Anda di halaman 1dari 5

LEMAK DAN MINYAK

Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti
lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas
menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan ester yang apabila dihidrolisis
akan menghasilkan asam lemak dan gliserol. Lemak merupakan jenis trigliserida
yang dalam kondisi suhu ruang berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair
pada suhu ruang.

Menurut Sediaoetama (1985), lemak dan minyak merupakan suatu kelompok dari
golongan lipid. Lipid sendiri merupakan golongan senyawa organik yang tidak
larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut nonpolar, seperti dietil eter, benzena,
kloroform, dan heksana. Karena tergolong dalam lipid, maka lemak dan minyak
dapat larut juga dalam pelarut-pelarut nonpolar seperti tersebut di atas. Kelarutan
lemak dan minyak terhadap pelarut nonpolar tersebut dikarenakan lemak dan
minyak mempunyai kepolaran yang sama dengan pelarut tersebut, yaitu nonpolar.
Namun, kepolaran suatu senyawa dapat berubah akibat proses kimiawi.
Contohnya adalah apabila asam lemak dalam larutan KOH, maka asam lemak
akan berada dalam keadaan terionisasi dan menjadi lebih polar dibanding keadaan
asalnya, sehingga memungkinkan asam lemak ini larut dalam air. Perubahan
kepolaran ini dapat dinetralkan kembali dengan penambahan asam sulfat encer
(10 N) sehingga asam lemak dapat kembali ke keadaan semula yang tidak larut di
air melainkan di pelarut nonpolar.

Menurut Poejiadi (1994), penggolongan lemak dan minyak dapat dibedakan


berdasarkan empat hal. Pertama, berdasarkan kejenuhannya. Asam lemak jenuh
adalah asam lemak yang rantai hidrokarbonnya terdapat ikatan tunggal. Asam
lemak jenuh biasanya mempunyai rantai zig-zag yang sesuai satu dengan yang
lain, sehingga gaya tarik van der Waals nya tinggi. Akibat gaya tarik yang tinggi
itu, maka biasanya asam lemak jenuh berwujud padat. Sebaliknya, asam lemak tak
jenuh mempunyai satu ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya. Asam lemak
yang mempunyai lebih dari satu ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya
biasanya terdapat pada tumbuhan dan disebut trigliserida tak jenuh ganda atau
polyunsaturated yang cenderung berwujud cair seperti minyak. Contoh asam
lemak jenuh adalah asam butirat, asam palmitat, dan asam stearat. Contoh asam
lemak tak jenuh adalah asam palmitoleat, asam oleat, asam linoleat, dan asam
linolenat.

Kedua, berdasarkan sifat mengeringnya. Klasifikasi ini terutama untuk minyak.


Ada jenis minyak yang tidak mengering (non-drying oil). Biasanya minyak yang
tidak mengering ini termasuk tipe minyak zaitun (contoh: minyak zaitun dan
minyak kacang), tipe minyak rape (contoh: minyak mustard), dan tipe minyak
hewani (contoh: minyak sapi). Ada jenis minyak yang setengah mengering (semi-
drying oil). Minyak ini mempunyai daya mengering yang lebih lambat, contohnya
minyak biji kapas dan minyak bunga matahari. Ada juga minyak yang mengering
(drying oil). Minyak ini dapat mengering jika terkena reaksi oksidasi dan dapat
berubah menjadi lapisan tebal yang kental dan membentuk seperti selaput apabila
dibiarkan di udara terbuka. Contohnya minyak kacang kedelai dan minyak biji
karet.

Ketiga, berdasarkan sumbernya. Ada yang berasal dari tanaman (lemak dan
minyak nabati), yang umumnya berasal dari biji-biji palawija (contohnya minyak
jagung), kulit buah tanaman tahunan (contohnya minyak kelapa sawit), dan biji-
biji tanaman tahunan (contohnya minyak kelapa). Ada pula yang berasal dari
hewan (lemak dan minyak hewani), yang umumnya berasal dari susu hewan
peliharaan, daging hewan peliharaan, serta dari hasil laut (contohnya minyak
ikan).

Keempat berdasarkan kegunaannya. Penggolongan ini juga terutama untuk


minyak. Secara umum dibagi tiga golongan, yaitu minyak mineral (minyak bumi)
yang digunakan sebagai bahan bakar, minyak nabati atau hewani untuk bahan
makanan manusia, serta minyak atsiri (essential oil) untuk obat-obatan. Minyak
atsiri ini mudah menguap pada suhu ruang sehingga sering disebut minyak
terbang.

Menurut Poejiadi (1994), lemak dan minyak juga memiliki beberapa perbedaan.
Perbedaan pertama adalah ditinjau dari ikatan rangkap asam lemaknya. Pada
lemak, asam lemaknya memiliki sedikit ikatan rangkap (asam lemak jenuh),
sedangkan pada minyak, asam lemaknya memiliki banyak ikatan rangkap (asam
lemak tak jenuh). Kedua ditinjau dari titik lelehnya. Lemak memiliki titik leleh
tinggi, sedangkan minyak memiliki titik leleh rendah. Ketiga ditinjau dari
wujudnya. Lemak biasanya berwujud padat pada suhu ruang, sedangkan minyak
berwujud cair pada suhu ruang. Keempat ditinjau dari sumbernya. Lemak
umumnya berasal dari hewan, sedangkan minyak umumnya dari tumbuhan.
Terakhir ditinjau dari reaktifitasnya. Lemak biasanya kurang reaktif sehingga
tidak mudah tengik. Sedangkan minyak karena memiliki ikatan rangkap pada
asam lemaknya, maka lebih reaktif dan menyebabkan mudah tengik.

Menurut Poejiadi (1994), lemak dan minyak dikatakan memiliki sifat-sifat fisik
dan kimia tertentu. Adapun sifat-sifat fisik lemak dan minyak antara lain:

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.
Massa jenis lemak dan minyak umumnya ditentukan pada temperatur kamar.
Indeks bias minyak dan lemak digunakan pada pengenalan unsur kimia dan
pengujian kemurnian minyak dan lemak.
Minyak dan lemak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak (coaster oil).
Minyak dan lemak sedikit larut dalam alkohol dan larut sempurna dalam dietil
eter, karbon disulfida, dan pelarut halogen.
Titik didihnya meningkat seiring bertambah panjangnya rantai hidrokarbon dari
asam lemak penyusunnya.
Rasa pada lemak dan minyak selain terdapat secara alami, juga terjadi karena
asam-asam yang berantai sangat pendek sebagai hasil penguraian pada kerusakan
minyak atau lemak.
Titik kekeruhannya dapat ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran lemak
dan minyak dengan pelarut lemak.
Titik lunak dari lemak dan minyak ditetapkan untuk mengidentifikasikan minyak
dan lemak.
Temperatur yang terjadi saat tetesan pertama dari minyak dan lemak disebut shot
melting point.
Emulsi merupakan suatu campuran yang tidak stabil dari dua cairan yang pada
dasarnya tidak saling bercampur. Seperti telah kita ketahui, bahwa minyak dan air
tidak dapat larut. Namun apabila minyak dan air dikocok dengan keras, maka
akan terbentuk emulsi. Menurut Suharsono (1970), emulsi yang terbentuk dari
minyak dan air ini tidak stabil sehingga apabila dibiarkan dalam beberapa waktu
akan terjadi pemisahan kembali antara minyak dan air. Untuk menstabilkan
emulsi yang terbentuk, diperlukanlah suatu zat pengemulsi (emulsifying agent)
atau yang biasa disebut emulsifier atau emulgator. Beberapa contoh zat
pengemulsi antara lain gelatin, pektin, stearil alkohol, bentonit, dan zat surfaktan.
Zat pengemulsi ini strukturnya bersifat amfifilik karena memiliki molekul-
molekul yang terdiri dari bagian hidrofobik (oleofilik) dan hidrofilik (oleofobik).

Dalam emulsi, terdapat fase terdispersi yang dianggap sebagai fase dalam dan
medium dispersi yang disebut sebagai fase luar. Emulsi yang mempunyai minyak
sebagai fase dalam dan air sebagai fase luar disebut emulsi minyak dalam air dan
ditulis emulsi “m/a”. Demikian pula berlaku sebaliknya. Fase luar dari suatu
emulsi bersifat kontinyu, suatu emulsi minyak dalam air diencerkan atau ditambah
air atau suatu preparat dalam air.

Kualitas dan sifat dari suatu sampel lemak dan minyak dapat ditentukan melalui
serangkaian uji laboraturium. Tiap ui yang dilakukan menunjukkan sifat tertentu
dari sampel. Adapun analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan tujuan analisanya. Menurut
Sudarmadji (1989), ketiga kelompok tersebut adalah:
Penentuan kualitatif, yaitu penentuan kadar lemak dan minyak yang terdapat
dalam bahan makanan atau bahan pertanian.
Penentuan kualitas minyak sebagai bahan makanan, yang berkaitan dengan proses
ekstraksinya, atau ada pemurnian lanjutan, misalnya penjernihan (refining),
penghilangan bau (deodorizing), dan penghilangan warna (bleaching). Penentuan
tingkat kemurnian minyak ini sangat erat kaitannya dengan daya tahannya selama
penyimpanan, sifat gorengnya, baunya, maupun rasanya. Tolak ukur kualitas ini
adalah angka asam lemak bebasnya (free fatty acid atau FFA), angka peroksida,
tingkat ketengikan, dan kadar air.
Penentuan sifat fisik dan kimia yang khas atau mencirikan sifat minyak tertentu.
Data ini dapat diperoleh dari angka iodin, angka Reichert-Meissel, angka
polenske, angka krischner, angka penyabunan, indeks refraksi titik cair, angka
kekentalan, titik percik, komposisi asam-asam lemak, dan sebagainya.
Pustaka:

Poejiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Universitas


Indonesia Press.
Sediaoetama, A. D. 1985. Ilmu Gizi I. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat.
Sudarmadji, Slamet. 1989. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta: Liberty

Suharsono. 1970. Biokimia. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai