Anda di halaman 1dari 70

BAB II

KARAKTERISTIK RESERVOIR

Reservoir adalah tempat atau wadah terakumulasinya hidrokarbon. Dari


penjelasan tersebut ada tiga komponen dalam reservoir yaitu tempat, fluida dan
kondisi. Tempat yaitu batuan, fluida yaitu gas, minyak, dan air, dan kondisi adalah
tekanan dan temperatur. Proses akumulasi hidrokarbon di bawah permukaan harus
memenuhi beberapa syarat, yang merupakan unsur pembentuk dan lebih dikenal
dengan petroleum system. Unsur – unsur tersebut adalah :
1. Batuan induk (source rock), merupakan batuan sedimen yang mengandung
bahan organik seperti sisa – sisa hewan dan tumbuhan yang telah mengalami
proses pematangan dengan waktu yang sangat lama sehingga menghasilkan
minyak dan gas bumi.
2. Migrasi (migration), yaitu proses mengalirnya hidrokarbon dari source rock
ke reservoir rock.
3. Batuan reservoir (reservoir rock), sebagai wadah yang diisi dan dijenuhi oleh
minyak dan gas bumi. Biasanya batuan reservoir berupa lapisan batuan yang
porous (berongga-rongga ataupun berpori-pori) dan permeable (mudah
meloloskan fluida).
4. Perangkap reservoir (reservoir trap), merupakan suatu unsur pembentuk
reservoir yang mempunyai bentuk sedemikian rupa sehingga lapisan beserta
penutupnya merupakan bentuk konkav ke bawah dan dan menyebabkan
minyak dan gas bumi berada dibagian teratas reservoir.
5. Lapisan penutup (cap rock), yaitu suatu lapisan batuan yang impermeable,
terdapat diatas suatu reservoir dan merupakan penghalang minyak dan gas
bumi agar tidak keluar dari reservoir, berfungsi sebagai penyekat fluida
reservoir.

5
6

2.1 Karakteristik Batuan Reservoir


Batuan adalah kumpulan dari mineral-mineral, sedangkan suatu mineral
dibentuk dari beberapa ikatan kimia. Komposisi kimia dan jenis mineral yang
menyusunnya akan menentukan jenis batuan yang terbentuk.
Batuan reservoir umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa batupasir
dan karbonat (sedimen klastik) serta batuan shale (sedimen non-klastik) atau
kadang-kadang volkanik. Masing-masing batuan tersebut mempunyai komposisi
kimia yang berbeda, demikian juga dengan sifat fisiknya. Komponen penyusun
batuan serta macam batuannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. di bawah ini.

Sandstone
100 %

Limy Shaly
Sandstone Sandstone

Sandy Sandy
Limestone Shale

Limestone Shaly Limy


Shale
100 % Limestone Shale 100 %

Gambar 2.1. Diagram Komponen Penyusun Batuan 1)

2.1.1 Komposisi Kimia Batuan Reservoir


Unsur-unsur atau atom-atom penyusun batuan reservoir perlu
diketahui, karena jenis dan jumlah atom-atom tersebut akan menentukan
sifat-sifat dari mineral yang terbentuk, baik sifat-sifat fisik maupun sifat-sifat
kimiawinya.
A. Komposisi Kimia Batupasir
Batupasir (sandstone) merupakan batuan yang paling sering
dijumpai di lapangan sebagai batuan reservoir. Batu pasir merupakan hasil
dari proses sedimentasi mekanik, yaitu berasal dari proses pelapukan dan
disintegrasi, yang kemudian tertransportasi serta mengalami proses
kompaksi dan pengendapan.
7

Pori-pori pada batupasir terbentuk secara primer bersamaan dengan


proses pengendapan. Setelah pengendapan, dapat terjadi perubahan pada
pori-pori batupasir, yang merupakan akibat dari sementasi, pelarutan serta
proses sekunder lainnya, sehingga porositas batupasir bersifat
intergranular.
Berdasarkan mineral penyusunnya serta kandungan mineralnya,
maka batupasir dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu orthoquartzites, pasir
lempungan (graywacke), dan arkose.

1. Orthoquartzites
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk
dari proses sedimentasi yang menghasilkan unsur silika yang tinggi,
tanpa mengalami metaformosa dan pemadatan, terutama terdiri atas
mineral kwarsa (quartz) dan mineral lainnya yang stabil. Proses
metamorfosa adalah proses perubahan mineral batuan, karena adanya
kondisi yang berbeda dengan kondisi awal. Material pengikatnya
(semen) terutama terdiri atas karbonat dan silika. Orthoquartzites
merupakan jenis batuan sedimen yang relatif bersih yaitu bebas dari
kandungan shale dan clay. Komposisi kimia dari orthoquarzite dapat
dilihat pada Tabel 2.1. di halaman selanjutnya.
8

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Batupasir Orthoquartzites 10)

MIN. A B C D E F G H I
SiO2 95,32 99,45 98,87 97,80 99,39 93,13 61,70 99,58 93,16
TiO2 .... .... .... .... 0,03 .... .... .... 0,03
Al2O3 2,85 .... 0,41 0,90 0,30 3,86 0,31 0,31 1,28
Fe2O3 0,05 0,08 0,85 0,12 0,11 0,24 1,20
0,30 0,43
FeO .... 0,11 .... .... 0,54 .... ....
MgO 0,04 T 0,04 0,15 None 0,25 .... 0,10 0,07
CaO T 0,13 .... 0,10 0,29 0,19 21,00 0,14 3,12
Na2O 0,80 0,17 0,10
0,30 .... 0,40 .... .... 0,39
K2O 0,15 .... 0,03
H2O +
1,44a) . . . . 0,17 .... 0,17 1,43a) . . . . 0,03a) 0,65
H2O -
CO2 .... .... .... .... .... .... 16,10 . . . . 2,01
Total 100 99,88 99,91 100,2 100,3 99,51 99,52 99,6b) 101,1

A. Lorrain (Huronian) F. Berea (Mississippian)


B. St. Peter (Ordovician) G. “Crystalline Sandstone”, Fontainebleau
C. Mesnard (Preeambrian) H. Sioux (Preeambrian)
D. Tuscarora (Silurian) I. Average of A – H, inclusive.
a)
E. Oriskany ( Devonian) . Loss of ignition
b)
. Includes SO3, 0,13 %.

Pada Tabel 2.1 diatas dapat dilihat bahwa unsur silika merupakan
unsur penyusun orthoquarzites dengan prosentase yang sangat tinggi
jika dibandingkan dengan unsur-unsur yang lain. Komposisi unsur
silika (SiO2) berkisar antara 61,7 % sampai dengan 99,58 %, sedangkan
sisanya adalah unsur penyusun yang lain, seperti TiO2, Al2O3, Fe2O3,
FeO, MgO, CaO, Na2O, K2O, H2O+, H2O- dan CO2.
9

2. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari unsur-
unsur mineral yang berbutir besar, yaitu kwarsa, clay, mika flake
{KAl2(OH)2 AlSi3O10}, magnesite (MgCO3), fragmen phillite, fragmen
batuan beku, feldspar dan mineral lainnya. Indikator yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi batuan jenis ini adalah adanya
mineral illite. Sortasi (pemilahan) butir pada graywacke tidak bagus
karena adanya matriks-matriks batuan. Hal ini juga menyebabkan
berkurangnya porositas batuannya. Material pengikatnya adalah clay
dan karbonat. Secara lengkap mineral-mineral penyusun graywacke
terlihat pada Tabel 2.2. di bawah ini.
Tabel 2.2. Komposisi Mineral Graywacke 10)

MINERAL A B C D E F
Quartz 45,6 46,0 24,6 9,0 Tr 34,7
Chert 1,1 7,0 .... .... .... ....
Feldspar 16,7 20,0 32,1 44,0 29,9 29,7
Hornblende .... .... .... 3,0 10,5 ....
Rock Fragments 6,7 . . . .a 23,0 9,0 13,4 ....
Carbonate 4,6 2,0 .... .... .... 5,3
b d
Chloride-Sericite 25,0 22,5 20,0 25,0 46,2 23,3
T o t a l 99,7 97,5 99,7 90,0 100,0 96,0

A. Average of Six (3 Archean, 1 Huronian, 1 Devonian, and 1 Late Paleozoic).


B. Krynine’s average “high-rank graywacke” (Krynine, 1948).
C. Average of 3 Tanner graywackes (Upper Devonian – Lower Carboniferous)
D. Average of 4 Cretaceous graywackes, Papua (Edwards, 1947 b).
E. Average 0f 2 Meocene graywackes, Papua (Edwards, 1947 a).
F. Average of 2 parts average shale and 1 part average Arkose.
a)
. Not separately listed.
b)
. Include 2,8 per cent “limonitic subtance”
c)
. Balance in glauconite, mica, chlorite, and iron ores.
d)
. “Matrix”
10

Komposisi kimia graywacke tersusun dari unsur silika dengan


kadar lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata batupasir, dan
kebanyakan silika yang ada bercampur dengan silikat.
Keterangan secara terperinci komposisi kimia graywacke dapat
dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Komposisi Kimia Graywacke 10)

MINERAL A B C D E F
SiO2 68,20 63,67 62,40 61,52 69,69 60,51
TiO2 0,31 .... 0,50 0,62 0,40 0,87
Al2O3 16,63 19,43 15,20 13,42 13,43 15,36
Fe2O3 0,04 3,07 0,57 1,72 0,74 0,76
FeO 3,24 3,51 4,61 4,45 3,10 7,63
MnO 0,30 .... .... .... 0,01 0,16
MgO 1,30 0,84 3,52 3,39 2,00 3,39
CaO 2,45 3,18 4,59 3,56 1,95 2,14
Na2O 2,43 2,73 2,68 3,73 4,21 2,50
P2O3 0,23 .... .... .... 0,10 0,27
SO3 0,13 .... .... .... .... ....
CO2 0,50 .... 1,30 3,04 0,23 1,01
H2O + 1,75 1,56 2,33 2,08 3,38
2,36
H2O – 0,55 0,07 0,06 0,26 0,15
S .... .... .... .... .... 0,42
T o t a l 99,84 100,06 99,57 100,01 100,01 100,24

A. Average of 23 graywackes
B. Average of 30 graywackes, after Tyrrell (1933).
C.Average of 2 parts avrg. Shale and 1 part avrg. Arkose.
a)
. Probably in error; Fe2O3 probably should be 1,4 and the total 100,0
11

3. Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir yang tersusun dari kuarsa
sebagai mineral yang dominan, dan feldspar (MgAlSi3O8). Selain dua
mineral utama tersebut, arkose juga mengandung mineral-mineral yang
bersifat kurang stabil, seperti clay {Al4Si4O10(OH)8}, microline
(KAlSi3O8), biotite {K(Mg,Fe)3(AlSi3O10)(OH)2} dan plagioklas
{(Ca,Na)(AlSi)AlSi2O8}. Arkose mempunyai sortasi butiran yang
kurang baik, dengan bentuk butir yang menyudut. Kandungan mineral
lainnya, secara berurutan sesuai prosentasenya dapat dilihat pada Tabel
Tabel 2.4. Komposisi Mineral dari Arkose (%) 10)

MINERAL A B C D a) E a) F a) G
Quartz 57 51 60 57 35 28 48
Microcline 24 30 34
35 b) 59 b) 64 43
Plaglioclase 6 11 ....
Micas 3 1 .... .... .... .... 2
Clay 9 7 .... .... .... .... 8
c) c) c) c)
Carbonate 2 ....
Other 1 .... 6 d) 8 e) 4 e) 8 e) c)

A. Pale Arkose (Triassic) (Krynine, 1950).


B. Red Arkose (Triassic) (Krynine, 1950).
C. Sparagmite (Preeambrian) (Barth, 1938).
D. Torridonian (Preeambrian) (Mackie, 1905).
E. Lower Old Red (Devonian) (Mackie, 1905).
F. Portland (Triassic) (Merrill, 1891).
G. Average of A – G, anclusive.
a) b) c)
. Normative or calculated composition; . Modal Feldspar; . Present in
amount under 1 %.
d) e)
. Chlorite; . Iron oxide (hematite) and kaolin.
12

Komposisi kimia arkose ditunjukkan pada Tabel 2.5, dimana


terlihat bahwa arkose mengandung lebih sedikit silika jika
dibandingkan dengan orthoquartzites, tetapi kaya akan alumina, lime,
potash, dan soda.
Tabel 2.5. Komposisi Kimia dari Arkose (%) 10)

MINERAL A B C D E F
Si O2 69,94 82,14 75,57 73,32 80,89 76,37
Ti O2 .... .... 0,42 .... 0,40 0,41
Al2 O3 13,15 9,75 11,38 11,31 7,57 10,63
Fe2 O3 1,23 0,82 3,54 2,90 2,12
2,48
Fe O .... 1,63 0,72 1,30 1,22
Mn O 0,70 .... 0,05 T .... 0,25
Mg O T 0,19 0,72 0,24 0,04 0,23
Ca O 3,09 0,15 1,69 1,53 0,04 1,30
Na2 O 3,30 0,50 2,45 2,34 0,63 1,84
K2 O 5,43 5,27 3,35 6,16 4,75 4,99
H2 O + 1,06
1,01 0,64 a 0,30 a 1,11 0,83
H2 O – 0,05
P2 O3 .... 0,12 0,30 .... .... 0,21
C O2 .... 0,19 0,51 0,92 .... 0,54
T o t a l 99,1 100,18 100 100,2 99,63 100,9

A. Portland stone, Triassic (Merrill, 1891).


B. Torridon sandstone, Preeambrian (Mackie, 1905).
C. Torridonian arkose (avg. of 3 analyses) (Kennedy, 1951).
D. Lower Old Red Sandstone, Devonian (Mackie, 1905).
E. Sparagmite (unmetamorphosed) (Barth, 1938).
F. Average of A – E, inclusive.
a)
. Loss of ignition.
13

B. Komposisi Kimia Karbonat


Batuan karbonat yang dimaksud dalam bahasan ini adalah limestone,
dolomite, dan yang bersifat diantara keduanya. Limestone adalah istilah
yang biasa dipakai untuk kelompok batuan yang mengandung paling
sedikit 80 % calcium carbonate atau magnesium. Istilah limestone juga
dipakai untuk batuan yang mempunyai fraksi karbonat melebihi unsur
non-karbonatnya. Pada limestone fraksi disusun terutama oleh mineral
calcite, sedangkan pada dolomite mineral penyusun utamanya adalah
mineral dolomite. Table 2.6. di halaman selanjutnya.
Tabel 2.6. Komposisi Kimia Limestone 10)

MINERAL A B C D E F
Si O2 5,19 0,70 7,41 2,55 1,15 0,09
Ti O2 0,06 .... 0,14 0,02 .... ....
Al2 O3 0,81 0,68 1,55 0,23 0,45
Fe2 O3 0,08 0,70 0,02 .... 0,11
0,54
Fe O .... 1,20 0,28 0,26
Mn O 0,05 .... 0,15 0,04 .... ....
Mg O 7,90 0,59 2,70 7,07 0,56 0,35
Ca O 42,61 54,54 45,44 45,65 53,80 55,37
Na2 O 0,05 0,16 0,15 0,01 ....
0,07
K2 O 0,33 None 0,25 0,03 0,04
H2 O + 0,56 .... 0,38 0,05 0,69
0,32
H2 O – 0,21 .... 0,30 0,18 0,23
P2 O3 0,04 .... 0,16 0,04 .... ....
C O2 41,58 42,90 39,27 43,60 42,69 43,11
S 0,09 0,25 0,25 0,30 .... ....
Li2 O T .... .... .... .... ....
Organic .... T 0,29 0,40 .... 0,17
T o t a l 100,09 99,96 100,16 100,04 99,9 100,1

A. Composite analysis of 345 limestones, HN Stokes, analyst (Clarke, 1924,


p. 564)
B. “Indiana Limestone” (Salem, Mississippian), AW Epperson, analyst
(Loughlin, 1929, p. 150)
C. Crystalline, crinoidal limestone (Brassfield, Silurian, Ohio), Down Schaff,
analyst (Stout, 1941, p. 77)
D. Dolomitic Limestone (Monroe form., Devonian, Ohio), Down Schaff,
analyst (Stout, 1941, p. 132)
E. Lithoeraphic Limestone (Solenhofen, Bavaria), Geo Steigner, analyst
(Clarke, 1924, p. 564)
F. Travertine, Mammoth Hot Spring, Yellowstone, FA Gooch, analyst
(Clarke, 1904, p.323)
14

1. Limestone
Komposisi kimia limestone dapat menggambarkan adanya sifat
dari komposisi mineralnya yang cukup padat, karena pada limestone
sebagian besar terbentuk dari calcite, bahkan jumlahnya bisa mencapai
lebih dari 95%. Unsur lainnya yang dianggap penting adalah MgO, bila
jumlahnya lebih dari 1% atau 2%, maka menunjukkan adanya mineral
dolomite. Komposisi kimia limestone secara lengkap dapat dilihat pada
Tabel 2.6 diatas.

2. Dolomite
Dolomite adalah jenis batuan yang merupakan variasi dari
limestone yang mengandung unsur carbonate lebih besar dari 50 %,
sedangkan untuk batuan-batuan yang mempunyai komposisi
pertengahan antara limestone dan dolomite akan mempunyai nama
yang bermacam-macam tergantung dari unsur yang dikandungnya.
Batuan yang unsur calcite-nya melebihi dolomite disebut dolomite
limestone, dan yang unsur dolomite-nya melebihi calcite disebut
dengan limy, calcitic, calciferous atau calcitic dolomite. Komposisi
kimia dolomite pada dasarnya hampir mirip dengan limestone, kecuali
unsur MgO merupakan unsur yang penting dan jumlahnya cukup besar.
Tabel 2.7 di bawah ini menunjukkan komposisi kimia unsur penyusun
dari dolomite.
15

Tabel 2.7. Komposisi Kimia Dolomite 10)

MINERAL A B C D E F
Si O2 .... 2,55 7,96 3,24 24,92 0,73
Ti O2 .... 0,02 0,12 .... 0,18 ....
Al2 O3 .... 0,23 1,97 0,17 1,82 0,20
Fe2 O3 .... 0,02 0,14 0,17 0,66 ....
Fe O .... 0,18 0,56 0,06 0,40 1,03
Mn O .... 0,04 0,07 .... 0,11 ....
Mg O 21,90 7,07 19,46 20,84 14,70 20,48
Ca O 30,40 45,65 26,72 29,56 22,32 30,97
Na2 O .... 0,01 0,42 .... 0,03 ....
K2 O .... 0,03 0,12 .... 0,04 ....
H2 O + .... 0,05 0,33 0,42 ....
0,30
H2 O – .... 0,18 0,30 0,36 ....
P2 O3 .... 0,04 0,91 .... 0,01 0,05
C O2 47,7 43,60 41,13 43,54 33,82 47,51
S .... 0,30 0,19 .... 0,16 ....
Sr O .... 0,01 none .... none ....
Organic .... 0,04 .... .... 0,08 ....
T o t a l 100 100,06 100,40 99,90 100,04 100,9

A. Theoretical composition of pure D. “Knox” Dolomite


dolomite. E. Cherty-Dolomite
B. Dolomitic Limestone F. Randville Dolomite
C. Niagaran Dolomite

C. Komposisi Kimia Shale


Pada umumnya unsur penyusun shale ini terdiri dari lebih kurang 58
% silicon dioxide (SiO2), 15 % alumunium oxide (Al2O3), 6 % iron oxide
(FeO) dan Fe2O3. 2 % magnesium oxide (MgO), 3 % calcium oxide (CaO),
3 % potasium oxide (K2), 1 % sodium oxide (Na2), dan 5 % air (H2O).
16

Sisanya adalah metal oxide dan anion seperti terlihat pada Tabel 2.8. di
bawah ini.
Tabel 2.8. Komposisi Kimia Shale 10)

MINERAL A B C D E F
Si O2 58,10 55,43 60,15 60,64 56,30 69,96
Ti O2 0,54 0,46 0,76 0,73 0,77 0,59
Al2 O3 15,40 13,84 16,45 17,32 17,24 10,52
Fe2 O3 4,02 4,00 4,04 2,25 3,83
3,47
Fe O 2,45 1,74 2,90 3,66 5,09
Mn O .... T T .... 0,10 0,06
Mg O 2,44 2,67 2,32 2,60 2,54 1,41
Ca O 3,11 5,96 1,41 1,54 1,00 2,17
Na2 O 1,30 1,80 1,01 1,19 1,23 1,51
K2 O 3,24 2,67 3,60 3,69 3,79 2,30
H2 O + 3,45 3,82 3,51 3,31 1,96
5,00
H2 O – 2,11 0,89 0,62 0,38 3,78
P2 O3 0,17 0,20 0,15 .... 0,14 0,18
C O2 2,63 4,62 1,46 1,47 0,84 1,40
S O3 0,64 0,78 0,58 .... 0,28 0,03
a a a a
Organic 0,80 0,69 0,88 .... 1,18 0,66
Misc. .... 0,06 b 0,04 b 0,38 c 1,98 c 0,32
T o t a l 99,95 100,84 100,46 99,60 100,00 100,62

A. Average Shale (Clarke, 1924, p.24)


B. Composite sample of 27 Mesozoic and Cenozoic shales, HN Stokes,
analyst, (Clarke, 1924, p.552).
C. Composite sample of 52 Paleozoic shales, HN Stokes, analyst, (Clarke,
1924, p.552).
D. Unweighted avrg. of 36 analyses of Slate (29 Paleozoic, 1 Mesozoic, 6
Precambrian)(Eckel, 1904).
E. Unweighted avrg. of 33 analyses of Precambrian Slate (Nanz, 1953)
F. Composite analyses of 235 samples of Mississippi delta, (Clarke, 1924, p.
509).
a b c
. Carbon; . Ba O; . Fe S2 .
17

Dalam keadaan normal, shale mengandung sejumlah besar quartz,


silt, bahkan jumlah ini dapat mencapai 60%. Pada keadaan tertentu,
beberapa shale bisa mengandung silika dengan kandungan tinggi yang
bukan berasal dari silt. Kandungan silika yang berlebihan didapatkan pada
bentuk kristalin quartz yang sangat halus, calcedony atau opal. Shale yang
kaya besi lebih banyak pyrite atau siderit, atau silikat besi, yang
kesemuanya itu secara tidak langsung menunjukkan bahwa pada kondisi
lingkungan pengendapan paling tidak terjadi penurunan atau bahkan
kekurangan unsur silika.

2.1.2 Sifat Fisik Batuan Reservoir


Sifat fisik batuan reservoir diantaranya adalah sebagai berikut.
2.1.2.1 Porositas
Porositas () didefinisikan sebagai perbandingan antara volume
ruang pori-pori terhadap volume batuan total (bulk volume). Besar-
kecilnya porositas suatu batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan
fluida reservoir. Secara matematis porositas dapat dinyatakan sebagai :
Vb  Vs Vp
  ........................................................................ (2-1)
Vb Vb
dimana :
Vb = volume batuan total (bulk volume)
Vs = volume padatan batuan total (volume grain)
Vp = volume ruang pori-pori batuan.

Porositas batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:


1. Porositas absolut, adalah perbandingan antara volume pori total
terhadap volume batuan total yang dinyatakan dalam persen, atau
secara matematik dapat ditulis sesuai persamaan sebagai berikut :
volume pori total
  100% .............................................. (2-2)
bulk volume
18

2. Porositas efektif, adalah perbandingan antara volume pori-pori yang


saling berhubungan terhadap volume batuan total (bulk volume) yang
dinyatakan dalam persen.
volume pori yang berhubunga n
  100% ................... (2-3)
bulk volume
Gambar 2.2. di bawah ini menunjukkan perbandingan antara
porositas efektif, non efektif dan porositas total dari suatu batuan. Untuk
selanjutnya, porositas efektif digunakan dalam perhitungan karena
dianggap sebagai fraksi volume yang produktif.

Connected or
Effective
Porosity

Total
Porosity

Isolated or
Non-Effective
Porosity

Gambar 2.2. Skema Perbandingan Porositas Efektif, Non-Efektif


dan Porositas Absolut Batuan 4)

Berdasarkan waktu dan cara terjadinya, maka porositas dapat juga


diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Porositas primer, yaitu porositas yang terbentuk pada waktu yang
bersamaan dengan proses pengendapan berlangsung.
2. Porositas sekunder, yaitu porositas batuan yang terbentuk setelah
proses pengendapan.
Tipe batuan sedimen atau reservoir yang mempunyai porositas
primer adalah batuan konglomerat, batupasir, dan batu gamping. Porositas
sekunder dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu :
19

1. Porositas larutan, adalah ruang pori-pori yang terbentuk karena


adanya proses pelarutan batuan.
2. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena
adanya kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban,
seperti : lipatan, sesar, atau patahan. Porositas tipe ini sulit untuk
dievaluasi atau ditentukan secara kuantitatip karena bentuknya tidak
teratur.
3. Dolomitisasi, dalam proses ini batu gamping (CaCO3)
ditransformasikan menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau berdasarkan
reaksi kimia berikut :
2CaCO3 + MgCl3  CaMg(CO3)2 + CaCl2

Besar-kecilnya porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :


ukuran butir (semakin baik distribusinya, semakin baik porositasnya),
susunan butir Gambar 2.3. di bawah ini menunjukkan bahwa susunan
butir berbentuk kubus mempunyai porositas lebih baik dibandingkan
bentuk rhombohedral), kompaksi, sementasi dan lingkungan
pengendapan.

90 o
o
90
90o

a. Cubic (porosity = 47,6 %)

90 o
90 o
o
90

b. Rhombohedral (porosity = 25,96 %)

Gambar 2.3. Pengaruh Susunan Butir terhadap Porositas Batuan 4)


20

Pengukuran porositas dilakukan dengan cara menentukan volume


pori. Metodee yang dapat digunakan untuk menghitung volume pori
adalah porosimeter Boyle dan desaturasi.
1. Porosimeter Boyle
Pada Metode porosimeter Boyle (Boyle’s law porosimeter), volume
pori (Vp) ditentukan dengan mengukur volume butiran (Vs) dengan
persamaan sebagai berikut :
P1
Vs  V1  V2  V1 ............................................................. (2-4)
P2
dimana:
Vs = volume butiran, cm3
V1, V2 = volume sel 1 dan sel 2, cm3
P1, P2 = tekanan manometer pada kondisi I dan II, atm

Setelah volume bulk batuan (Vb) diketahui, maka volume pori (Vp)
dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Vp = Vb  Vs ........................................................................... (2-5)
Untuk mendapatkan harga volume bulk (Vb) dapat dilakukan dengan:
a. Mengukur dimensi sampel core untuk bentuk sampel batuan yang
teratur.
b. Menggunakan piknometer Hg terkalibrasi untuk sampel batuan
yang tak beraturan.
Besarnya porositas () ditentukan dengan menggunakan persamaan
berikut :
Vp
 = ................................................................................. (2-6)
Vb
2. Metode Desaturasi
Dalam metode desaturasi, volume pori (Vp) diukur secara gravimetri,
yaitu dengan jalan menjenuhi core dengan fluida yang telah diketahui
berat jenisnya. Kemudian core ditimbang, baik dalam keadaan kering
21

maupun dalam kondisi jenuh fluida. Volume pori (Vp) dihitung


dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
ws  wd
Vp  ...................................................................... (2-7)
f
dimana:
ws = berat sampel dalam keadaan jenuh fluida, gr
wd = berat sampel dalam keadaan kering, gr
f = berat jenis fluida penjenuh pori, gr/cc
Porositas core dihitung dengan Persamaan (2-7).

2.1.2.2 Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang
menunjukkan kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida.
Definisi kwantitatif permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh
Henry Darcy (1856) dalam hubungan empiris dengan bentuk differensial
sebagai berikut :
Q k dP
v   x ................................................................ (2-8)
A  dL
dimana :
v = kecepatan aliran, cm/sec
Q = laju alir fluida, cm³/sec
A = luas penampang, cm²
 = viskositas fluida yang mengalir, cp
dP/dL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm
k = permeabilitas media berpori.

Tanda negatif pada Persamaan (2-8) di atas menunjukkan bahwa bila


tekanan bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan
dengan arah pertambahan tekanan tersebut. Asumsi-asumsi yang
digunakan dalam Persamaan (2-8) adalah:
1. Alirannya mantap (steady state),
22

2. Fluida yang mengalir satu fasa,


3. Viskositas fluida yang mengalir konstan ,
4. Kondisi aliran isothermal, dan
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal.
6. Fluidanya incompressible.

Berdasarkan jumlah fasa yang mengalir dalam batuan reservoir,


permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu :
 Permeabilitas absolut, adalah yaitu dimana fluida yang mengalir
melalui media berpori tersebut hanya satu fasa, misalnya hanya
minyak atau gas saja.
 Permeabilitas efektif, yaitu permeabilitas batuan dimana fluida yang
mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas
dan minyak atau ketiga-tiganya.
 Permeabilitas relatif, merupakan perbandingan antara permeabilitas
efektif dengan permeabilitas absolut.
Dasar penentuan besaran permeabilitas adalah hasil percobaan yang
dilakukan oleh Henry Darcy., seperti yang terlihat pada Gambar 2.4 di
bawah ini.

h1 - h2
Q

A h1
h2
l

Gambar 2.4. Skema Percobaan Penentuan Permeabilitas 9)


23

Dari percobaan dapat ditunjukkan bahwa Q..L/A.(P1-P2) adalah


konstan dan akan sama dengan harga permeabilitas batuan yang tidak
tergantung dari cairan, perbedaan tekanan dan dimensi batuan yang
digunakan. Dengan mengatur laju Q sedemikian rupa sehingga tidak
terjadi aliran turbulen, maka diperoleh harga permeabilitas absolut batuan,
sesuai persamaan berikut :
Q..L
k ........................................................................ (2-9)
A . (P1  P2 )
Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :

Q (cm 3 / sec) .  (centipoise ) . L (cm)


k (darcy)  ..................... (2-10)
A (sq.cm) . (P1  P2 ) (atm)
Dari Persamaan (2-9) diatas dapat dikembangkan untuk berbagai
kondisi aliran yaitu aliran linier dan radial, masing-masing untuk fluida
yang compressible dan incompressible.
Pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa,
akan tetapi dua atau bahkan tiga fasa. Oleh karena itu dikembangkan pula
konsep mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif. Harga
permeabilitas efektif dinyatakan sebagai ko, kg, kw, dimana masing-
masing untuk minyak, gas, dan air. Sedangkan permeabilitas relatif untuk
masing-masing fluida reservoir dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut :
k kg k
k ro  o , k rg  , k rw  w . ....................... (2-11)
k k k
(keterangan : o = minyak, g = gas dan w = air)

Sedangkan besarnya harga permeabilitas efektif untuk minyak dan


air dinyatakan dengan persamaan :
Qo . o . L
ko  ............................................................... (2-12)
A . (P1  P2 )

Qw . w . L
kw  .............................................................. (2-13)
A . (P1  P2 )
24

Harga-harga ko dan kw pada Persamaan (2-12) dan Persamaan (2-13)


jika diplot terhadap So dan Sw akan diperoleh hubungan seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.5., yang menunjukkan bahwa ko pada Sw = 0
dan pada So = 1 akan sama dengan k absolut, demikian juga untuk harga
k absolutnya (titik A dan B)
Ada tiga hal penting untuk kurva permeabilitas efektif sistem
minyak-air Gambar 2.5 dibawah ini , yaitu :
 ko akan turun dengan cepat jika Sw bertambah dari nol, demikian juga
kw akan turun dengan cepat jika Sw berkurang dari satu, sehingga dapat
dikatakan untuk So yang kecil akan mengurangi laju aliran minyak
karena ko-nya yang kecil, demikian pula untuk air.
 ko akan turun menjadi nol, dimana masih ada saturasi minyak dalam
batuan (titik C) atau disebut Residual Oil Saturation (Sor), demikian
juga untuk air yaitu (Swr).
 Harga ko dan kw selalu lebih kecil dari harga k, kecuali pada titik A
dan B, sehingga diperoleh persamaan :
k o  k w  1 .............................................................................. (2-14)

1 1
Effective Permeability to Water, kw

B A
Effective Permeability to Oil, k o

0 C D 0
0 Oil Saturation, So 1
1 Water Saturation, Sw 0

Gambar 2.5. Kurva Permeabilitas Efektif untuk Sistem Minyak dan


Air 9)
25

Jika harga kro dan krw diplot terhadap saturasi fluida So dan Sw, maka
akan didapat kurva seperti Gambar 2.6 di halaman selanjutnya.

1 1

Effective Permeability to Water, kw

Effective Permeability to Oil, ko


kro
wa

oil
te
kr

r
w

0 0
0 Oil Saturation, So 1

Gambar 2.6. Kurva krelatif sistem Air-Minyak 6)


Harga kro dan krw berkisar antara 0 sampai 1, sehingga diperoleh
persamaan :
k ro  k rw  1 ............................................................................. (2-15)
Untuk sistem gas dan air, harga Krg dan Krw selalu lebih kecil dari
satu atau :
k rg  k rw 1 ............................................................................. (2-16)

2.1.2.3 Saturasi
Saturasi didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori-pori
batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori-pori
total pada suatu batuan berpori. Dalam batuan reservoir minyak umumnya
terdapat lebih dari satu macam fluida, kemungkinan terdapat air, minyak,
dan gas yang tersebar ke seluruh bagian reservoir. Secara matematis,
besarnya saturasi untuk masing-masing fluida dituliskan dalam persamaan
berikut :
 Saturasi minyak (So) adalah :
volume pori  pori yang diisi oleh min yak
So  .............. (2-17)
volume pori  pori total
26

 Saturasi air (Sw) adalah :


volume pori  pori yang diisi oleh air
Sw  ........................ (2-18)
volume pori  pori total
 Saturasi gas (Sg) adalah :
volume pori  pori yang diisi oleh gas
Sg  ...................... (2-19)
volume pori  pori total

Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku


hubungan :
Sg + So + Sw = 1 ................................................................... (2-20)
Sedangkan jika pori-pori batuan hanya terisi minyak dan air, maka :
S o + Sw = 1 .......................................................................... (2-21)

Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan dalam mempelajari


saturasi fluida antara lain adalah :
 Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dalam
reservoir, saturasi air cenderung untuk lebih besar dalam bagian
batuan yang kurang porous. Bagian struktur reservoir yang lebih
rendah relatif akan mempunyai Sw yang tinggi dan Sg yang relatip
rendah, demikian juga untuk bagian atas dari struktur reservoir berlaku
sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan densitas dari
masing-masing fluida.
 Saturasi fluida akan bervariasi dengan kumulatip produksi minyak.
Jika minyak diproduksikan maka tempatnya di reservoir akan
digantikan oleh air dan atau gas bebas, sehingga pada lapangan yang
memproduksikan minyak, saturasi fluida berubah secara kontinyu.
 Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah pori-
pori yang diisi oleh hidrokarbon. Jika volume batuan adalah V, ruang
pori-porinya adalah .V, maka ruang pori-pori yang diisi oleh
hidrokarbon adalah :
So  V + Sg  V = (1 – Sw )  V ..................................... (2-22)
27

Pengukuran saturasi fluida dapat dilakukan dengan menggunakan


metode Retort dan metode Distilasi.
1. Metode Retort
Dalam metode retort, core yang dianalisa ditempatkan dalam peralatan
retort dan dipanaskan pada temperatur 400oF selama satu jam. Fluida
yang menguap dikondensasikan, minyak dan air yang diperoleh
dipisahkan dengan centrifuge. Temperatur pengujian dinaikkan
sampai 1200 oF supaya minyak berat dapat teruapkan seluruhnya,
kemudian hasil kondensasi dicatat volumenya.
Besarnya saturasi fluida ditentukan dengan persamaan sebagai berikut
:
Vw
Sw  ............................................................................... (2-23)
Vp

Vo
So  ................................................................................. (2-24)
Vp

dimana:
Sw = saturasi air, fraksi
So = saturasi minyak, fraksi
Vw = volume air hasil kondensasi, cm3
Vo = volume minyak hasil kondensasi, cm3
2. Metode Distilasi
Dalam metode ini, core yang dianalisa ditimbang kemudian
ditempatkan pada timble yang diketahui beratnya dan dimasukkan
dalam labu yang berisi cairan toluena bertitik didih 112 oC. Pemanasan
dilakukan untuk menguapkan air dan toluena, selanjutnya uap yang
terjadi dikondensasikan dan cairan yang diperoleh dicatat volumenya.
Pemanasan terus dilakukan sampai cairan yang terkumpul dalam
water trap konstan. Kemudian core diambil, dikeringkan dan
ditimbang. Saturasi fluida dapat dihitung sebagai berikut:
wt = wo  ww ....................................................................... (2-25)
28

ww = Vw  w ....................................................................... (2-26)
w o  w w   w w
Vo  ......................................................... (2-27)
o

w o  w w   w o
Vw  .......................................................... (2-28)
w
dimana:
wt = berat total yang hilang, gr
ww = berat air, gr
wo = berat minyak, gr
Vw = volume air, cm3
Vo = volume minyak, cm3
w = berat jenis air, (= 1 gr/cc)
o = berat jenis minyak, gr/cc

2.1.2.4 Tekanan Kapiler


Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang
ada antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-cairan atau
cairan-gas) sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang
memisahkan kedua fluida tersebut. Besarnya tekanan kapiler dipengaruhi
oleh tegangan permukaan, sudut kontak antara minyak–air–zat padat dan
jari-jari kelengkungan pori.
Pengaruh tekanan kapiler dalam sistem reservoir antara lain adalah :
1. Mengontrol distribusi saturasi di dalam reservoir Gambar 2.7. di
halaman selanjutnya menunjukkan kurva distribusi fluida yang
merupakan hubungan antara saturasi fluida dengan tekanan kapiler
pada beberapa permeabilitas batuan.
29

30 200 90

900 md

100 md
27 180 81

High Above Zero Capillary Pressure, ft

200 md
500 md

10 m d
Oil-Water Capillary Pressure, psi
24 160 72

Air-Water Capillary Pressure, psi


50 md
21 140 63

(reservoir conditions)

(laboratory data)
18 120 54

15 100 45

12 80 36

9 60 27

6 40 18

3 20 9

0 0 0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Water Saturation, %

Gambar 2.7. Kurva Distribusi Fluida 7)

2. Merupakan mekanisme pendorong minyak dan gas untuk bergerak


atau mengalir melalui pori-pori secara vertikal.
Berdasarkan pada Gambar 2.8. di bawah ini, sebuah pipa kapiler
dalam suatu bejana terlihat bahwa air naik ke atas di dalam pipa akibat
gaya adhesi antara air dan dinding pipa yang arah resultannya ke atas.

Pa
B‘ Pob
B‘
B Pwb B
Pw
h h
air Oil
Pa Poa A
A’ A A’ Pwa
water water

a. Air - Water b. Oil - Water

Gambar 2.8. Tekanan dalam Pipa Kapiler 7)

Gaya-gaya yang bekerja pada sistem tersebut adalah :


1. Besar gaya tarik keatas adalah 2 rAT, dimana r adalah jari-jari pipa
kapiler.
30

2. Sedangkan besarnya gaya dorong ke bawah adalah r2hg(w-o).

Pada kesetimbangan yang tercapai kemudian, gaya ke atas akan sama


dengan gaya ke bawah yang menahannya yaitu gaya berat cairan. Secara
matematis dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
2  r A T   r 2 h g ( w   o ) ........................................ (2-29)

atau :
2 AT
h  ........................................................... (2-30)
r ( w   o ) g
dimana :
h = ketinggian cairan di dalam pipa kapiler, cm
r = jari-jari pipa kapiler, cm.
w = massa jenis air, gr/cc
o = massa jenis minyak, gr/cc
g = percepatan gravitasi, cm/dt2
Dengan memperlihatkan permukaan fasa minyak dan air dalam pipa
kapiler maka akan terdapat perbedaan tekanan yang dikenal dengan
tekanan kapiler (Pc). Besarnya Pc sama dengan selisih antara tekanan fasa
air dengan tekanan fasa minyak, sehingga diperoleh persamaan sebagai
berikut :
Pc = Po – Pw = (o - w) g h .................................................... (2-31)

Tekanan kapiler dinyatakan berdasarkan sudut kontak dalam


hubungan sebagai berikut :
2  cos 
Pc  ........................................................................... (2-32)
r
dimana :
Pc = tekanan kapiler
 = tegangan permukaan minyak-air
 = sudut kontak permukaan minyak-air
31

r = jari-jari pipa kapiler


Menurut Plateau2), tekanan kapiler merupakan fungsi tegangan antar
muka dan jari-jari lengkungan bidang antar muka, dan dapat dinyatakan
dengan persamaan :
 1 1 
P c      .................................................................... (2-33)
 R1 R2 
dimana :
R1 dan R2 = jari-jari kelengkungan konvek dan konkaf, inch
 = tegangan permukaan, lb/inch
Penentuan harga R1 dan R2, dilakukan dengan perhitungan jari-jari
kelengkungan rata-rata (Rm), yang didapatkan dari perbandingan
Persamaan (2-32) dengan Persamaan (2-33). Dari perbandingan tersebut
didapatkan persamaan perhitungan jari-jari kelengkungan rata-rata
sebagai berikut :

1  1 1  2 cos   g h
      ..................................... (2-34)
Rm  R1 R 2  rt 

Gambar 2.9. di bawah ini menunjukkan distribusi dan pengukuran R1


dan R2. Kedua jari-jari kelengkungan tersebut diukur pada bidang yang
saling tegak lurus.

R1
R2

Gambar 2.9. Distribusi dan Pengukuran Radius Kontak Antara


Fluida Pembasah dengan Padatan 4)
32

2.1.2.5 Derajat Kebasahan (Wettabilitas)


Wettabilitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan batuan untuk
dibasahi oleh fasa fluida, jika diberikan dua fluida yang tak saling campur
(immisible). Pada bidang antar muka cairan dengan benda padat terjadi
gaya tarik-menarik antara cairan dengan benda padat (gaya adhesi), yang
merupakan faktor dari tegangan permukaan antara fluida dan batuan.
Dalam sistem reservoir digambarkan sebagai air dan minyak (atau
gas) yang ada diantara matrik batuan.

 wo
 
cos   so sw
  wo

 so  sw

Oil Water Solid

Gambar 2.10. Kesetimbangan Gaya-gaya pada Batas Air-Minyak-


Padatan 7)

Gambar 2.10. di atas memperlihatkan sistem air minyak yang kontak


dengan benda padat, dengan sudut kontak sebesar o. Sudut kontak diukur
antara fluida yang lebih ringan terhadap fluida yang lebih berat, yang
berharga 0o - 180o, yaitu antara air dengan padatan, sehingga tegangan
adhesi (AT) dapat dinyatakan dengan persamaan :
AT = so - sw = wo. cos wo, ...................................................... (2-35)
dimana :
so = tegangan permukaan benda padat-minyak, dyne/cm
sw = tegangan permukaan benda padat-air, dyne/cm
wo = tegangan permukaan air-minyak, dyne/cm
wo = sudut kontak air-minyak.
Suatu cairan dapat dikatakan membasahi zat padat jika tegangan
adhesinya positip ( < 75o), yang berarti batuan bersifat water wet.
33

Apabila sudut kontak antara cairan dengan benda padat antara 75 - 105,
maka batuan tersebut bersifat intermediet. Apabila air tidak membasahi
zat padat maka tegangan adhesinya negatip ( > 105o), berarti batuan
bersifat oil wet. Gambar 2.11 dan Gambar 2.12 di bawah menunjukkan
besarnya sudut kontak dari air yang berada bersama-sama dengan
hidrokarbon pada media yang berbeda, yaitu pada permukaan silika dan
kalsit.

o
= 30
o
= 83
o = 158 = 35
o

Iso-Octane Iso-Octane + Iso-Quinoline Naphthenic


5,7 % Iso-Quinoline Acid

Gambar 2.11. Sudut Kontak Antar Permukaan Air dengan


Hidrokarbon pada Permukaan Silika 7)

o o o o
= 30 = 48 = 54 = 106

Iso-Octane Iso-Octane + Iso-Quinoline Naphthenic


5,7 % Iso-Quinoline Acid

Gambar 2.12. Sudut Kontak Antar Permukaan Air dengan


Hidrokarbon pada Permukaan Kalsit 7)

Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung


untuk melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak
diantara fasa air. Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik
dengan batuan dan akan lebih mudah mengalir.
Pada waktu reservoir mulai diproduksikan, dimana harga saturasi
minyak cukup tinggi dan air hanya merupakan cincin-cincin yang melekat
pada batuan formasi, butiran-butiran air tidak dapat bergerak atau bersifat
34

immobile, dan saturasi air yang demikian disebut residual water


saturation. Pada saat yang demikian minyak merupakan fasa yang
kontinyu dan bersifat mobile.
Setelah produksi mulai berjalan, minyak akan terus berkurang
digantikan oleh air. Saturasi minyak akan semakin berkurang dan saturasi
air akan terus bertambah, sampai pada saat tertentu saturasi air akan
menjadi fasa kontinyu, dan minyak merupakan cincin-cincin. Pada saat
ini, air bersifat mobile dan akan bergerak bersama-sama minyak.
Gambaran tentang water wet dan oil wet ditunjukkan pada Gambar 2.13
di bawah ini, yaitu pembasahan fluida dalam pori-pori batuan. Fluida yang
membasahi akan cenderung menempati pori-pori batuan yang lebih kecil,
sedangkan fluida tidak membasahi cenderung menempati pori-pori batuan
yang lebih besar.

a. Oil Wet b. Water Wet


Pore space occupied by H O
Rock matrix
Pore space occupied by Oil

Gambar 2.13. Pembasahan Fluida dalam Pori-pori Batuan 4)

Menurut Srobod (1952), harga wetabilitas dan sudut kontak nyata


ditentukan berdasarkan karakteristik pembasahan, yang merupakan fungsi
dari threshold pressure (Pt), sesuai dengan persamaan berikut :
cos  wo PTwo  oa
Wettabilitiy Number = ................................ (2-36)
cos  oa PToa  wo
PTwo  oa
Contact Angle = cos  wo  ...................................... (2-37)
PToa  wo

dimana :
35

Cos wo = sudut kontak air dengan minyak dalam inti batuan
Cos oa = sudut kontak minyak dengan udara dalam inti batuan (=1)
PTwo = tekanan threshold inti batuan terhadap minyak (pada waktu batuan
berisi air)
PToa = tekanan threshold inti batuan terhadap udara ( pada waktu batuan
berisi minyak)
wo = tegangan antar muka antara air dengan minyak
oa = tegangan antar muka antara minyak dengan udara
Tekanan threshold, yang merupakan fungsi dari permeabilitas
ditentukan berdasarkan Gambar 2.14. di bawah ini.

1000
Threshold Pressure, mm Hg

500
300

100

50
30

10
0.1 0.3 0.5 1.0 3 5 10 30 50 100 300 1000

Permeability, mD (at atmospheric pressure)

Gambar 2.14. Tekanan Threshold sebagai Fungsi dari Permeabilitas


dan Wetabilitas 4)

2.1.2.6 Kompressibilitas
Pada formasi batuan kedalaman tertentu terdapat dua gaya yang
bekerja padanya, yaitu gaya akibat beban batuan diatasnya (overburden)
dan gaya yang timbul akibat adanya fluida yang terkandung dalam pori-
pori batuan tersebut. Pada keadaan statik, kedua gaya berada dalam
36

keadaan setimbang. Bila tekanan reservoir berkurang akibat pengosongan


fluida, maka kesetimbangan gaya ini terganggu, akibatnya terjadi
penyesuaian dalam bentuk volume pori-pori, perubahan batuan dan
Menurut Geerstma (1957), mengemukakan tiga konsep mengenai
kompressibilitas batuan, yaitu :
 Kompressibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume
material padatan (grains) terhadap satuan perubahan tekanan.
 Kompressibilitas bulk batuan, yaitu fraksi perubahan volume bulk
batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
 Kompressibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume
pori-pori batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua
macam tekanan, antara lain :
1. Tekanan hidrostatik fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan
2. Tekanan-luar (external stress) yang disebabkan oleh berat batuan yang
ada diatasnya (overburden pressure).
Pengosongan fluida dari ruang pori-pori batuan reservoir akan
mengakibatkan perubahan tekanan-dalam dari batuan, sehingga resultan
tekanan pada batuan akan mengalami perubahan pula. Adanya perubahan
tekanan ini akan mengakibatkan perubahan pada butir-butir batuan, pori-
pori dan volume total (bulk) batuan reservoir.
Untuk padatan (grains) akan mengalami perubahan yang serupa
apabila mendapat tekanan hidrostatik fluida yang dikandungnya.
Perubahan bentuk volume bulk batuan dapat dinyatakan sebagai
kompressibilitas Cr atau :
1 dVr
Cr  . .......................................................................... (2-38)
Vr dP
Sedangkan perubahan bentuk volume pori-pori batuan dapat
dinyatakan sebagai kompressibilitas Cp atau :
1 dVp
Cp  . ......................................................................... (2-39)
Vp dP *
37

dimana :
Vr = volume padatan batuan (grains)
Vp = volume pori-pori batuan
P = tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan
P* = tekanan luar (tekanan overburden).

Hall (1953) memeriksa kompresibilitas pori, Cp, pada tekanan


overburden yang konstan, yang kemudian disebut kompresibilitas batuan
efektif dan dihubungkan dengan porositas, seperti terlihat pada Gambar
2.15. di bawah ini dimana kompresibilitas turun dengan naiknya porositas.

10
9
8
Compressibility, x 106

7
Effective Rock

6
5
4
3
2
1
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26
P o r o s i t y, %

Gambar 2.15. Kurva Kompressibilitas Effektif Batuan 12)

Terjadinya kompresibilitas batuan total maupun efektif karena dua


faktor yang terpisah. Kompressibilitas total terbentuk dari pengembangan
butir - butir batuan sebagai akibat menurunnya tekanan fluida yang
mengelilinginya. Sedangkan kompressibilitas effektif terjadi karena
kompaksi batuan dimana fluida reservoir menjadi kurang efektif menahan
beban di atasnya (overburden). Kedua faktor ini cenderung akan
memperkecil porositas.
38

2.2 Karakteristik Fluida Reservoir


Fluida reservoir yang terdapat dalam ruang pori-pori batuan reservoir
pada tekanan dan temperatur tertentu, secara alamiah merupakan campuran
yang sangat kompleks dalam susunan atau komposisi kimianya. Sifat-sifat
dari fluida hidrokarbon perlu dipelajari untuk memperkirakan cadangan
akumulasi hidrokarbon, menentukan laju aliran minyak atau gas dari
reservoir menuju dasar sumur, mengontrol gerakan fluida dalam reservoir
dan lain-lain.

2.2.1 Komposisi Kimia Fluida Reservoir


Fluida reservoir terdiri dari hidrokarbon dan air formasi. Hidrokarbon
terbentuk di alam, dapat berupa gas, zat cair ataupun zat padat. Sedangkan
air formasi merupakan air yang dijumpai bersama-sama dengan endapan
minyak.
Sedangkan hidrokarbon sendiri, selain mengandung hidrogen (H) dan
karbon (C) juga mengandung unsur-unsur senyawa lain, terutama belerang,
nitrogen dan oksigen. Dalam sub bab ini akan dibicarakan mengenai
komposisi kimia dari ketiga kategori tersebut diatas.

2.2.1.1 Komposisi Kimia Hidrokarbon


Bentuk dari senyawa hidrokarbon merupakan senyawa alamiah, dapat
berupa gas, cair atau padatan tergantung dari komposisinya yang khusus
serta tekanan dan temperatur yang mempengaruhinya. Endapan
hidrokarbon yang berbentuk cair dikenal sebagai minyak bumi, sedangkan
yang berbentuk gas dikenal sebagai gas bumi.
Hidrokarbon adalah senyawa yang terdiri dari atom karbon dan
hidrogen. Senyawa karbon dan hidrogen mempunyai banyak variasi, yang
berdasarkan jenis rantai ikatannya dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1. Golongan Asiklik
Hidrokarbon jenis ini mempunyai rantai ikatan antar atom yang
terbuka, terdiri dari hidrokarbon jenuh dan hidrokarbon tak jenuh.
39

2. Golongan Siklik
Sedangkan hidrokarbon golongan siklik mempunyai rantai tertutup
(susunan cincin). Golongan ini terdiri dari naftena dan aromatik.
Keluarga hidrokarbon dikenal sebagai seri homolog, anggota dari seri
homolog ini mempunyai struktur kimia dan sifat-sifat fisiknya dapat
diketahui dari hubungan dengan anggota deret lain yang sifat fisiknya sudah
diketahui. Sedangkan pembagian tingkat dari seri homolog tersebut
didasarkan pada jumlah atom karbon pada struktur kimianya.

1. Golongan Asiklik
Golongan asiklis atau alifat disebut juga alkan atau parafin. Golongan
asilklis dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan hidrokarbon
jenuh dan tak jenuh.

A. Golongan Hidrokarbon Jenuh


Seri homolog dari hidrokarbon ini mempunyai rumus umum
CnH2n+2 dan mempunyai ciri dimana atom-atom karbon diatur menurut
rantai terbuka dan masing-masing atom dihubungkan oleh ikatan
tunggal, dimana tiap-tiap valensi dari satu atom C berhubungan dengan
atom C disebelahnya. Seri homolog hidrokarbon ini biasanya dikenal
dengan nama alkana (Inggris : alkene) dimana penamaan anggota seri
homolog ini disesuaikan dengan jumlah atom karbon dalam sebutan
Yunani dan diakhiri dengan akhiran “ana” (Inggris : “ane”).
Contoh dari senyawa hidrokarbon golongan alkana adalah :
40

Nama Rumus Molekul Rumus Bangun

H H
Etana C2H6 H–C–C–H
H H

H H H
Propana C3H8 H–C–C–C–H
H H H

H H H H
Butana C4H10 H–C–C–C–C–H
H H H H
dan seterusnya.
Dalam senyawa hidrokarbon sering dijumpai molekul yang
berlainan susunannya, tetapi rumus kimianya sama, atau dengan kata
lain senyawa hidrokarbon dapat mempunyai rumus molekul sama tetapi
rumus bangun berbeda. Keadaan semacam ini disebut sebagai isomeri,
sedangkan masing-masing senyawa hidrokarbon yang mempunyai sifat
tersebut dikenal dengan isomer.
Seri n-alkana yang diberikan pada Tabel 2.9 di bawah ini
memperlihatkan gradasi sifat-sifat fisik yang tidak begitu tajam.
41

Tabel 2.9. Sifat – sifat Fisik n-Alkana 7)

Boiling Point Melting Point Specific Gravity


No Name
oF oF 60o/60 oF
1 Methane -258.7 -296.6 --
2 Ethane -127.5 -297.9 --
3 Propane -43.7 -305.8 0.508
4 Butane 31.1 -217.0 0.584
5 Pentane 96.9 -201.5 0.631
6 Hexane 155.7 -139.6 0.664
7 Heptane 209.2 -131.1 0.688
8 Octane 258.2 -70.2 0.707
9 Nonane 303.4 -64.3 0.722
10 Decane 345.5 -21.4 0.734
11 Undecane 384.6 -15 0.740
12 Dodecane 421.3 14 0.749
15 Pentadecane 519.1 50 0.769
20 Eicosane 648.9 99 --
30 Triacontane 835.5 151 --

Pada tekanan dan temperatur normal (60 oF, 14,7 psia) empat
alkana yang pertama (C1 sampai C4) berbentuk gas. Sebagai hasil
meningkatnya titik didih (boiling point) karena penambahan jumlah
atom karbon maka mulai pentana (C5H12) sampai hepta dekana (C17H36)
merupakan cairan. Sedangkan alkana yang mengandung 18 atom karbon
atau lebih merupakan padatan (solid). Alkana dengan rantai bercabang
memperlihatkan gradasi sifat-sifat fisik yang berlainan dengan n-alkana,
dimana untuk rantai bercabang memperlihatkan sifat-sifat fisik yang
kurang beraturan. Perubahan dalam struktur menyebabkan perubahan
didalam gaya antar molekul (inter molekuler force) yang menghasilkan
perbedaan pada titik lebur dan titik didih diantara isomer-isomer alkana.
42

B. Golongan Hidrokarbon Tak Jenuh


Hidrokarbon ada yang mempunyai ikatan rangkap dua ataupun
rangkap tiga (triple), yang digunakan untuk mengikat dua atom C yang
berdekatan. Oleh karena itu, valensi yang semula tersedia untuk
mengikat atom hidrokarbon telah digunakan untuk mengikat atom C
yang berdekatan, dengan cara ikatan rangkap dua yang mengikat dua
atom C, maka hidrokarbon seperti ini disebut hidrokarbon tak jenuh atau
disebut juga sebagai keluarga alkena (Inggris : alkene).
Secara garis besar, sifat-sifat fisik alkena sama seperti sifat-sifat
fisik alkana, sebagai bahan perbandingan sifat-sifat fisik alkena, dapat
dilihat pada Tabel 2.10 dibawah ini.
Tabel 2.10. Sifat-sifat Fisik Alkena7)

Boiling Melting SG, 60o/60


Name Rumus Bangun
Point, oF Point, oF o
F
Ethylene CH2 =CH2 -154.6 -272.5 --
Propylene CH2=CHCH3 -53.9 -301.4 --
1-butene CH2=CH CH2CH3 20.7 -301.6 0.601
1-pentene CH2=CH(CH2)2CH3 86 -265.4 0.646
1-hexene CH2=CH(CH2)3CH3 146 -216 0.675
1-heptene CH2=CH(CH2)4CH3 199 -182 0.698
1-octene CH2=CH(CH2)5CH3 252 -155 0.716
1-nonene CH2=CH(CH2)6CH3 295 -- 0.731
1-decene CH2=CH(CH2)7CH3 340 -- 0.743

Sebagaimana pada alkana, maka untuk alkena terjadi juga


peningkatan titik didih dengan bertambahnya kandungan atom karbon,
dimana peningkatannya mendekati 20 - 30 oC untuk setiap penambahan
atom karbon. Secara kimiawi, karena alkena merupakan ikatan rangkap,
maka alkena lebih reaktif bila dibandingkan dengan alkana. Senyawa
hidrokarbon tak jenuh yang dijelaskan di atas adalah yang hanya
mempunyai satu ikatan rangkap dua yang lebih dikenal dengan deretan
43

olefin. Ada juga hidrokarbon tak jenuh yang mempunyai dua ikatan
rangkap dua yang disebut deretan diolefin.
Rumus umum seri diolefin adalah CnH2n-2, sedangkan
penamaannya menggunakan akhiran “adiena”, sebagai contoh adalah
sebagai berikut :
CH2 = C = CH - CH3 CH2 = CH - CH = CH2
1,2 - Butadiena 1,3 – Butadiena
Derajat ketidakjenuhan dari seri diolefin lebih tinggi daripada seri
olefin. Secara kimiawi senyawa diolefin reaktif seperti olefin dan secara
fisik mempunyai sifat yang hampir sama dengan alkana.
Senyawa hidrokarbon tak jenuh juga ada yang mempunyai ikatan
rangkap tiga, yang sering disebut sebagai seri asetilen. Rumus umumnya
adalah CnH2n-2, dimana terdapat ikatan rangkap tiga yang mengikat dua
atom karbon yang berdekatan. Pemberian nama sama dengan deret
alkena dengan memberikan akhiran “una”. Sifat deret asetilen hampir
sama dengan alkena, sedangkan sifat kimianya hampir sama dengan
alkena dimana keduanya lebih reaktif dari alkana.

2. Golongan Siklik
Golongan siklis dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan naftena
dan golongan aromatik.

A. Golongan Naftena
Golongan naftena sering disebut golongan sikloparafin, atau
golongan sikloalkana, yang mempunyai nrumus umum CnH2n..
Golongan ini dicirikan oleh adanya atom C yang diatur menurut rantai
tertutup (berbentuk cincin) dan masing-masing atom dihubungkan
dengan ikatan tunggal.
44

Contoh dari senyawa hodrokarbon golongan naftena adalah :


CH2

CH2 CH2
CH2 CH2

CH2 CH2
CH2 CH2

CH2
CH2

Siklo-heksana Siklo-pentana

Sikloparafin mempunyai sifat-sifatnya mirip dengan parafin


sebagaimana terlihat pada Tabel 2.11. di bawah ini.
Tabel 2.11. Sifat-sifat Fisik Hidrokarbon Naftena 7)

Boiling Melting SG, 60o/60


Name
Point, oF Point, oF oF

Cyclopropane -27 -197 --


Cyclobutane 55 -112 --
Cyclopentane 121 -137 0.750
Cyclooctane 300 57 0.830
Metylcyclopentane 161 -224 0.754
Cis-1, 2-dimethylcyclopentane 210 -80 0.772
Trans-1, 2-dimethylcyclopentane 198 -184 0.750
Methylcyclohexane 214 -196 0.774
Cyclopentene 115 -135 0.774
1, 3-cyclopentadiene 108 -121 0.798
Cyclohexene 181 -155 0.810
1,3-cyclohexadiene 177 -144 0.840
1,4-cyclohexadiene 189 -56 0.847
45

B. Golongan Aromatik
Pada deret ini hanya terdiri dari benzena dan senyawa-senyawa
hidrokarbon lainnya yang mengandung benzena. Rumus umum dari
golongan ini adalah CnH2n-6, dimana cincin benzena merupakan bentuk
segi enam dengan tiga ikatan tunggal dan tiga ikatan rangkap dua secara
berselang-seling, sebagi berikut

CH

CH CH

CH CH

CH

n - Benzena

Adanya tiga ikatan rangkap pada cincin benzena seolah-olah


memberi petunjuk bahwa golongan ini sangat reaktif. Tetapi pada
kenyataannya tidaklah demikian, golongan ini tidak sestabil golongan
parafin. Jadi deretan benzena tidak menunjukkan sifat reaktif yang
tinggi seperti olefin. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sifat
benzena ini pertengahan antara golongan parafin dan olefin. Ikatan-
ikatan dari deret hidrokarbon aromatik terdapat dalam minyak mentah
yang merupakan sumber utamanya.
Pada suatu suhu dan tekanan standar, hidrokarbon aromatik ini
dapat berada dalam bentuk cairan atau padatan. Benzena merupakan zat
cair yang tidak berwarna dan mendidih pada temperatur 176 oF. Nama
hidrokarbon aromatik diberikan karena anggota deret ini banyak yang
memberikan bau harum.
46

2.2.1.2 Komposisi Kimia Non-Hidrokarbon


Selain mengandung unsur hidrogen dan karbon (HC), pada minyak
bumi juga terdapat komposisi unsur belerang, nitrogen, oksigen serta unsur
lain dengan prosentase yang sedikit.
A. Senyawa Belerang
Kadar belerang dalam minyak bumi bervariasi antara 4 % sampai 6%
beratnya. Kandungan minyak bumi yang terdapat di Indonesia merupakan
minyak bumi yang mempunyai kadar belerang relatif rendah, yaitu rata-rata
1 %. Distribusi belerang dalam fraksi-fraksi minyak bumi akan bertambah
sesuai dengan bertambahnya berat fraksi.
Kandungan senyawa belerang dalam minyak bumi dapat menyebabkan
pencemaran udara dan korosi. Pencemaran udara tersebut disebabkan oleh
bau yang tidak enak dari jenis-jenis belerang yang mempunyai titik didih
yang rendah, seperti hidrogen sulfit, belerang dioksit dan merkaptan.
Disamping menimbulkan bau, jenis belerang tersebut juga beracun.
Sedangkan pembentukan korosi oleh belerang dapat terjadi pada temperatur
diatas 300 oF. Jenis-jenis belerang dengan titik didih rendah, pada kondisi
udara lembab akan merubah besi menjadi besi sulfit yang rapuh.
B. Senyawa Oksigen
Kadar oksigen dalam minyak bumi bervariasi antara 1 % sampai 2 %
beratnya. Peningkatan kadar oksigen dalam minyak bumi dapat terjadi
karena kontak minyak bumi dan udara. Hal ini disebabkan adanya proses
oksidasi minyak bumi dengan oksigen dari udara.
Dalam minyak bumi, oksigen terdapat sebagai asam organik yang
terdistribusi dalam semua fraksi, dengan konsentrasi tertinggi pada fraksi
gas. Asam organik tersebut biasanya berupa asam naftenat dan sebagian
kecil lainnya berupa asam alifatik. Asam naftenat mempunyai bau yang
tidak enak dan bersifat korosif.
47

C. Senyawa Nitrogen
Kadar nitrogen dalam minyak bumi pada umumnya rendah dan
bervariasi pada kisaran 0,1 % sampai 2 % beratnya. Senyawa nitrogen
terdapat dalam semua fraksi minyak bumi, dengan konsentrasi yang
semakin tinggi pada fraksi-fraksi yang mempunyai titik didih yang lebih
tinggi.
Senyawa nitrogen yang sering terdapat dalam minyak bumi antara lain
adalah piridin, qinoloin, indol dan karbosol.

2.2.1.3 Komposisi Kimia Air Formasi


Air formasi atau disebut “connate water” mempunyai komposisi kimia
yang berbeda-beda antara reservoir yang satu dengan yang lainnya. Oleh
karena itu analisa kimia pada air formasi perlu sekali dilakukan untuk
menentukan jenis dan sifat-sifatnya. Dibandingkan dengan air laut, maka air
formasi ini rata-rata memiliki kadar garam yang lebih tinggi, sehingga studi
mengenai ion-ion air formasi dan sifat-sifat fisiknya ini menjadi penting
artinya karena kedua hal tersebut sangat berhubungan dengan terjadinya
penyumbatan pada formasi dan korosi pada peralatan di bawah dan di atas
permukaan.
Air formasi tersebut terdiri dari bahan-bahan mineral, misalnya
kombinasi metal-metal alkali dan alkali tanah, belerang, oksida besi, dan
aluminium serta bahan-bahan organis seperti asam nafta dan asam gemuk.
Sedangkan komposisi ion-ion penyusun air formasi terdiri dari kation-
kation Ca, Mg, Fe, Ba, dan anion-anion chlorida, CO3, HCO3, dan SO4.
Kation-kation yang terkandung dalam air formasi dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Alkali : K+, Na+ dan Li+ yang membentuk basa kuat.
2. Metal alkali tanah : Br++, Mg++, Ca++, Sr++, Ba++ membentuk basa
lemah.
3. Ion Hidrogen : OH+
4. Metal berat : Fe++, Mn++
48

Sedangkan anion-anion yang terkandung dalam air formasi adalah


sebagai berikut :
a. Asam kuat : Cl-, SO4=, NO3-
b. Asam lemah : CO3=, HCO3-, S-
Ion-ion tersebut di atas (kation dan anion) akan bergabung berdasarkan
empat sifat, yaitu :
1. Salinitas primer, yaitu bila alkali bereaksi dengan asam kuat, misalnya
NaCl dan Na2SO4.
2. Salinitas sekunder, yaitu bila alkali tanah bereaksi dengan asam kuat,
misalnya CaCl2, MgCl2, CaSO4, MgSO4.
3. Alkalinitas primer, yaitu apabila alkali bereaksi dengan asam lemah,
seperti Na2CO3 dan Na(HCO3)2
4. Alkalinitas sekunder, yaitu bila alkali tanah bereaksi dengan asam lemah
seperti CaCO3, MgCO3, Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2

Besarnya konsentrasi padatan yang terdapat dalam air formasi


dinyatakan dalam satuan parts per million (ppm), miligram per liter,
milliequivalent per liter dan fraksi padatan. Satuan ppm dan miligram per
liter digunakan dengan asumsi densitas air formasinya sama dengan satu.
Satuan fraksi padatan diperoleh dari pembagian ppm dengan 10000.
Sedangkan satuan milliequivalent per liter didapatkan dari konversi ppm,
yaitu dengan dibagi berat ekuivalennya. Pada reaksi ionisasi, berat
ekuivalen diperoleh dari pembagian berat atom ion dengan valensinya.

2.2.2 Sifat Fisik Fluida Reservoir


Fluida reservoir terdiri dari fluida hidrokarbon dan air formasi.
Hidrokarbon sendiri terdiri dari fasa gas maupun fasa cair (minyak bumi),
yang tergantung pada kondisi (tekanan dan temperatur) reservoir yang
ditempati. Perubahan kondisi reservoir akan mengakibatkan perubahan fasa
serta sifat fisik fluida reservoir.
49

2.2.2.1 Sifat Fisik Gas


Gas adalah suatu fluida dengan massa jenis serta viskositas yang
rendah, selain itu sifatnya yang utama adalah fluida ini akan mengisi penuh
wadah apa saja. Sifat gas berbeda dengan cairan, terutama karena jarak antar
molekul-molekulnya lebih besar dari pada cairan.
Sifat-fisik gas penting sekali untuk diketahui, karena parameter-
parameter tersebut sangat menentukan dalam perhitungan reservoir
engineering. Sifat fisik gas yang akan dibahas antara lain : densitas gas,
spesific gravity gas, viskositas gas, faktor volume formasi gas, faktor
deviasi gas, dan kompressibilitas gas.
A. Densitas Gas
Densitas gas (ρg) didefinisikan sebagai massa gas per satuan
volume. Dari definisi ini dapat menggunakan persamaan keadaan untuk
menghitung densitas gas pada berbagai P dan T tertentu, yaitu:

m PM
𝜌𝑔 = = ............................................................................... (2-40)
v RT

dimana :
m = berat gas, lb
V = volume gas, cuft
M = berat molekul gas, lb/lb mole
P = tekanan reservoir, psia
T = temperatur, oR
R = konstanta gas = 10.73 psia cuft/lbmole oR

B. Spesific Gravity Gas


Spesific Gravity Gas didefinisikan sebagai perbandingan antara
densitas gas dengan densitas udara pada tekanan dan temperatur yang
sama. Dimana :
g
g  .............................................................................. (2-41)
udara
Keterangan :
50

γg = Spesific Gravity Gas


g = densitas gas
udara = densitas udara
Dengan diasumsikan bahwa kelakuan dari gas dan udara di
representasikan oleh persamaan gas ideal, maka Spesific Gravity
menjadi :
𝑝𝑀𝑔
𝑀𝑔 𝑀𝑔
γg = 𝑝𝑀𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
𝑅𝑇
= = ........................................................... (2-42)
𝑀𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 28.97
𝑅𝑇

Dimana Mudara adalah molekul berat dari udara dan Mg adalah


molekul berat dari gas. Jika gas adalah sebuah campuran maka
persamaannya menjadi :
𝑀𝑎 𝑀𝑎
γg = = ............................................................................. (2-43)
𝑀𝑎𝑖𝑟 28.97

Dimana Ma adalah molekul gas campuran. Sebagai catatan bahwa


perhitungan ini didasarkan jika gas dan udara merupakan gas ideal.
Spesific Gravity Gas juga sering disebut Gravity atau Gas Gravity.

C. Viscositas Gas
Viskositas adalah suatu ukuran tahanan fluida terhadap
aliran.Viskositas gas tergantung pada tekanan, temperatur, dan
komposisi dari gas tersebut. Dimana dengan bertambahnya berat
molekul dari gas maka akan menyebabkan berkurangnya harga
viskositas. Viskositas gas akan naik dengan bertambahnya suhu, dalam
hal ini tabiat gas akan berlainan dengan cairan, untuk gas sempurna
viskositasnya tidak tergantung dari tekanan. Gas sempurna berubah
menjadi gas tidak sempurna bila tekanannya dinaikkan dan tabiatnya
mendekati tabiat zat cair.
Ada 2 jenis viskositas, yaitu :
1) Viskositas Dinamik, µ adalah perbandingan antara tegangan geser
terhadap gradien kecepatan dengan satuan poise atau centipoise.
51

2) Viskositas Kinematik, v adalah perbandingan antara viskositas


dinamik terhadap kerapatan dengan satuan stoke atau centistoke.
Dalam perhitungan-perhitungan reservoir maupun produksi
umumnya digunakan viskositas dinamik. Salah satu cara untuk
menentukan viskositas gas yaitu dengan korelasi grafis (Carr et al),
dimana cara ini untuk menentukan viskositas gas campuran pada
sembarang tekanan maupun suhu dengan memperhatikan adanya gas-
gas ikutan, seperti H2S, CO2, dan N2. Adanya gas-gas non-hidrokarbon
tersebut akan memperbesar viskositas gas campuran. Pada Gambar 2.16.
di bawah ini, menunjukkan viskositas gas pada tekanan atmosphire.

Gambar 2.16. Viskositas Gas pada Tekanan Atmosphire 12)

Persamaan semi empiris untuk keperluan program komputer


dijabarkan oleh Lee Gonzales - Eakin akan memberikan hasil yang,
memuaskan untuk "sweet gas".
µg=K (10-4)exp(Xρgy) ................................................................. (2-44)
Keterangan :
52

M = γg x Mudara .......................................................................... (2-45)

K =
9.4  0.02M T 1.5 .............................................................. (2-46)
209  19M  T
986
X = 3.5   0.01M .............................................................. (2-47)
T
Y = 2.4  0.2X ........................................................................... (2-48)
Dimana :
 = viskositas gas, mikro poise.

 = massa jenis, gr/cc.

T = temperatur, 0R.

D. Faktor Volume Formasi Gas


Faktor volume formasi gas didefinisikan sebagai volume dalam
barel yang ditempati oleh 1 standart cubic feet gas (SCF) pada
temperatur 60 °F dan tekanan 14.7 Psia, bila dikembalikan pada keadaan
temperatur dan tekanan reservoir. Atau merupakan perbandingan
volume dari sejumlah gas pada kondisi reservoir dengan kondisi
standard (60 oF, 14,7 psia).
Persamaannya dapat dapat dicari dengan menggunakan persamaan
gas nyata (real gas), berdasarkan kondisi di reservoir dan di permukaan:
Z .n.R.T
Vres P
Bg  = .............................................................. (2-49)
Vsc Zsc .n.R.T
Psc
Sehingga dari persamaan diatas faktor volume formasi gas menjadi :
Z .T .Psc
Bg = ........................................................................... (2-50)
Zsc.Tsc.P
Keterangan :
Z = Faktor kompressibilitas gas pada kondisi reservoir
Zsc = Faktor kompressibilitas gas pada kondisi standart
T = Suhu reservoir, oR
P = Tekanan reservoir, psia
53

Tsc = Suhu standart = 60 oF = 520 oR


Psc = Tekanan standart = 14,7 psia
Persamaan (2-50) dapat dituliskan sebagai berikut :

Z .T .(14,7) Z .T  cuft 
Bg   0,0282   ....................................... (2-51)
(1).(520).P P  scf 
atau
Z .T  res.bbl 
Bg  0,00504   ....................................................... (2-52)
P  scf 

E. Kompresibilitas Gas
Kompressibilitas gas didefinisikan sebagai perubahan volume gas
yang disebabkan oleh adanya perubahan tekanan yang
mempengaruhinya. Biasa juga dinyatakan sebagai coefficient
kompressibilitas isotermal dari gas. Hal ini perlu dibedakan antara
faktor kompressibilitas (Z) dengan kompressibilitas gas. Dimana faktor
kompressibilitas adalah suatu faktor yang menunjukkan penyimpangan
gas nyatadari keadaan ideal, sedangkan kompressibilitas gas adalah
menunjukkan efek dari tekanan terhadap volume gas pada temperatur
tetap. Kompresibilitas gas dapat dinyatakan dengan persamaan :
1  dV 
Cg     ............................................................................ (2-53)
v  dP 
Dalam pembahasan mengenai kompressibilitas gas terdapat dua
kemungkinan penyelesaian, yaitu :
1. Kompressibilitas gas ideal
Persamaan gas ideal adalah sebagai berikut :
n.R.T
PV = nRT atau V =
P
 dV  nRT
    2 ...................................................................... (2-54)
 dP  P
Kombinasi antara Persamaan (2-53) dan Persamaan (2-54) sebagai
berikut:
54

 1  nRT  1
Cg      2   ..................................................... (2-55)
 V  P  P
2. Kompressibilitas gas nyata
Pada gas nyata, faktor kompressibilitas diperhitungkan.
Persamaannya adalah sebagai berikut :
Z
V  nRT ............................................................................ (2-56)
P
Bila dianggap konstan, penurunan persamaan tersebut menghasilkan
persamaan sebagai berikut :
dZ
P Z
 dV  dP
   nRT
 dP  P2
 1  dV 
Cg     
 V  dP 

P nRT  dZ  1 1 dZ
Cg    P  Z   Cg  
nRTZ P 2  dP  P Z dP
Cara lain untuk menentukan kompressibilitas gas adalah dengan
menggunakan hukum keadaan berhubungan, yaitu :
C pr
Cg  .................................................................................... (2-57)
Ppc

Keterangan :
Cpr = pseudo-reduced compressibility
Ppc = pseudo-critical pressure, psia
Z = faktor kompressibilitas
P = tekanan reservoir, Psia

F. Faktor Deviasi Gas


Penyelesaian masalah aliran gas, baik di reservoir, tubing maupun
di pipa produksi membutuhkan hubungan yang dapat menerangkan
tekanan, volume, dan temperatur. Untuk gas yang ideal hubungan
tersebut dinyatakan oleh persamaan keadaan :
55

P V = n R T ............................................................................... (2-58)
Gas yang bersifat sebagai gas nyata / real gas tidak memenuhi
Persamaan (2-54), tetapi memberi penyimpangan sebesar z (faktor
deviasi), sehingga Persamaan (2-58), menjadi :
P V = n z R T ..................................................................... (2-59)
Keterangan :
P = tekanan, psia
V = volume, scf
n = jumlah mol, lb-mol
T = temperatur, oR
R = konstanta gas = 10.73 , cuft/lb-mol
Z = faktor deviasi
Penentuan harga z dari suatu gas alam dapat dilakukan melalui
pengukuran langsung, menggunakan korelasi Standing dan Katz, dan
menggunakan “equation of state” Jika komposisi gas tidak diketahui
tetapi gravitasi-gas tertentu yang di berikan, Tekanan Pseudocritical dan
Temperature dapat ditentukan dari berbagai chart/korelasi
dikembangkan berdasarkan grafik. Satu set korelasi sederhana Brill-
Begs untuk gas kondensat adalah sbb:
Tpc =187 + 330 γg – 71.5 γg² .................................................... (2-60)
Ppc =706 – 51.7 γg – 11.1 γg² .................................................... (2-61)
Dengan diketahuinya harga Ppc dan Tpc, maka harga Pr dan Tr dapat
dihitung. Untuk menentukan harga z (deviation faktor), Katz dan
Standing telah membuat korelasi berupa grafik : z = f (Pr,Tr) dapat
dilihat pada Gambar 2.17.di halaman selanjutnya.
56

Gambar 2.17. Faktor Kompressibilitas untuk Natural Gas 7)

Grafik ini memberikan hasil yang memuaskan bila gas tidak


mengandung CO2 dan H2S. Untuk gas yang mengandung kedua unsur
tersebut perlu dilakukan korelasiuntuk harga Ppc dan Tpc dahulu sebelum
menghitung Pr dan Tr koreksi tersebutadalah sebagai berikut :
T ' pc  Tpc  ε .............................................................................. (2-62)

Ppc T ' pc
P ' pc 

Tpc  ε B  B2 
.............................................................. (2-63)

Keterangan :
Tpc = Temperatur Pseudokritis sebelum koreksi
Ppc = Tekanan Pseudokritis sebelum koreksi
T'pc = Temperatur Pseudokritis sesudah koreksi
P’pc = Tekanan Pseudokritis sesudah koreksi
57

  120 (A 0.9  A1.6 )  15( B 0.5  B 4 )


B = fraksi mol H2S
A = fraksi mol i mol C02 + B
Sehingga :
Tpr = T/T'pc .............................................................................. (2-64)
Ppr = P/P'pc ............................................................................... (2-65)
Korelasi dari Beggs and Brill (Golan and Whitson, 1986)
mempunyaiperhitungan harga z sebagai berikut :
𝑧 = 𝐴 + (1 − 𝐴)𝑒 −𝐵 + 𝐶𝑃𝑝𝑟 𝐷 .................................................. (2-66)
Dimana :
A  1.39Tpr  0.920.5  0.36Tpr  0.101
 0.066  0.32 Ppr 6
B (0.62 – 0.23Tpr) Ppr +   0.037  Ppr 2  9(Tpr 1)
 Tpr  0.86  10
C  0.132  0.32 log T pr
0.31060.49Tpr 0.1824Tpr
2
D  10

2.2.2.2 Sifat Fisik Minyak


Fluida minyak bumi dijumpai dalam bentuk cair, sehingga sesuai
dengan sifat cairan pada umumnya, pada fasa cair jarak antara molekul-
molekulnya relatif lebih kecil daripada gas. Sifat-sifat minyak bumi
yang akan dibahas adalah densitas, viskositas, faktor volume formasi
dan kompressibilitas.

A. Densitas Minyak
Densitas didefinisikan sebagai perbandingan berat masa suatu
substansi dengan volume dari unit tersebut, sehingga densitas minyak
(o) merupakan perbandingan antara berat minyak (lb) terhadap volume
minyak (cuft). Perbandingan tersebut hanya berlaku untuk pengukuran
densitas di permukaan (laboratorium), dimana kondisinya sudah
berbeda dengan kondisi reservoir sehingga akurasi pengukuran yang
58

dihasilkan tidak tepat. Metode lain dalam pengukuran densitas adalah


dengan memperkirakan densitas berdasarkan pada komposisi
minyaknya. Persamaan yang digunakan adalah :

 oSC 
 Xi Mi
.................................................... (2-67)
 X i M i  oSCi 
dimana :
oSC = densitas minyak (14,7 psia; 60 oF)
oSCi = densitas komponen minyak ke-i (14,7 psia; 60 oF)
Xi = fraksi mol komponen minyak ke-i
Mi = berat mol komponen minyak ke-i

Densitas minyak biasanya dinyatakan dalam specific gravity


minyak (o), yang didefinisikan sebagai perbandingan densitas minyak
terhadap densitas air, yang secara matematis, dituliskan :
o
o  ................................................................................... (2-68)
w
dimana :
o = specific gravity minyak
o = densitas minyak, lb/cuft
w = densitas air, lb/cuft

Industri perminyakan seringkali menyatakan specific gravity


minyak dalam satuan oAPI, yang dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut :
141,5
°API =  131,5 ............................................................. (2-69)
o

B. Viskositas Minyak
Viskositas minyak (o) didefinisikan sebagai ukuran ketahanan
minyak terhadap aliran, atau dengan kata lain viskositas minyak adalah
59

suatu ukuran tentang besarnya keengganan minyak untuk mengalir,


dengan satuan centi poise (cp) atau gr/100 detik/1 cm.
Viskositas minyak dipengaruhi oleh temperatur, tekanan dan
jumlah gas yang terlarut dalam minyak tersebut. Kenaikan temperatur
akan menurunkan viskositas minyak, dan dengan bertambahnya gas
yang terlarut dalam minyak maka viskositas minyak juga akan turun.
Hubungan antara viskositas minyak dengan tekanan ditunjukkan pada
Gambar 2.18. di bawah ini.

6
A
B.P
5
Viscosity, cp

3
B
B.P
2

B.P C
1

D B.P
0 1000 2000 3000
Pressure, psig

Gambar 2.18. Hubungan Viskositas terhadap Tekanan 7)

Gambar 2.18 menunjukkan bahwa tekanan mula-mula berada di


atas tekanan gelembung (Pb), dengan penurunan tekanan sampai (Pb),
mengakibatkan viskositas minyak berkurang, hal ini akibat adanya
pengembangan volume minyak. Kemudian bila tekanan turun dari Pb
sampai pada harga tekanan tertentu, maka akan menaikkan viskositas
minyak, karena pada kondisi tersebut terjadi pembebasan gas dari
larutan minyak.
Secara matematis, besarnya viskositas dapat dinyatakan dengan
persamaan :
F y
 x ........................................................................... (2-70)
A v
60

dimana :
 = viskositas, gr/(cm.sec)
F = shear stress
A = luas bidang paralel terhadap aliran, cm2
y / v = gradient kecepatan, cm/(sec.cm).

C. Faktor Volume Formasi Minyak


Faktor volume formasi minyak (Bo) didefinisikan sebagai volume
minyak dalam barrel pada kondisi standar yang ditempati oleh satu stock
tank barrel minyak termasuk gas yang terlarut. Atau dengan kata lain
sebagai perbandingan antara volume minyak termasuk gas yang terlarut
pada kondisi reservoir dengan volume minyak pada kondisi standard
(14,7 psi, 60 F). Satuan yang digunakan adalah bbl/stb.
Perhitungan Bo secara empiris (Standing) dinyatakan dengan
persamaan :
Bo = 0.972 + (0.000147 . F 1.175) ............................................. (2-71)
 g 
F  R s .   1.25 T ............................................................ (2-72)

 o 
dimana :
Rs = kelarutan gas dalam minyak, scf/stb
o = specific gravity minyak, lb/cuft
g = specific gravity gas, lb/cuft
T = temperatur, oF.

Perubahan Bo terhadap tekanan untuk minyak mentah jenuh


ditunjukkan oleh Gambar 2.19. di bawah ini. Tekanan reservoir awal
adalah Pi dan harga awal faktor volume formasi adalah Boi. Dengan
turunnya tekanan reservoir dibawah tekanan buble point, maka gas akan
keluar dan Bo akan turun.
61

Formation - Volume Fac tor, Bo


Bob

Pb
1
0 Reservoir pressure, psia

Gambar 2.19. Ciri Alur Faktor Volume Formasi Terhadap


Tekanan untuk Minyak 7)

Terdapat dua hal penting dari Gambar 2.19, yaitu :


1. Jika kondisi tekanan reservoir berada diatas Pb, maka Bo akan naik
dengan berkurangnya tekanan sampai mencapai Pb, sehingga
volume sistem cairan bertambah sebagai akibat terjadinya
pengembangan minyak.
2. Setelah Pb dicapai, maka harga Bo akan turun dengan berkurangnya
tekanan, disebabkan karena semakin banyak gas yang dibebaskan.
Proses pembebasan gas ada dua, yaitu :
a. Differential Liberation.
Merupakan proses pembebasan gas secara kontinyu. Dalam proses
ini, penurunan tekanan disertai dengan mengalirnya sebagian fluida
meninggalkan sistem. Minyak hanya berada dalam kesetimbangan
dengan gas yang dibebaskan pada tekanan tertentu dan tidak dengan
gas yang meninggalkan sistem. Jadi selama proses ini berlangsung,
maka komposisi total sistem akan berubah.
b. Flash Liberation
Merupakan proses pembabasan gas dimana tekanan dikurangi dalam
jumlah tertentu dan setelah kesetimbangan dicapai gas baru
dibebaskan.

Harga Bo dari kedua proses tersebut berbeda sesuai dengan keadaan


reservoir selama proses produksi berlangsung. Pada Gambar 2.20. di
62

bawah ini terlihat bahwa harga Bo pada proses flash liberation lebih
kecil daripada proses differential liberation.

1000 1,8

ORIGINAL RESERVOIR PRESSURE


Gas in Solution, ocu.ft/BBL

Liberated Gas (air = 1,0)


800 1,6

Specific Gravity of
N

( ST.oil = 60 F )
TIO
ERA
600 S LIB 1,4
A N
LG TIO
TIA RA
EN IBE
IFFER A SL
400 D G 1,2
SH
FLA
200 1,0
DIFFERENTIAL GAS LIBERATION
0 0,8
0 400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 3600
Reservoir Pressure, psia

Gambar 2.20. Perbedaan antara Flash Liberation Dengan


Differential Liberation 7)

D. Kelarutan Gas dalam Minyak


Kelarutan gas (Rs) adalah banyaknya SCF gas yang terlarut dalam
satu STB minyak pada kondisi standar 14,7 psi dan 60 F, ketika minyak
dan gas masih berada dalam tekanan dan temperatur reservoir.
Kelarutan gas dalam minyak (Rs) dipengaruhi oleh tekanan,
temperatur dan komposisi minyak dan gas. Pada temperatur minyak
yang tetap, kelarutan gas tertentu akan bertambah pada setiap
penambahan tekanan. Pada tekanan yang tetap kelarutan gas akan
berkurang terhadap kenaikan temperatur. Ditunjukkan pada Gambar
2.21. di bawah ini.

Gambar 2.21. Kelarutan Gas (Rs) sebagai Fungsi Tekanan 4)


63

E. Kompressibilitas Minyak
Kompressibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume
minyak akibat adanya perubahan tekanan, secara matematis dapat
dituliskan sebagai berikut:
1  V 
Co     .................................................................... (2-73)
V  P 

Persamaan (3-73) dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih


mudah dipahami, sesuai dengan aplikasi di lapangan, yaitu :
B ob  B oi
Co  .................................................................. (2-74)
B oi Pi  Pb 
dimana :
Bob = faktor volume formasi pada tekanan bubble point
Boi = faktor volume formasi pada tekanan reservoir
Pi = tekanan reservoir
Pb = tekanan bubble point.

2.2.2.3 Sifat Fisik Air Formasi


Sifat fisik minyak yang akan dibahas adalah densitas, viskositas,
kelarutan gas dalam air formasi, kompressibilitas air formasi dan faktor
volume air formasi.
A. Densitas Air Formasi
Densitas air formasi dinyatakan dalam massa per volume, spesific
volume yang dinyatakan dalam volume per satuan massa dan spesific
gravity, yaitu densitas air formasi pada suatu kondisi tertentu yaitu pada
tekanan 14,7 psi dan temperatur 60 F.
Beberapa satuan yang umum digunakan untuk menyatakan sifat-
sifat air murni pada kondisi standard adalah sebagai berikut : 0,999010
gr/cc ; 8,334 lb/gal; 62,34 lb/cuft; 350 lb/bbl (US); 0,01604 cuft/lb. Dari
besaran-besaran satuan tersebut dapat dibuat suatu hubungan sebagai
berikut :
64

w 1 0,01604
w = = = 0,01604  w = ....... (2-75)
62,34 62,34 v w vw

dimana :
w = specific gravity air formasi
w = density, lb/cuft
vw = specific volume, cuft/lb

Untuk melakukan pengamatan terhadap densitas air formasi dapat


dihubungkan dengan densitas air murni pada kondisi sebagai berikut :
vw 
 wb B w ..................................................................... (2-76)
v wb w
dimana :
vwb = specific volume air pada kondisi dasar, lb/cuft
wb = density dari air pada kondisi dasar, lb/cuft
Bw = faktor volume formasi air

Dengan demikian jika densitas air formasi pada kondisi dasar


(standard) dan faktor volume formasi ada harganya (dari pengukuran
langsung), maka densitas air formasi dapat ditentukan. Faktor yang
sangat mempengaruhi densitas air formasi adalah kadar garam dan
temperatur reservoir. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 2.22 dibawah
ini.

0 p sia
66 , 870
32 F
o

sia
Density, lb/cu.ft

0 p
, 870o 5800 p sia
68 F
o
,
65 68 F
p sia
o
,
F 2900
o
50 F, 0 psia 68
64 o
70 F, 0 psia , 0 p sia
68 F
o

o
80 F, 0 psia o
90 F, 0 psia
63 o
100 F, 0 psia

62
5 10 15 20 25 30 35 40
Salinity, ppm x 10-3

Gambar 2.22. Pengaruh Konsentrasi Garam dan Temperatur


pada Densitas Air Formasi 1)
65

B. Viskositas Air Formasi


Besarnya viskositas air formasi (w) tergantung pada
tekanan,temperatur dan salinitas yang dikandung air formasi tersebut.
Gambar 2.23. di bawah ini menunjukkan viskositas air formasi sebagai
fungsi temperatur. Viskositas air murni pada tekanan atmosfir dan pada
tekanan 7100 psia serta viskositas air pada kadar garam 6% pada
tekanan atmosfir.

Water salinity : 60000 ppm


1,8 at 14,7 psia pressure
at 14,2 psia pressure
1,6 at 7100 psia pressure
at vapour pressure
Absolut Viscosity, cp

1,4

1,2

1,0

0,8

0,6

0,4

0,2

0
0 50 100 150 200 250 300 350
Temperatur, oF

Gambar 2.23. Viskositas Air pada Tekanan dan Temperatur


Reservoir 12)

Pada Gambar 2.23. diatas, terlihat bahwa pengaruh salinitas di atas


6000 ppm dan tekanan di atas 7000 psi mempunyai pengaruh yang kecil
pada viskositas air formasi, yaitu hanya mencapai 0,5 cp meskipun
temperatur dinaikkan. Pada temperatur dan tekanan yang tetap, dengan
naiknya salinitas maka akan menaikkan viskositas air.

C. Faktor Volume Formasi Air Formasi


Faktor volume air formasi (Bw) menunjukkan perubahan volume
air formasi dari kondisi reservoir ke kondisi permukaan. Faktor volume
formasi air formasi ini dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur, yang
berkaitan dengan pembebasan gas dan air dengan turunnya tekanan,
66

pengembangan air dengan turunnya tekanan dan penyusutan air dengan


turunnya temperatur.
Harga faktor volume formasi air-formasi dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
Bw = (1 + Vwp)(1 + Vwt) ....................................................... (2-77)
dimana :
Bw = faktor volume air formasi, bbl/bbl
Vwt = penurunan volume sebagai akibat penurunan suhu, oF
Vwp = penurunan volume selama penurunan tekanan, psi

Hubungan faktor volume air formasi dengan tekanan dan


temperatur ditunjukkan dengan Gambar 2.24. dan Tabel 2.12 di bawah
serta Tabel 2.13 di halaman selanjutnya.

1,07
Water Formation Volume Factor, bbl/bbl

1,06

1,05 o
250 F
1,04

1,03
200 oF
1,02

1,01 150 oF
1,00
100 oF
0,99 pure water
pure water and natural gas
0,98
0 1000 2000 3000 4000 5000
Pressure, psia

Gambar 2.24. Faktor Volume Air Formasi sebagai fungsi dari


Tekanan dan Temperatur 1)
67

Tabel 2.12. Faktor Volume Air Formasi dengan Kandungan Gas 7)

Tekanan Faktor Volume Air Formasi, bbl/bbl (pada temperatur, oF)


Saturasi, psia 100 150 200 250
1000 1,0045 1,0183 1,0361 1,0584
2000 1,0031 1,0168 1,0345 1,0568
3000 1,0017 1,0154 1,0330 1,0552
4000 1,0003 1,0140 1,0316 1,0537
5000 0,9989 1,0126 1,0301 1,0522

Tabel 2.13. Faktor Volume Air Formasi tanpa Kandungan Gas 7)

Tekanan Faktor Volume Air Formasi, bbl/bbl (pada temperatur, oF)


Saturasi, psia 100 150 200 250
1000 1,0025 1,0153 1,0335 1,0560
2000 0,9995 1,0125 1,0304 1,0523
3000 0,9966 1,0095 1,0271 1,0487
4000 0,9938 1,0067 1,0240 1,0452
5000 0,9910 1,0039 1,0210 1,0418
6000 0,9884 1,0031 1,0178 1,0402

D. Kelarutan Gas dalam Air Formasi


Standing dan Dodson2) telah menentukan kelarutan gas dalam air
formasi sebagai fungsi dari tekanan dan temperatur. Mereka
menggunakan gas dengan berat jenis 0,655 dan mengukur kelarutan gas
ini dalam air murni serta dua contoh air asin. Komposisi gas dan air asin
diperlihatkan pada Gambar 2.25. di bawah, sedangkan Gambar 2.26. di
halaman selanjutnya menunjukkan kelarutan gas dalam air murni sesuai
dengan temperatur.
68

Na
Scale : meq / liter Cl
100 100
Ca HCO3
10 10
Mg SO4
100 10
Fe CO3
100 10
Na Cl
100 100
Ca HCO3
10 10
Mg SO4
100 10
Fe CO3
100 10

Na Cl
100 100
Ca HCO3
10 10
Mg SO4
100 10
Fe CO3
100 10

Gambar 2.25. Grafik Komposisi Gas Alam dan Air Garam yang
Digunakan pada Eksperimen Pengukuran Kelarutan Gas 7)

Dari hasil penelitian, disimpulkan beberapa pernyataan yang


bersifat umum tentang kelarutan gas dalam air dan air asin adalah
sebagai berikut :
1. Kelarutan gas dalam air formasi lebih kecil jika dibandingkan
dengan kelarutan gas dalam minyak pada kondisi tekanan dan
temperatur yang sama.
2. Pada temperatur yang tetap, kelarutan gas dalam air formasi akan
naik dengan naiknya tekanan.
3. Kelarutan gas alam dalam air asin akan berkurang dengan
bertambahnya kadar garam.
4. Kelarutan gas alam dalam air formasi akan berkurang dengan
naiknya berat jenis gas.
69

24

Solubility of Natural Gas in Water, cu.ft/bbl


p sia
20 5000
p sia
40 00
p sia
16 30 00

sia
12 2 0 00 p

8 1000 psia

500 psia
4

0
60 100 140 180 220 260
Temperature, oF

Gambar 2.26. Grafik Kelarutan Gas dalam Air 1)

E. Kompressibilitas Air Formasi


Kompresibilitas air formasi didefinisikan sebagai perubahan
volume yang disebabkan oleh adanya perubahan tekanan yang
mempengaruhinya. Besarnya kompressibilitas air murni (Cpw)
tergantung pada tekanan, temperatur dan kadar gas terlarut dalam air
murni, sebagaimana terlihat pada Gambar 2.27. dihalaman selanjutnya.

3,6
Water Compressibility,
C w x 10 6, bb l/bb l.psi

3,2 sia
1000 p
2000
3000
2,8 4000
5000
1  V 
6000 C wp    
V  P T
2,4
60 100 140 180 220 260
o
Temperature, F

Gambar 2.27. Harga Kompressibilitas Air Murni Berdasarkan


Temperatur dan Tekanan 7)

Secara matematik, besarnya kompressibilitas air murni dapat ditulis


sebagai berikut :
1  V 
C wp     ................................................................ (2-78)
V  P  T
70

dimana :
Cwp = kompressibilitas air murni, psi –1
V = volume air murni, bbl
V; P = perubahan volume (bbl) dan tekanan (psi) air murni

Sedangkan pada air formasi yang mengandung gas, hasil


perhitungan harga kompressibilitas air formasi, harus dikoreksi dengan
adanya pengaruh gas yang terlarut dalam air murni. Koreksi terhadap
harga kompressibilitas air dapat dilakukan dengan menggunakan
Gambar 2.28. dihalaman selanjutnya.

1,3
Solution Compressiblity
Water Compressibility

1,2

1,1

1,0
0 5 10 15 20 25
Gas-Water Ratio, cu.ft/bbl

Gambar 2.28. Koreksi Harga Kompressibilitas Air Formasi


Terhadap Kandungan Gas Terlarut 7)

Secara matematik, koreksi terhadap harga kompressibilitas air (Cw)


dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
C w  C wp (1  0,0088 R sw ) .................................................. (2-79)

dimana :
Cwp = kompressibilitas air murni, psi-1
Rsw = kelarutan gas dalam air, cu ft/bbl
71

2.3 Kondisi Reservoir


Tekanan dan temperatur merupakan besaran-besaran yang sangat
penting dan berpengaruh terhadap keadaan reservoir, baik pada batuan
maupun fluidanya (air, minyak, dan gas). Tekanan dan temperatur lapisan
kulit bumi dipengaruhi oleh adanya gradient kedalaman, letak dari lapisan,
serta kandungan fluidanya.

2.3.1 Tekanan Reservoir


Tekanan yang terjadi dalam pori-pori batuan reservoir dan fluida yang
terkandung didalamnya disebut tekanan reservoir. Dengan adanya tekanan
reservoir yang disebabkan oleh adanya gradien kedalaman, maka akan
menyebabkan fluida reservoir akan mengalir dari formasi ke lubang sumur
yang relatif bertekanan rendah, sehingga tekanan reservoir akan menurun
dengan adanya kegiatan produksi. Tekanan reservoir dibagi menjadi dua,
yaitu tekanan hidrostatik, tekanan kapiler dan tekanan overburden
1. Tekanan Hidrostatik
Tekanan hidrostatik merupakan tekanan yang timbul akibat adanya
fluida yang mengisi pori-pori batuan, desakan oleh expansi gas (gas cap
gas), dan desakan gas yang membebaskan diri dari larutan akibat penurunan
tekanan selama proses produksi berlangsung. Ukuran dan bentuk kolom
fluida tidak berpengaruh terhadap besarnya tekanan ini. Secara matematis
tekanan hidrostatik dituliskan :
Ph = 0,052  D ................................................................................ (2-80)
dimana :
Ph = tekanan hidrostatik, psi
 = densitas fluida rata-rata, lb/gallon
D = tinggi kolom fluida, ft
72

2. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler merupakan tekanan yang ditimbulkan oleh adanya
kontak dua macam fluida yang tak saling campur. Besarnya tekanan kapiler
dapat ditentukan dengan persamaan :

Pc 
h
 w   o  ........................................................................ (2-81)
144
dimana :
Pc = tekanan kapiler, psi
h = selisih tinggi permukaan antara dua fluida, ft
w = densitas air, lb/cuft
o = densitas minyak, lb/cuft

3. Tekanan Overburden
Tekanan overburden merupakan tekanan yang diakibatkan oleh adanya
berat batuan dan kandungan fluida yang terdapat dalam pori-pori batuan
yang terletak di atas lapisan produktif, yang secara matematis dituliskan :
G mb  G fl
Po   D1    ma +   fl .......................................... (2-82)
A
dimana :
Po = tekanan overburden, psi
Gmb = berat matrik batuan formasi, lb
Gfl = berat fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan, lb
A = luas lapisan, in2
D = kedalaman vertikal formasi, ft
 = porositas, fraksi
ma = densitas matrik batuan, lb/cuft
fl = densitas fluida, lb/cuft

Besarnya tekanan overburden akan naik dengan meningkatnya


kedalaman, yang biasanya dianggap secara merata. Pertambahan tekanan
tiap feet kedalaman disebut gradien kedalaman.
73

Data-data tekanan reservoir, umumnya digunakan dalam hal-hal


sebagai berikut :
1. Menentukan karakteristik reservoir, terutama yang menyangkut
hubungan antara jumlah produksi dengan penurunan tekanan reservoir.
2. Bila digabungkan dengan data produksi, sifat-sifat fisik batuan dan
fluida reservoir, akan bermanfaat dalam penaksiran gas/oil in place dan
recovery untuk berbagai jenis mekanisme pendorongnya.
3. Memperkirakan hubungan antar sumur-sumur yang letaknya berdekatan
dan bagaimana sistemnya.

2.3.2 Temperatur Reservoir


Temperatur akan mengalami kenaikan dengan bertambahnya
kedalaman, ini dinamakan gradien geothermal yang dipengaruhi oleh jauh
dekatnya dari pusat magma. Besaran gradien geothermal ini bervariasi dari
satu tempat ke tempat lain, dimana harga rata-ratanya adalah 2oF/100 ft.
Gradien geothermal yang tertinggi adalah 4oF/100 ft, sedangkan yang
terendah adalah 0.5 oF/100 ft. Variasi yang kecil dari gradien geothermal ini
disebabkan oleh sifat konduktivitas thermis beberapa jenis batuan.
Besarnya gradien geothermal dari suatu daerah dapat dicari dengan
menggunakan persamaan :
Tformasi  Ts tan dard
Gradien geothermal  ............................... (2-83)
Kedalalama n Formasi

Harga gradien geothermal berkisar antara 1,11 oF sampai 2 oF/100 f.


Seperti diketahui temperatur sangat berpengaruh terhadap sifat – sifat fisik
fluida reservoir. Hubungan temperatur terhadap kedalaman dapat
dinyatakan sebagai berikut :
Td = Ta + (GTH x D) ........................................................................ (2-84)
dimana :
Td = temperatur reservoir pada kedalaman D ft, oF
Ta = temperatur pada permukaan, oF
74

GTH = gradient temperatur, oF


D = kedalaman, ratusan ft.

Suatu contoh kurva gradien temperatur terhadap kedalaman suatu


lapangan minyak dapat dilihat pada Gambar 2.29. di bawah ini.
4000

4500

5000
Ked a la ma n, ft

5500

6000

6500

7000

150 160 170 180 190 200 210


o
Temp era tur, F

Gambar 2.29. Kurva Gradien Temperatur Terhadap Kedalaman 1)

Anda mungkin juga menyukai