Anda di halaman 1dari 18

WRAP UP SKENARIO 3

PENDAKI GUNUNG SUMBING

Disusun oleh :

KELOMPOK B-6

KETUA : Sandrina Shera Monifa (1102019196)


SEKRETARIS : Syaffira Novitasari Nadilla (1102019208)
ANGGOTA : M. Javier Rifat Eryansjah (1102019127)
Nadia Rizki Amalia (1102019143)
Syahrani Salsabila (1102019209)
Mochammad Valdist Deyamantha (1102019126)
Salsabila Nada Putri (1102019195)
Syqiya Aqillanisah Fauzi (1102019210)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2019

Jl. Letjen. Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510


TeLp. 62 21 42
44574 Fax. 62 21 4244574
Daftar isi

Daftar isi ......................................................................................................................................... 2


Skenario ......................................................................................................................................... 3
Kata Sulit…..................................................................................................................................... 4
Analisis Masalah…......................................................................................................................... 5
Jawaban…....................................................................................................................................... 6
Jawaban…....................................................................................................................................... 7
Learning Objective ......................................................................................................................... 8
HIPOTESA..................................................................................................................................... 9
LO 1 .............................................................................................................................................. 10
LO 2 …….…………………………..…………………………………………………………... 14
LO 3 ………………………………………………...…………………………………………... 17
LO 4 ………………………………………………..…………………………………………… 19
Daftar Pustaka ............................................................................................................................... 21

2
SKENARIO 3
PENDAKI GUNUNG SUMBING
Dua pendaki Gunung Sumbing terpaksa dievakuasi oleh tim SAR Kabupaten Temanggung
Jawa Tengah. Mereka dilaporkan mengalami hipoksia akut dan hipotermia. Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah melaporkan peristiwa hipotermia
terjadi karena kurangnya persiapan saat mendaki. Menurut keterangan dokter yang
merawat dua pendaki tersebut, jika keadaan hipotermia tidak segera ditangani dapat
menyebabkan kegagalan fungsi tubuh yang lebih dikenal sebagai Mountain Sickness
Acute.

3
KATA SULIT
1. HIPOKSIA
Penurunan asupan oksigen ke jaringan.

2. HIPOTERMIA
Penurunan suhu tubuh akibat cuaca dingin.

3. EVAKUASI
Pemindahan/pengungsian warga dari daerah berbahaya.

4. MOUNTAIN SICKNESS ACUTE


Penyakit ketinggian, Kondisi tidak normal ketika berada di tempat ketinggian.

5. AKUT
Gejala yang berat yang dapat timbul secara mendadak dan cepat memburuk.

4
ANALISIS MASALAH
1. Kenapa hipotermia dapat mengalami kegagalan fungsi tubuh?
2. Bagaimana cara yang dapat kita lakukan saat terjadi hipoksia dan hipotermia?
3. Apa saja yang harus dipersiapkan agar tidak mengalami hipoksia akut dan hipotermia?
4. Apa gejala hipoksia dan hipotermia yang dirasakan tubuh?
5. Apa saja faktor penyebab hipoksia dan hipotermia?
6. Apa gejala penyakit Mountain Sickness Acute?
7. Berapa normal nya suhu inti tubuh manusia?

5
JAWABAN
1. Jika suhu tubuh turun drastis, organ vital (jantung, paru-paru, sistem saraf dan otak)
tidak dapat bekerja secara maksimal. Karena, suhu rendah menyebabkan enzim
inaktif. Sehingga, menyebabkan metabolisme dan sirkulasi darah terganggu dan
mengakibatkan mengalami kegagalan fungsi tubuh.

2. Penanganan saat terjadi hipoksia :


 Penggunaan oksigen atau alat pembantu nafas
 Diberi air yang cukup
 Mengurangi aktivitas fisik
Penanganan saat terjadi hipotermia :
 Menghangatkan tubuh dengan cara kontak fisik kulit ke kulit
 Pemberian minuman hangat
 Melakukan aktivitas fisik
 Menggunakan pakaian tebal
 Mendekatkan tubuh ke sumber panas

3. Yang harus dipersiapkan :


 Istirahat setiap pada ketinggian yang sudah dianjurkan (contoh : pendakian
lebih dari 3000 meter, dianjurkan untuk istirahat setiap ketinggian 300 –
600 meter per hari)
 Konsumsi air yang cukup
 Menjaga pola makan saat mendaki
 Pastikan tubuh dalam keadaan fit
 Melatih tubuh dengan aktivitas fisik secara rutin
 Mempersiapkan alat-alat dan bahan yang diperlukan untuk pendakian

4. Gejala hipoksia :
 Badan terasa kaku
 Kesulitan bergerak
 Gangguan koordinasi seperti kesulitan menggenggam dan berjalan
 Berkeringat
 Sesak nafas
 Detak jantung cepat
 Kehilangan kesadaran
 Bisa menyebabkan kematian

6
Gejala hipotermia :
 Kulit pucat
 Badan mati rasa
 Respon tubuh lambat
 Telapak kaki dan tangan mengerut
 Aktivitas pernapasan tidak stabil
 Denyut jantung berdebar cepat
 Menggigil
 Mual dan sakit kepala

5. Hipoksia :
 Berada di situasi kadar oksigen rendah
 Terdapat penyakit paru-paru
 Adanya gangguan jantung
 Terhenti nya aliran darah arteri ke organ
 Keracunan CO
 Perubahan sistem saraf pusat
Hipotermia :
 Panas yang dihasilkan tubuh tidak sebanding dengan panas yang
dikeluarkan
 Temperatur tubuh menurun di bawah suhu normal kurang dari 35⁰C

6. Gejala Mountain Sickness Acute :


 Sakit kepala atau pusing
 Mual dan muntah
 Sesak napas
 Sulit tidur
 Nafsu makan menurun
 Batuk berbusa dengan cairan warna merah
 Anoreksia
 Kehilangan kesadaran sampai koma

7. Normal suhu inti tubuh 36,5⁰C – 37,5⁰C

7
HIPOTESIS
Persiapan yang dilakukan saat mendaki gunung adalah konsumsi air yang cukup,
pastikan tubuh dalam keadaan fit dan menjaga pola makan. Di ketinggian tertentu tubuh
dapat mengalami hipoksia dan hipotermia. Hipoksia dapat terjadi karena berada di situasi
kadar oksigen rendah, terhentinya aliran darah arteri ke organ dan keracunan CO,
sedangkan hipotermia terjadi karena, panas yang dihasilkan tubuh tidak sebanding dengan
panas yang dikeluarkan. Gejala hipoksia dapat berupa berkeringat, sesak napas, kesulitan
bergerak dan badan terasa kaku, sementara gejala hipotermia dapat berupa kulit pucat,
respon tubuh lambat, menggigil dan badan mati rasa. Kedua hal tersebut dapat disebut
Mountain Sickness Acute. Penanganan kasus di atas dilakukan dengan mendekatkan tubuh
ke sumber panas, diberi air yang cukup dan penggunaan alat bantu oksigen untuk bernapas.

8
LEARNING OBJECTIVE

1. MEMAHAMI DAN MEMPELAJARI HIPOKSIA


1.1 Definisi
1.2 Klasifikasi
1.3 Penyebab
1.4 Gejala
1.5 Pencegahan dan Penanganan
2. MEMAHAMI DAN MEMPELAJARI HIPOTERMIA
2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi
2.3 Penyebab
2.4 Gejala
2.5 Pencegahan dan Penanganan
3. MEMAHAMI DAN MEMPELAJARI MORNING SICKNESS ACUTE
3.1 Definisi
3.2 Klasifikasi
3.3 Penyebab
3.4 Gejala
3.5 Pencegahan dan Penanganan

9
1. MEMAHAMI DAN MEMPELAJARI HIPOKSIA
1.1 Definisi hipoksia
Hipoksia merupakan keadaan di mana terjadi defisiensi oksigen, yang mengakibatkan kerusakan
sel akibat penurunan respirasi oksidatif aerob sel. Hipoksia merupakan penyebab penting dan
umum dari cedera dan kematian sel. Tergantung pada beratnya hipoksia, sel dapat mengalami
adaptasi, cedera atau kematian.
Mekanisme hipoksia dapat terjadi melalui 9 macam mekanisme :
 Hipoksia anemi
 Intoksikasi karbon monoksida (CO)
 Hipoksia respiratorik
 Hipoksia sekunder akibat ketinggian
 Hipoksia sekunder akibat pirau kanan ke kiri (right to left shunting) ekstrapulmoner
 Hipoksia sirkulatoris
 Hipoksia yang spesifik organ
 Peningkatan kebutuhan O₂
 Penggunaan (utilisasi) O₂ yang tidak adekuat
Contoh gejala Hipoksia pada Ketinggian (High Altitude) :
Manusia ataupun binatang di darat telah mengenal kehidupan pada kondisi lingkungan di
ketinggian (high altitude) sejak ribuan tahun lalu, mengingat telah banyak kelompok masyarakat
sejak jaman pra sejarah yang hidup di pegunungan tinggi seperti di Tibet, Andes, dan Afrika
Timur. Telah diketahui pula secara alami terjadi proses adaptasi fisiologis terhadap kondisi
lingkungan seperti itu. Di mana adaptasi ini adalah konsekuensi terjadinya hipoksia karena
pengurangan jumlah molekul oksigen yang bisa dihirup pada waktu bernapas.
Namun, manusia baru mengenal kehidupan di ketinggian yang direkayasa (engineered) setelah
mampunya dibuat pesawat terbang pertama kalinya dengan ketinggian jelajah di atas 10.000 kaki,
terutama pesawat militer untuk peperangan. Pada manusia yang mencapai ketinggian lebih dari
3.000 meter (10.000 kaki) dalam waktu singkat, tekanan oksigen intraalveolar (PO2) dengan cepat
turun hingga 60 mmHg dan gangguan memori serta gangguan fungsi serebri mulai bermanifestasi.
Pada ketinggian yang lebih, saturasi oksigen arteri menurun (Sat O₂) menurun dengan cepat, dan
pada ketinggian 5.000 meter (15.000 kaki), individu yang tidak teraklimatisasi pada umumnya
tidak dapat berfungsi dengan baik kemudian diketahui, terutama pada penerbangan unpressured
cabin (kabin tanpa rekayasa tekanan udara). Kondisi-kondisi tersebut diantaranya (pada yang
ringan) : penurunan kemampuan terhadap adaptasi gelap, peningkatan frekuensi pernapasan
(hiperventilasi), peningkatan denyut jantung, tekanan sistolik, dan curah jantung (cardiac output).
Sedangkan, jika berlanjut terus akan terjadi gangguan yang lebih berat seperti berkurangnya
pandangan sentral dan perifer, termasuk ketajaman penglihatan (visus), indera peraba berkurang
fungsinya, dan pendengeran berkurang. Demikian juga terjadi perubahan proses-proses mental
seperti gangguan intelektual dan munculnya tingkah laku aneh seperti euforia (rasa senang
berlebihan). Selain itu kemampuan koordinasi psikomotor akan berkurang. Pada tahapan yang
kritis, setelah terjadinya sianosis dan sindroma hiperventilasi berat, maka tingkat kesadaran akan

10
berangsur hilang (loss of consciousness), dan pada tahap akhir dapat terjadi kejang dilanjutkan
dengan henti napas/apnoe.

1.1 Klasifikasi Hipoksia :

a. Hipoksia Hipoksik
Keadaan hipoksia disebabkan oleh kurangnya oksigen yang masuk ke paru – paru.
Sehingga oksigen tidak dapat masuk dalam darah, dan gagal masuk ke dalam sirkulasi
darah. Kasus ini disebabkan adanya sumbatan / obsturksi pada saluran pernapasan.

b. Hipoksia Anemic
Keadaan ini disebabkan karena darah tidak dapat mengikat atau membawa oksigen yang
cukup untuk metabolism seluler. Contohnya pada keracunan karbon monoksida (CO),
karena CO dapat bereaksi dengan hemoglobin untuk menghasilkan
karbonmonoksihemoglobin (COHb), dan COHb tidak dapat mengikat oksigen sehingga
tubuh kekurangan hemoglobin yang dapat mengikat oksigen.

c. Hipoksia Stagnan
Keadaan hipoksia dimana darah tidak mampu membawa oksigen ke jaringan karena
adanya kegagalan sirkulasi, seperti heart failure.

d. Hipoksia Histotokik
Keadaan ini terjadi karena jaringan tidak mampu menyerap oksigen. Contohnya pada
keracunan sianida. Sianida dalam tubuh akan mengintaktifkan beberapa enzim oksidatif
seluruh jaringan secara radikal.

1.2 Penyebab Hipoksia

1.3 Gejala Hipoksia

1.4 Pencegahan dan Penanganan Hipoksia


Pencegahan hipoksia dapat dengan cara menghindari lingkungan yang dapat
menurunkan kadar oksigen. Dapat juga dengan menggunakan oksigen tambahan pada
tabung oksigen sebelum mengalami hipoksia. Hypobaric chamber training merupakan
pelatihan untuk mengenal dan mengingatkan tentang hipoksia
Penanganan hipoksia dapat dengan Terapi oksigen hiperbarik (TOHB). Dan yang
terpenting adalah pemberian oksigen sehinga penaganan hipoksia adalah memberikan
bantuan inhalasi dapat berupa kanula nasal (selang oksigen hidung), sungkup oksigen
sederhana, sungkup oksigen katup, serta selang pernapasan.

11
2. MEMAHAMI DAN MEMPELAJARI HIPOTERMIA
2.1 Definisi Hiportemia
Hipotermia adalah suatu kondisi suhu tubuh yang berada di bawah rentang normal tubuh. (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2016b). Menurut Saifuddin dalam (Dwienda, Maita, Saputri, & Yulviana,
2014) Hipotermia adalah suatu kondisi turunnya suhu sampai di bawah 30⁰C, sedangkan
Hipotermia pada bayi baru lahir merupakan kondisi bayi dengan suhu dibawah 36,5⁰C, terbagi ke
dalam tiga jenis hipotermi, yaitu Hipotermi ringan atau Cold Stress dengan rentangan suhu Antara
36⁰C-36,5⁰C, selanjutnya hipotermi sedang, yaitu suhu bayi antara 32⁰C-36,5⁰C dan terakhir yaitu
hipotermi berat dengan suhu <32⁰C. Sistem pengaturan suhu tubuh pada bayi, baik yang normal
sekalipun belum berfungsi secara optimal, sehingga bayi yang baru lahir akan mudah kehilangan
suhu tubuh terutama pada masa 6-12 jam setelah kelahiran. Kondisi lingkungan dingin, bayi tanpa
selimut dan yang paling sering adalah subkutan yang tipis mampu mempercepat proses penurunan
suhu tersebut. Bayi yang mengalami hipotermi akan mengalami penurunan kekuatan menghisap
ASI, wajahnya akan pucat, kulitnya akan mengeras dan memerah dan bahkan akan mengalami
kesulitan bernapas, sehingga bayi baru lahir harus tetap dijaga kehangatannya. (Dwienda et al.,
2014) Suhu normal pada bayi yang baru lahir berkisar 36,5⁰C-37,5⁰C (suhu ketiak). Awalnya bayi
akan mengalami penurunan suhu di bawah rentang normal atau secara mudah dapat dikenal ketika
kaki dan tangan bayi teraba dingin, atau jika seluruh tubuh bayi sudah teraba dingin berarti bayi
sudah mengalami hipotermi sedang yaitu dengan rentang suhu 32⁰C-36⁰C. Selain hipotermi sedang
ada juga hipotermi kuat yaitu bila suhu bayi sampai di bawah 32⁰C dan akan berakibat sampai
kematian jika berlanjut karena, pembuluh darah bayin akan menyempit dan terjadi peningkatan
kebutuhan oksigen sehingga akan berlanjut menjadi hipoksemia dan kematian.(Anik, 2013)
2.1 Klasifikasi Hipotermia

2.2 Penyebab Hipotermia

Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016b) penyebab hipotermia yaitu:
a. Kerusakan Hipotalamus
b. Berat Badan Ekstrem
c. Kekurangan lemak subkutan
d. Terpapar suhu lingkungan rendah
e. Malnutrisi
f. Pemakaian pakaian tipis
g. Penurunan laju metabolisme
h. Transfer panas ( mis. Konduksi, konveksi, evavorasi, radiasi)
i. Efek agen farmakologis

2.3 Gejala Hipotermia


Orang yang mengalami hipotermia ringan akan menunjukkan gejala yang
meliputi menggigil yang disertai rasa lelah, lemas, pusing, lapar, mual, kulit
yang dingin atau pucat, dan napas yang cepat.

12
Pengidap serangan hipotermia tingkat menengah (suhu tubuh 28-32°C) akan
mengalami gejala-gejala berupa:
• Mengantuk atau lemas.
• Bicara tidak jelas atau bergumam.
• Linglung dan bingung.
• Kehilangan akal sehat, misalnya membuka pakaian meski sedang kedinginan.
• Sulit bergerak dan koordinasi tubuh yang menurun.
• Napas yang pelan dan pendek.
• Tingkat kesadaran yang terus menurun.

Apabila tidak segera ditangani, suhu tubuh akan makin menurun dan
berpotensi memicu hiportemia yang parah dengan suhu tubuh 28°C ke
bawah. Kondisi ini ditandai dengan gejala-gejala berikut:
• Pingsan.
• Denyut nadi yang lemah, tidak teratur, atau bahkan sama sekali tidak ada
denyut nadi.
• Pupil mata yang melebar.
• Napas yang pendek atau sama sekali tidak bernapas.

Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) gejala dan tanda hipotermia yaitu :
a. Mayor
1) Kulit teraba dingin
2) Menggigil
3) Suhu tubuh di bawah nilai normal (Normal 36,50C-37,50C)

b. Minor
1) Akrosianosis
2) Bradikardi ( Normal 120-160 x/menit)
3) Dasar kuku sianotik
4) Hipoglikemia
5) Hipoksia
6) Pengisian kapiler > 3 detik
7) Konsumsi oksigen meningkat
8) Ventilasi menurun
9) Piloereksi
10) Takikardi
11) Vasokontriksi perifer
12) Kutis memorata ( pada neonatus)

13
2.4 Pencegahan dan Penanganan Hipotermia
a. Pencegahan Hipotermia
Ada beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk mencegah
hipotermia, yaitu:
• Jagalah tubuh agar tetap kering. Hindari mengenakan pakaian basah dalam
jangka waktu lama karena dapat menyerap panas tubuh.
• Gunakan pakaian sesuai dengan kondisi cuaca dan kegiatan yang akan
dilakukan, terutama ketika akan mendaki gunung atau berkemah di tempat yang
dingin. Kenakan jaket atau pakaian tebal agar suhu tubuh tetap terjaga.
• Gunakan topi, syal, sarung tangan, kaus kaki, dan sepatu bot ketika akan
beraktivitas di luar rumah.
• Lakukan gerakan sederhana untuk menghangatkan tubuh.
• Hindari minuman yang mengandung alkohol atau kafein. Konsumsilah
minuman dan makanan hangat.

Sedangkan untuk mencegah hipotermia pada bayi dan anak-anak, cara yang
dapat dilakukan adalah:
• Jaga suhu kamar agar selalu hangat.
• Pakaikan jaket atau pakaian yang tebal, ketika anak akan beraktivitas di luar
rumah saat suhu udara dingin.
• Segera bawa ke ruangan yang hangat, jika mereka tampak mulai menggigil.
b. Penanganan Hipotermia
Hipotermia merupakan kondisi darurat yang harus segera mendapatkan
penanganan. Tindakan awal yang perlu dilakukan ketika bertemu dengan
orang yang memiliki gejala hipotermia adalah mencari ada tidaknya denyut
nadi dan pernapasan. Jika denyut nadi dan pernapasan sudah berhenti, maka
lakukanlah tindakan resusitasi jantung paru (CPR) dan cari bantuan medis.

Bila orang tersebut masih bernapas dan denyut nadinya masih ada,
lakukanlah tindakan berikut ini untuk membuat suhu tubuhnya kembali
normal:
• Pindahkan dia ke tempat yang lebih kering dan hangat. Pindahkan secara hati-
hati karena gerakan yang berlebihan dapat memicu denyut jantungnya berhenti.
• Jika pakaian yang dikenakannya basah, maka gantilah dengan pakaian yang
kering.
• Tutupi tubuhnya dengan selimut atau mantel tebal agar hangat.
• Jika dia sadar dan mampu menelan, berikan minuman hangat dan manis.
• Berikan kompres hangat dan kering untuk membantu menghangatkan
tubuhnya. Letakkan kompres di leher, dada, dan selangkangan. Hindari
meletakkan kompres di lengan atau tungkai karena malah menyebabkan darah
yang dingin mengalir kembali ke jantung, paru-paru, dan otak.

14
• Hindari penggunaan air panas, bantal pemanas, atau lampu pemanas untuk
menghangatkan penderita hipotermia. Panas yang belebihan dapat merusak
kulit dan menyebabkan detak jantung menjadi tidak teratur.
• Temani dan pantau terus kondisi orang tersebut, hingga bantuan medis tiba.

Setelah tiba di rumah sakit, penderita hipotermia akan menerima


serangkaian tindakan medis, berupa:
• Pemberian oksigen yang telah dilembapkan melalui masker atau selang
hidung, untuk menghangatkan saluran pernapasan dan membantu
meningkatkan suhu tubuh.
• Pemberian cairan infus yang telah dihangatkan.
• Penyedotan dan penghangatan darah, untuk kemudian dialirkan kembali ke
dalam tubuh. Proses ini menggunakan mesin cuci darah.
• Pemberian cairan steril yang telah dihangatkan. Cairan steril ini dimasukkan
ke dalam rongga perut menggunakan selang khusus.

3. MEMAHAMI DAN MEMPELAJARI MOUNTAIN SICKNESS ACUTE


3.1 Definisi Morning Sickness Acute

3.2 Klasifikasi Mountain Sickness Acute


Mountain Sickness Acute
memiliki tiga klasifikasi,
yaitu AMS ringan, AMS
sedang, dan AMS berat.
Gejala yang dapat dilihat saat
seseorang mengalami AMS
ringan adalah sakit kepala,
mual, kehilangan nafsu
makan, kelelahan, sesak
napas, dan tidur terganggu.
Gejala AMS ringan
cenderung memburuk pada
malam hari dan ketika irama
pernapasan menurun, tetapi
gejala ini tidak mengganggu
aktivitas sehari-hari. Gejala
tersebut mereda dalam waktu
dua sampai empat hari dalam penyesuaian ketinggian atau aklimatisasi tubuh.
Pada AMS sedang, pendaki atau penderita akan sulit melakukan aktivitas sehari-
hari. Pemberian obat sangat ampuh untuk mengembalikan kondisi tubuh yang
stabil. Selain itu, turun ke tempat yang lebih rendah (sekitar 300 meter) akan

15
membantu tubuh kembali dalam kondisi yang stabil. Sementara, pada kondisi
berat umumnya gejala yang dialami adalah sesak napas bahkan sampai kehilangan
kesadaran. Dalam mengalami gejala tersebut, penderita atau pendaki harus
langsung ditangani oleh medis agar tidak menyebabkan kegagalan fungsi tubuh.

3.3 Penyebab Morning Sickness Acute

3.4 Gejala Morning Sickness Acute

3.5 Pencegahan dan Penanganan Morning Sickness Acute


Pada saat mendaki gunung sangat diperlukan persiapan yang matang agar tidak terjadi
hal–hal yang tidak diinginkan. Pencegahan yang dapat
dilakukan untuk menghindari AMS (Acute Mountain
Sickness) yaitu
1. Dilakukannya latihan fisik agar tubuh terbiasa untuk
melakukan aktivitas berat dengan pengeluaran oksigen
yang berlebih
2. Disarankan bagi pendaki untuk mengonsumsi air yang
cukup sehingga dapat menghindari terjadinya
dehidrasi pada tubuh
3. Saat mendaki, diusahakan para pendaki tidak
membawa beban berat yang membuat tubuh kelelahan
4. Mendaki secara perlahan sehingga tubuh dapat
beradaptasi dengan kondisi lingkungan atau ketinggian
atau bisa disebut dengan aklimatisasi.

Jika pendaki sudah mengalami gejala-gejala AMS, seperti


pusing, mual, sesak napas, dan kelelahan dapat dilakukan
penanganan sebagai berikut
1. Pada AMS ringan, jika pendaki sudah mengalami
kelelahan disarankan untuk memperlambat
langkahnya atau berhenti sejenak hinggga kondisi
tubuh stabil kembali.
2. Pada kondisi AMS sedang, pendaki dapat turun ke
tempat yang lebih rendah agar tubuh dapat beradaptasi
dengan ketinggian.
3. Ketika pendaki sudah mengalami sesak napas, dapat
diberikan tambahan oksigen
4. Pada AMS berat, umumnya para pendaki mengalami sesak napas bahkan sampai hilang
kesadaran untuk menangani kasus seperti ini, penadaki harus langsung dibawa ke
temoat yangf lebih rendah untuk ditangani oleh petugas medis
5. Pemberian obat untuk mengurangi gejala pada penderita AMS, seperti pemberian
paracetamol, promethazine, dan asetazolamide

16
17
DAFTAR PUSTAKA
1. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123359-S09089fk-Aktivitas%20spesifik-
Literatur.pdf
2. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123359-S09089fk-Aktivitas%20spesifik-Literatur.pdf

3. Ganong M.D., 2001,Respiratory Adjusments in Health & Diease, "Hipoxia", hal : 660 -
668, Review of Medical Physiology, ed. 20th, Mcgraw - Hill Companies, United States
4.Principles of internal medicine, harrison’s , ed. 18th
5. http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/2271/3/BAB%20II.pdf
6. Google Cendikia
7. Peter H. Hackett., (1980). Mountain Sickness : Prevention, Recognition & Treatment. The
Mountaineers Books

8. (2003). Health & Height. V World Congress on Mountain Medicine and High Altitude
Physiology. Barcelona : Edicions Universitat Barcelona.

18

Anda mungkin juga menyukai