Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Kanker Serviks


Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari
metaplasia epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan
mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis. Kanker serviks merupakan
kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ
reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya
antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina. Kanker leher rahim
biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. Sebanyak 90% dari kanker
leher rahim berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya
berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju
ke rahim.
Kanker merupakan pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel
epitelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan
menimbulkan metastasis (Dorland, 1998). Ca Serviks adalah keadaan
dimana sel-sel neoplastik terdapat pada seluruh lapisan epitel pada
daerah serviks uteri. (Wilson and Price, 1995).
Perdarahan servik menjadi gejala tersering pada wanita dengan
kanker servik invasive. Perdarahan sering digambarkan terjadi post
koitus atau setelah pencucian (‘Douche’). Sekret vagina mungkin
abnormal. Frekuensi perdarahan pervaginam meningkat dengan
pertumbuhan tumor. Nyeri bukan gejala kanker servik dini. Bila terjadi
nyeri, sering menunjukkan suatu invasi pada nervus ischiadicus,
obstruksi ureter, melibatkan vesika urinaria atau rectum. Disuria,
hematuria, dan perdarahan per rectum, keseluruhan merupakan gejala
penyakit lanjut.
Kanker serviks adalah hasil akhir perubahan progresif epitel
serviks, paling sering (kira-kira 90 %) terjadi pada sambungan
skuamokolumner. Etiologi pasti belum diketahui tetapi faktor resiko

4
terjadinya dysplasia serviks dan kanker adalah memiliki banyak mitra
seksual , koitus pertama sangat dini (<20 tahun), menikah usia muda,
hamil pertama pada usia muda, paritas tinggi, status social ekonom
rendah dan merokok (Benson, 2009).

Ada dua tipe umum kanker serviks, antara lain :

1. Squamous cell carcinomas terdapat pada bagian bawah serviks. Tipe


ini menjadi penyebab sekitar 80 sampai 90 persen kanker serviks.
2. Adenocarcinomas terjadi pada bagian atas serviks. Tipe ini menjadi
penyebab 10 sampai 20 persen kanker serviks.
B. Penyebab
Kanker seviks uteri adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel
epitel skuamosa. Sebelum terjadinya kanker, akan didahului oleh keadaan
yang disebut lesi prakanker atau neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyebab
utama kanker leher rahim adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Saat
ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat teridentifikasi yang 40 di
antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual. Beberapa tipe HPV virus
risiko rendah jarang menimbulkan kanker, sedangkan tipe yang lain bersifat
virus risiko tinggi. Baik tipe risiko tinggi maupun tipe risiko rendah dapat
menyebabkan pertumbuhan abnormal pada sel tetapi pada umumnya hanya
HPV tipe risiko tinggi yang dapat memicu kanker. Virus HPV risiko tinggi
yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual adalah tipe 7,16, 18, 31, 33,
35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan mungkin masih terdapat beberapa
tipe yang lain. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90%
kanker leher rahim disebabkan oleh tipe 16 dan 18. Yang membedakan antara
HPV risiko tinggi dengan HPV risiko rendah adalah satu asam amino saja.
Asam amino tersebut adalah aspartat pada HPV risiko tinggi dan glisin pada
HPV risiko rendah dan sedang (Gastout et al, 1996). Dari kedua tipe ini HPV
16 sendiri menyebabkan lebih dari 50% kanker leher rahim. Seseorang yang
sudah terkena infeksi HPV 16 memiliki resiko kemungkinan terkena kanker
leher rahim sebesar 5%. Dinyatakan pula bahwa tidak terdapat perbedaan
probabilitas terjadinya kanker serviks pada infeksi HPV-16 dan infeksi HPV-

5
18 baik secara sendiri-sendiri maupun bersamaan (Bosch et al, 2002). Akan
tetapi sifat onkogenik HPV-18 lebih tinggi daripada HPV-16 yang dibuktikan
pada sel kultur dimana transformasi HPV-18 adalah 5 kali lebih besar
dibandingkan dengan HPV-16. Selain itu, didapatkan pula bahwa respon imun
pada HPV-18 dapat meningkatkan virulensi virus dimana mekanismenya
belum jelas. HPV-16 berhubungan dengan skuamous cell carcinoma serviks
sedangkan HPV-18 berhubungan dengan adenocarcinoma serviks. Prognosis
dari adenocarcinoma kanker serviks lebih buruk dibandingkan squamous cell
carcinoma. Peran infeksi HPV sebagai faktor risiko mayor kanker serviks
telah mendekati kesepakatan, tanpa mengecilkan arti faktor risiko minor
seperti umur, paritas, aktivitas seksual dini/prilaku seksual, dan meroko, pil
kontrasepsi, genetik, infeksi virus lain dan beberapa infeksi kronis lain pada
serviks seperti klamidia trakomatis dan HSV-2 (Hacker, 2000).
Secara umum kanker terjadi karena mutasi sel normal menjadi sel
yang tidak normal. Sel yang normal akan tumbuh dan melipatgandakan
secara teratur. Akan tetapi sel kanker tumbuh dan melipatgandakan diri
secara tidak terkontrol dan sel tersebut tidak mati. Akumulasi dari sel
tersebut akan menjadi besar dan disebut dengan tumor. Sel kanker
menyerang jaringan tubuh terdekat dan dapat memecah dari sumbernya
untuk menyebar ke manapun di bagian tubuh. Tetapi terdapat beberapa
faktor pendukung terjadinya Ca. Serviks antara lain:
1. Wanita yang berhubungan seks pada umur < 17 tahun
2. Sering berganti-ganti pasangan seks
3. Wanita yang sering melahirkan
4. Wanita perokok
5. Infeksi.
6. Higiene seks yang jelek.

C. Faktor Resiko
Menurut Diananda (2007), faktor yang mempengaruhi kanker serviks
yaitu :

6
1. Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim.
Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya
kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia
lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya
waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem
kekebalan tubuh akibat usia.
2. Usia pertama kali menikah.
Menikah pada usia kurang dari 20 tahun dianggap terlalu muda untuk
melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10-
12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun.
Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar
matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi
atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa yang
terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel
mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi,
seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling
rawan bila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan
kematangan sel-sel mukosa pada serviks.
Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya,
masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima
rangsangan dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena
masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel
kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan
adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati,
sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya
bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks
dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi
terlalu rentan terhadap perubahan.
3. Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti
pasangan.
Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit
kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan

7
mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih
banyak sehingga tidak terkendali sehingga menjadi kanker.
4. Penggunaan antiseptik.
Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan antiseptik
maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang
terjadinya kanker.
5. Wanita yang merokok.
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian
menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin
dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan
menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan ko-karsinogen
infeksi virus. Nikotin, mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh
bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-
paru maupun serviks. Namun tidak diketahui dengan pasti berapa banyak
jumlah nikotin yang dikonsumsi yang bisa menyebabkan kanker leher
rahim.
6. Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia.
Wanita yang terkena penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena
virus HPV, karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya
kanker leher rahim sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit
kelamin berisiko terkena kanker leher rahim.
7. Paritas (jumlah kelahiran) dan jarak yang terlalu dekat.
Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan
jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada,
seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk
golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan
seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya
terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka
tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus (HPV)
sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim.
8. Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama.

8
Penggunaan kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih
dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim 1,5-2,5 kali.
Kontrasepsi oral mungkin dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim
karena jaringan leher rahim merupakan salah satu sasaran yang disukai
oleh hormon steroid perempuan. Hingga tahun 2004, telah dilakukan studi
epidemiologis tentang hubungan antara kanker leher rahim dan
penggunaan kontrasepsi oral.
Meskipun demikian, efek penggunaan kontrasepsi oral terhadap risiko
kanker leher rahim masih kontroversional. Sebagai contoh, penelitian
yang dilakukan oleh Khasbiyah (2004) dengan menggunakan studi kasus
kontrol. Hasil studi tidak menemukan adanya peningkatan risiko pada
perempuan pengguna atau mantan pengguna kontrasepsi oral karena hasil
penelitian tidak memperlihatkan hubungan dengan nilai p>0,05.
9. Sosial Ekonomi
Berhubungan dengan pola hygiene seksual. Sering terjadi jika pola
personal hygiene seksual yang jelek.

D. Klasifikasi Kanker Servik


Penentuan tahapan klinis penting dalam memperkirakan penyebaran
penyakit, membantu prognosis rencana tindakan, dan memberikan arti
perbandingan dari metode terapi. Tahapan stadium klinis yang dipakai
sekarang ialah pembagian yang ditentukan oleh The International Federation
Of Gynecologi And Obstetric (FIGO) tahun 1976.

Pembagian ini didasarkan atas pemeriksaan klinik, radiologi, suktase


endoserviks dan biopsi. Tahapan –tahapan tersebut yaitu :
1. Karsinoma pre invasif
2. Karsinoma in-situ
3. karsinoma intraepitel

9
4. Kasinoma invasive

E. Patofisiologi Kanker Serviks


Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan
intraepitel, berubah menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker serviks
setelah 10 tahun atau lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya
berkembang melalui beberapa stadium displasia (ringan, sedang dan berat)
menjadi karsinoma insitu dan akhirnya invasif.
Berdasarkan karsinogenesis umum, proses perubahan menjadi kanker
diakibatkan oleh adanya mutasi gen pengendali siklus sel. Gen pengendali
tersebut adalah onkogen, tumor supresor gene, dan repair genes. Onkogen dan
tumor supresor gen mempunyai efek yang berlawanan dalam karsinogenesis,
dimana onkogen memperantarai timbulnya transformasi maligna, sedangkan
tumor supresor gen akan menghambat perkembangan tumor yang diatur oleh
gen yang terlibat dalam pertumbuhan sel. Meskipun kanker invasive
berkembang melalui perubahan intraepitel, tidak semua perubahan ini progres
menjadi invasif. Lesi preinvasif akan mengalami regresi secara spontan
sebanyak 3 -35%.
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi
yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu
(KIS) berkisar antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari
karsinoma insitu menjadi invasif adalah 3 – 20 tahun (TIM FKUI, 1992).
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali
adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia
ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya
akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan
keseimbangan hormon.
Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk
preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya
proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka,
pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi

10
dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat
menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria.
Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona
transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen
pada molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat
serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga terjadi keganasan
(Suryohudoyo, 1998; Debbie, 1998).

F. Patologi
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio)
dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction
(SJC). Histologik antara epitel kuboid/silindris pendek selapis bersilia dari
endoserviks kanalis serviks. Pada wanita muda SJC ini berada diluar ostium uteri
eksternum, sedang pada wanita berumur >35 tahun, SJC berada di dalam kanalis
serviks. Maka untuk melakukan Pap Smear yang efektif, yang dapat mengusap
zona transformasi, harus dikerjakan dengan skraper dari Ayre atau cytobrush sikat
khusus. Pada awal perkembangannya kanker serviks yak memberi tanda-tanda
dan keluhan. Pada pemeriksaan dengan spekulum, tampak sebagai porsio yang
erosif (metaplasi skuamosa) yang fisiologik atau patologis.

G. Gejala Klinis
Pada tahap awal, terjadinya kanker serviks tidak ada gejala-gejala khusus.
Menurut Dalimartha (2004), gejala kanker serviks pada kondisi pra-
kanker ditandai dengan :
1. Fluor albus (keputihan) merupakan gejala yang sering ditemukan getah
yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi
dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi
ulseratif.
2. Perdarahan yang dialami segera setelah bersenggama (disebut sebagai
perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75 -80%).
Biasanya timbul gejala berupa ketidak teraturannya siklus haid,
amenorhea, hipermenorhea, dan penyaluran sekret vagina yang sering atau

11
perdarahan intermenstrual, post koitus serta latihan berat. Perdarahan yang
khas terjadi pada penyakit ini yaitu darah yang keluar berbentuk mukoid.
Nyeri dirasakan dapat menjalar ke ekstermitas bagian bawah dari daerah
lumbal.
Pada tahap lanjut, gejala yang mungkin dan biasa timbul lebih
bervariasi, sekret dari vagina berwarna kuning, berbau dan terjadinya iritasi
vagina serta mukosa vulva. Perdarahan pervagina akan makin sering terjadi
dan nyeri makin progresif.
Menurut Baird (1991) tidak ada tanda-tanda khusus yang terjadi pada
klien kanker serviks. Perdarahan setelah koitus atau pemeriksaan dalam
(vaginal toussea) merupakan gejala yang sering terjadi. Karakteristik darah
yang keluar berwarna merah terang dapat bervariasi dari yang cair sampai
menggumpal.
Gejala lebih lanjut meliputi nyeri yang menjalar sampai kaki,
hematuria dan gagal ginjal dapat terjadi karena obstruksi ureter. Perdarahan
rektum dapat terjadi karena penyebaran sel kanker yang juga merupakan
gejala penyakit lanjut. Apabila anker menyebar ke panggul, maka akan timbul
gejala nyeri punggung, hambatan akan berkemih, serta pembesaran ginjal.
Pada pemeriksaan Pap Smear ditemukannya sel-sel abnormal di
bagian bawah serviks yang dapat dideteksi melalui, atau yang baru-baru ini
disosialisasikan yaitu dengan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat. Sering kali
kanker serviks tidak menimbulkan gejala. Namun bila sudah berkembang
menjadi kanker serviks, barulah muncul gejala-gejala seperti pendarahan serta
keputihan pada vagina yang tidak normal, sakit saat buang air kecil dan rasa
sakit saat berhubungan seksual (Wiknjosastro, 1997).

H. Diagnosis Kanker Serviks


Stadium klinik seharusnya tidak berubah setelah beberapa kali
pemeriksaan. Apabila ada keraguan pada stadiumnya maka stadium yang lebih
dini dianjurkan.

12
Pemeriksaan berikut dianjurkan untuk membantu penegakkan
diagnosis seperti palpasi, inspeksi, kolposkopi, kuretase endoserviks,
histeroskopi, sistoskopi, proktoskopi, intravenous urography, dan
pemeriksaan X-ray untuk paru-paru dan tulang.
Kecurigaan infiltrasi pada kandung kemih dan saluran pencernaan
sebaiknya dipastikan dengan biopsi. Konisasi dan amputasi serviks dapat
dilakukan untuk pemeriksaan klinis.
Interpretasi dari limfangografi, arteriografi, venografi, laparoskopi,
ultrasonografi, CT scan dan MRI sampai saat ini belum dapat digunakan
secara baik untuk staging karsinoma atau deteksi penyebaran karsinoma
karena hasilnya yang sangat subyektif. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
gejala dan hasil pemeriksaan sebagai berikut (Suharto, 2007) :
1. Pemeriksaan pap smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal
pada pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui
pada sekret yang diambil dari porsi serviks. Pemeriksaan ini harus mulai
dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukan aktivitas
seksual sebelum itu. Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap
tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun. Pap smear dapat mendeteksi
sampai 90% kasus kanker leher rahim secara akurat dan dengan biaya
yang tidak mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher rahim
pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara
seksual sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap
tahun. Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil
pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan pap smear bias dilakukan
setiap 2 atau 3 tahun sekali.

Hasil pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut :


a. Normal
b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas)
c. Dysplasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas)

13
d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar)
e. Kanker invasive (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang
lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya)
2. Pemeriksaan DNA HPV
Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan pap
smear untuk wanita usia diatas 30 tahun.

I. Pencegahan Kanker Serviks


Sebagian besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat
dan menghindari faktor- faktor penyebab kanker meliputi (Dalimartha,
2004) :
1. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia muda,
pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks.
Wanita yang berhubungan seksual dibawah usia 20 tahun serta sering
berganti pasangan beresiko tinggi terkena infeksi. Namun hal ini tak
menutup kemungkinan akan terjadi pada wanita yang telah setia pada satu
pasangan saja.
2. Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai anak
perlu melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali atau menurut
petunjuk dokter.
Pemeriksaan Pap smear adalah cara untuk mendeteksi dini
kanker serviks. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cepat, tidak
sakit dengan biaya yang relatif terjangkau dan hasilnya akurat.
Disarankan untuk melakukan tes Pap setelah usia 25 tahun atau setelah
aktif berhubungan seksual dengan frekuensi dua kali dalam setahun. Bila
dua kali tes Pap berturut-turut menghasilkan negatif, maka tes Pap dapat
dilakukan sekali setahun. Jika menginginkan hasil yang lebih akurat, kini
ada teknik pemeriksaan terbaru untuk deteksi dini kanker leher rahim,
yang dinamakan teknologi Hybrid Capture II System (HCII).
3. Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma dan kondom,
karena dapat memberi perlindungan terhadap kanker leher rahim.

14
4. Memperbanyak makan sayur dan buah segar. Faktor nutrisi juga dapat
mengatasi masalah kanker mulut rahim.
5. Penelitian mendapatkan hubungan yang terbalik antara konsumsi sayuran
berwarna hijau tua dan kuning (banyak mengandung beta karoten atau
vitamin A, vitamin C dan vitamin E) dengan kejadian neoplasia intra
epithelial juga kanker serviks.
Artinya semakin banyak makan sayuran berwarna hijau tua dan
kuning, maka akan semakin kecil risiko untuk kena penyakit kanker mulut
rahim
Pada pertengahan tahun 2006 telah beredar vaksin pencegah infeksi
HPV tipe 16 dan 18 yang menjadi penyebab kanker serviks. Vaksin ini
bekerja dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh dan menangkap virus
sebelum memasuki sel-sel serviks. Selain membentengi dari penyakit
kanker serviks, vaksin ini juga bekerja ganda melindungi perempuan dari
ancaman HPV tipe 6 dan 11 yang menyebabkan kutil kelamin.Yang perlu
ditekankan adalah, vaksinasi ini baru efektif apabila diberikan pada
perempuan yang berusia 9 sampai 26 tahun yang belum aktif secara
seksual. Vaksin diberikan sebanyak 3 kali dalam jangka waktu tertentu.
Dengan vaksinasi, risiko terkena kanker serviks bisa menurun hingga
75%.

J. Pengobatan Kanker Serviks


Terapi karsinoma serviks dilakukan bila mana diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker /
tim onkologi).
Pemilihan pengobatan kanker leher rahim tergantung pada lokasi dan
ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan rencana
penderita untuk hamil lagi. Lesi tingkat rendah biasanya tidak memerlukan
pengobatan lebih lanjut, terutama jika daerah yang abnormal seluruhnya telah
diangkat pada waktu pemeriksaan biopsi.

15
Pengobatan pada lesi prekanker bisa berupa kriosurgeri (pembekuan),
kauterisasi (pembakaran, juga disebut diatermi), pembedahan laser untuk
menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai jaringan yang sehat di
sekitarnya dan LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi
(Wiknjosastro, 1997).
1. Pembedahan Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan
serviks paling luar), seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan
bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical excision
procedure) atau konisasi.
Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak.
Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani
pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama
dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana
untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi.
Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif
maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung menghilangkan
penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat
dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti
memperbaiki keadaan penderita.
Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).
Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).
Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum
baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien
juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti penyakit
jantung, ginjal dan hepar.

2. Terapi penyinaran (radioterapi)

16
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks
stadium II B, III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi.
Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan
pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel
kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya atau bermetastasis ke
kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak
mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika
urinaria, usus halus, ureter.
Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I
sampai III B. Apabila sel kanker sudah keluar ke rongga panggul, maka
radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada
stadium IV A. Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif
yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan
sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan
pertumbuhannya.
Ada dua jenis radioterapi yaitu radiasi eksternal yaitu sinar berasal
dari sebuah mesin besar dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit,
penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6
minggu. Keduannya adalah melalui radiasi internal yaitu zat radioaktif
terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks.
Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di
rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2
minggu. Efek samping dari terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan
vagina, kerusakan kandung kemih dan rektum dan ovarium berhenti
berfungsi (Gale & Charette, 2000).
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan
utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat
perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis
kanker dan fasenya saat didiag nosis.

17
Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan
atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain,
pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang
kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus,
kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu
yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas
dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk
memberikan kualitas hidup yang lebih baik.
Kemoterapi secara kombinasi telah digunakan untuk penyakit
metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum
memberikan keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan
pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin
Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain –lain (Prayetni,
1997).

K. Prognosis kanker serviks


Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk tersebut
dihubungkan dengan 85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada stadium
invasif, stadium lanjut, bahkan stadium terminal (Suwiyoga, 2000; Nugroho,
2000).
Selama ini, beberapa cara dipakai menentukan faktor prognosis adalah
berdasarkan klinis dan histopatologis seperti keadaan umum, stadium, besar
tumor primer, jenis sel, derajat diferensiasi Broders. Prognosis kanker serviks
tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk
stadium I lebihdari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira
50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30% (Geene,1998; Kenneth, 2000).
1. Stadium 0
100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.

2. Stadium 1

18
Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi IA dan IB. Dari semua
wanita yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate
sebesar 95%. Untuk stadium IB 5-years survival rate sebesar 70 sampai
90%. Ini tidak termasuk wanita dengan kanker pada limfonodi mereka.
3. Stadium 2
Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. Dari semua
wanita yang terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate
sebesar 70-90%. Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60
sampai 65%.
4. Stadium 3
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%.
5. Stadium 4
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%.
6. Stadium 5
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 5-10%.

19

Anda mungkin juga menyukai