Anda di halaman 1dari 7

Analisis Kecemasan Mahasiswa Kedokteran saat

Menghadapi Objective Structured Clinical Examination


(OSCE)
Naufal Wildan Askandar
Prodi Kedokteran, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
naufalwildan72@gmail.com

Abstract. Anxiety normally occurs in life, but anxiety can become abnormal if the
response to the stimulus is excessive. In student, anxiety affects the educational process.
OSCE is a part of comprehensive exam that examine medical skills of the students who
will enter their clinical stage. Although this exam is similiar like skills lab exam but the
matters of exam is more complex and the setting of exam is different too, so these
situations cause anxiety in students toward OSCE. OSCE is a clinical examination to test
students’ skill. Students have to demonstrate skill possessed by the different conditions and
examined by a particular examiners. The condition potentially the students suffering of
anxiety in which symptoniced by phsichologies as students’ scared, felt nervous insecure.
Impacts of anxiety caused reduction of students’ skill in pursuing their tasks thereby get
the bad result.

Keywords: OSCE, anxiety, student, exam

1. PENDAHULUAN

Kurikulum Pendidikan kedokteran di Indonesia telah mengalami banyak perubahan dan


perkembangan. Banyak fakultas Kedokteran di Indonesia telah menggunakan kurikulum PBI
pada tahap pendidikan sarjana. Sejalan dengan hal tersebut berdasarkan surat keputusan Konsil
Kedokteran Indonesia no.20/KKI/KEP/IX/2006 tentang Standar Pendidikan Dokter di Indonesia,
maka sejak tahun 2007, Senat Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret menetapkan
bahwa kurikulum di Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sebeleas Maret
didasarkan pada Kuruikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan pendekatan SPICES, model
pembelajaran Promblem Based Learning, dan metode pembelajaran berupa diskusi tutorial,
skills lab, field lab, kuliah pakar, workshop, dan praktikum penunjang. Selanjutnya, pada
Peraturan Rektor Universitas Sebelas Maret Nomor: UN27/PP/2012 BAB VI Pasal 9 dijelaskan
lebih lanjut bahwa kurikulum pendidikan dokter tersebut terdiri dari muatan yang disusun
berdasar Standar Kompetensi Dokter yang disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (FK
UNS, 2014; Pamungkasari dan Probandari, 2012)
Ujian merupakan suatu rangkaian persoalan, pertanyaan-pertanyaan dan latihan untuk
menentukan tingkat pengetahuan, kemampuan, bakat atau kualifikasi peserta didik. Mahasiswa
kedokteran sebagai peserta didik juga tidak terlepas dari ujian. Pendidikan kedokteran dasar
terdiri dari dua tahap, yaitu tahap preklinik dan tahap kepaniteraan klinik. Ujian komprehensif
merupakan exit exam dari tahap preklinik ke tahap kepaniteraan klinik.
Ujian komprehensif terdiri dari dua jenis ujian yaitu ujian tulis berupa Multiple Choice
Question (MCQ) dan ujian keterampilan/perilaku berupa Objective Structured Clinical
Examination (OSCE). OSCE sebagai instrumen penguji keterampilan klinis mahasiswa
kedokteran sudah sejak tahun 1979 digunakan.
OSCE adalah suatu format uji untuk mengetahui kompetensi keterampilan mahasiswa .
Tata caranya mahasiswa diminta untuk mendemonstrasikan skillsnya di hadapan penguji.
Pengujian skills ini diatur dalam station- station. Setiap station menguji satu macam skill.
Mahasiswa akan diminta untuk melewati setiap station tersebut setelah ada tanda yang berupa bel
atau isyarat. Mahasiswa ataupun penguji tidak diperbolehkan untuk bercakap-cakap satu sama
lain.
Keadaan seperti itu mahasiswa potensial mengalami kecemasan. Kecemasan tersebut
terjadi akibat adanya ketakutan gagal dalam OSCE, seperti yang dikatakan oleh Faletti dan
Neame. Kecemasan akan bertambah dengan suasana OSCE yang hening menegangkan, dosen
penguji yang menunggui, ketakutan akan ketidakmampuan atau salah memahami soal juga
menimbulkan kecemasan bagi mahasiswa.

Kecemasan adalah reaksi individu baik itu emosional maupun fisiologis akan adanya
ancaman ketidaksenangan yang dialami. Reaksi cemas yang muncul berupa:

1. Reaksi fisiologis yaitu setiap proses yang terjadi pada komponen fisiologis (somatik)
berupa rangsangan-rangsangan fisik yang meningkat seperti jantung berdebar debar,
tangan gemetar dan dingin

2. Reaksi psikologis meliputi sikap, emosi dan kognitif seperti, lupa, tidak ingat, tidak bisa
konsentrasi, gugup. Reaksi fisiologis dan psikologis tersebut tentu membawa pengaruh
buruk pada nilai OSCE, meskipun mahasiswa sudah mempersiapkan diri dengan baik
dan soal yang diberikan dianggap mudah oleh mahasiswa. Hill dan Wigfield yang
menjelaskan kecemasan dapat memberikan pengaruh buruk terhadap performa
mahasiswa. Penelitian lain yang dilakukan oleh Basco dan Olea menunjukkan tidak ada
korelasi yang signifikan antara tingkat kecemasan dan hasil OSCE mahasiswa.

2. METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi non participant.
Merupakan suatu proses pengamatan observer tanpa ikut dalam kehidupan orang yang
diobservasi dan secara terpisah berkedudukan sebagai pengamat” (Margono, 2005 : 161-162).
Fokus observasi pada penelitian ini adalah kecemasan yang tampak pada partisipan OSCE,
seperti tangan yang gemetar, jantung berdebar-debar, berkeringat dingin, mules, kehilangan
konsentrasi, dan lain-lain. Subyek pada penelitian ini adalah satu kelompok yang dibagi dalam
mengikuti OSCE satu sesi ujian. Kelompok berjumlah empat belas orang. Peneliti akan
mengamati masing-masing partisipan OSCE dalam ruangan dan mengamati reaksi kecemasan
yang tampak pada masing-masing partisipan. Penelitian ini diperkuat dengan pembagian angket
kuesioner yang dibagikan pada kelompok tersebut untuk memperoleh reaksi kecemasan yang
tidak tampak dari partisipan seperti jantung berdebar, mules, dan kehilangan konsentrasi. Selain
itu, angket digunakan untuk pengambilan data seperti lulus atau tidak lulus dan penyebab
kecemasan partisipan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


a. Observasi
Tangan bergetar Keringat dingin Keterangan
3 orang 5 orang jumlah
25% 35,7% persentase
Pada hasil pengamatan, dijumpai adanya 3 orang yang terlihat gemetar saat
menjalani OSCE. Salah satu peserta NL tangannya terlihat bergemetar saat menggunakan
alat. Sedangkan dua peserta lainnya terlihat bergemetar saat berjabat tangan dengan pasien
simulasi. Dortland dalam bukunya mendefinisikan kecemasan sebagai status perasaan
yang tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap
antisipasi bahaya yang tidak riil atau yang tak terbayangkan, secara nyata disebabkan oleh
konflik intrapsikis yang tidak diketahui. Penyerta fisiologis tersebut salah satunya adalah
gemetar.
Pada pengamatan juga nampak lima peserta OSCE yang terlihat berkeringat
dingin.
Meskipun secara temperature ruangan seharusnya dingin karena adanya air conditioner,
tetapi rasa cemas yang berlebih menyebabkan tubuh berkeringat.
Kecemasan ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, kegelisahan, kekhawatiran,
dan perasaan yang tak menyenangkan. Seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti
nyeri kepala, berkeringat, papitasi, kekakuan pada dada, dan gangguan lambung ringan.
Seseorang yang cemas mungkin juga merasa gelisah, seperti dinyatakan oleh
ketidakmampuan untuk duduk dan berdiri lama. Jika serangannya hebat terkadang dapat
disertai gejala otonomik seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, hipertensi, gelisah,
tremor, gangguan lambung, dan frekuensi urin meningkat. Kumpulan gejala tertentu yang
ditemukan selama kecemasan cenderung bervariasi dari orang ke orang (Kaplan dan
Sadock, 2010).
b. Angket kuesioner
Dalam kuesioner, ditanyakan ada 5 poin pertanyaan yang akan dijabarkan
dibawah.
1) Apakah partisipan cemas saat menhadapi OSCE

Dari 14 tanggapan, ada dua belas (85,7%) orang diantaranya yang cemas dan dua
(14,3%) diantaranya tidak cemas saat menghadapi OSCE.

2) Manifestasi kecemasan

Dari 14 tanggapan, paling banyak merasakan jantung berdebar-debar saat OSCE


diantaranya sembilan orang (64,3%). Kemudian kedua reaksi cemas terbanyak yaitu
hilang konsentrasi. Lalu ketiga terbanyak adalah berkeringat dingin. Pada beberapa
partisipan reaksi cemas yang lain juga menyertai seperti mules (4 orang) dan tangan
bergetar (3 orang). Pada reaksi pingsan, tidak ditemukan partisipan dengan reaksi tersebut.
3) Kegagalan ujian OSCE pada partisipan
Dari 14 partisipan, didapatkan persentase terbesar adalah dari mahasiswa yang
tidak gagal dan gagal dalam 1 topik. Sedangkan persentase terkecil berasal dari
mahasiswa yang gagal dalam 2 dan 3 topik.
4) Pengaruh kecemasan dalam kegagalan OSCE menurut partisipan

Dari 14 partisipan, sebagian besar berpendapat bahwa kecemasan memiliki andil


dalam kegagalan partisipan dalam menjalani OSCE.
5) Faktor penyebab kecemasan

Dari 14 tanggapan, kebanyakan partisipan menjawab kepribadian diri yang mudah


cemas. Sedangkan pilihan kedua terbanyak ada pada kecemasan mendapatkan dosen atau
penguji. Pada pilihan yang tersisa masing-masing sebanyak enam orang yang memilih.

Menurut Maramis dan Maramis (2009), membagi gejala anxietas menjadi dua
kompoonen, komponen psikis/mental dan komponen fisik. Gejala psikis berupa anxietas
atau kecemasan itu sendiri. Sedangkan gejala fisik merupakan manifestasi dari keterjagaan
yang berlebih (hyperarousal syndrome): jantung berdebar, napas mencepat, mulut kering,
keluhan lambung,dan ketegangan otot.

4. SIMPULAN
Pada hasil penelitian yang sudah dilakukan, sebagian besar mahasiswa yang melalui OSCE
menghadapi perasaan cemas. Perasaan cemas pada mahasiswa yang akan menghadapi OSCE
tersebut timbul karena beberapa faktor. Akan tetapi, kebanyakan faktor berasal dari diri
mahasiswa sendiri yaitu kebiasaan mahasiswa yang memang selalu cemas ketika akan menghadapi
ujian. Pada beberapa mahasiswa ada yang memiliki kecemasan karena tidak siap dengan materi
atau topik yang akan dihadapi serta masalah keterbatasan waktu. Faktor seperti dosen atau penguji
juga berpengaruh pada kecemasan dalam OSCE. Manifestasi dari kecemasan tersebut dapat
terlihat dengan pengamatan berupa tangan yang bergemetar dan keringat dingin. Dari data
kuesioner sendiri, didapatkan reaksi seperti jantung berdebar-debar, mules, hingga hilang
konsentrasi. Dalam perolehan nilai dalam semester 1 sebagian besar mahasiswa tidak mengalami
kegagalan dan mengalami kegagalan dalam 1 topik. Jika dibandingkan dengan pernyataan
kecemasan sebagian besar memilih merasa cemas. Hal itu berarti bahwa kecemasan bukan faktor
yang berpengaruh dengan nilai OSCE.

5. SARAN
Faktor penyebab cemas mahasiswa kedokteran saat OSCE tentunya sangat banyak dan butuuh
penelitian lebih lanjut untuk sumbangan pikiran supaya kecemasan saat menghadapi OSCE dapat
teratasi sehingga mahasiswa tidak menghadapi OSCE dengan tekanan. Untuk menghadapi OSCE
diperlukan persiapan yang matang sehingga tidak ada kecemasan akibat ketidaksiapan mahasiswa.
Mahasiswa dapat mempersiapkan dengan simulasi OSCE atau latihan OSCE dengan teman satu
kelompoknya sehingga secara psikis mahasiswa merasa sudah mengenal suasana OSCE lebih dini.
Selain itu, dengan latihan mahasiswa dapat lebih menguasai topik yang sulit sehingga kecemasan
dapat dikurangi

6. DAFTAR PUSTAKA
Buku

Hall, J. E. (2011). Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology (12e). In 2011.
https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2

Costanzo, L. S. (2014). Physiology, Fifth Edition. In Saunders, an imprint of Elsevier Inc.


https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Tortora, G. J., & Derrickson, B. H. (2011). Principles of Anatomy and Physiology (Tortora,
Principles of Anatomy and Physiology) (p. 1344). p. 1344. Retrieved from
http://www.amazon.com/Principles-Anatomy-Physiology-Tortora/dp/0470565101

Lauralee sherwood. (2014). Sherwood Fundamentals of Human Physiology 4th (p. 162). p. 162.

Silverthorn, D. U. (2007). Human Physiology: An Integrated Approach: International Edition.


912.

Jurnal

Carleton, R. N. (2016). Fear of the unknown: One fear to rule them all? Journal of Anxiety
Disorders, 41, 5–21. https://doi.org/10.1016/j.janxdis.2016.03.011

Kodal, A., Fjermestad, K., Bjelland, I., Gjestad, R., Öst, L. G., Bjaastad, J. F., … Wergeland, G. J.
(2018). Long-term effectiveness of cognitive behavioral therapy for youth with anxiety
disorders. Journal of Anxiety Disorders, 53(November 2017), 58–67. https://doi.org/10.1016/
j.janxdis.2017.11.003

DordiNejad, F. G., Hakimi, H., Ashouri, M., Dehghani, M., Zeinali, Z., Daghighi, M. S., &
Bahrami, N. (2011). On the relationship between test anxiety and academic performance.
Procedia - Social and Behavioral Sciences, 15, 3774–3778.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.04.372

Yanti, S. (2013). , Zadrian Ardi 4). Hubungan Antara Kecemasan Dalam Belajar Dengan
Motivasi Belajar Siswa, 2, 283–288.

Annisa, D. F., & Ifdil, I. (2017). Konsep Kecemasan (Anxiety). Konselor, 5(2), 93. https://doi.org/
10.24036/02016526480-0-00

Anak Agung Putu Chintya Putri Suardana & Nicholas Simarmata. (2013). Hubungan Antara
Motivasi Belajar dan Kecemasan pada Siswa Kelas Vi Sekolah Dasar di Denpasar Menjelang
Ujian Nasional Anak Agung Putu Chintya Putri Suardana dan Nicholas Simarmata. Jurnal
Psikologi, 1(1), 203–212.

Amir, D. P., Iryani, D., & Isrona, L. (2016). Hubungan Tingkat Kecemasan dalam Menghadapi
Objective Structured Clinical Examination (OSCE) dengan Kelulusan OSCE pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Jurnal Kesehatan Andalas, 5(1), 139–
144. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Praptiningsih, R. S. (2018). Kecemasan Mahasiswa Menghadapi Objective Structural Clinical
Examination (Osce). ODONTO : Dental Journal, 3(2), 88.
https://doi.org/10.30659/odj.3.2.88-93

Anda mungkin juga menyukai