan
adapula yang hanya 3 meja. Pelaksanaan kegiatan Posyandu menurut
Subijanto dkk, dilakukan dengan sistem 5 meja :9
a. Meja 1 : Pendaftaran
Lansia yang berkunjung mendaftarkan diri, Kader mencatat identitas lansia
yang terdiri dari nomor KMS, nama, umur, alamat, pendidikan, pekerjaan,
status pernikahan dan alamat tempat tinggal. Lansia yang sudah terdaftar
dibuku register dan memiliki KMS langsung menuju meja selanjutnya.
b. Meja 2 : Pengukuran tinggi badan , berat badan dan tekanan darah.
Kader melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan dan tekanan darah
kemudian hasilnya kemudian dicatat dalam catatan kecil yang kemudian

12
dibawa ke meja selanjutnya.
c. Meja 3 : Pencatatan (Pengisian KMS)
Kader melakukan pencatatan pada KMS lansia meliputi tekanan darah, berat
badan dan tinggi badan kemudian dicatat kembali dibuku register posyandu
sebagaidokumentasi. Meja 4 : Penyuluhan
Penyuluhan kesehatan dilakukan secara perorangan maupun kelompok sesuai
masalah kesehatan yang dialami lansia (berdasarkan KMS) dan pemberian
makanan tambahan pada lansia.
d. Meja 5 : Pelayanan Medis
Pelayanan oleh tenaga professional yaitu petugas dari puskesmas/kesehatan
meliputi kegiatan : pemerikaan dan pengobatan ringan. Tindakan rujukan
dilakukan apabila lansia mengalami masalah kesehatan yang memerlukan
penanganan lebih lanjut.

Gambar 1. Skema sistem 5 meja di Posyandu lansia

Keterangan:
a) Meja I : Tempat pendaftaran
b) Meja II : Pengukuran tinggi badan, berat badan dan tekanan darah
c) Meja III : Pencatatan (Pengisian Kartu Menuju Sehat)
d) Meja IV : Penyuluhan
e) Meja V : Pelayanan medis
f) Warga

13
II.4 Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kunjungan Lansia ke
Posyandu Lansia
II.4.1 Motivasi Lansia
Motif atau motivasi berasal dari kata Latin moreve yang berarti dorongan
dari dalam diri manusia untuk bertindak dan berprilaku. Menurut Notoatmojo
motivasi pada dasarnya merupakan interaksi seseorang dengan situasi tertentu
yang dihadapinya, motivasi adalah suatu alasan (reasoning) seseorang untuk
bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.10
Kunjungan lansia ke Posyandu lansia merupakan salah satu bentuk
perilaku kesehatan. Dengan melakukan kunjungan secara teratur lansia bisa
mengetahui perkembangan kesehatannya secara periodik terhadap ancaman
masalah kesehatan yang dihadapi (deteksi dini), motivasi menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi keteraturan kunjungan lansia ke posyandu. Motivasi
sangat membantu individu dalam mengatasi dan menyelesaikan masalah. Individu
yang tidak mempunyai motivasi untuk menghadapi danmenyelesaikan masalah
akan membentuk koping destruktif. Semakin besar motivasi yang diberikan
kepada lansia, maka semakin sering lansia melakukan kunjungan ke Posyandu
Motivasi lansia untuk berkunjung ke Posyandu lansia akan sangat dipengaruhi
oleh jarak tempat tinngal lansia dengan Posyandu. Ketika jarak itu jauh, lansia
akan memiliki motivasi yang kurang untuk ke berkunjung Posyandu lansia.11
Dalam penelitian motivasi lansia yang dimaksud adalah keinginan lansia
untuk berkunjung ke pelayanan kesehatan seperti Posyandu untuk melaksanakan
pemeriksaan kesehatan (deteksi dini) terhadap masalah kesehatan yang dihadapi.

II.4.2 Dukungan keluarga


Dukungan sosial sangat dibutuhkan lansia untuk tetap dapat melaksanakan
aktivitas. Dukungan sosial sangat diperlukan selama lansia sendiri masih mampu
memahami makna dukungan sosial tersebut sebagai penyokong/penopang
hidupnya. Namun dalam kenyataannya seringkali ditemui bahwa tidak semua
lansia mampu memahami dukungan sosial dari orang lain, sehingga walaupun ia
telah menerima dukungan sosial masih saja menunjukkan ketidakpuasan, yang
ditampilkan dengan cara menggerutu, kecewa, kesal dan sebagainya.

14
Dukungan sosial (social support) didefinisikan sebagai informasi verbal
atau nonverbal , saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh
orang yang akrab dengan subyek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa
kehadiran dan hal-hal yang memberi keuntungan emosional atau berpengaruh pada
tingkah laku penerimanya. Dukungan soaial ini selalu mencakup dua hal yaitu
jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia dan merupakan persepsi individu
terhadap jumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan bantuan
(pendekatan berdasarkan kuantitas) dan tingkat kepuasan akan dukungan sosial
yang diterima berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan
terpenuhi yaitu :8
a. Dukungan instrumental ( tangible assistance)
Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat
memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang, pemberian
barang, makanan serta pelayanan.
b. Dukungan informasional
Bentuk dukungan ini melibatkan pembeian informasi, saran atau
umpan balik tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi ini dapat
menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih
mudah.
c. Dukungan Emosional
Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki perasaan nyaman ,
yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial sehingga
individu dapat menghadapi masalah dengan baik.
d. Dukungan pada harga diri
Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif pada individu,
pemberian semangat, persetujuan pada pendapat individu, perbandingan
yang positif dengan individu lain. Bentuk dukungan ini membantu individu
dalam membangun harga diri dan kompetensi.
e. Dukungan dari kelompok sosial
Bentuk dukungan ini akan membuat individu merasa anggota dari
suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktivitas sosial
dengannya. Keluarga merupakan sumber dukungan sosial yang memiliki

15
ikatan emosional yang paling besar dan terdekat dengan klien. Menurut
Maryam Keluarga merupakan support system utama bagi lansia dalam
mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia
antara lain menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan
meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan status ekonomi serta
memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi lansia.12
Dukungan keluarga memegang peran penting dalam menentukan
bagaimana mekanisme koping yang akan ditunjukkan oleh lansia. Lansia
dapat menghadapi masalahnya dengan adanya dukungan keluarga.
Dukungan keluarga merupakan suatu bentuk hubungan interpersonal dalam
keluarga yang melindungi seseorang dari efek stress yang buruk.13
Keluarga mengontrol sekaligus mengingatkan lansia untuk rutin
melakukan pemeriksaan fisik secara berkala dan teratur guna mencegah
penyakit dan menemukan tanda-tanda awal dari penyakit terutama yang ada
pada lansia seperti pemeriksaan tekanan darah dan pemeriksaan gula.
Menjaga lansia untuk makan, minum, dan tidur secara teratur serta
menjaga hal-hal yang harus dihindari oleh lansia. Oleh karena itu dituntut
perhatian keluarga lansia. Menurut Sumiati, dalam penelitiannya keluarga
memiliki peranan penting dalam kehidupan lansia terutama terkait dengan
pemanfaatan Posyandu. Peranan keluarga dalam hal ini meliputi antar
jemput lansia ke Posyandu dan mengingatkan jadwal kegiatan Posyandu.
Pada penelitian ini dukungan keluarga yang dimaksud adalah adanya orang
yang berada disekitar lansia yang mengingatkan tentang jadwal pelaksanaan
Posyandu dan mengantar lansia ke Posyandu setiap bulan.14
f. Peran Kader Posyandu lansia
Kader posyandu, menurut DepKes RI, adalah seseorang atau tim
sebagai pelaksana posyandu yang berasal dari dan dipilih oleh masyarakat
setempat yang memenuhi ketentuan dan diberikan tugas serta tanggung
jawab untuk pelaksanaan, pemantauan dan memfasilitasi kegiatan lainnya.
Dalam pelaksanaan posyandu lansia kader mempunyai peran sebagai pelaku
dari sebuah system kesehatan. Kader diharapkan memberikan pelayanan
yang meliputi pengukuran tinggi badan dan berat badan, pengukuran

16
tekanan darah, pengisian lembar KMS, memberikan penyuluhan atau
informasi kesehatan, mengerakkan dan memberikan informasi kepada lansia
untuk hadir dalam pelaksanaan kegiatan posyandu.
Untuk itu perlu dilakukan pembinaan kepada kader secara berkala
agar kader dapat melaksanakan perannya secara optimal dalam pelaksanan
kegiatan Posyandu. Wahyuna melakukan penelitian bahwa di Posyandu
lansia wilayah kerja Puskesmas Ngawi, kader-kader hanya bertugas
mencatat dan mengurusi masalah komsumsi saja, selain itu kader juga
bekerja tergantung perintah petugas kesehatan tanpa ada pelatihan lebih
lanjut sehingga peran kader dalam kegiatan posyandu belum optimal.
Untuk meningkatkan citra diri kader maka kader harus memperhatikan
dan meningkatkan kualitas diri sebagai orang yang dianggap masyarakat
dapat memberilkan informasi terkini tentang kesehatan. Kader juga harus
melengkapi diri dengan keterampilan yang memadai dalam pelaksanaan
posyandu, membuat kesan pertama yang baik dan memperhatikan citra diri
yang positif, menetapkan dan memutuskan perhatian lebih cermat pada
kebutuhan masyarakat sebagai bagian dari anggota masyarakat itu sendiri,
mendorong keinginan masyarakat untuk datang ke Posyandu.
Dalam penelitian ini yang dimaksud peran kader adalah bagaimana
kader melaksanakan tugasnya dalam proses kegiatan posyandu mulai dari
kehadiran kader pada hari buka posyandu, pelayanan dan informasi
kesehatan yang diberikan oleh kader Posyandu serta sikap kader dalam
pemberian pelayanan dan informasi kesehatan pada lansia.
g. Petugas Kesehatan
Pada posyandu lansia dituntut hadirnya petugas kesehatan dengan
pribadi atau sikap yang baik, agar lansia cenderung untuk selalu hadir atau
mengikuti kegiatan yang diadakan di posyandu lansia. Petugas lansia juga
bertugas untuk melatih kader posyandu lansia agar mampu menjalankan
tugas dengan baik, melakukan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan pada
lansia serta memberikan penyuluhan. Menurut Rozak ada hubungan antara
peran petugas kesehatan dengan kunjungan balita ke Posyandu di wilayah
Kerja Puskesmas Antara Makassar tahun 2009. Pada penelitian ini yang

17
dimaksud peran petugas kesehatan adalah kehadiran petugas
kesehatan(dokter, perawat, petugas gizi dll) pada hari buka posyandu dan
bagaimana peran petugas kesehatan dalam pemberian pelayanan dan
informasi kesehatan pada lansia.15
h. Program Pelayanan kesehatan posyandu di Puskesmas.
Posyandu lansia merupakan pelayanan kesehatan ditingkat
desa/kelurahan di masing-masing wilayah kerja Puskesmas. Kegiatan
pelayanan kesehatan Posyandu meliputi kegiatan di Posyandu diluar
Posyandu. Kegiatan pelayanan yang diberikan lansia di posyandu meliputi
pendaftaran, penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan,
pengukuran tekanan darah, pemeriksaan kesehatan, pengisiaan kartu menuju
sehat (KMS), dan pemberian vitamin. Sedangkan untuk kegiatan diluar.
Posyandu meliputi kegiatan senam lansia, kegiatan keagamaan serta
penyuluhan kesehatan disaat kader dan petugas kesehatan melakukan
kunjungan rumah.
Penilaian keberhasilan utama pembinaan kesehatan di Posyandu
dilakukan dengan melakukan data pencatatan, pelaporan, pengamatan
khusus dan penelitian. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari
meningkatnya sosialisasi masyarakat lansia dengan berkembangnya
organisasi masyarakat lansia dengan berbagai pengembangann.
Berkembangnya jumlah lembaga swasta/pemerintah yang memberikan
pelayanan kesehatan bagi lansia, berkembangnya jenis pelayanan kesehatan
pada lembaga, berkembangnya jangkauan pelayanan kesehatan bagi lansia,
dan penurunan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit bagi lansia.17
Dalam penelitian ini yang dimaksud program pelayanan kesehatan
posyandu adalah bagaimana persepsi lansia meliputi tempat pelayanan
posyandu dan bagaimana program pelayanan kesehatan pada lansia
dilaksanakan misalnya pencatatan perkembangan kesehatan lansia di KMS,
pelaksanaan kunjungan rumah oleh kader dan petugas kesehatan serta
program kesehatan lainnya seperti adanya program senam lansia.
i. Aksesibilitas ke Posyandu
Jarak rumah yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau

18
pelayanan posyandu tanpa harus mengalami kelelahan dan kecelakaan fisik
karena penurunan daya tahan atau kekuatan fisik. Murrata dalam artikelnya
Barrirs to Health Care among the Elderly in Japan mengemukakan bahwa
selain pendapatan, pendidikan dan pekerjaan, akses menuju tempat
perawatan merupakan penentu penting dalam pelayanan kesehatan lansia. 18
Peraturan Presiden RI nomor 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional (SKN) pada pasal 3 ayat 1 bahwa komponen pengelolaan
kesehatan dikelompokkan dalam subsistem salah satunya adalah upaya
kesehatan. Upaya kesehatan ini meliputi antara lain akses rumah tangga
dalam menjangkau fasilitas kesehatan ≤ 30 menit sebesar 90,75 dan yang
berada ≤ 5 km dari fasilitas kesehatan sebesar 94,7%.

II.5 Pengetahuan
II.5.1 Definisi
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang
mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terhadap objek terjadi melalui panca indera manusia, yaitu penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba dengan tersendiri. Pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi
oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek.19
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam
menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari,
sehinggadapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan fakta yang
mendukung tindakan seseorang.
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris
yaitu knowledge. Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi
pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledgement is justified
truebeliefed). Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan
demikian,pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
Dalam kamus filsafat, dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah
proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya
sendiri. Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memilliki yang

19
diketahui (objek) didalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang
mengetahui itu menyusun yang diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan
aktif.19
II.5.2 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan mempunyai enam tingkatan, antara lain sebagai berikut.19
a. Tahu (know)
Seseorang dapat memanggil kembali (recall) memori yang telah ada
setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (comprehension)
Seseorang dapat menginterpretasikan suatu objek secara benar tidak hanya
sekedar menyebutkan. Pada tingkatan inilah biasanya seseorang bukan
hanya dapat menyebutkan tindakan preventif terhadap penyakit menular,
namun memahami cara-cara tindakan preventif.
c. Aplikasi (aplication)
Seseorang sudah memahami objek yang dimaskud dan mengaplikasikan
prinsip yang diketahui tersebut pada situasi lain.
d. Analisis (analysis)
Kemampuan menjabarkan dan atau memisahkan kemudian, mencari
hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah
atau objek yang diketahui.
e. Sintesis (synthesis)
Seseorang mampu merangkum atau meletakan dalam satu hubungan yang
logis atara komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.
f. Evaluasi (evaluation)
Seseorang mampu melakukan penilaian terhadap objek tertentu dan
kriteria penilaian ditentukan sendiri atau norma-norma yang ada
dimasyarakat.

II.5.3 Pengukuran Pengetahuan


Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang berisi tentang materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita
sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan dibawah ini :

20
a. Tingkat pengetahuan baik bila skor > 75%-100%
b. Tingkat pengetahuan cukup bila skor 61%-75%
c. Tingkat pengetahuan kurang bila skor ≤ 60%

II.6 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap mempunyai tiga komponen pokok,
antara lain :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Tingkat sikap digolongkan menjadi enam tingkatan sebagai berikut.
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (obyek).
b. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Sikap dapat diukur dengan wawancaraatau kuesioner yang berisi tentang
materi yang akan diukur dari responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin
diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas.
a. Tingkat pengetahuan baik bila skor > 75%-100%
b. Tingkat pengetahuan cukup bila skor 61%-75%
c. Tingkat pengetahuan kurang bila skor ≤ 60%

21
II.7 Pemecahan Masalah
II.7.1 Kerangka Pikir Pemecahan Masalah
Masalah merupakan kesenjangan antara keadaan yang diharapkan dengan
keadaan yang dihasilkan yang menimbulkan rasa tidak puas. Urutan pemecahan
masalah, yaitu sebagai berikut.
a. Identifikasi masalah
Menetapkan keadaan spesifik yang diharapkan, yang ingin dicapai,
menetapkan indikator tertentu sebagai dasar pengukuran kinerja.
Kemudian mempelajari keadaan yang terjadi dengan menghitung atau
mengukur hasil pencapaian. selanjutnya membandingkan antara keadaan
nyata yang terjadi, dengan keadaan tertentu yang diinginkan atau
indikator tertentu yang sudah ditetapkan.
b. Penentuan penyebab masalah
Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau
kepustakaan dengan curah pendapat. Penentuan penyebab masalah
dilakukan dengan menggunakan fishbone. Penentuan penyebab masalah
hendaknya jangan menyimpang dari masalah tersebut.
c. Menentukan alternatif pemecahan masalah
Seringkali pemecahan masalah dapat dilakukan dengan mudah dari
penyebab yang sudah diidentifikasi. Jika penyebab sudah jelas maka dapat
langsung pada alternatif pemecahan masalah.
d. Penetapan pemecahan masalah terpilih
Setelah alternatif pemecahan masalah ditentukan, maka dilakukan
pemilihan pemecahan terpilih. Apabila diketemukan beberapa alternatif
maka digunakan metode Matriks untuk menentukan/memilih pemecahan
terbaik.
e. Penyusunan rencana penerapan
Rencana penerapan pemecahan masalah dibuat dalam bentuk Plan
of Action atau Rencana Kegiatan (POA).
f. Monitoring dan evaluasi
Ada dua segi pemantauan yaitu apakah kegiatan penerapan
pemecahan masalah yang sedang dilaksanakan sudah diterapkan dengan

22
baik dan menyangkut masalah itu sendiri, apakah permasalahan sudah
dapat dipecahkan.

IDENTIFIKA
SI
MASALAH

MONITORING PENENTUAN
DAN PENYEBAB
EVALUASI MASALAH

MENENTUKAN
PENYUSUN ALTERNATIF
AN PEMECAHAM
MASALAH
RENCANA

PENETAPAN
PEMESAHAN
MASALAH
TERPILIH

Gambar 2. Kerangka Pikir Pemecahan Masalah

II.7.2 Analisis Penyebab Masalah


Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau kepustakaan
dengan curah pendapat. Untuk membantu menentukan kemungkinan penyebab
masalah dapat dipergunakan diagram fish bone. Metode ini berdasarkan pada
kerangka pendekatan sistem, seperti yang tampak pada gambar di bawah ini.

Gambar 3. Diagram Fish Bone

23
II.7.3 Penentuan Alternatif Pemecahan Masalah
Setelah melakukan analisis penyebab maka langkah selanjutnya, yaitu
menyusun alternatif pemecahan masalah. Penentuan pemecahan masalah
dengan kriteria matriks mengunakan rumus MxIxV/C. Setelah menemukan
alternatif pemecahan masalah maka selanjutnya dilakukan penentuan prioritas
alternatif pemecahan masalah. Penentuan prioritas alternatif pemecahan
masalah dapat dilakukan dengan menggunakan metode kriteria matriks
MxIxV/C. Berikut ini proses penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah
dengan menggunakan metode kriteria matriks.
a. Magnitude (M) adalah besarnya penyebab masalah dari pemecahan
masalah yang dapat diselesaikan. Makin besar (banyak) penyebab masalah
yang dapat diselesaikan dengan pemecahan masalah maka semakin efektif.
b. Importancy (I) adalah pentingnya cara pemecahan masalah. Makin penting
cara penyelesaian dalam mengatasi penyebab masalah maka semakin
efektif.
c. Vulnerability (V) adalah sensitifitas cara penyelesaian masalah. Makin
sensitif bentuk penyelesaian masalah maka semakin efektif.
d. Cost (C) adalah perkiraan besarnya biaya yang diperlukan untuk melakukan
pemecahan masalah.

II.7.4 Pembuatan Plan of Action dan Gantt Chart


Setelah melakukan penentuan pemecahan masalah maka selanjutnya
dilakukan pembuatan plan of action serta Gantt Chart, hal ini bertujuan untuk
menentukan perencanaan kegiatan.

24

Anda mungkin juga menyukai