Endang Maternitas Tugas
Endang Maternitas Tugas
(Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas)
Disusun Oleh :
Kelompok 4
Tingkat 2-A
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kami haturkan kepada Allah SWT, yang telah
memberikan taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul "Perawatan Payudara, Pemantauan Involusi Uteri, Perawatan Vulva Dan
Perawatan Luka Episiotomy" tepat pada waktunya. Sehingga diharapkan makalah ini
dapat memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas dan juga
diharapkan dapat menjadi bahan bacaan untuk memenuhi kebutuhan akan bahan
bacaan terutama dalam bidang pendidikan keperawatan.
Makalah ini mendeskripsikan mengenai salah satu substansi materi dari mata
kuliah Keperawatan Maternitas, yaitu yang lebih ditekankan pada materi perawatan
payudara, pemantauan involusi uteri, perawatan vulva dan perawatan luka episiotomy.
Penyusun
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali
ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera
setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus (Ambarwati dan
Wulandari, 2008).
TINJAUAN TEORI
Payudara dalam bahasa latin adalah organ tubuh bagian atas dada dari spesies
mamalia berjenis kelamin betina, termasuk manusia. Payudara merupakan bagian
tubuh yang paling penting bagi seorang wanita, karena fungsi utamanya adalah
memberikan nutrisi dalam bentuk air susu bagi bayi atau balita.
Menurut National Breast Cancer Awareness (Breast Gain Plus Info, 2010),
terdapat beberapa hal yang penting mengenai payudara yaitu :
1. Peranan seksual
Payudara memegang peranan penting dalam kebiasaan seksual manusia.
Payudara merupakan salah satu karakteristik seks sekunder serta memegang
peranan penting dalam daya tarik seksual pada pasangannya dan kesenangan
individual. Payudara juga merupakan daya tarik seksual seorang wanita. Bila
wanita memiliki payudara seksi dan indah, tentunya wanita akan bangga.
Payudara juga menjadi daya tarik seksual laki-laki yang melihat bentuknya (sex
appeal). Oleh karena itu, penting sekali merawat keindahan payudara.
2. Alat reproduksi tambahan
Payudara berperan sebagai alat reproduksi tambahan yang tersusun dari
jaringan kelenjar, jaringan ikat, dan jaringan lemak. Tidak ada payudara pada
makhluk hidup lain yang berjenis kelamin betina selain pada manusia yang
memiliki besar yang bervariasi, relatif terhadap seluruh bagian tubuh. Ketika
tidak menyusui, manusia adalah satu-satunya primata yang memilik payudara
yang menggelembung setiap saat.
2.3 Ukuran Payudara
Ukuran payudara masing-masing wanita berbeda dan ukuran berapa saja
dianggap normal. Pada payudara yang normal umumnya jarang ukuran kanan dan kiri
sama. Ukuran payudara ada hubungannya dengan faktor keturunan, pengaruh hormon
estrogen dan progesteron, serta keadaan gizi seseorang. Makan berlebihan
menyebabkan ukuran payudara bertambah akibat penimbunan lemak., sedangkan
turunnya berat badan menyebabkan ukuran mengecil.
Perawatan payudara (Breast care) adalah suatu cara merawat payudara yang
dilakukan pada saat kehamilan atau masa nifas untuk produksi ASI, selain itu untuk
kebersihan payudara dan bentuk puting susu yang masuk ke dalam atau datar. Puting
susu demikian sebenarnya bukanlah halangan bagi ibu untuk menyusui dengan baik
dengan mengetahui sejak awal, ibu mempunyai waktu untuk mengusahakan agar
puting susu lebih mudah sewaktu menyusui. Disamping itu juga sangat penting
memperhatikan kebersihan personal hygine (Rustarmadji, 2006).
Perawatan payudara tidak hanya dilakukan pada saat hamil saja yaitu sejak
kehamilan tujuh bulan, tetapi juga dilakukan setelah melahirkan. Perawatan payudara
hendaknya dimulai sejak diniyaitu 1-2 hari setelah bayi lahir dan dilakukan dua kali
sehari sebelum mandi. Prinsip perawatan payudara adalah sebagai berikut :
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali
ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera
setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus. (Ambarwati dan
Wulandari, 2008). Menurut (Hincliff, 1999) Involusi uteri adalah pengecilan yang
normal dari suatu organ setelah organ tersebut memenuhi fungsinya, misalnya
pengecilan uterus setelah melahirkan.
Involusi uteri adalah proses kembalinya uterus ke ukuran dan bentuk seperti
sebelum hamil yang tidak sempurna (Pillitteri, 2002).
2.10 Proses Involusi Uterus
Ischemi pada miometrium disebut juga lokal ischemia, yaitu kekurangan darah
pada uterus. Kekurangan darah ini bukan hanya karena kontraksi dan retraksi yang
cukup lama seperti tersebut diatas tetapi disebabkan oleh pengurangan aliran darah
yang pergi ke uterus di dalam masa hamil, karena uterus harus membesar
menyesuaikan diri dengan pertumbuhan janin. Untuk memenuhi kebutuhannya, darah
banyak dialirkan ke uterus dapat mengadakan hipertropi dan hiperplasi setelah bayi
dilahirkan tidak diperlukan lagi, maka pengaliran darah berkurang, kembali seperti
biasa. Dan aliran darah dialirkan ke buah dada sehingga peredaran darah ke buah dada
menjadi lebih baik. Demikianlah dengan adanya hal-hal diatas, uterus akan mengalami
kekurangan darah sehingga jaringan otot-otot uterus mengalami otropi kembali kepada
ukuran semula.
2.11 Bekas Implantasi Uteri
Plasenta mengecil karena kontraksi dan menonjol. Otot-otot uterus berkontraksi
segera post partum. Pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara anyaman-
anyaman otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah
plasenta lahir. Bagian bekas plasenta merupakan suatu luka yang kasar dan menonjol
ke dalam kavum uteri segera setelah persalinan. Penonjolan tersebut dengan diameter
7,5 sering disangka sebagai suatu bagian plasenta yang tertinggal, setelah 2 minggu
diameternya menjadi 3,5 cm dan pada 6 minggu 2,4 cm dan akhirnya pulih.
2.12 Teknik Pengukuran Involusi Uteri
Pengukuran involusi uteri dilakukan dengan cara palpasi, yaitu dengan
mengumpulkan uterus, setelah itu diraba dan diukur dengan jari seberapa jarak uterus
antara pusat sampai simpisis.
2.13 Pengertian Perawatan Vulva
Hygiene berasal dari bahsa Yunani yang berarti sehat. Vulva adalah organ
eksternal genetinal wanita yang terdiri dari mons veneris, labia mayora labia minora,
klitoris, dan vestibulum (introitus vagina), uretra, luctus bartolini, luctus escene kiri
dan kanan.
Perawatan vulva atau vulva hygiene adalah membersihkan vulva dan daerah
sekitarnya pada pasien wanita yang sedang nifas atau tidak dapat melakukannya
sendiri. Hygiene vulva merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien
yang tidak mampu membersihkan vulva.
2.14 Waktu Dilaksanakan Perawatan Vulva Masa Nifas
Pada pasien yang tirah baring (perawat kedokteran yang melibatkan
berbaringnya pasien ditempat tidur untuk suatu jangka yang sinambung) dilakukan
sebanyak 2x dalam sehari.
2.15 Tujuan Perawatan Vulva
1. Untuk mencegah infeksi
2. Untuk menyembuhkan luka jahitan perineum
3. Untuk membersihkan perineum, vulva juga memberikan rasa nyaman bagi
klien
2.16 Manfaat Menjaga Kebersihan Vulva
1. menjaga kebersiahn perineum dan vulva
2. mencegah terjadinya infeksi pada vulva, perineum, maupun uterus
3. untuk menyembuhkan luka perineum atau jahitan pada perineum
4. mencegah masuknya mikroorganisme pada urogenital
5. memberikan rasa nyaman pada pasien
2.17 Pengertian Episiotomi
Episiotomi adalah pengguntingan berupa sayatan kecil pada perineum yang
dilakukan pada saat proses persalinan berlangsung. Episiotomi dilakukan dengan
tujuan memperluas pembukaan vagina sehingga bayi dapat keluar lebih mudah (Asri
dan Clervo,2012).
Episiotomi adalah insisi pudendum untuk melebarkan orifisium vulva sehingga
mempermudah jalan keluarnya bayi. Keuntungan episiotomi yaitu untuk mencegah
robekan perineum, mengurangi tekanan kepala janin, mempersingkat persalinan kala
dua dengan menghilangkan tahanan otot-otot pudendum, dan dapat diperbaiki dengan
lebih memuaskan dibanding robekan yang tidak teratur (Benson dan Penoll, 2013).
2.18 Indikasi Episiotomi
Indikasi dalam melakukan episiotomi yang umum adalah :
1. Fasilitasi untuk persalinan dengan tindakan atau dengan menggunakan
instrument. Persalinan pervaginam dengan penyulit, misalnya presentasi
bokong, distosia bahu, akan dilakukannya ekstraksi forcep, dan ekstraksi
vakum.
2. Mencegah terjadinya robekan perineum yang kaku/pendek atau diperkirakan
tidak mampunya perineum untuk beradaptasi terhadap regangan yang
berlebihan misalnya bayi yang sangat besar atau makrosomia, untuk
mengurangi tekanan pada kepala bayi dengan prematuris, bahkan terhadap ibu
yang tidak mengetahui cara mengedan yang baik dan benar.
3. Mencegah terjadinya kerusakan jaringan pada ibu dan bayi pada kasus
letak/presentasi abnormal (bokong, muka, ubun-ubun kecil di belakang)
dengan menyediakan tempat labih luas untuk persalinan yang aman (Pudiastuti,
2012:2).
2.19 Jenis-Jenis Episiotomi
Menurut Benson dan Pernoll (2013) ada dua jenis episiotomi yang digunakan
saat ini, yakni :
1. Episiotomi Median
Episiotomi median merupakan episiotomi yang paling mudah dilakukan dan
diperbaiki. Metode ini hampir tidak mengeluarkan darah dan setelah
melahirkan lebih terasa tidak sakit ketimbang jenis lainnya. Lakukan insisi rafe
median perineum hampir mencapai sfingter ani dan perpanjang insisi ini paling
sedikit 2-3 cm di atas septum rektovagina. Namun terkadang pula terdapat
robekan tingkat tiga bahkan sampai tingkat empat.
2. Episiotomi mediolateral
Insisi mediolateral digunakan secara luas pada obstetri opertif dikarenakan
aman. Melakukan insisi ke bawah dan ke luar, ke arah batas lateral sfingter ani
dan paling sedikit separuh jarak ke dalam vagina. Namun, insisi ini dapat
menimbulkan banyak perdarahan dan dapat tetap akan terasa nyeri meskipun
setelah nifas.
2.20 Waktu Dilakukannya Episiotomi
Prosedur episiotomi sebaiknya dilakukan ketika bagian terendah janin mulai
meregang perineum pada janin matur, sebelum bagian terendah sampai pada otot-otot
perineum pada janin imatur, segera sebelum memasang forsep dan tetap sebelum
ekstraksi bokong (pada persalinan bokong) (Benson dan Pernoll, 2013: 176-177).
BAB III
PEMBAHASAN
Persiapan Alat
Alat yang diperlukan untuk perawatan payudara antara lain sebagai berikut :
Persiapan Alat
1. Handscoon
2. Meteran gulung
Intruksi Kerja
1. Pra interaksi
Mengkaji kebutuhan pasien post partum
Menyiapkan alat dan bahan untuk melakukan pemantauan involusi
2. Orientasi
Menyampaikan salam
Memperkenalkan diri dengan pasien/keluarga (kalau ada)
Menanyakan nama pasien
Menjelaskan langkah/prosedur yang akan dilakukan
Mendekatkan alat dan bahan untuk melakukan pemeriksaan involusi
uteri
Mencuci tangan
3. Kerja
Mengosongkan kandung kemih/anjurkan ibu BAK terlebih dahulu
R:/ untuk mengakuratkan data pengukuran saat palpasi
Menganjurkan dan memposisikan ibu dengan posisi tidur terlentang
dengan kedua kaki ditekuk
R:/ untuk membuat perut ibu tidak tertarik (mengencang bila
diluruskan)
Palpasi untuk mengukur batas tinggi fundus uteri dengan menggunakan
pita ukur (meteran)
R:/ menentukan letak fundus uteri lalu mengukur dengan meteran
untuk memperoleh data yang akurat
Menanyakan adanya keluhan nyeri saat dipalpasi sambil melihat
respon klien .
R:/mengantisipasi adana keluhan nyeri yang ada dapat
mengindikasikan masalah baru seperti perdarahan dan lain sebagainya.
Mencatat hasil pemeriksaan tinggi fundus uteri
R:/ mendokumentasikan pencatatan pada lembar pemeriksaan involsi
uteri
4. Terminasi
Mengevaluasi perasaan pasien
Memberikan pujian
Kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya
Menyampaikan salam
5. Post interaksi
Mengelola alat dan bahan yang telah dipakai
Mencuci tangan
Mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan pada
lembar/catatan keperawatan pasien
Prosedur Kerja
Persiapan Alat
1. Kapas sumblimat
2. Alas pantat
3. Tempat cebok berisi larutan desinfektan sesuai dengan kebutuhan
4. Betadin dan kain kasa
5. Bengkok
Cara Ibu Nifas Melakukan Vulva Hygiene Sendiri
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan diri Ibu nifas
adalah sebagai berikut :
1. Membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Langkah pertama ibu
membersihkan daerah sekitar vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang,
kemudian membersihkan daerah anus. Dan sebaiknya ibu membersihkan daerah
sekitar vulva setiap kali selesai BAK atau BAB.
2. Mengganti pembalut atau kain pembalut 2 kali sehari, kain dapat digunakan
ulang jika telah dicuci dengan baik dan dikeringkan di bawah matahari dan
disetrika.
3. Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan
daerah kelaminnya.
4. Jika ibu mempunyai luka episotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk
menghindari menyentuh daerah tersebut (Saifuddin, 2002).
Penatalaksanaan
Sebelum dilakukan vulva hygiene hendaknya perawat memberikan penjelasan
terlebih dahulu tentang hal yang akan dilakukan kepada klien.
1. Pintu dan jendela ditutup dan jika perlu pasanglah sampiran
2. Alat-alat didekatkan pada pasien dan pasien diberitahu tentang hal yang
akan dilakukan
3. Perawat mencuci tangan
4. Pakaian pasien bagian bawah dikeataskan atau dibuka.
5. Pengalas dan dipasang dibawah bokong pasien, sikap pasien dorsal
recumbent
6. Perawat memakai sarung tangan (tangan kiri)
7. Siram vulva dengan air cebok yang berisi larutan desinfektan
8. Kemudian ambil kapas sublimat untuk membuka labia minora. vulva
dibersihkan mulai dari labia minora kiri, labia minora kanan, labia mayora
kiri, labia mayora kanan, vestibulum, perineum.
9. Cara mengusap dari atas ke bawah bila masih kotor diusap lagi dengan
kapas sublimat yang baru hingga bersih.
10. Keadaan perineum diperhatikan jahitannya, bagaimana jahitannya apakah
masih basah, apakah ada pembengkakan, iritasi dan sebagainya
11. Jahitan perineum dikompres dengan betadin
12. Setelah selesai pasien dirapihkan dan posisinya diatur kembali
13. Peralatan dibereskan, dibersihkan dan dikembalikan ke tempat semula.
3.4 Perawatan Episiotomi
Prosedur Episiotomi
Berikut ini uraian tentang alat dan bahan yang diperlukan dalam melakukan
tindakan episiotomi serta prosedur kerja sebagai berikut:
1) Alat pelindung diri (celemek, masker, tutup kepala, alas kaki atau sepatu booth)
9) Bengkok/nierbeken 10) Sabun cuci tangan 11) Air mengalir 12) Handuk bersih
Prosedur kerja
1) Alat pelindung diri (celemek, masker, tutup kepala, alas kaki atau sepatu booth)
11) Betadin 12) Spuid 10 ml 13) Waskom berisi larutan klorin 0,5%
14) Bengkok/nierbeken 15) Sabun cuci tangan 16) Air mengalir 17) Handuk bersih
Prosedur kerja
1. Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan bantu ibu agar merasa nyaman
2. Siapkan alat dan bahan
3. Tempelkan jarum 22 sepanjang 4 cm ke tabung suntik tersebut. Hisap 10 ml larutan
lidokain 1 % dalam alat suntik sekali pakai 10 ml
4. Suntikkan jarum ke ujung laserasi lalu tarik jarum sepanjang tepi luka. Aspirasi
untuk memastikan jarum tidak masuk ke pembuluh darah
5. Suntikkan anastesi sejajar dengan permukaan luka pada saat jarum suntik di tarik
secara perlahan-lahan. Tarik jarum hingga sampai ke bawah tempat dimana jarum
tersebut disuntikkan
6. Arahkan jarum ke daerah atas tengah luka dan ulangi langkah ke 4. Tusukkan jarum
untuk yang ketiga kalinya dan sekali lagi sehingga garis di satu sisi luka
mendapatkan anetesi local
7. Ulangi pada sisi lain, setiap sisi luka akan membutuhkan kurang lebih 5 ml lidokain
1% untuk mendapatkan anestesi yang cukup
8. Tarik jarum hingga sampai kebawah tempat dimana jarum tersebut disuntikkan.
9. Setelah memberikan anestesi lokal dan memastikan daerah tersebut sudah
dianestesi, telusuri luka untuk menentukan batas-batasnya
10. Butlah jahitan pertama kurang lebih 1 cm di atas ujung laserasi dibagian dalam
vagina, setelah itu ikat dan potong pendek benan
11. Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah cincin hymen
12. Tepat sebelum cincin hymen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke
bawah cincin hymen sampai jarum ada di bawah laserasi
13. Periksa bagian antara ujung jarum di perineum dan bagian atas laserasi. Perhatikan
seberapa dekat jarum ke puncak luka
14. Teruskan ke arah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan jelujur
hingga mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan jarak setiap jahitan sama dan
otot telah dijahit
15. Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum keatas dan teruskan penjahitan
menggunakan jelujur untuk menutup lapisan sub kutikuler. Jahitan ini akan
menjadi jahitan lapis kedua
16. Tusukkan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina. Jarum harus keluar
dari belakang cincin hymen
17. Ikat benang dengan membuat simpul di dalam vagina, pototng ujung benang
dan sisakan 1,5 cm. jika benang dipotong terlalu pendek, simpul akan longgar
dan laserasi akan terbuka
18. Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut
19. Dengan lembut masukkan jari paling kecil ke dalam anus. Rabah apakah ada
jahitan pada rektum. Jika ada jahitan, ulangi pemeriksaan rektum 6 minggu
dengan luka persalinan. Jika penyembuhan belum sempurna, rujuk
20. Cuci daerah genetalia dengan lembut menggunakan sabun dan air DTT
kemudian keringkan
21. Nasehati ibu agar menjaga perineumnya, hindari obatobatan tradisional, cuci
3-4 kali sehari, kontrol 1 minggu kemudian atau jika ada keluhan seperti
demam, bau busuk, maka segera datangi pelayanan kesehatan
a. Mencuci tangan
d. Menggunakan handscoon
i. Membereskan alat
j. Melepas handscoon
k. Mencuci tangan
Ada beberapa hal yang harus dilakukan agar proses pemulihan berlangsung
seperti yang diharapkan :
1. Ibu disarankan segera melakukan mobilisasi setelah cukup beristirahat.
2. Siram vagina dan perineum hingga bersih dengan air biasa setiap kali habis BAB
dan BAK. Air yang digunakan tak perlu matang asalkan bersih.
3. Basuh dari arah depan ke belakang hingga tidak ada sisa-sisa kotoran yang
menempel di sekitar vagina dan perineum seperti air seni maupun feses yang
mengandung kuman dan bisa menimbulkan infeksi pada luka jahitan.
4. Vagina boleh dicuci menggunakan sabun maupun cairan antiseptic karena dapat
berfungsi sebagai penghilang kuman.
5. Untuk menyentuh daerah vagina maupun perineum tangan harus dalam keadaan
bersih.
6. Setelah dibasuh, keringkan perineum dengan handuk lembut, lalu kenakan pembalut
baru.
7. Yang kadang terlupakan, setelah vagina dibersihkan, pembalut tidak diganti. Bila
seperti itu makan akan percuma. Pembalut tidak diganti maka vagina dan perineum
akan tetap dalam keadaan lembab yang akan menyebabkan kuman dan bakteri
bersarang sehingga dapat menyebabkan infeksi.
8. Frekuensi mengganti pembalut ialah 3 jam sekali atau bila keadaan pembalut telah
penuh atau dirasa tak nyaman.
9. Ibu dianjurkan pula untuk menjaga kelembapan pakaian dalam dengan pengganti
pakaian dalam apabila terasa lembab, basah, kotor dan apabila ibu sudah tidak
nyaman lagi.
10. Setelah semua langkah dilakukan, perineum dapat diolesi salep antibiotik
yang diresepkan oleh dokter.
11. Jangan sekali-kali menaburi daerah perineum dengan bubuk bedak atau bahan
lainnya karena itu dapat menyebabkan risiko infeksi.
12. Untuk menghindari rasa sakit kala BAB, ibu dianjurkan memperbanyak konsumsi
yang berserat seperti buah-buahan dan sayuran. Dengan begitu feses yang
dikeluarkan menjadi tidak keras dan ibu tidak perlu mengejan. Kalau perlu, dokter
akan memberikan obat untuk melunakkan feses.
13. Jika ibu benar-benar takut untuk menyentuh luka jahitan disarankan untuk duduk
berendam dalam larutan antiseptic selama 10 menit. Dengan begitu, kotoran berupa
sisa air seni dan feses juga akan hilang (Marmi, 2012: 141-142).
Infeksi bisa terjadi karena ibu kurang telaten melakukan perawatan dengan luka
persalinan. Ibu takut menyentuh luka yang ada di perineum sehingga memilih tidak
membersihkannya. Padahal, dalam keadaan luka, perineum rentan didatangi kuman
dan bakteri sehingga mudah terinfeksi. Gejala-gejala infeksi yang dapat diamati adalah:
4.2 Saran
Pengetahuan akan perawatan masa nifas sangat penting untuk dikuasai. Karena
dalam periode masa nifas banyak sekali perubahan yang terjadi pada pasien sehingga
perlu perawatan yang benar agar tubuh kembali normal.
DAFTAR PUSTAKA